Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BIOKIMIA VITAMIN D

Disusun oleh : KELOMPOK 12


1. Arisita Andy Putri 2. Diny Wulansari 3. I Wayan Agus Parmadi 4. Izzah Al Nabilah 5. Julius Hadi Putra 11700114 11700116 11700118 11700120 11700122 083830351213

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA Tahun Akademik 2011/ 2012

SEJARAH
Sejak berabad yang lalu, penyakit riketsia (penyakit dimana tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi) banyak ditemukan pada anak di negara dingin seperti di bagian Eropa. Pada tahun 1980, Palm mengamati bahwa riketsia jarang terjadi bila anak terkena sinar matahari. Pada tahun 1919, Mellanby dapat menunjukkan pada anjing percobaan bahwa penyakit ini adalah penyakit kekurangan gizi. Bila hewan percobaan diberi minyak ikan, penyakit ini akan sembuh. Ia menduga zat yang menyebabkan penyembuhan ini adalah vitamin A. Pada tahun 1922, Mac Collum menemukan bahwa minyak ikan mengandung zat lain yang dinamakan faktor antirakitik atau vitamin D yang bisa mengobati riketsia. Penelitian juga menunjukkan bahwa sinar matahari atau sinar ultra violet bisa mencegah dan menyembuhkan riketsia pada anak-anak. Pada tahun 1923, Harry Goldblatt dan Katherine Soames mendirikan bahwa ketika 7dehydrocholesterol (prekursor vitamin D di kulit) diradiasi dengan cahaya, bentuk vitamin larut dalam lemak diproduksi. Alfred Fabian Hess dan Mildred Weinstock lebih lanjut dibuktikan yang "sama dengan vitamin D". Adolf Windaus, di Universitas Gottingen, Jerman, menerima Penghargaan Nobel dalam kimia pada tahun 1928, untuk karyanya pada Konstitusi sterol dan hubungannya dengan vitamin. Pada 1930-an, ia menjelaskan lebih lanjut struktur kimia vitamin D. Kira-kira 50 tahun yang lalu, da Luca menemukan bahwa bentuk aktif vitamin D membutuhkan sintesis di dalam ginjal.

SRUKTUR AKTIVITAS VITAMIN D :


1. Epimerisasi dan konversi gugus OH pada C3 dapat mengurangi aktivitas. 2. Bentuk ester/eter yang tidak dapat diubah di badan menjadi tidak aktif. 3. Pengurangan/penghilangan rantai samping menyebabkan reaktivitas hilang. 4. Adanya gugus karbonil pada rantai samping menyebabkan reaktifitasnya hilang.

SIFAT FISIKA KIMIA VITAMIN D :


Kristal putih tak berbau. Diaktifkan oleh sinar UV. Larut dalam pelarut organik dan lemak. Mempunyai spectra absorbsi yang spesifik. Stabil diudara dan cukup stabil jika dipanaskan dalam larutan netral atau alkali. Rusak pada pemanasan pada suhu 170C. Vitamin D2 melebur pada 116C sedangkan vitamin D3 melebur pada 83C. Stabil dalam waktu yang lama jika disimpan dalam minyak. Adanya garam mineral menjadikan vitamin D tidak stabil. Jika disabunkan dengan alkali terdapat dalam fraksi tak tersabunkan.

BENTUK KIMIA DAN JENIS VITAMIN D


Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang memiliki struktur molekul steroid, maka dari itu vitamin D tergolong dalam grup sterol yang merupakan turunan dari molekul steroid, yang merupakan salah satu turunan dari kolesterol. Nama vitamin D adalah nama umum dari semua steroid yang secara kualitatif memperlihatkan aktivitas kholekalsiferol. Nama IUPAC dari vitamin D adalah kalsiferol. Vitamin D bukan sepenuhnya vitamin karena kebutuhannya dapat dipenuhi tidak dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D tetapi dapat juga disintesis oleh tubuh dengan bantuan pajanan sinar matahari. Terdapat dua bentuk aktif dari vitamin ini, yaitu vitamin D2 dan vitamin D3. Vitamin D2 (ergokalsiferol) merupakan produk komersial yang dihasilkan dari radiasi sinar ultra violet terhadap ergasterol khamir. Vitamin D2 berasal dari turunan senyawa kolesterol yang banyak ditemukan pada ragi, jamur, dan tumbuhan. Beberapa jenis ikan seperti ikan tuna dan salmon diketahui kaya akan vitamin D2, hal ini dikarenakan ikan-ikan tersebut memakan tanaman alga yang menghasilkan Vitamin D dengan bantuan sinar matahari.

