Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Vitamin D adalah sebuah vitamin larut lemak yang berperan penting dalam
metabolisme tulang serta memiliki fungsi modulasi imun dan anti inflamasi. 1
Vitamin D terdapat dalam 2 bentuk yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan
kolekalsiferol (vitamin D3).1 Ergokalsiferol terdapat dalam beberapa jenis ikan
dan tumbuhan, sedangkan kolekalsiferol disintesis kulit dengan bantuan sinar
matahari.2

Vitamin D berperan dalam mengontrol absorpsi kalsium diusus halus,


bekerja sama dengan hormon paratiroid untuk menjaga homeostatis kalsium
didalam darah dan mediasi mineralisasi tulang. 2

Paparan sinar ultraviolet B dengan panjang gelombang 290-315 nm


menyebabkan terbukanya ikatan rangkap cincin B, sehingga membentuk struktur
provitamin D.1 Provitamin D mengalami isomerasi menjadi vitamin D dan
ditransfer ke ruang ekstraselulerdan pembuluh kapiler kulit yang kemudian diikat
oleh vitamin D binding protein (DBP).1 Ikatan ini kemudian dibawa ke hati,
mengalami hidroksilasi menjadi 25-OHD (calsidiol).1 Calsidiol bukan bentuk
aktif, ia terikat dengan DBP, dibawa ke ginjal dan diubah menjadi 1,25(OH)2D
(calsitriol).1 Calsitriol merupakan vitamin D dalam bentuk aktif.1

Sumber vitamin D dari makanan (1µg = 40 IU) yang didapatkan dari


tumbuhan berupa ergokalsiferol (Vitamin D2) dan dari hewan berupa
kolekalsiferol (Vitamin D3).2 Vitamin D terdapat dalam berbagai macam makanan
seperti kuning telur, margarin, susu yang difortifikasi, dan juga terdapat pada kulit
yang mendapatkan paparan sinar matahari.2 Vitamin D juga terdapat dalam
beberapa bentuk sediaan, misalnya dalam minyak ikan yang mengandung vitamin
A, multivitamin, bentuk yang berisi campuran dengan kalsium, maupun yang
hanya mengandung vitamin D saja.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Vitamin D

Vitamin D adalah sebuah vitamin larut lemak yang berperan penting dalam
metabolisme tulang serta memiliki fungsi modulasi imun dan anti inflamasi. 1
Vitamin D terdapat dalam 2 bentuk yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan
kolekalsiferol (vitamin D3).1 Ergokalsiferol terdapat dalam beberapa jenis ikan
dan tumbuhan, sedangkan kolekalsiferol disintesis kulit dengan bantuan sinar
matahari.2

Vitamin D berperan dalam mengontrol absorpsi kalsium diusus halus,


bekerja sama dengan hormon paratiroid untuk menjaga homeostatis kalsium
didalam darah dan mediasi mineralisasi tulang. 2

2.2 Metabolisme Vitamin D

Sintesis vitamin D dimulai dari perubahan 7-dehydrocholesterol


(provitamin D), suatu struktur 4 cincin yang relatif kaku, terdapat pada lapisan
lipid di membran plasma dari keratinosit dan fibroblas kulit yang sebagian besar
terdapat di stratum basale dan stratum spinosum.1 Paparan sinar ultraviolet B
dengan panjang gelombang 290-315 nm menyebabkan terbukanya ikatan rangkap
cincin B, sehingga membentuk struktur provitamin D.1 Provitamin D mengalami
isomerasi menjadi vitamin D dan ditransfer ke ruang ekstraselulerdan pembuluh
kapiler kulit yang kemudian diikat oleh vitamin D binding protein (DBP).1 Ikatan
ini kemudian dibawa ke hati, mengalami hidroksilasi menjadi 25-OHD
(calsidiol).1 Calsidiol bukan bentuk aktif, ia terikat dengan DBP, dibawa ke ginjal
dan diubah menjadi 1,25(OH)2D (calsitriol).1 Calsitriol merupakan vitamin D
dalam bentuk aktif.1

