Anda di halaman 1dari 25

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN

BAWAH
DISUSUN OLEH :

Audi Beryl Javier (1102016034) Dadi Satrio Wibisono (1102013067)


Azura Syahadati (1102014056) Danti Fadhila (1102016046)
Causa Alina (1102016045) Deshe Karunia Astuti (1102016049)
Pembimbing Ilmu :
Dr. dr. Hj. Fatimah Eliana, Sp.PD, KEMD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE NOVEMBER 2020
PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasi bervariasi mulai dengan
perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada
pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi
perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna
bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan melena.
Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon, meskipun
perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan hematokezia atau feses
warna marun.
DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bawah atau Lower gastrointestinal bleeding (LGIB) didefinisikan sebagai
perdarahan yang berasal dari organ traktus gastrointestinalis yang terletak dari distal Ligamentum Treitz.
EPIDEMIOLOGI

 Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) menyumbang sekitar 20%-33% dari kasus perdarahan gastrointestinal,

dengan kejadian tahunan sekitar 20-27 kasus per 100.000 penduduk di negara-negara barat. Namun, meskipun SCBB
secara statistik lebih jarang terjadi dibandingkan perdarahan saluran pencernaan atas (SCBA), ditemukan bahwa SCBB
kurang dilaporkan karena persentase yang lebih tinggi dari pasien yang terkena tidak mencari pertolongan medis.
Insidensinya lebih tinggi pada pasien usia lanjut dan pasien yang menggunakan multiple medications. 80% hingga 85%
perdarahan gastrointestinal bagian bawah berasal dari distal katup ileocaecal, dengan hanya 0,7% hingga 9% yang berasal
dari usus halus. Pasien datang dengan perdarahan cepat, melena, atau darah merah segar per rektum. SCBB terus menjadi
penyebab sering masuk rumah sakit dan merupakan faktor morbiditas dan mortalitas rumah sakit. SCBB berbeda dari
SCBA dalam epidemiologi, manajemen, dan prognosis.
ETIOLOGI

 Divertikulosis: biasanya tidak nyeri dan terjadi


 Infeksi: (Campilobacter jejuni spp, Salmonella spp,
pada 3% pasien-divertikulosis.
Shigella spp, E.coli)
 Angiodisplasia: penyebab 10-40% perdarahan
 Terapi radiasi: akut atau kronik
saluran cerna bagian bawah
 Divertikular Meekel: kelainan kongenital di ileum
 Kolitis Iskemia: kasus kolitis iskemia ditandai
dapat berdarah dalam jumlah banyak akibat dari
dengan penurunan aliran darah viseral dan tidak ada
mukosa yang menghasilkan asam.
kaitanya dengan penyempitan pembuluh darah
mesentik  Hipertensi portal: menimbulkan perdarahan
 Penyakit perianal: contohnya hemoroid
varieses di ileukolon dan di anorektal yang dapat
menimbulkan perdarahan dalam jumlah besar.
 Neoplasia Kolon
MANIFESTASI KLINIS

 hematochezia (darah merah cerah, gumpalan


atau feses merah anggur)
 ketidakstabilan hemodinamik
 penurunan nilai hematokrit tetapi tanpa
 anemia
ortostasis
 Melena (pada kasus jarang)
PATOFISIOLOGI

Divertikulosis
disebabkan oleh faktor traumatis lumen,
termasuk fecalith yang menyebabkan
abrasi dari pembuluh darah, sehingga
terjadi perdarahan

Gambar. Anatomi Vaskularisasi Pada Penyakit Divertikular


PATOFISIOLOGI

Arteriovenosus Malformation
(Angiodysplasia)
diduga terjadi sebagai akibat dari proses yang
kronis, intermiten, obstruksi bagian rendah
dari submukosa vena sambil mereka
menembus lapisan otot dari kolon.
Inflammatory Bowel Disease (IBD)
dipengaruhi oleh faktor genetik, respon imun
abnormal, mikroba dan lingkungan
menyebabkan terjadinya kaskade proses
inflamasi pada mukosa usus

Gambar. Segmen Usus Pada Penyakit IBD


PATOFISIOLOGI

Benign Anorectal Disease


(hemorrhoid, fissure ani, fistula anorektal) dapat
menyebabkan perdarahan rektum intermiten

Karsinoma Kolon
Penyebab perdarahan samar pada karsinoma kolorektal
adalah akibat ulserasi mukosa atau erosi
DIAGNOSIS

Riwayat medis pasien:


ANAMNESIS 1. Perdarahan saluran cerna
 hematochezia (darah merah cerah, gumpalan atau feses 2. Operasi abdominal atau vascular,
merah anggur)
 melena, 3. Ulkus Peptikum
 ketidakstabilan hemodinamik, 4. infl ammatory bowel disease,
 anemia (perdarahan kronis)
5. Terapi radiasi abdominopelvic
 diare (colitis)
 demam Riwayat Penggunaan Obat :
 nyeri perut
1. NSAIDs
 Kebiasaaan BAB : frekuensi, ukuran, konsistensi, warna
2. Antiplatelet agents
3. Antikoagulan
DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK :
1. Vital sign : untuk mengethaui adanya syok
2. Melihat adanya luka bekas operasi terdahulu
3. Menilai hipovolemia
4. Pemeriksaan kardiopulmonary
5. Pemeriksaan abdomen
6. Pemeriksaan rectal : diperlukan untuk mengetahui adanya kelainan
pada anorectal, yaitu tumor, ulser, atau polip
DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Laboratorium :
 darah lengkap,
 Elektrolit serum,
 Faktor koagulasi : PT, APTT,platelet count, bleeding time
 BUN, kreatinin serum
 a type and cross match.
DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kolonoskopi : menjadi prosedur diagnostik awal untuk mengidentifikasi tempat


perdarahan dan melakukan hemostasis, jika diindikasikan.

• Dalam pemeriksaan endoskopi, • Mukosa kolon harus diperiksa dengan


pemeriksa harus melakukan intubasi cermat selama baik penyisipan(insertion)
ileum terminal untuk menghindari dan penarikan (withdrawal) kolonoskop,
perdarahan proksimal dari lesi usus dengan agresif yang dilakukan untuk
halus (rekomendasi kondisional, bukti mencuci sisa tinja dan darah agar
berkualitas sangat rendah). mengidentifikasi situs perdarahan.
Colonoscopy dapat dilakukan setelah : Temuan pada colonoscopy pada LGIB

 episode perdarahan berhenti secara spontan , diantaranya :


• daerah sumber perdarahan aktif,
 tidak didapatkan stigmata perdarahan, dan
• bekuan darah yang menempel pada orificium
 keadaan hemodinamik yang stabil. divertikel yang mengalami ulserasi,
• bekuan darah yang menempel pada focus dan
mukosa atau
Apabila masih terjadi massive bleeding akan sulit • darah segar yang berada pada segmen kolon.
melihat mukosa dengan jelas.
IDENTIFIKASI PASIEN BERISIKO TINGGI MENGALAMI
PERDARAHAN HEBAT
• Usia
• Penyakit komorbid (penyakit
kardiovaskulr, PPOK, gagal ginjal
kronis, Diabetes Mellitus, demensia.)
• Riwayat diverticulosis atau
angiodisplasia
• Penggunaan obat NSAID,
antikoagulan
• Hematochezia
• Tekanan darah sistolik <100mmHg
• Temuan lab : sel darah putih,
hematokrit, platelet, kreatinin, dan
FAKTOR RISIKO DENGAN HASIL YANG BURUK
FAKTOR RISIKO DENGAN HASIL YANG BURUK
TATALAKSANA

1. Resusitasi hemodinamik

 Pasien dengan gangguan hemodinamik dan/atau dugaan perdarahan yang sedang berlangsung harus diberikan resusitasi cairan

intensif kristaloid IV dengan tujuan normalisasi tekanan darah sebelum evaluasi/intervensi endoskopi.

 Transfusi darah Packed red cells (PRC): untuk menjaga hemoglobin di atas 7 g / dl harus dipertimbangkan pada pasien dengan

perdarahan masif, penyakit komorbid yang signifikan (terutama iskemia kardiovaskular).

2. Tatalaksana gangguan koagulasi

 Endoskopi hemostasis dapat dipertimbangkan pada pasien dengan international normalized ratio (INR) 1,5-2,5 sebelum atau

bersamaan dengan pemberian reversal agents. INR merupakan indikator kuat penyakit komorbid yang mendasari.

 Transfusi trombosit: untuk mempertahankan jumlah trombosit 50×109/l pada pasien dengan perdarahan hebat dan pasien yang

membutuhkan endoskopi hemostasis.


TATALAKSANA
3. Kolonoskopi

 Kolonoskopi memiliki peran diagnostik dan terapeutik untuk hampir semua pasien yang mengalami SCBB akut.
Kolonoskopi dilakukan setelah pasien stabil secara hemodinamik. Tindakan kolonoskopi dalam waktu <24 jam
dapat meningkatkan hasil diagnostik dan terapeutik.
 Tujuan: untuk mengidentifikasi lokasi perdarahan dan melakukan hemostasis, jika diindikasikan.