Vitamin D3 (kolekalsiferol) adalah derivat 7-dehydrocholesterol

(provitamin D3), suatu prekursor kolesterol. Vitamin D3 pada manusia dan


hewan diproduksi dibawah kulit dari prekursor 7- dehydrocholesterol, melalui penyinaran sinar ultraviolet, yaitu ketika sinar ultraviolet mengenai kulit kita dan merangsang produksinya. Golongan vitamin inilah yang paling banyak ditemukan pada kulit manusia. Vitamin D yang berasal dari makanan, suplemen, dan paparan sinar matahari bersifat inaktif secara biologis, sehingga harus menjalani dua proses hidroksilasi (penambahan dua gugus hidroksil) di dalam tubuh untuk mengaktifkannya. Proses pertama, penambahan gugus hidroksil terjadi di hati, mengubah vitamin D menjadi 25-hidroksivitamin D [25(OH)D], yang juga dikenal sebagai calcidiol. Calcidiol paling banyak tersedia di dalam tubuh dibandingkan bentuk vitamin D lainnya. Proses kedua, penambahan gugus hidroksil terjadi di ginjal, membentuk zat aktif 1,25-dihidroksivitamin D [1,25(OH) 2D], dikenal juga sebagai calcitriol. Inilah bentuk vitamin D yang membantu penyerapan kalsium.

BENTUK VITAMIN D2 dan D3 :

Vitamin D2 (Ergokalsiferol)

Vitamin D3 (Kolekalsiferol)

TERMINOLOGI VITAMIN D DAN EKIVALEN :


Asal hewan
7-dehidrokolesterol (prekursor D3) Sumber : epidermis hewan Vitamin D3 Kolekasiferol Sumber : radiasi prekursor 25-hidroksi kolekalsiferol Kolekalsiferol 25(OH)D3 Sumber : perubahan di dalam hati Vitamin D3 (bentuk aktif) 1,25-dihidroksi kolekalsiferol Kalsitriol 1,25 (OH)2D3 Sumber : perubahan di dalam ginjal

Asal tumbuh-tumbuhan
Ergosterol (prekursor D2) Sumber : tumbuh-tumbuhan Vitamin D2 Ergokalsiferol Sumber : radiasi precursor 25-hidroksi ergokalsiferol Ergokalsiferol 25(OH)D2 Sumber : perubahan di dalam hati Vitamin D2 (bentuk aktif) 1,25-dihidroksi ergokalsiferol Erkalsitriol 1,25(OH)2D2 Sumber: perubahan di dalam ginjal

SINTESIS VITAMIN D DALAM TUBUH


Kebutuhan vitamin D dipenuhi melalui diet dan pajanan sinar matahari di kulit. Pajanan sinar matahari ke kulit menginduksi konversi fotolitik dari 7-dehydrocholesterol menjadi previtamin D3 yang diikuti oleh isomerisasi termal vitamin D3. Saat kulit terpajan sinar matahari atau sumber penyinaran artifisial tertentu, radiasi ultraviolet memasuki epidermis dan menyebabkan transformasi 7-dehydrocholesterol ke vitamin D3 (cholecalciferol). Panjang gelombang 290-315 nm diabsorpsi karbon C5 dan C7-dehydrocholesterol untuk membuat vitamin D3 yang dibuat beberapa jam setelah pajanan sinar matahari tersebut.
Pada tahap selanjutnya, senyawa kolekalsiferol ini akan diubah menjadi senyawa calcitriol