3
Gambar.1 Metabolisme vitamin D1

2.3 Farmakokinetik Vitamin D

Vitamin D yang ada didalam makanan akan diabsorpsi oleh duodenum dan
jejunum ke dalam saluran limfatik. Setelah masuk kedalam sirkulasi darah,
vitamin D akan diikat oleh α-globulin spesifik dengan waktu paruh 19-25 jam,
tetapi dapat disimpan didalam lemak tubuh untuk jangka waktu yang lama. 3
Selanjutnya vitamin D dibawa ke hati mengalami hidroksilasi menjadi 25-
hidroksikolekalsiferol (25-OHD) dengan bantuan enzim hati 25-hidroksilase.3
Bentuk 25-hidroksikolekalsiferol (25-OHD) ini akan masuk kedalam sirkulasi dan
diikat oleh vitamin D-binding globuline (DBG).3 Kemudian dengan bantuan
enzim 1a–hidroksilase yang dihasilkan oleh mitokondria sel tubulus proksimal
ginjal, 25-OHD diubah menjadi 1,25-(OH)2D dengan waktu paruh 2-3 hari.

4
Waktu paruh untuk 25-OHD adalah sekitar 2-3 minggu, sedangkan 1,25-(OH)2D
adalah 3-6 jam.3

Vitamin D diekskresikan terutama melalui empedu dan dalam jumlah kecil


ditemukan didalam urin. Obat-obatan seperti fenobarbital dan fenitoin
menurunkan kadar 25-OHD dengan meningkatkan katabolisme 25-OHD dan
vitamin D. Hal ini akan meningkatkan insidens rickets dan osteomalasia pada
pasien yang mendapat fenobarbital dalam waktu yang lama.4

2.4 Farmakodinamik vitamin D

Vitamin D mempunyai peran penting dalam proses mineralisasi tulang dan


pengaturan homeostasis kadar kalsium dalam darah.2 Vitamin D mempunyai efek
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat pada usus halus sehingga dapat
memenuhi kebutuhan kalsium dan fosfat untuk pembentukan atau mineralisasi
tulang.2

Proses perubahan vitamin D menjadi 25-OHD dalam hati akan


menyebabkan efek umpan balik.3 efek ini penting untuk menghemat vitamin D
karena 25-OHD hanya berada didalam tubuh dalam waktu yang singkat,
sedangkan bentuk vitamin D dapat disimpan di dalam hati selama berbulan-
bulan.3 Pembentukan 1,25-(OH)2D diginjal membutuhkan hormon paratiroid dan
insulin-like growth factor-1 (IGF-1), sedangkan produksinya dihambat oleh
fibroblast-derived growth factor 23 (FGF23), serta kadar kalsium dan fosfat yang
tinggi.3 Bila tidak ada ginjal atau hormon paratiroid maka bentuk aktif vitamin D
tidak akan terbentuk.3 Oleh karena itu pengubahan 25-OHD menjadi 1,25-(OH)2D
diperlukan pengontrolan hormon paratiroid serta proses umpan balik dari kadar
kalsium darah, fosfat dan kadar 1,25-(OH)2D.3

2.5 Efek Umpan Balik Kadar Kalsium Darah Terhadap 1,25-(OH)2D

Meningkatnya kadar kalisum akan menghambat sekresi hormon


paratiroid.2 bila tidak ada sekresi hormon paratiroid, maka 1,25-(OH)2D tidak
dapat dibentuk dalam ginjal.2 Jadi meningkatnya kadar kalsium memberikan
mekanisme umpan balik negatif terhadap kadar 1,25-(OH)2D darah dan