 Mukosa kolon harus diperiksa secara hati-hati selama insersi dan penarikan kolonoskop. Upaya agresif dilakukan
untuk mencuci sisa tinja dan darah untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
 Persiapan kolonoskopi: pembersihan kolon dengan 4-6L larutan berbahan dasar polyethylene glycol atau
yang setara harus diberikan selama 3–4 jam sampai rektal bersih dari darah dan tinja. NGT dapat
dipertimbangkan untuk persiapan kolon pada pasien beresiko tinggi dengan perdarahan berkelanjutan. Prokinetik
dapat diberikan untuk mengurangi mual dan pengosongan lambung.
TATALAKSANA

4. Terapi lainnya

 Bedah: Secara umum, pembedahan untuk SCBB akut harus dipertimbangkan apabila pilihan terapi lain gagal.

Keberhasilan tindakan pengendalian perdarahan sebelumnya, tingkat keparahan, sumber perdarahan, dan riwayat
penyakit komorbid harus dipertimbangkan sebelum dilakukan pembedahan.

 Radiografi: intervensi radiografi berupa angiography, CTA dapat dipertimbangkan untuk lokalisasi sumber

perdarahan.
ALGORITMA MANAJEMEN PERDARAHAN SALURAN CERNA
BAWAH
KOMPLIKASI

 
Kehilangan darah dari saluran cerna secara samar dapat ditolerir dengan baik oleh pasien usia muda
namun pada usia lanjut atau pasien dengan masalah kardiovaskuler keadaan ini dapat memperburuk
penyakit dasarnya karena turunnya kemampuan distribusi oksigen ke organ vital. Komplikasi lain nya
dapat berupa syok hipovolemik, gagal ginjal akut dan anemia karena perdarahan.
PROGNOSIS

• Ad. Vitam : dubia ad. Bonam


• Ad. Functionam : dubia ad. Bonam
• Ad. Sanitionam : dubia ad. Bonam

Identifikasi letak pendarahan adalah langkah awal yang paling penting dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan
terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk menentukan
letak perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan
saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber pendarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks
ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna
yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.
PENCEGAHAN

Pencegahan Perdarahan saluran cerna bawah berulang :


 Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid non-aspirin (NSAID) harus dihindari pada pasien dengan riwayat LGIB
akut, terutama jika sekunder akibat divertikulosis atau angioektasia.
 Pada pasien dengan penyakit kardiovaskular risiko tinggi dan riwayat LGIB, aspirin yang digunakan untuk
pencegahan sekunder tidak boleh dihentikan. Aspirin untuk pencegahan primer perihal kardiovaskular harus
dihindari pada kebanyakan pasien dengan LGIB.
 Pada pasien dengan terapi antiplatelet ganda atau monoterapi dengan agen antiplatelet non-aspirin
(thienopyridine), terapi harus dilanjutkan secepat mungkin dan setidaknya dalam 7 hari berdasarkan penilaian
multidisiplin dari risiko kardiovaskular dan GI dan kecukupan endoskopi. terapi (seperti di atas, penggunaan
aspirin tidak boleh dihentikan). Namun, terapi antiplatelet ganda tidak boleh dihentikan pada pasien dengan
sindrom koroner akut dalam 90 hari terakhir atau pemasangan stent koroner dalam 30 hari terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Strate, L. L., & Gralnek, I. M. (2016). ACG clinical guideline: Management of patients with acute lower gastrointestinal
bleeding. American Journal of Gastroenterology, 111(4), 459–474. https://doi.org/10.1038/ajg.2016.41
2. Amin SK, Antunes C. Lower Gastrointestinal Bleeding. [Updated 2020 Jul 19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2020 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448126/
3. Senagore AC. Perspective On IBD. In : E book Maingot’s abdominal surgary 11 th ed. Zinner MJ, Ashley SW. New York :
McGraw Hill. 2007. Chapter 35A
4. Barbara LB, Douglas JT. Acute Gastrointestinal Hemorrhage. In: Sabiston textbook of surgery 17 ed. Pennsylvania. Courtney MT
et al. Elsevier Saunders; 2004. p. 1256-1261
5. Bullard Dun KM, Rotternberg D. Colon, Rectum, and anus. In E book Schwartz’s principles of Surgery 8 ed. Brunicardi FC. New
York : McGraw Hill. 2004.
6. Djojoningrat B. inflammatory Bowel Disease. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, dkk. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2007. Hal : 364-7.
7. Gunawan GS, Nafriadi RS, Elisabeth. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta, Badan Penerbit FKUI. 2007
8. Nguyen TC, Frizelle AF. Diverticulosis Disease of the Colon. In: E book Maingot’s abdominal surgary 11 th ed. Zinner MJ,
Ashley SW. New York : McGraw Hill. 2007. Chapter 32

Anda mungkin juga menyukai