[1,25(OH)2D3] yang merupakan vitamin D aktif di dalam tubuh yang berfungsi sebagai endokrin/parakrin. Calcitriol diproduksi di ginjal yang kemudian akan diedarkan ke bagian-bagian tubuh
yang membutuhkan, terutama di organ tulang dan gigi. Ketika disintesis pada ginjal, calcitriol beredar sebagai hormon, mengatur konsentrasi kalsium dan fosfat dalam aliran darah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan vitamin D3 diantaranya sinar ultraviolet B (UVB), ketinggian, letak geografis, waktu dan area terpajan sinar matahari, serta pigmentasi kulit.
Bayi, orang cacat, dan orang tua mungkin memiliki paparan sinar matahari yang tidak memadai,

karena pertambahan usia menurunkam kemampuan kulit membentuk vitamin D. Kemampuan ini menurun empat kali lipat setelah usia 70 tahun.
Untuk menanggulanginya, ada beberapa makanan yang dapat dikonsumsi seperti susu, susu formula, sereal sarapan, dan beberapa makanan lainnya telah diperkaya dengan sintesis vitamin D2 (ergocalciferol, yang berasal dari iradiasi ergosterol yang ditemukan dalam tanaman, ergot jamur, dan plankton) atau vitamin D3.

Pajanan sinar matahari menyebabkan eritema ringan dan meningkatkan vitamin D dalam darah sepadan dengan 10.000 25.000 IU oral ( 1 UI = 0,025 g). Kebutuhan vitamin D usia 51 70 tahun dan >71 tahun adalah 400 dan 600 IU/hari, sedangkan pada anak-anak dan dewasa muda setidaknya membutuhkan sekitar 600 IU vitamin D setiap hari.

Vitamin D3 diproduksi di kulit oleh reaksi fotolitik dari 7,8-dehydrocholesterol yang diikuti isomerisasi termal. Vitamin D kemudian dibawa ke hati melalui vitamin D binding protein di serum, kemudian di dalam hati dikonversi menjadi 25-hydroxyvitamin D3, metabolit sirkulasi utama dari vitamin D3. Akhir dari langkah aktivasi adalah bekerjanya 1-hydroxylase yang utamanya terdapat di ginjal membentuk 1,25-dihydroxyvitamin D3, bentuk hormonal dari vitamin D. Inaktivasi katabolisme dilakukan oleh 24-hydroxylase yang mengkatalisis serangkaian langkah oksidasi diatas sebagai akhir dari perjalanan vitamin D di dalam tubuh. (Dusso AS, Brown AJ, Slatopolsky E. Vitamin D. Am J Physiol Renal Physiol. Vol 289. July 2005)

DIGESTI, ABSORPSI, TRANSPORTASI, DAN PENYIMPANAN VITAMIN D


Terlalu lama kulit terpapar sinar matahari tidak menghasilkan sejumlah racun dari vitamin D3 karena photoconversion dari previtamin D3 dan vitamin D3 menjadi metabolit tidak aktif (lumisterol, tachysterol, 5,6transvitamin D, dan suprasterol 1 dan 2). Selain itu sinar matahari menginduksi produksi melanin yang mengurangi produksi vitamin D3 di kulit.

Vitamin D diabsorpsi dalam usus halus bersama lipida dengan dibantu oleh cairan empedu. D-plasma binding protein (DBP) akan mengangkut vitamin D dari bagian atas usus halus ke tempat penyimpanan di hati, kulit, otak, tulang dan jaringan lain. Pada orang tua absorpsi vitamin D kurang efisien bila kandungan kalsium makanan rendah. Hal ini kemungkinan karena adanya gangguan ginjal dalam metabolisme vitamin D. Kolekalsiferol akan berdifusi dari kulit ke darah dengan transport -2 globulin vitamin Dbinding protein (DBP) atau transkalsiferin yang disintesis oleh hati. Sebanyak 50% vitamin D yang berasal dari diet akan diabsorpsi bersama dengan misel dan berdifusi pasif ke dalam sel intestinal. Absorpsi dimulai di duodenum dan paling banyak diabsorpsi di bagian distal usus halus.