5
mengurangi efek vitamin D serta absorpsi kalsium di saluran cerna untuk
mengembalikan kadar kalsium darah ke kadar normal. Bila kadar kalisum naik
diatas 10 mg%, maka kadar 1,25-(OH)2D akan turun sampai hampir mencapai nol.
Sebaliknya kadar 1,25-(OH)2D akan meningkatkan secara bermakna bila kadar
kalsium turun, walaupun hanya sedikit dibawah 10 mg%, untuk meningkatkan
absorpsi kalsium disaluran cerna.2

2.6 Efek Vitamin D Terhadap Hormon Paratiroid dan Kalsitonin

2.6.1 Efek vitamin D pada hormon paratiroid

Vitamin D dapat meningkatkan kadar kalsium dan fosfat dalam


darah.2 Meningkatnya kadar kalsium dan fosfat tersebut mengakibatkan
efek umpan balik inhibisi terhadap sekresi hormon paratiroid. Sebaliknya,
penurunan kadar kalsium dalam darah menyebabkan kelenjar paratiroid
meningkatkan kecepatan sekresinya.2 Hormon paratiroid mengatur kadar
kalsium melalui ginjal, tulang, dan gastrointestinal.5 Didalam ginjal,
hormon paratiroid mengurangi reabsorpsi fosfat dan meningkatkan kadar
kalsium.2 Di dalam tulang, hormon paratiroid merangsang aktivitas
osteoklas sehingga terjadi resorpsi tulang untuk memobilisasi kalsium dan
fosfat dari matriksnya.2 Selanjutnya fosfat akan dieksresi melalui urin,
sedangkan kalsium dipakai untuk meningkatkan kadar kalsium dalam
darah.2

2.6.2 Efek vitamin D pada kalsitonin

Peningkatan kadar kalsium dalam darah sebanyak 20% akan


menyebabkan meningkatnya kecepatan sekresi kalsitonin menjadi 2-3 kali
lebih cepat.2 Selanjutnya hal tersebut akan menurunkan kadar kalsium
dalam darah.2 Hal ini karena hormon kalsitonin mempunyai efek yang
cepat terhadap penurunan aktivitas osteoklas, peningkatan aktivitas
osteoblas, dan mencegah pembentukan osteoklas baru dari stem sel
mesenkim.2 Efek kalsitonin terhadap kadar ion kalsium plasma berlawanan
dengan hormon paratiroid.2

6
2.7 Sediaan dan Kebutuhan Vitamin D

Sumber vitamin D dari makanan (1µg = 40 IU) yang didapatka dari


tumbuhan berupa ergokalsiferol (Vitamin D2) dan dari hewan berupa
kolekalsiferol (Vitamin D3).2 Vitamin D terdapat dalam berbagai macam makanan
seperti kuning telur, margarin, susu yang difortifikasi, dan juga terdapat pada kulit
yang mendapatkan paparan sinar matahari.2 Vitamin D juga terdapat dalam
beberapa bentuk sediaan, misalnya dalam minyak ikan yang mengandung vitamin
A, multivitamin, bentuk yang berisi campuran dengan kalsium, maupun yang
hanya mengandung vitamin D saja.2

Jenis makanan Kandungan (IU/100g)


Kuning Telur 50
Ikan sarden 1.100-1.500
Udang 150
Hati 0-70
Mentega 35
Susu sapi 0,3-4
ASI 0-10
Tabel 1. Kandungan Vitamin D dalam berbagai jenis makanan2

Berdasarkan rekomendasi Endocrinology Society, kebutuhan vitamin D


untuk bayi matur dan prematur minimal adalah 400 IU/hari (IU= 25mg).3 Anak
usia lebih dari 1 tahun sebanyak 600 IU/hari.6

Vitamin D yang terdapat dalam ASI dan susu sapi jumlahnya hanya
sedikit, tetapi pada umumnya jumlah tersebut sudah dapat mencukupi kebutuhan
bayi bila mendapat sinar matahari yang cukup. 2 Setiap 100 mL ASI mengandung
6 IU vitamin D, sedangkan susu sapi mengandung 2 IU vitamin D. 2 Jumlah
vitamin D dapat mencukupi kebutuhan bayi bila kulit mendapatkan paparan sinar

