PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis (GN) yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif
3.5 g/dl/24 jam, hiperkolesterolemia (total kolesterol > 10 mmol/l), dan
hipoalbunemia (serum albumin < 25 g/l). Pada proses awal atau SN ringan untuk
menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuri
masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar
albumin serum rendah, ekskresi protein dalam urin juga berkurang, proteinuria
juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta
hormon tiroid sering dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal
kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir.1,2,3
Kondisi proteinuri yang berat, hematuri, hipoalbumniemia,
hiperkolesterolemia, edema dan hipertensi yang tidak terdiagnosa atau tidak
teratasi akan berkembang secara progresif menjadi kerusakan gromeruli yang
akan menurunkan Laju Filtrasi Gromerulus (LFG) yang akhirnya menjadi gagal
ginjal. Penyakit ini terjadi tiba - tiba terutama pada anak-anak, biasanya berupa
oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria
berat. Pada dewasa yang jelas terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia.4
Di Amerika Serikat Insiden sindrom nefrotik dengan nefropati diabetik
adalah yang paling umum dan sejak PGTA karena nefropati tersebut mencapai
rata-rata 100 kasus perjuta populasi, kasus SN tersebut mencapai rata-rata 50
kasus perjuta populasi.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit
gromerular yang ditandai dengan proteinuri masif 3.5 g/dl/24 jam, disertai
dengan edema anarsaka, hiperkolesterolemia (total kolesterol > 10 mmol/l),
hipoalbunemia (serum albumin < 25 g/l), dan hiperkoagulabilitas.1,2,3
2.2 Klasifikasi dan Etiologi
Sindrom nefrotik pada anak-anak / infantil.
Sindrom nefrotik infantil adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia tiga
bulan sampai satu tahun, sedangkan jika terjadi sebelum usia tiga bulan
disebut sebagai sindrom nefrotik kongenital. Indonesia dilaporkan ada enam
per 100.000 anak per tahun menderita sindrom nefrotik.
a. Sindrom nefrotik infantil
Sangat jarang ditemukan, sindrom ini dapat disebabkan nail patella
syndrome, pseudohermaphroditism, XY gonadal disgenesis, tumor Wilms,
intoksikasi merkuri, sindrom hemolitik uremik, dan infeksi seperti sifilis,
virus sitomegalo, hepatitis, rubela, malaria, dan toksoplasmosis. Prognosis
sindrom nefrotik infantil umumnya buruk tetapi masih lebih baik daripada
prognosis sindrom nefrotik kongenital.6
b. Sindrom nefrotik kongenital.
Merupakan penyakit familial, timbul dalam beberapa hari/ minggu setelah
lahir. Biasa menimbulkan kematian sebelum bayi berusia satu tahun.6
Sindrom nefrotik pada dewasa:
a. Sindrom nefrotik primer (Sebagian besar tidak diketahui sebabnya).
Glomerulopati membranosa
Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa
(30%-40%). Tipe ini bermanifestasi pada 75% pasien sebagai
proteinuria dan pada 50% pasien dapat ditemukan hematuria
mikroskopis. Pada biopsi renal, kelainan yang khas pada tipe ini ialah
terlihat adanya penebalan membran basalis. Kelainan ini jarang
trichrome masson.8
Glomerulosklerosis fokal segmental
Tipe ini terjadi pada sepertiga kasus sindrom nefrotik pada orang
dewasa. Tipe ini bermanifestasi sebagai proteinuria, hipertensi,
insufisiensi funsi ginjal, serta mungkin hematuria. Glomerulosklerosis
fokal segmental secara klasik dideskripsikan sebagai suatu proses
tuberkulosis, lepra.
Keganasan
Adenokarsinoma paru, kanker payudara, kolon, bronkus, limfoma
Glomerulopati kelainan
minimal
Glomerulosklerosis fokal
segmental
Glomerulopati
membranosa
Glomerulonefritis
membranoproliferatif
Penyakit lain
Anak-anak
Dewasa
Dewasa
60 tahun
60 tahun
76
20
20
15
40
39
18
39
4
5
Tabel 1. Tabel Frekwensi Relatif Penyakit Glomerular Primer pada Anak-anak dan
Dewasa8
2.3 Patofisiologi
Sindrom nefrotik dapat terjadi karena perubahan struktur glomerulus yang
dapat terjadi karena kerusakan permukaan endotel, kerusakan membrana
basalis dan atau kerusakan podosit oleh beberapa faktor yang disebutkan
diatas. Satu atau lebih mekanisme ini akan terjadi pada salah satu tipe SN.5
hati
dan
kehilangan
protein
melalui
urin.