Vitamin D akan terikat kilomikron kemudian menuju sistem limfatik dan ke hati. Sebagian vitamin D akan terikat DBP dan dibawa ke jaringan ekstrahepatik. Penyimpanannya ada di hati, kulit, otak, tulang dan jaringan-jaringan lain. Di hati, D3 atau 25(OH)D3 akan diubah menjadi 25(OH)D3 (kalsidiol) oleh enzim 25 hidroksilase, kemudian akan masuk dalam sirkulasi dengan terikat oleh DBP. Darah merupakan single pool (storage site) dari 25(OH)D3 dan half-life 3 minggu. 25(OH)D3 merupakan simpanan yang kurang aktif tetapi paling banyak, jumlahnya 1000 kali lebih banyak daripada 1,25(OH)2D3. Jadi 25(OH)D3 merupakan indikator vitamin D dalam darah (1,25(OH)2D3 tidak menjadi indikator vitamin D karena waktu paruh dalam sirkulasi hanya <4 jam). Bila kadar 25(OH)D3 menurun maka akan terjadi pelepasan kolekalsiferol dari penyimpanannya di kulit, otot dan jaringan adiposa.

METABOLISME VITAMIN D
Setelah vitamin D dibentuk di kulit atau diambil secara lisan, kemudian vitamin D dimetabolisme menjadi dua zat yang berbeda dalam tubuh yaitu 25-hydroxyvitamin D (calcidiol) dan 1,25-dihydroxyvitamin D (calcitriol) . Di hati, vitamin D dimetabolisme menjadi 25(OH)D oleh mitokondria hati dan enzim mikrosom yang memiliki waktu paruh 21 hari. Kadar 25(OH)D dalam darah bervariasi antara 20 200 nmol/l (8 80 ng/ml). Individu yang mendapat sinar matahari sangat kuat dapat mempunyai kadar 25 (OH)D mencapai 250 nmol/l (100 ng/ml). Serum 25(OH)D menunjukkan kadar 25(OH)D2 dan 25(OH)D3. Rasio dari kedua vitamin D ini tergantung kandungan D2 dan D3 dalam diet dan jumlah previtamin D3 dari pajanan sinar matahari. Pembuatan 25(OH)D di hati diatur oleh mekanisme umpan balik, yakni peningkatan konsumsi diet dan produksi endogen vitamin D3. Kadarnya dapat meningkat sampai 500 ng/ml. Serum 25(OH) menurun pada penyakit hati kronik berat. Setelah pembentukkan di hati, vitamin D akan dibawa ke ginjal oleh protein pengikat vitamin D (vitamin D binding protein) dan mendapat tambahan C1 dan C24. Aktivasi 25(OH)D di mitokondria ginjal ditingkatkan oleh hipokalsemia dengan meningkatkan konversi 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D. Hipokalsemia tidak mengontrol proses ini secara langsung.

Penurunan serum kalsium merangsang naiknya sekresi PTH yang mengakibatkan hiperparatiroidisme sekunder. Produksi 1,25(OH)2D meningkatkan efek PTH, menurunkan kadar fosfat, terutama di sel ginjal. 1,25(OH)2D juga membatasi aktivitas 25(OH)D-1-hydroxylase dan meningkatkan aktivitas 25(OH)D ke 24R,25-dihydroxyvitamin D [24,25(OH)2D] yang kadar normal di serum 0,5 5,0 ng/ml. 24,25(OH)2D adalah substrat 25(OH)D-1-hydroxylase dan dikonfirmasi ke 1,24R,25 trihydroxyvitamin D [1,24,25(OH)3D] yang memetabolisir substansi asam calcitroic tidak aktif. 1,25(OH)2D diproduksi di ginjal dan plasenta, pertama berikatan dengan protein pengikat vitamin D dibawa ke berbagai target organ, lalu bentuk bebas diambil oleh sel serta dibawa ke protein reseptor inti khusus. Reseptor vitamin D (VDR) merupakan reseptor golongan steroid-retinoid-thyroid hormonevitamin D. VDR berinteraksi dengan reseptor asam retinoic X (RXR) ke bentuk kompleks heterodinamik (RXR-VDR) dan mengikat DNA spesifik serta dinamakan vitamin D respon elemen (VDRE). Di usus, VDR mengaktivasi sintesis protein pengikat kalsium, sedangkan di tulang merangsang produksi osteocalcin, osteopontin, dan alkali fosfatase. 1,25(OH)2D meningkatkan transpor kalsium dari ekstrasel ke intrasel dan memobilisasi kalsium dari intrasel. Disini 1,25(OH)2D merangsang transpor kalsium dan fosfat dari lumen usus halus ke sirkulasi. 1,25(OH)2D meningkatkan resorpsi tulang yang sinergis dengan PTH. PTH dan 1,25(OH)2D berinteraksi dengan reseptor osteoblas dan stroma fibroblas serta merangsang produksi ligan RANK pada permukaan sel osteoblas. Ligan RANK berinteraksi dengan reseptornya pada osteoklas imatur merangsang prekursor osteoklas imatur ke osteoklas matur. Ablasi VDR berakibat gangguan absorpsi kalsium usus dan hiperparatiroisdisme sekunder. Dalam proses bioaktifasi vitamin D formasi bentuk 1,25(OH)2D dari 1,25(OH)D dalam kondisi fisiologi normal, utamanya dilakukan di ginjal, tetapi ternyata terdapat beberapa organ lain yang dapat melakukan perubahan tersebut terutama dalam kondidi spesifik (kehamilan, gagal ginjal kronik, sarkoidosis, tuberkulosis, kelainan granulomatosa, dan rheumatoid arthritis).

