Anda di halaman 1dari 47

Diabetes Mellitus (PERKENI 2019, ADA 2020/2021)

Definisi: merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia


yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Klasifikasi

Factor Risiko
 Tidak dapat dimodifikasi: ras, riwayat keluarga, umur >45 tahun, riwayat melahirkan
bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional,
riwayat lahir dengan berat badan rendah <2,5 kg.
 Dapat dimodifikasi: BMI ≥23 Kg/m2, kurangnya aktivitas fisik, hipterensi, dyslipidemia,
diet tak sehat, penderita GDPT/TGT, riwayat penyakit kardiovaskular (CAD, stroke,
PAD)
Pathogenesis
Egregious eleven
o Kegagalan sel beta pancreas: penurunan sekresi insulin, resistensi insulin
o Disfungsi sel alfa pancreas: peningkatan sekresi glucagon-> meningkatkan produksi
glukosa hati
o Sel lemak: peningkatan lipolysis, peningkatan kadar FFA dalam plasma-> merangsang
gluconeogenesis, mencetuskan reistensi insulin di hepar dan otot-> mengganggu sekresi
insulin (lipotoksisitas)
o Otot: gangguan fosforilasi tirosin->gangguan kinerja insulin multiple di intramioselular->
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen dan oksidasi
glukosa
o Hepar: peningkatak gluconeogenesis
o Otak: resistensi insulin-> hyperinsulinemia-> meningkatkan nafsu makan
o Kolon: perubahan komposisi microbiota
o Usus halus: defisiensi GLP-1 dan resistensi hormone GIP (penurunan efek incretin),
penurunan absorpsi glukosa oleh alfa glucosidase-> peningkatan glukosa darah setelah
makan
o Ginjal: peningkatan ekspresi gen SGLT 2-> peningkatan reabsorpsi glukosa (normal
sense glukosa >180 mg/gl-> ekskresi)
o Lambung: penurunan produksi amilin-> percepatan pengosongan lambung dan
peningkatan absorpsi glukosa di usu halus-> peningkatan kadar glukosa postprandial
o System imun: inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer, peningkatan sitokin
pro inflamasi
Diagnosis
Kecurigaan adanya DM apabila terdapat keluhan:
• Keluhan klasik: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
HT
• Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
• Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan berat badan,
merokok, alcohol and substance abuse
• Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri
• Pengobatan yang sedang dijalani (kepatuhan, efek samping?), perencanaan makan dan
program latihan jasmani.
• Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
hipoglikemia).
• Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital
• Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung dan
pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, autonomi.
• Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
• Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung coroner/PAD/stroke,
obesitas, dislipidemi, dan riwayat penyakit keluarga (DM, HT, jantung dan endokrin lain,
autoimun).
• Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
PE
 Pengukuran tinggi dan berat badan, BMI, lingkar perut, LLLA
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati, dan
adanya deformitas).
 Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis
diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin).
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
Penunjang
• Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO.
• Pemeriksaan kadar HbA1c
• Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein (HDL), Low
Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
• Tes fungsi hati
• Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
• Tes urin rutin
• Albumin urin kuantitatif
• Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
• Elektrokardiogram.
• Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
• Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
• Pemeriksaan funduskopi
Kriteria Diagnosis
*pada kondisi anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 - 3 bulan terakhir, kondisi-
kondisi yang memengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal HbA1c tidak dapat dipakai
sebagai alat diagnosis maupun evaluasi-> diganti dengan pemeriksaan glycated albumin (control
15-20 hari. Keadaan sindroma nefrotik, pengobatan steroid, obesitas berat dan gangguan fungsi
tiroid dapat memengaruhi kadar albumin yang berpotensi memengaruhi nilai pengukuran GA)
o Masalah gula darah puasa-> glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
o Masalah tes toleransi glukosa oral-> toleransi glukosa terganggu (TGT)
Skrining pada kelompok risiko tinggi:
o Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
• Aktivitas fisik yang kurang.
• Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).
• First-degree relative DM
• HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
• Obesitas berat, akantosis nigrikans.
• Kelompok ras/etnis tertentu.
• Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
• Riwayat penyakit kardiovaskular.
• Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg atau mempunyai
riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
• Riwayat prediabetes
o Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas
Jika hasil normal maka diulang tiap 3 tahun, sedangkan jika hasilnya Pre-DM maka
diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas
pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler
Metformin/acarbose dapat dipertimbangkan pemberiannya pada pasien prediabetes
berusia < 60 tahun dengan obesitas, atau wanita dengan riwayat diabetes gestasional.
Tatalaksana
Perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid
* Pada pasien dengan risiko kejadian kardiovaskular aterosklerotik 10 tahun ke depan >15%,
harus mencapai target tekanan darah <130/80 mmHg. Pada wanita hamil dengan diabetes, dan
sebelumnya menderita hipertensi dan sudah mendapat terapi antihipertensi maka target tekanan
darah adalah 120 160/80 – 105 mmHg
*Untuk pasien usia lanjut, target terapi HbA1c antara 7,5 – 8,5%