Pada
SN
plasma terjadi
ANP
aldosteron
EDEMA
8
c. Hiperkoagulasi
Kelainan ini disebabkan oleh perubahan tingkat dan aktifitas berbagai
faktor koagulasi intinsik dan ekstrinsik. Mekanisme hiperkoagulasi pada
SN cukup komplek meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi
trombosit dan penurunan fibrinolisis. Pada orang dewasa, trombosis pada
vena lebih lebih sering terjadi sedangkan pada anak anak, trombosis
lebih umum terjadi pada arteri.1,7
d. Metabolism kalsium dan tulang
Vitamin D merupakan unsur yang penting dalam metabolisme kalsium dan
tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekresikan
melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar
25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar
10
a. Anamnesis:
berbusa,
lemas,
nafsu
makan,
identifikasi
(total
kolesterol
>
10
mmol/l),
proteinuria berat
dapat
menyebabkan gagal
ginjal atau
12
bulan.10
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Kortikosteroid dosis rendah (harian atau selang sehari) ditambah
dengan siklofosfamid oral atau mycophenolate mofetil oral. Terapi ini
diberikan selama 6 bulan.10
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: RMS
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Laki - laki
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Pendidikan
: Tamat SMA
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Pelukis
Alamat
Tanggal MRS
: 9 Mei 2015
15
dikatakan kuning dan lebih pekat dari biasanya disertai dengan buih. Warna
kemerahan pada kencing, nyeri daerah pinggang disangkal oleh pasien. Saat
pemeriksaan, pasien mengatakan volume kencing sudah banyak dari sebelumnya,
dengan frekuensi berkemih dan warna kencing sudah seperti normal. Keluhan
bengkak seluruh tubuh dan kencing berwarna pekat serta berbuih dialami oleh
pasien setahun sebelumnya. Dalam tahun terakhir, pasien mengatakan sudah
sebanyak lima kali mengalami keluhan serupa.
Pasien juga dikatakan sering mengeluh lemas sejak 1 minggu sebelum
MRS. Keluhan lemas dikatakan dirasakan terus menerus dan tidak menghilang
walaupun pasien telah beristirahat. Keluhan ini dikatakan dirasakan di seluruh
bagian tubuh dan semakin memberat dari hari ke hari hingga akhirnya sehari
sebelum MRS pasien kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
Pasien juga dikatakan sering mengeluh nyeri pada ulu hati yang memberat
1 minggu SMRS. Nyeri ulu hati dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan terusmenerus dirasakan oleh pasien sepanjang hari. Tidak terdapat riwayat penjalaran
nyeri ulu hati ke lengan sebelah kiri, leher, maupun punggung. Riwayat nyeri ulu
hati ini juga tidak disertai dengan keluhan sesak nafas baik saat sedang atau tidak
beraktivitas, sesak yang timbul pada malam hari, maupun sesak yang mereda
dengan penggunaan bantal kepala saat tidur. Keluhan nyeri ulu hati ini dikatakan
tidak membaik ataupun memburuk dengan makanan. Pasien juga menyangkal
sering terbangun dini hari karena keluhan nyeri yang dideritanya. Keluhan ini
dikatakan tidak diikuti dengan adanya mual namun tidak sampai muntah. Saat
pemeriksaan, pasien mengatakan nyeri perut yang dialaminya telah membaik.
Keluhan demam, sesak nafas dan keluhan lainnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sudah pernah mengalami keluhan yang sama seperti
yang dirasakan sekarang. Keluhan serupa dirasakan terakhir kali setahun lalu dan
16
pasien dirawat inap karena keluhan yang sama. Pasien mengatakan telah
didiagnosis dengan sindrom nefrotik sejak tiga tahun lalu dan rutin berobat ke
poliklinik RSUP Sanglah sejak saat itu. Dalam lima tahun sejak didiagnosis
sindrom nefrotik, pasien mengatakan sudah sebanyak lima kali mengalami
keluhan serupa.
Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, kanker, infeksi
kronis atau penyakit jantung disangkal oleh pasien. Riwayat dan gejala infeksi
sebelum diagnosis sindrom nefrotik tiga tahun lalu seperti halnya demam, nyeri
menelan, sakit tenggorokan, batuk dan pilek, sakit kuning disangkal oleh pasien.
Riwayat adanya kemerahan terutama pada daerah pipi dan memburuknya gejala
bengkak serta lainnya saat terkena matahari disangkal.
Pasien mengatakan mendapat riwayat trauma, yakni terkena bola kaki saat
sedang berlatih futsal tiga tahun lalu di daerah dada. Saat itu pasien mengatakan
terdapat nyeri di daerah dada dan pasien segera dibawa di salah satu RS Swasta di
Yogyakarta. Pasien mengatakan tidak ingat nama penyakit yang dikatakan oleh
dokter pada saat itu. Oleh dokter pasien diberikan 2 macam obat, namun pasien
mengatakan lupa nama obatnya. Satu jenis obat tersbut dikatakan diminum selama
seminggu. Setelah meminum obat tersebut selama seminggu, pasien mengatakan
muncul gejala bengkak dan kencing berbusa seperti saat ini. Pasien tidak ingat
nama obat tersebut. Setelahnya pasien dibawa ke RS lain dan didiagnosis dengan
sindrom nefrotik. Oleh dokter dikatakan, bengkak muncul karena meminum obat
tersebut melebihi dosis yang seharusnya.
Pasien mengatakan keluhan bengkak kambuh ketika pasien stres dan lupa
meminum obat.
Riwayat Pengobatan
Pasien saat ini mengkonsumsi obat obatan yang diberikan oleh dokter di
poli RSUP Sanglah. Tiga tahun lalu, pasien mengatakan mengkonsumsi prednison
saat muncul pertama kali, pasien lupa dosisnya, namun pasien mengatakan
meminum selama 4 bulan yang mana terdapat penurunan dosis namun pasien lupa
pada bulan keberapa, kemudian dihentikan oleh dokter. Sejak dua tahun lalu saat
gejala nya kumat lagi hingga saat ini, pasien mengkonsumsi metilprednisolon dan
siklosporin 1 x 100 mg (Sandimun ).
17
Riwayat Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
keluhan yang sama seperti pasien. Di keluarga juga tidak ditemukan adanya
riwayat penyakit lain seperti kencing manis, hipertensi, penyakit hati, ginjal, dan
sakit jantung.
Riwayat Sosial
Pasien saat ini belum menikah dan bekerja sebagai seorang pelukis di
rumah kontrakannya di Denpasar. Pasien tinggal bersama ayahnya. Riwayat
merokok dan mengkonsumsi alkohol dibantah oleh pasien.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4VM
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 78 x/mnt
Respirasi
: 1 8 x/mnt
Suhu aksila
: 37,0 C
Berat badan
: 64 kg
Tinggi badan
: 170 cm
BMI
: 22,8 kg/m2
Status General
Mata
THT
Telinga
Hidung
Tenggorokan
18
Leher
JVP
: PR + 0 cmH2O
Thorax:
Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas Kanan
Auskultasi
Batas Kiri
Batas Atas
: Intercostal space II
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor +/+
+/+
+/+
Auskultasi
-/-
-/-
+/+
-/-
-/-
Abdomen
Inspeksi
: Distensi (-),
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Edema
19
HASIL
7,76
UNIT
x103/L
NORMAL
4.10 11.00
%NE
73,9
47.00 80.00
%LY
16,6
13.00 40.00
%MO
8,74
2.00 11.00
%EO
0.164
0.00 5.00
%BA
0,552
0.00 2.00
#NE
5,24
x103/L
2.50 7.50
#LY
1,18
x103/L
1.00 4.00
#MO
0,620