Bagaimanapun juga produksi 1,25(OH)2 dari ekstra renal utamanya digunakan sebagai faktor autokrin/parakrin dengan fungsi sel yang spesifik. Estrogen, prolaktin, hormon pertumbuhan dapat mengubah produksi 1,25(OH)2D. Peningkatan kebutuhan kalsium selama pertumbuhan, hamil, dan menyusui meningkatkan absorpsi kalsium susu dan meningkatkan aktivitas 25(OH)D-1hydroxylase.

METABOLISME VITAMIN D3 :
Vitamin D3 di dalam hati diubah menjadi bentuk aktif 25-hidroksi kolekalsiferol [25(OH)D3] yang lima kali lebih aktif daripada vitamin D3. Bentuk ini paling banyak didapati di dalam darah dan banyaknya bergantung pada konsumsi dan paparan tubuh terhadap cahaya matahari. Kalsitriol merupakan bentuk paling aktif yaitu 10 kali lebih aktif dari vitamin D3 dan dibuat di ginjal. Pada usus halus, kalsitriol meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dan pada tulang akan meningkatkan mobilisasinya. Taraf kalsium dan fosfor dalam serum mengatur sintesis kalsitriol. Hormone paratiroid (PTH) yang dikeluarkan bila kalsium dalam serum rendah meransang produksi [1,25(OH)2D3] oleh ginjal. Kadar kalsium serum yang rendah menggambarkan taraf konsumsi kalsium yang rendah. Ini akan mempengaruhi sekresi PTH dan peningkatan sintesis kalsitriol oleh ginjal. Taraf fosfat dari makanan mempunyai pengaruh yang sama, tetapi tidak membutuhkan PTH. Enzim 25 hidroksilase bekerja tanpa kontrol yang ketat, sedangkan enzim 1,25(OH)2D3 hidroksilase dikontrol oleh beberapa mekanisme kontrol dan umpan balik. Ginjal akan menghasilkan hormon steroid melalui enzim 1 hidroksilase (atau 1,25(OH)2D3 hidroksilase) dihasilkan 1,25(OH)2D3 (kalsitriol) dan bila kalsitriol sudah cukup tersedia. Maka enzim 24 hidroksilase (atau 24R,25(OH)2D3 hidroksilase) akan meningkat di ginjal untuk membentuk 24R,25(OH)2D3. Diduga 24R,25(OH)2D3 berperan pada mineralisasi tulang. Regulasi hormon 1,25(OH)2D3 diatur oleh peningkatan PTH, kadar kalsium rendah, kadar fosfat rendah, dan status vitamin D. Peningkatan PTH, kadar kalsium rendah, kadar fosfat rendah dapat meningkatkan 1,25(OH)2D3 hidroksilase. 25(OH)D3 aktivitas biologi 5x lebih kuat daripada vitamin D3 sedangkan 1,25(OH)2D3 aktivitas biologi 10x lebih kuat daripada vitamin D3.