Ideal HbA1c dicek tiap 3 bulan, minimal tiap 6 bulan. Jika kadarnya >10 maka cek ulang dalam
1-2 bulan
Indikator keberhasilan intervensi gaya hidup adalah penurunan berat badan 0,5 - 1 kg/minggu
atau 5 - 7% penurunan berat badan dalam 6 bulan
 Edukasi
 Nutrisi
o Karbohidrat: 45-65% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan
seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
o Lemak : sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan melebihi 30% total
asupan energi. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream. Komposisi
lemak jenuh <7% (SAFA), polyunsaturated fat <10% (PUFA), monounsaturated fat
sisanya (12-15%) (MUFA). Kolesterol <200 mg/hari
o Protein: 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, udang,
cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
o Natrium: <1500 mg perhari. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
o Serat: 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan (kacang
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat).
o Pemanis alternatif: aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake/ADI), dikelompokkan menjadi:
pemanis berkalori  perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. Glukosa alkohol antara lain
isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Fruktosa tidak dianjurkan
digunakan pada penyandang DM karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun fruktosa
alami dibolehkan.
Pemanis tak berkalori  aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame
o Yang dianjurkan: karbohidrat kompleks (nasi merah, nasi putih) atau berserat tinggi,
protein nabati/ hewani (tahu, tempe, daging, ikan, daging ayam, kacang-kacangan),
sayuran (sayuran hijau), buah (buah berair), pemanis rendah kalori
o Yang tidak dianjurkan: makanan instan (banyak pengawet dan rasa), makanan dengan
kandungan Na dan lemak tinggi (gorengan, makanan dengan tambahan penyedap),
pemanis tinggi kalori
o Menghitung kebutuhan kalori: 25-30 kal/kgBB/hari dengan berat badan ideal

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.


Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
• BB Normal: BB ideal ± 10 %
• Kurus: kurang dari BBI - 10 %
• Gemuk: lebih dari BBI + 10 %
• Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan
1200-1600 kal perhari untuk pria.
• Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi
tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Factor yang menentukan kebutuhan kalori:
 Jenis kelamin: Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25 kal/kgBB
sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
 Umur: Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade
antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%. Pasien usia
diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
 Aktivitas fisik/pekerjaan:
 Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat.
 Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai kantor, guru,
ibu rumah tangga.
 Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa,
militer yang sedang tidak perang.
 Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer dalam
keadaan latihan.
 Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang becak, tukang gali.
 Stress metabolic: Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis,
operasi, trauma).
 BB
o DM gemuk: dikurangi 20-30%
o DM kurus: ditambah 20-30%

 Olahraga
• Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur
sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
• Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang, senam aerobik.
• Pada penyandang DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan
beban) 2 – 3 kali/perminggu
• Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.
 Stop merokok, kurangi konsumsi alcohol
 Farmakologis
Obat Anti Hiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya

Imun-> incretin, anti inflamatori, imunomodulator


Lambung-> GLP2 receptor agonist
•Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia
• Sulfonylureas (SUs)
• Glinides-> mengatasi hiperglikemia post prandial
•Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
• Biguanide (Metformin)-> mengurangi gluconeogenesis, memperbaiki
ambilan glukosa di jaringan perifer
• Thiazolidinediones (TZDs)-> menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa-> meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer. Dikontraindikasikan pada pasien
dengan gagal jantung (NYHA fungsional class III-IV). Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala
•Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan
• α-glucosidase inhibitors (AGIs): acarbose. Dikontraindikasikan pada LFG
≤ 30 ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome
•Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV): mencegah inaktivasi GLP1->
memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons insulin, dan mengurangi
sekresi glukagon
• Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2): menghambat reabsorpsi
glukosa di tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin.
Dikontraindikasikan pada LFG kurang dari 45 ml/menit. Hati-hati karena dapat
mencetuskan ketoasidosis
GLP-1 GI dis 1-2%
Perhatian penggunaan sulfonylurea pada gangguan ginjal
Mild renal
Moderate
impairmen Severe renal
renal
t impairment
Metabolism impairment
Generik Eliminasi CKD stage CKD stage 4
e CKD stage 3
2 (eGRF 60 – 5 (eGFR
(eGFR 30 – 59
– 89 <30 ml/min)
ml/min)
ml/min)
Diubah eGFR <45
Sebagian
menjadi ml/min: dosis
besar
metabolit submaximal
diekskresika
inaktif
n melalui
(produk Kontraindikasi Kontraindikas
Glipizide urin tapi
hidroksilasi : eGFR <45 i
eliminasi
inaktif dan ml/min dengan
tidak
konjugat hipoglikemia
dipengaruhi
polar) di (ABCD 2018)
eGFR
hepar
Glibenclamid Dilemahkan Eliminasi Penurunan Kontraindikasi Kontraindikas
e dan di hepar cepat  dosis (KDIGO i
Glyburide 50% bile dan ATAU 2019)
50% urin tidak
diberikan Kontraindikasi
Pada pasien (ABCD : eGFR <45
CKD, 2018) ml/min dengan
beberapa hipoglikemia
metabolit (ABCD 2018)
masih aktif
dan
terakumulasi
walaupun
sudah
dibantu
dengan
pembuangan
via bile
eGFR <45
ml/min: dosis
submaximal
Diubah
(30 – 120
menjadi
mg/hari) Kontraindikas
Gliclazide metabolit Urine (80%)
Kontraindikasi i
inaktif di
: eGFR <45
hepar
ml/min dengan
hipoglikemia
(ABCD 2018)
Kontraindikasi
Diubah
Penurunan (KDIGO
menjadi 2 Pada pasien
dosis 2019)
metabolit di CKD,
ATAU Kontraindikas
hepar, salah metabolit
Glimepiride tidak Kontraindikasi i
satunya dapat tersisa
diberikan : eGFR <45
memiliki dan
(ABCD ml/min dengan
aktivitas terakumulasi
2018) hipoglikemia
hipoglikemia
(ABCD 2018)
Perhatian penggunaan metformin pada gangguan ginjal
o eGFR >60ml/min/1,73 m2 : dapat diberikan metformin sampai dengan dosis
maksimum (2550-3000) selama tidak memunculkan efek samping. Monitoring
setiap tahun
o eGFR 45-59 ml/min/1,73 m2 : dosis maksimal 2000 mg/hari, monitoring 3-6
bulan
o eGFR 30-44 ml/min/1,73 m2 : assess kembali manfaat & risiko penggunaan
metformin. Dosis maksimal 1000 mg/hari dibagi menjadi 2 dosis (Jika
sebelumnya telah diberikan metformin). Monitoring tiap 3 bulan. Jika eGFR
memburuk hentikan. Jika sebelumnya belum pernah diberikan, terapi inisiasi
dengan metformin tidak direkomendasikan.
o eGFR<30 ml/min/1,73 m2 : kontraindikasi, selain itu dikontraindikasikan pula
pada adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal
jantung NYHA fungsional class III-IV).
Perhatian penggunaan DDP4 pada gangguan ginjal