x103/L
0.10 1.20
#EO
0,012
x103/L
0.00 0.50
#BA
0,039
x103/L
0.00 0.10
RBC
5,27
x106/L
4.50 5.90
HGB
15,4
g/dL
13.50 17.50
HCT
45,0
41.00 53.00
MCV
85, 3
fL
80.00 100.00
MCH
29,2
Pg
26.00 34.00
MCHC
34,0
g/dL
31.00 36.00
12,90
11.60 14.80
PLT
392
x103/L
150.00 440.00
MPV\
8,25
fL
6.80 10.00
RDW
KETERANGAN
HASIL
13,5
UNIT
U/L
NORMAL
11.00 33.00
KETERANGAN
20
SGPT
15,9
U/L
11.00 50.00
Albumin
1,79
g/dL
3.40 4.80
Bun
8,6
mg/dL
8.00 23.00
Creatinin
0,74
mg/dL
0.70 1.20
Glukosa Darah
Sewaktu
87
mg/dL
70.00 140.00
Natrium
144
mmol/L
136 -145
Kalium
4,84
mmol/L
3,5 5, 1
Rendah
NILAI
NILAI NORMAL
REMARKS
pH
7,24
7,35 7,45
Rendah
pCO2
41
35 45 mmHg
Normal
pO2
95
80 100 mmHg
Normal
HCO3-
17,6
22 26 mmol/L
Rendah
TCO2
18,9
24,00-30,00 mmol/L
Rendah
BEecf
(-)9,8
(-)2,00-(+)2,00
Rendah
SO2c
96,00
95 100%
Normal
NILAI
SATUAN
REMARKS
NILAI NORMAL
pH
Normal
5-8
Leukocyte
25
Leu/uL
1+
Negatif
URINE LENGKAP
21
Nitrite
Negative
Normal
Negatif
Protein
500,00
mg/dL
4+
Negatif
Glucose
mg/dL
Normal
Ketone
Negatif
mg/dL
Negatif
Urobilinogen
Normal
mg/dL
1 mg/dL
Bilirubin
Negatif
mg/dL
Negatif
Erythrocyte
250,00
ery/uL
Specific Gravity
1,010
1,005-1,020
Colour
Brown
p.yellow-yellow
5+
SEDIMEN URINE
Negatif
--
Leukosit
46
/lp
<6/lp
Eritrosit
banyak/dismorfik
/lp
<3/lp
-Silinder
granula (+) 2
/lp
--
8 10
/lp
--
bakteri (+)
/lp
--
Sel epitel
Gepeng
Kristal
Lain-lain
HASIL
SATUAN
RUJUKAN
REMARKS
Cholesterol Total
534
g/dL
149 199
Tinggi
HDL
26
mg/dL
40 65
Rendah
LDL
350
mg/dL
0 100
Tinggi
Trigliserida
670
mg/dL
0 150
Tinggi
HASIL
SATUAN
2500
ml
Protein esbach
3, 5
g/L
RUJUKAN
REMARKS
22
Protein loss
g/L 24 jam
HASIL
SATUAN
HBsAg (Elisa)
0,474
COI
RUJUKAN
Reaktif > = 1
REMARKS
Non Reaktif
0,103
COI
Non Reaktif
Reaktif > = 1
ASTO (Kualitatif)
Negatif
<200
Negatif
23
Rawat inap
IVFD NS 0,9% 12 tetes per menit
Metilprednisolon 2 x 8 mg p.o
Siklosporin 2 x 100 mg p.o
Spironolacton 25 0 0 mg
Inbersatrtan 1 x 300 mg p.o
Furosemid 40 0 0 mg p.o
Simvastatin 1x40 mg
Pantoprazole 2 x 30 mg
Sucralfat 3 x CI p.o
Antasida 3 x CI p.o
Diet 2240 kkal + 40 gram protein + protein losss, rendah garam
Transfusi Albumin 1 fl/ hari sampai albumin > 2 g/dl
Rencana Diagnosis:
Rencana Monitoring:
-
Keluhan.
KIE
Diet rendah garam dan rendah lemak
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Sindrom nefrotik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan adanya
edema, proteinuria lebih dari 3 3, 5 gram/dl/24 jam atau pemeriksaan urin spot
> 300 350 mg/mmol, hipoalbuminemia yang ditandai dengan adanya < 25 g/l
dan adanya hiperlipidemia (kolesterol total > 10 mmol/l). Terdapat beberapa
penyebab spesifik dari sindrom nefrotik, diantaranya penyebab primer yakni
adanya kelainan spesifik yang terdapat pada ginjal dan penyebab sekunder yakni
disebabkan karena penyebab sistemik lainnya di luar ginjal yang memiliki renal
manifestasi. Secara keseluruhan, abnormalitas yang disebutkan di atas
menghasilkan tanda dan gejala esensial dari cedera pada ginjal. Berikut pada
pembahasan, akan dibahas lebih lanjut mengenai anamnesis terkait etiologi dan
gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang, serta
penatalaksanaan.