7
matahari yang cukup, yaitu 30 menit perminggu dengan tubuh telanjang atau 2
jam per minggu untuk kulit kepala dan muka.2 Sintesis intrinsik vitamin D pada
kulit sekitar 400-4000 IU/hari.2

2.8 Defisiensi Vitamin D

2.8.1 Definisi dan klasifikasi

Defisiensi Vitamin D didefinisikan sebagai suatu kondisi tubuh


yang tidak memiliki cukup vitamin D yang dibutuhkan secara fisiologis.2

Klasifikasi defisiensi vitamin D secara global didasarkan pada


kadar 25-hidroxivitamin D (25-OHD) yang meiputi sebagai berikut:2

 Cukup >50nmol/L (20ng/ml)


 Insufisiensi 30-50 nmol/L
 Defisiensi <30 nmol/L

Sedangkan Endocrine Society menggunakan istilah defisiensi vitamin D


bila kadar 25-OHD dibawah 20 ng/ml (50nmol/L) dan insufisiensi vitamin
D bila kadar 2-OHD 21-29ng/ml (52,5-72,5 nmol/L).2

2.8.2 Penyakit terkait vitamin D

A. Ricketsia

1. Definisi

Rickets adalah istilah untuk keadaan pertumbuhan tulang


abnormal sebagai akibat defisiensi vitamin D atau gangguan
keseimbangan kadar kalsium dan fosfat plasma.2 Pada keadaan ini
proses resorpsi tulang lebih cepat dari pembentukannya sehingga
terjadi dernineralisasi, jika kegagalan tersebut terjadi setelah masa
pertumbuhan disebut dengan osteomalasia.2,4

8
2. Etiologi dan patofisiologi

Penyebab dari ricketsia adalah defisiensi vitamin D nutrisi


karena pemaparan sinar ultraviolet cahaya matahari langsung tidak
cukup atau masukan vitamin D tidak cukup ataupun keduanya.4

Patofisiologi dari ricketsia adalah gangguan pertumbuhan


tulang, terutama pada matriks kartilago epifisis yang gagal
mengalami mineralisasi.5 Osteoid yang tidak terkalsifikasi
menghasilkan metafisis rakitik, yaitu zona lebar, ireguler, dan tidak
memiliki jaringan penyokong yang baik.5 zona yang lunak ini yang
harusnya keras pada akhirnya menyebabkan deformitas skeletal
melalui proses kompresi dan penonjolan lateral atau pelebaran ujung
tulang.5

3. Manifestasi klinis

Ricketsia paling sering terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan


dan mungkin menjadi nyata hanya setelah beberapa bulan kurangnya
asupan vitamin D.5 Salah satu tanda dari ricketsia awal adalah
terjadinya kraniotabes yaitu penipisan lempeng luar tengkorak dan
terdeteksi dengan menekan kuat diatas oksiput atau posterior tulang
parietal, pada keadaan ini sensasi bola ping-pong akan terasa.6

a. Kepala
Terjadi kelembekan tulang tengkorak yang dapat berakibat
perataan dan kadang asimetri yang disebut dengan kraniotabes.5
Fontanela anterior lebih besar, penutupannya dapat tertunda
hingga usia 2 tahun.5 Bagian sentral tulang parietal dan frontal
sering menebal, membentuk penonjolan ataupun peninggian
yang menyebabkab kepala tampak seperti kotak (caput
quadratum). Pertumbuhan gigi dapat tertunda dan dapat terjadi
adanya cacat email dan karies gigi yang luas.5

9
b. Thoraks
Adanya penonjolan pada sendi kostokondral, dimana sisi thoraks
menjadi datar dan terjadi lekukan longitudinal terjadi sebelah
posterior sisi tasbihnya.5 Sternum dengan kartilago yang
berdekatan tampak ditonjolkan kedepan, membentuk deformitas
dada burung. Sepanjang tepi bawah dada terjadi depresi
horizontal, sulkus Harrison yang sesuai dengan insersi diafragma
kekosta.6