Pertimbangan-> usia penderita dan harapan hidupnya, lama menderita DM, riwayat
hipoglikemia, penyakit penyerta, adanya komplikasi kardiovaskular, serta komponen penunjang
lain (ketersediaan obat dan kemampuan daya beli) more: ADA P.109
 Permasalahan biaya: Metformin, SU, TZD, acarbose
 Pengaruh BB: Metformin, penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, agonis GLP-1
 Risiko hipoglikemia: Metformin, TZD, penghambat DPP-4, penghambat SGLT-2, agonis
GLP-1
 Dengan komorbid penyakit kardiovaskular aterosklerotik (CAD, stroke, PAD) :
Kombinasi metformin dengan penghambat SGLT2/agonis, GLP1 sebagai proteksi thd
CVD. Jika penghambat SGLT2 dan agonis GLP-1 tidak tersedia dapat diberikan insulin.
 Gagal jantung dan CKD: Kombinasi metformin dengan penghambat SGLT2 (bila fungsi
ginjal baik) atau dengan penghambat GLP-1 (bila GFR <60ml/menit). Bila masih belum
mencapai target bias ditambah sulfonylurea generas modern, insulin, penghambat DDP-4
(namun pada pasien dengan gagal jantung hindari pemberian saxagliptin)

Obat anti hiperglikemik suntik


o Insulin

Diperlukan pada:
 HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat antidiabetes
 HbA1c saat diperiksa > 9%
 Penurunan berat badan yang cepat
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasarkan seberapa cepat dan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
• Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
• Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
• Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
• Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
• Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
• Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan
menengah (Premixed insulin)
• Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat
Efek samping terapi insulin: hipoglikemia, reaksi alergi terhadap insulin.
• Insulin fisiologis: insulin basal dan insulin prandial. Defisiensi insulin basal 
hiperglikemi puasa/sebelum makan. Defisiensi prandial  hiperglikemi post prandial
• Target pertama: pengendalian glukosa darah basal dengan Insulin kerja sedang (diberikan
jam 10 malam menjelang tidur) atau Panjang (antara sore-malam sebelum tidur atau pada
pagi hari)
• Dosis awal insulin basal untuk kombinasi adalah 6 - 10 unit. Penyesuaian dosis insulin
basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3 - 4
hari bila sasaran terapi belum tercapai
• Jika glukosa basal tercapai namun HbA1c belum mencapai target, maka dilanjutkan
dengan pengendalian glukosa prandial dengan insulin kerja cepat (5-10 menit sebelum
makan) atau insulin kerja pendek (30 menit sebelum makan)
• Terapi tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons
individu berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian
• Cara penyuntikan: subkutan dengan arah alat suntik tegak lurus-> permukaan kulit pada
daerah perut sekitar pusat sampai kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan
daerah deltoid), kedua paha bagian luar. Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen,
perlu penggantian jarum suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh
penyandang diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga.
o Agonis GLP 1

• Mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan


menghambat nafsu makan, dan memperlambat pengosongan lambung. Tidak
menyebabkan hipoglikemia, dapat menurunkan glukosa post prandial, dan menurunkan
risiko CVD
• Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
• Salah satu obat golongan agonis GLP-1 (Liraglutide) telah beredar di Indonesia sejak
April 2015, tiap pen berisi 18 mg dalam 3 ml.
• Dosis pemberian:
 Liraglutide: Dosis awal 0.6 mg per hari yang dapat dinaikkan ke 1.2 mg setelah satu
minggu, max 1,8 mg. diberikan sekali sehari secara subkutan. bisa disuntikkan kapan saja
tdk tergantung waktu makan. kalau lupa kurang dari 12 jam langsung suntikkan, kalau
lebih 12 jam, skip dose
 Lixisenatide: Diberi dosis awal 10 mcg lalu dititrasi 2 minggu setelahnya menjadi 20mcg.
Disuntikkan 1 jam sebelum makan, jika terlewat maka suntikkan 1 jam sebelum makan
pada makan berikutnya
• Dibatasi pada LFG kurang dari 30 mL per menit per 1,73 m2
o Kombinasi
Soliqua 100/33 disuntikkan sekali sehari dalam satu jam sebelum makan pertama hari itu