4.1 Diskusi terkait Etiologi
Secara garis besar penyebab dari sindrom nefrotik terbagi menjadi 2 yakni
penyakit glomerular primer yang dikategorikan sebagai penyebab primer dan
penyakit sistemik lain dan penyebab lain seperti halnya penggunaan obat obatan
tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Terdapat beberapa penyebab utama dari sindrom nefrotik akibat kelainan
primer
pada
ginjal
glomerulosclerosis
yakni
minimal
(FSGS),
change
membranous
disease,
focal
segmental
glomerulopathy
dan
25
Membranous Glomerulopathy
Amyloidosis
Membranoproliferative
Glomerulonephritis
Obat obatan
Antibiotik (Penisilinamine)
NSAID
Lithium
Tamoxifen
HIV
Hepatitis B dan C
Micoplasma
Sifilis
Malaria
Infeksi
parasit
(schistosomiasis,
26
trauma dan pengobatan saat itu, seperti halnya jenis obat dan dosis obat yang
dikonsumsi. Selain hal tersebut, berdasarkan anamnesis yang dilakukan, pasien
menyangkal adanya riwayat sistemik lain dan riwayat infeksi yang terkait dengan
penyebab sekunder sindrom nefrotik. Pemeriksaan penunjang serologi HbsAg dan
ASTO juga menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi hepatitis B dan infeksi
oleh bakteri jenis streptokokus. Untuk menyingkirkan penyakit lain yang
menyebabkan sindrom nefrotik pada laki laki dewasa muda, usulan pemeriksaan
lainnya dapat dilaksanakan.
Untuk mengetahui etiologi pasti dari sindrom nefrotik dikaitkan dengan
penatalaksanaan khusu terhadap penyakit yang mendasarinya. Mengacu pada tipe
histopatologi yang paling sering pada orang dewasa adalah glomerulopati
membranosa dan glomerulosklerosis fokal segmental, namun diperlukan
pemeriksaan melalui tipe histopatologi untuk mengetahui jenis pastinya. Pada
pasien ini sindrom nefrotik idiopatik (karena penyebab primer) maupun sekunder
masih perlu digali lagi.
4.2 Manifestasi Klinis
Gejala sindrom nefrotik yang khas ditemukan pada sebagian besar kasus
adalah adanya edema, baik edema yang terlokalisir pada ekstrimitas bawah, pada
daerah periorbital ataupun edema anarsaka. Edema pada pasien dengan sindrom
nefrotik biasanya berawal dari adanya keluhan bengkak di daerah periorbital atau
genital yang selanjutnya semakin meluas dan bermanifestasi menjadi ascites
hingga yang paling berbahaya adanya efusi pleural hingga efusi pericardial.
Karakteristik edema di daerah periorbital pada pasien sindrom nefrotik adalah
semakin memberat saat pasien berbaring.. Selain keluhan edema, keluhan lain
yang cukup khas untuk sindrom nefrotik adalah kencing berbusa / berbuih.
Kondisi ini dikaitkan dengan adanya proteinuria. Keluhan lain yang mengikuti
selain dua hal tersbut diatas adalah adanya penurunan nafsu makan dan pasien
cenderung merasa kelelahan.
Pada kasus ini, keluhan utama pasien yang menyebabkan pasien datang ke
UGD RSUP Sanglah adalah keluhan bengkak pada seluruh tubuh, dimana pasien
mengatakan bengkak terdapat pada kedua kaki, perut dan wajah. Bengkak
27
dikatakan awalnya muncul di sekitar kelopak mata kemudian meluas ke perut dan
kaki. Bengkak dikatakan sangat mengganggu dan membuat pasien kesulitan
melakukan aktivitas. Bengkak juga disertai dengan kencing berbusa dan keluhan
pasien merasakan sering kelelahan. Adanya keluhan bengkak saja belum dapat
menegakkan diagnosis sindrom nefrotik. Anamnesis terkait keluhan bengkak pada
pasien harus mampu mengeksklusi keluhan bengkak oleh karena penyebab lain,
yakni bengkak yang disebabkan karena kelainan jantung (gagal jantung kanan),
penyakit hati (sirosis heatis), infeksi dan malignansi lainnya, walaupun pada
pasien keluhan bengkak periorbital terutama memberat pada pagi hari dapat
menjadi gejala tipikal bengkak pada sindrom nefrotik. Pemeriksaan penunjang
memegang peranan penting dalam diagnosis sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema periorbital kanan dan
kiri serta tidak ditemukannya edema pada daerah lain. Tidak ditemukannya
peningkatan JVP, tanda tanda penyakit liver kronis dapat mengeksklusi bengkak
karena penyebab lain.