Gambar 2. Rosary Ricketsia atau


tasbih rakitis
c. Kolumna Spinalis
Sering terjadi lengkung ke latera (skoliosis) tingkat sedang
sampai berat, dan kifosis dapat tampak pada daerah dorsolumbal
pada saat duduk. Lordosis pada daerah lumbal dapat tampak
pada posisi tegak.5
d. Pelvis
Pada anak dengan lordosis sering bersamaan dengan deformitas
pelvis yang juga merupakan keterlambatan pertumbuhan. Jalan
masuk pelvis sempit dengan penonjolan promontorium kedepan;

10
jalan keluar dengan perpindahan bagian kaudal sakrum dan
koksiks kedepan.5
e. Ekstremitas
Karena proses rakhitis berlanjut, pembesaran epifisis pada
pergelangan tangan dan kaki menjadi lebih nyata. Penekukan
femur, tibia dan fibula yang lunak meninbulkan kaki yang
bengkok dan dapat melengkung kebagian anterior. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya coxa vara dan fraktur greenstick yang
tidak menimbulkan gejala.5
f. Ligamentum
Relaksasi ligamentum dapat menghasilkan deformitas dan
menyebabkan kaki bengkok keluar, ekstensi lutut yang
berlebihan, pergelangan kaki lemah, kifosis dan skoliosis.5

4. Klasifikasi berdasarkan penyebabnya

a. Rickets akibat diet kurang vitamin D dan kurang paparan


sinar matahari

Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya masukan makanan


yang mengandung vitamin D dan kulit kurang mendapatkan paparan
sinar matahari. Ricketsia sering terjadi pada bayi yang mendapatkan
ASI yang berkepanjangan tanpa pemberian makanan tabahan dan
tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup.2

Manifestasi meliputi perubahan biokimia tubuh yang terjadi


lebih awal daripada perubahan klinis ataupun pemeriksaan
radiologis.2 Pada fase awal yang penting ditemukan adalah
peningkatan sedikit kalsium plasma atau hanya didapatkan
peningkatan fosfatase alkali. Sedangkan pada stadium lanjut terjadi
peningkatan fosfatase alkali dan penurunan kalsium serta fosfat
darah yang cukup bermakna.2

11
Jenis ricktesia ini dapat diobati dengan pemeberian vitamin D
50-100 mg/hari atau 2.000-4.000 IU/hari per oral.6 biasanya terjadi
penyembuhan secara radiologis dalam waktu 2-4 minggu, kemudian
dosis vitamin D dikurangi menjadi 400 IU/hari.8

b. Ricketsia akibat gangguan saluran cerna (malabsorbsi)

Pada pasien dengan gangguan hati dan saluran cerna akan


terjadi penurunan absorbsi vitamin D sehingga dapat menyebabkan
ricketsia. Hati berperan penting dalam metabolisme vitamin D
karena menghasilkan enzim 25-hidroksilase yang dapat mengubah
vitamin D menjadi 25-OHD. 2

Pengobatan ricketsia akibat malabsorpsi vitamin D adalah


dengan pemberian vitamin D oral dengan dosis yang dianjurkan
adalah 4000-10.000 IU/hari atau 100-250 mg/hari ditambah dengan
suplementasi kalsium oral.2 Sedangkan pengobatan ricketsia akibat
penyakit hati adalah dengan pemberian 25OHD dan 1,25 (OH) 2D
dengan dosis masing-masing 4-5 mg/kgBB/hari dan 0,2 mg/kg/hari.2

c. Ricketsia akibat pengobatan antikonvulsi

Pemberian antikonvulsi yang lama telah dihubungkan dengan


meningkatnya insidens ricketsia dan osteomalasia, yang biasanya
terjadi pada pasien yang mendapat pengobatan fenobarbita dan atau
fenintoin.2 Pada pemeriksaan laboratorium terdapat penurunan kadar
kalsium dan 25-OHD dalam darah.2