Algoritma

*gejala klinis: Lelah berlebihan, penurunan berat badan drastis


* Jika pemeriksaan HbA1c tidak dapat dilakukan, maka keputusan pemberian terapi dapat
menggunakan pemeriksaan glukosa darah.
* Sulfonilurea dapat dipilih sebagai obat pertama jika ada keterbatasan biaya, obat tersedia di
fasilitas kesehatan dan penderita tidak rentan terhadap hipoglikemia
* Acarbose dapat digunakan sebagai alternatif untuk lini pertama jika terdapat peningkatan kadar
glukosa prandial yang lebih tinggi dibandingkan kadar glukosa puasa. Hal ini biasanya terjadi
pada penderita dengan asupan karbohidrat yang tinggi
Penghambat DPP-4 dapat digunakan sebagai obat pilihan pada lini pertama karena risiko
hipoglikemianya yang rendah dan bersifat netral terhadap berat badan
Kombinasi obat:
ADA 2020
ADA 2021

Prinsip-> pantau HbA1c tiap 3 bulan atau minimal tiap 6/12 bulan. Jika kadarnya >10 maka cek
ulang dalam 1-2 bulan
Jika sudah mencapai target-> dapat kurangi kombinasi obat tetapi metformin tetap menjadi
pondasi. Pilihan obat yang dikurangi berdasarkan keluhan pasien (rendah risiko hipoglikemia,
menurunkan BB, pertimbangan biaya)-> evaluasi kembali-> jika kadar HbA1c tidak meningkat
maka dapat dilanjutkan dengan kombinasi/dosis obat minimal. Jika HbA1c menjadi meningkat
maka pasien belum bisa dikurangi obatnya
Apabila kadar HbA1c dapat terkontrol tanpa menggunakan obat-> stop dan edukasi modifikasi
gaya hidup
ADA 2020

STOP: SU kalo mau nambahin insulin prandial


Risiko hipoglikemia tinggi: alihkan semua ke insulin
ADA 2021
Monitoring
• Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah: 1 bulan sekali
• Pemeriksaan HbA1C: untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya
Diperiksa
a. Tiap 3 bulan --> melihat hasil atau rencana perubahan terapi
b. Tiap 1 bulan --> HbA1c sangat tinggi (>10%)
c. 2x/tahun --> telah mencapai sasaran terapi & HbA1c stabil
• Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
o PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan suntik insulin beberapa kali perhari
atau pada pengguna obat pemacu sekresi insulin, pasien yang kadar HbA1c tidak
mencapai target, wanita hamil/yg merencanakan hamil, kejadian hipoglikemia berulang
o Waktu yang dianjurkan adalah pada sebelum makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai
ekskursi glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di
antara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa
gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
o Pasien dengan kendali buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari
o Pasien dengan kendali baik/stabil dilakukan per minggu sampai bulan
Komorbid
 Hipertensi

Modifikasi gaya hidup dengan cara menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik,
menghentikan merokok dan alkohol serta mengurangi konsumsi garam (< 2300 mg/hari),
meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (8 - 10 porsi per hari), produk dairy low-fat (2 3 porsi
per hari).
Tekanan darah yang terkendali setelah satu tahun pengobatan, dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap. Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.

 Dislipidemia
Pada diabetes, dislipidemia ditandai dengan peningkatan trigliserid puasa dan setelah makan,
menurunnya kadar HDL dan peningkatan kolesterol LDL yang didominasi oleh partikel small
dense LDL