Edema pada pasien ini dikaitkan dengan adanya hipoalbunemia, yakni
kadarnya hanya dalam darah sebanyak 1,79 g/dl. Edema diketahui lebih parah
terutama saat pasien baru bangun di pagi hari. Edema pada sindrom nefrotik
merupakan manifestasi dari adanya hipoalbuminemia karena adanya protein loss
dengan peningkatan retensi cairan dan garam yang juga dikaitkan dengan adanya
mekanisme underfill dan overfill. Selain itu defek primer pada nefron dikaitkan
dengan penyebab peningkatan retensi cairan dan sodium yang mengakibatkan
terjadinya edema
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yang dapat menegakkan diagnosis sindrom
nefrotik adalah pemeriksaan laboraorium diantaranya : urinalisi (urine dipstick)
sebagai pemeriksaan semikuantitatif untuk mengetahui ada atau tidaknya
proteinuria, tes esbach, pemeriksaan dengan urine spot untuk menghitung rasio
kreatinin atau albumin dan kreatinin rasio, serum albumin untuk mengetahui ada
atau tidaknya hipoalbuminemia dan mengetahui derajat hipoalbuminemia serta
lipid panel untuk mengetahui ada tidaknya hiperlipidemia. Selain itu pemeriksaan
28
lain yang cukup penting dilakukan diantaranya tes fungsi ginjal termasuk plasma
kreatinin dan estimasi GFR untuk mengetahui fungsi ginjal dan skrining ada
tidaknya penurunan fungsi terkait dengan komplikasi dari sindrom nefrotik,
sedimen urin untuk melihat adanya sel atau cast), darah lengkap dan skrining
koagulasi, elektrolit, tes fungsi hati untuk ekslusi adanya kelainan di hati, gula
darah acak atau puasa, serologi HBV, HCV, HIV (skrining dan dilakukan sesuai
indikasi) , profil imunologis terkait dengan penyakit penyakit autoimun yang
sering menyebabkan sindrom nefrotik (ANA), USG ginjal dan biopsi ginjal.
Pada kasus didapatkan dari hasil urinalisis pada awal MRS (9-5-2015),
pasien dengan dipstick protein +4 dan dari hasil pemeriksaan protein esbach
didapatkan adanya protein dalam urin sebanyak
pemeriksaan
penunjang
berupa
laboratorium,
pemeriksaan
29
4. 4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sindrom nefrotik hingga saat ini belum mempunyai
guideline atau pedoman yang dapat diterapkan secara klinis. Penatalaksanaan
didasarkan pada penelitian observasional terdahulu dan telaah kasus terdahulu.
Hingga saat ini, penatalaksanaan sindrom nefrotik bertujuan untuk mengurangi
edema yang timbul akibat adanya hipoalbuminemia, dengan penatalaksanaan
farmakologis yang meliputi penggunaan diuretik, ACE inhibitors ; penggunaan
obat obat penurun kolesterol seperti halnya statin, pengobatan dengan
kortikosteroid dan terapi non farmokologis berupa retriksi cairan dan asupan
sodium.
Pada kasus ini, pasien diberikan penatalaksanaan berupa metilprednisolon
2 x 8 mg p.o, yang mana tujuan pemberian dari pengobatan steroid ini adalah
untuk memperbaiki proteinuria yang timbul dan meningkatkan fungsi ginjal.