Antikonvulsi diketahui dapat menyebabkan aktivitas enzim


hepatik sitokrom hidroksilasi yang dapat mengkambat metabolisme
25-OHD dan meningkatkan metabolisme vitamin D menjadi bentuk
tidak aktif.2 Pada kasus ini daoat diberikan pencegahan dengan
pemberian vitamin D 400 IU/hari (10mh/hari).3

12
B. Hipervitaminosis D

Hipervitaminosis D adalah suatu keadaan intoksikasi vitamin D


akibat konsumsi vitamin D yang berlebihan.2 Intoksikasi vitamin D bisa
menyebabkan kalsifikasi jaringan lunak yang ireversibel. 10 Diagnosis tidak
hanya berdasarkan peningkatan kadar 25OHD, namun juga harus dilihat
klinisnya antara lain adanya hiperkalsemua, supresi hormon paratiroid,
hiperkalsiuria dan peningkatan kadar serum 25OHD >150 ng/ml.2

Manifestasi utama dari toksisitas vitamin D adalah gejala dan tanda


dari hiperkalsemia (mual, dehidrasi, konstipasi) dan hiperkalsiuria (poliuria
dan batu ginjal). 2

Pengobatan hipervitaminosis D meliputi penghentian masukan


vitamin D dan mengurangi masukan kalsium.6

2.9 Rekomendasi Suplementasi Vitamin D

Rekomendasi terbaru mengenai suplementasi vitamin D disusun untuk


memenuhi kebutuhan vitamin D pada bayi baru lahir hingga dewasa:9

 Setiap bayi usia 0-12 bulan harus diberi suplementasi vitamin vitamin D
tanpa memandang cara pemberian makanannya. Dosis suplementasi
adalah 400 IU/haro (10 mikrogram).
 Bayi usia 12 bulan hingga dewasa harus memenuhi kebutuhan vitamin D
melalui nutrisi sehari-hari atau dapat diberikan suplementasi setidaknya
600 IU (15 mikogram).
 Anak dengan riwayat defi siensi vitamin D yang simtomatik harus
diberikan suplementasi vitamin D, begitu pula anak dan orang dewasa
yang memiliki risiko tinggi untuk mengalami defisiensi vitamin D akibat
gangguan sintesis atau asupan vitamin D.

13
 Bayi usia 0-12 bulan dan remaja memiliki risiko tinggi terhadap
nutritional rickets dan osteomalasia akibat defisiensi vitamin D karena
pertumbuhan yang cepat.
 Untuk mencegah nutritional rickets, anak usia >12 bulan diberikan asupan
kalsium 500mg/hari.
 kebutuhan kalsium untuk anak usia 1-18 tahun adalah 700-1300 mg/hari.
Sampai saat ini masih belum ada persetujuan mengenai pilihan terapi yang
efektif untuk defisiensi vitamin D di Indonesia. Indonesia masih menggunakan
rekomendasi dari American Academy of Pediatrics selama IDAI masih menyusun
rekomendasi sendiri, yaitu:8

 Bayi dengan ASI ekslusif maupun tidak, harus diberikan suplementasi


vitamin D dengan dosis 400 IU/hari sejak hari-hari pertama kehidupan.
 Semua bayi yang tidak diberi ASI dan anak yang minum susu formula
yang difortifikasi dengan vitamin D harus mendapatkan suplementasi
vitamin D 400 IU/hari.
 Kadar 25-OHD serum pada batu dan anak harus mencapai setidaknya
20 ng/mL.
 Jika kebutuhan terhadap suplementasi harian dirasa sulit, vitamin D dapat
diberikan setiap bulan atau 3 bulan dengan dosis besar pada populasi yang
berisiko tinggi.