*pada pasien <40 tahun dengan faktor risiko PKV yang multipel atau kadar LDL > 100 mg/dl->
moderate
*pada pasien < 40 tahun dengan lama diabetes ≥10 tahun untuk DM tipe 2 atau ≥20 tahun untuk
DM tipe 1, albuminuria (≥30 mcg albumin/mg creatinin), laju filtrasi glomerulus <60
ml/min/1,73 m3, retinopati, neuropati atau hasil pengukuran ABI <0,9 maka terapi statin dapat
mulai diberikan
*pada pasien >40 tahun dengan kadar K-LDL 70-189 mg/dl, maka dilakukan penilaian prediksi
PJK dalam 10 tahun dan bila hasilnya ≥20% maka dapat ditambahkan ezetimibe sebagai terapi
tambahan dari statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi oleh pasien.
Profil lipid sebaiknya diperiksa pada saat diagnosis diabetes ditegakkan, saat mulai pemberian
statin, 4-12 minggu setelah terapi atau bila ada perubahan dosis statin dan selanjutnya setiap
tahun untuk menilai respon terapi dan tingkat kepatuhan pasien
 Target LDL <100mg/dL pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit
kardiovaskular (kelompok risiko tinggi)
 Target LDL <70 mg/dL pada diabetes risiko kardiovascular multiple (kelompok
risiko sangat tinggi).
 Target LDL <55mg/dL pada diabetes disertai penyakit kardivascular (kelompok
risiko ekstrim)
 Bila LDL tetap ≥ 70 mg/dL meskipun sudah mendapat terapi statin dosis optimal
yang dapat ditoleransi, pertimbangkan pemberian terapi tambahan dengan
ezetimibe
 Bila kadar trigliserida mencapai ≥ 500 mg/dL perlu segera diturunkan dengan
terapi fibrat

 CCS
 Gangguan koagulasi
Laki-laki usia 50 tahun atau wanita usia 60 tahun yang memiliki tambahan paling sedikit satu
faktor risiko mayor (riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga, hipertensi, merokok,
dislipidemia, atau albuminuria), risiko kardiovaskular dalam 10 tahun mendatang > 10%)->
aspirin 75-162 mg/hari. Pada pasien yang memiliki kontraindikasi dapat diganti dengan
clopidrogel 75 mg/hari
 Obesitas-> penurunan berat badan 5-10%, penurunan kalori 500 -750 kkal/hari
I. Tahap 0 (IMT tinggi tanpa komplikasi obesitas)
II. Tahap 1 (IMT tinggi disertai dengan 1 atau 2 komplikasi obesitas ringan hingga sedang)
III. Tahap 2 (IMT tinggi disertai dengan ≥ 1 komplikasi obesitas yang berat, atau > 2 komplikasi
obesitas ringan hingga sedang)
 CKD
Komplikasi
o Akut: ketoasidosis diabetic, status hiperglikemi hyperosmolar, hipoglikemi (risiko
meningkat pada pengguna insulin/insulin secretagogues, gangguan ginjal/hepar, durasi
DM sudah lama, usia tua, gangguan kognitif/intelektual, pengguna alcohol, pengguna
ACEI, ARB, non selektif beta blocker)
o Kronis:
 Makrovascular: pembuluh darah serebral (CVD), jantung (CAD) dan pernbuluh darah
perifer (PAD)
 Microvascular:
o Retinopati
o Nefropati: mikroalbuminuria (Kadar albumin > 30 mg atau 20p g/menit dalam
urin 24 jam pada 2 dari 3 pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan) tanpa
adanya gangguan ginjal.
Nefropati diabetik dibagi atas albuminuria persisten/rasio albumin kreatinin pada
level 30 – 299 mg/24 jam dan albuminuria persisten/rasio albumin kreatinin pada
level ≥ 300mg/24 jam]. Terapi Penghambat ACE atau Penyekat Reseptor
Angiotensin II diberikan pada pasien tanpa kehamilan dengan albuminuria sedang
(30 – 299 mg/24 jam) dan albuminuria berat (> 300 mg/24 jam). Diuretik,
Penyekat Kanal Kalsium, dan Penghambat Beta dapat diberikan sebagai terapi
tambahan ataupun pengganti pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
penghambat ACE dan Penyekat Reseptor Angiotensin II
o Neuropati
o Kardiomiopati [dilatasi dan hipertrofi miokardium, penurunan fungsi sistolik dan
diastolik dari ventrikel kiri serta proses terjadinya tidak berhubungan dengan
penyebab-penyebab urnum dari penyakit jantung]
Skrining rutin: funduskopi, LFG, urinalisis, EKG, ABI, pemeriksaan neuropati sensoris

Anda mungkin juga menyukai