Beberapa penelitian menyatakan penggunaan kortikosteroid dapat menginduksi
remisi pada pasien dengan sindrom nefrotik terutama tipe minimal change disease
yang paling responsive terhadap penggunaan kortikosteroid. Dalam kasus ini
pasien telah menggunakan kortikosteroid hampir selama lima tahun setiap
kambuh, awalnya pasien menggunakan prednison kemudian berpindah menjadi
metilprednisolon. Dalam literatur lamanya waktu pemberian kortikosteroid tidak
dijelaskan secara pasti, namun dikatakan lama penggunaannya minimal 12 20
minggu sejak awal keluhan, ada juga yang menyatakan selama 8 minggu setelah
awal diketahui dengan sindrom nefrotik. Monitoring yang harus dilaksanakan
pada pasien ini, dimana terkait dengan penggunaan kortikosteroid berulang dan
dalam jangka waktu yang cukup panjang diantaranya monitoring terhadap tekanan
darah (resiko hipertensi), Monitoring terhadap peningkatan berat badan, resiko
katarak, resiko terjadinya infeksi termasuk di dalam resiko terjadinya gastropati
karena penggunaan kortikosteroid yang mana terjadi pada pasien ini.
Terapi imunosupresif lainnya yang diberikan pada pasien ini adalah berupa
siklosporin. Penggunaan siklosporin sesungguhnya digunakan jika terapi dengan
cyclosphospamide sebagai imunosupresif selain steroid gagal. Namun mengingat
efek samping yang cukup besar dalam penggunaan cyclosphospamide terutama
bagi pasien laki laki di usia pubertas (infertil dan azospermi), alopesia dan
30
31
32
BAB V
KESIMPULAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit
gromerular yang ditandai dengan proteinuria masif disertai hipoalbuminemia,
edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Pada pasien
didapatkan adanya proteinuria. hipoalbuminemia. hiperlipidemia ditambah
dengan adanya gejala bengkak dan didapatkannya edema periorbital dari
pemeriksaan fisik sudah dapat menegakkan diagnosis sindrom nefrotik.
Secara garis besar penyebab dari sindrom nefrotik terbagi menjadi 2 yakni
penyakit glomerular primer yang dikategorikan sebagai penyebab primer dan
penyakit sistemik lain dan penyebab lain seperti halnya penggunaan obat obatan
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pasien ini mengkonsumsi beberapa obat
obatan yang diketahui dapat menyebabkan terjadinya sindrom nefrotik.
Diantaranya adalah NSAID dan penisilinamin. Namun etiologi secara jelas belum
dapat diketahui, dikarenakan penulis tidak mendapatkan data lebih rinci terkait
riwayat trauma dan pengobatan saat itu, seperti halnya jenis obat dan dosis obat
yang dikonsumsi. Selain hal tersebut, berdasarkan anamnesis yang dilakukan,
pasien menyangkal adanya riwayat sistemik lain dan riwayat infeksi yang terkait
dengan penyebab sekunder sindrom nefrotik.
Pemeriksaan penunjang utama yang dapat menegakkan diagnosis sindrom
nefrotik adalah pemeriksaan laboraorium diantaranya: urinalisis (urine dipstick),
tes esbach, pemeriksaan dengan urine spot, serum albumin serta lipid panel.
Selain itu pemeriksaan lain yang cukup penting dilakukan diantaranya tes fungsi
ginjal termasuk plasma kreatinin dan estimasi GFR, sedimen urin untuk melihat
adanya sel atau cast), darah lengkap dan skrining koagulasi, elektrolit, tes fungsi
hati untuk ekslusi adanya kelainan di hati, gula darah acak atau puasa, serologi
HBV, HCV, HIV (skrining dan dilakukan sesuai indikasi), profil imunologis
(ANA), USG ginjal dan biopsi ginjal. Pada kasus telah dilakukan urinalisis pada
awal MRS (9-5-2015), pemeriksaan protein esbach, pemeriksaan kimia klinik,
pemeriksaan profil lipid, serta pemeriksaan radiologi berupa foto toraks dan
abdomen dan USG abdomen khususnya jika ditemukan kelainan fungsi ginjal.
33
34
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prodjosudjadi W., 2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A.,
Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 1174
2.
81
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease., 2012.
3.
4.
5.
6.
7.
2015.
Himawan S., 1979. Patologi Anatomi . Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 264-65
Keddis M.T., Karnath B.M., 2007. The Nephrotic Syndrome. Hospital Physician.
8.
Hal 25-30
Orth S.R.& Berhard E., 1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338.
9.
10.
11.
35