14
BAB III

KESIMPULAN

Vitamin D adalah sebuah vitamin larut lemak yang berperan penting dalam
metabolisme tulang serta memiliki fungsi modulasi imun dan anti inflamasi. 1
Vitamin D terdapat dalam 2 bentuk yaitu ergokalsiferol (vitamin D2) dan
kolekalsiferol (vitamin D3). Vitamin D berperan dalam mengontrol absorpsi
kalsium diusus halus, bekerja sama dengan hormon paratiroid untuk menjaga
homeostatis kalsium didalam darah dan mediasi mineralisasi tulang.

Sintesis vitamin D dilakukan dihepar dengan bantuan sinar matahari.


Paparan sinar matahari mengakibatkan dengan panjang gelombang 290-315 nm
menyebabkan terbukanya ikatan rangkap cincin B, sehingga membentuk struktur
provitamin D. Provitamin D mengalami isomerasi menjadi vitamin D dan
ditransfer ke ruang ekstraselulerdan pembuluh kapiler kulit yang kemudian diikat
oleh vitamin D binding protein (DBP). Ikatan ini kemudian dibawa ke hati,
mengalami hidroksilasi menjadi 25-OHD (calsidiol). Calsidiol bukan bentuk
aktif, ia terikat dengan DBP, dibawa ke ginjal dan diubah menjadi 1,25(OH)2D
(calsitriol).1 Calsitriol merupakan vitamin D dalam bentuk aktif.

Ricketsia dan hipervitaminosis merukapan penyakit yang terkait dengan


vitamin D. Ricketsia didefinisikan sebagai keadaan pertumbuhan tulang abnormal
sebagai akibat defisiensi vitamin D atau gangguan keseimbangan kadar kalsium
dan fosfat plasma, sedangkan hipervitaminosis vitamin D adalah suatu keadaan
intoksikasi vitamin D akibat konsumsi vitamin D yang berlebihan. Intoksikasi
vitamin D bisa menyebabkan kalsifikasi jaringan lunak yang ireversibel.

Berdasarkan rekomendasi Endocrinology Society, kebutuhan vitamin D


untuk bayi matur dan prematur minimal adalah 400 IU/hari (IU= 25mg). Anak
usia lebih dari 1 tahun sebanyak 600 IU/hari.2

15
Daftar Pustaka

1. Misra M, Pacaud D, Petryk A, Collett-Solberg PF, Kappy M. Vitamin D


deficiency inchildren and its management: Review of current knowledge
and recommendations. Pediatrics 2008;122;398. doi:
10.1542/peds.2007-1894.
2. Valentina V, Palupi NS, Andarwulan N. Asupan kalsium dan vitamin D
pada anak Indonesia usia 2-12 tahun. J. Teknol dan Industri Pangan
2014;25:83-89. DOI:10.6066/jtip.2014.25.1.83.
3. Jose RL, Bambang T, Aman B. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi 1.
2010.
4. Agustini U, Aman B, Jose RL. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi 2.
2018;466.
5. Behrnman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Alih bahasa
Samik W. 2000.
6. Karen J, Robert M, Hal B, Richard E. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi
6. Alih bahasa IDAI. 2014
7. Perrine CG, Sharma AJ, Jefferds MED, Serdula MK, Scanlon KS.
Adherence to vitamin D recommendations among US infants. Pediatrics
2010;125;627. doi:10.1542/peds.20092571.
8. Munns CF, Shaw N, Kiely M, Specker BL, Thacher TD, Högler W et al.
Global Consensus Recommendations on Prevention and Management of
Nutritional Rickets. J Clin Endocrinol Metab 2015;100: 0000–0000.
9. Perrine CG, Sharma AJ, Jefferds MED, Serdula MK, Scanlon KS.
Adherence to vitamin D recommendations among US infants. Pediatrics
2010;125;627. doi:10.1542/peds.2009-2571.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Fullday Workshop and Symposium A
new Concept in Pediatric Clinical Practice.2016;174-181.

16
17

Anda mungkin juga menyukai