FUNGSI VITAMIN D
Fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama dengan vitamin A dan vitamin C, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium dan fluor. Fungsi vitamin D dapat dibagi menjadi 2 yaitu fungsi klasik dan fungsi non klasik :

a. Fungsi Klasik Vitamin D :


1. Vitamin D sebagai sistem endokrin : Vitamin D sebagai sistem endokrin komponen penting dalam interaksi antara ginjal, tulang, hormon paratiroid, dan usus yang hasilnya menjaga kadar kalsium ekstraselular selalu dalam batas normal sehingga dapat berguna dalam proses vital fisiologi dan integritas skeletal. 1,25(OH)2D diproduksi di ginjal sehingga mempengaruhi absorpsi kalsium, control remodeling tulang, menekan fungsi PTH dan rearbsorpsi kalsium untuk menjaga kadar kalisum didalam cairan ekstraselular dalam batas normal yang esensial untuk fisiologi normal sel dan integritas skeletal. (Dusso AS, Brown AJ, Slatopolosky E. Vitamin D. Am J Physiol Renal Physiol. Vol289. July 2005).

2. Vitamin D dalam proses absorpsi kalsium dan fosfat : Di usus peranan vitamin D sangat penting dalam proses absorpsi kalsium dan fosfat dari makanan. 1,25(OH)2D merangsang mekanisme pengambilan dan transport kalsium secara aktif ditingkat seluler. Di skeleton, vitamin D mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembangunan dan pemeliharaan mineralisasi skeleton. Pertumbuhan dari tulang membutuhkan kalsium dan 1,25(OH)2D membuat formasi osteoblastik tulang yang optimal. Selain itu resorpsi osteoklastik juga sangat membutuhkan 1,25(OH)2Ddan VDR. Komponen tersebut sangat diperlukan sehingga bila tidak ada satu komponen saja maka proses keseimbangan di skeleton tidak akan berlangsung baik.

3. Vitamin D sebagai suatu sistem endokrin yang sangat berpotensi sebagai modulator dari fungsi paratiroid : Di kelenjar paratiroid, vitamin D merupakan suatu sistem endokrin yang sangat berpotensi sebagai modulator dari fungsi paratiroid. Dimana defisiensi vitamin D menyebabkan hyperplasia dari paratiroidyang akibatnya terjadi peningkatan sintesis dan sekresi PTH. Pemberian 1,25(OH)2D akan menghambat sintesis PTH dan pertumbuhan sel paratiroid sehingga pemberian 1,25(OH)2D sebagai terapi bagi hiperparatiroidisme pada pasien gagal ginjal kronik.

4. Vitamin D merupakan kontrol yang ketat dari hemostatisnya sendiri : Di gagal ginjal peran terpenting dari efek endokrin 1,25(OH)2D di ginjal adalah kontrol yang ketat dari hemostatisnya sendiri melalui mekanisme supresi dai 1-hydroxylase dan memutilasi 24-hydroxylase dan melalui ekspresi dari megalin di tubulus proksimal.

5. Vitamin D untuk membantu pengerasan tulang : Vitamin D juga membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang. Hal ini dilakukan seperti berikut : a. Saluran cerna : kalsitriol akan meningkatkan absorpsi aktif vitamin D dengan cara meransang sintesis protein pengikat-kalsium dan protein pengikat-fosfor pada mukosa usus halus. b. Tulang : kasitriol dan PTH akan meransang pelepasan kalsium dar permukaan tulang ke dalam darah. c. Ginjal : kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.

6. Fungsi biokimia vitamin D : Vitamin D3 merupakan prekursor dari 1,25-dihiroksikolekalsoferol, yang dibuat dalam ginjal. Senyawa ini dianggap sebagai hormon dan didefinisikan sebagai pembawa pesan kimia yang disintesis oleh satu organ untuk mengatur aktivitas biologi pada jaringan lain. Pelacakan dengan isotop membuktikan bahwa vitamin D menaikkan kecepatan pertumbuhan dan sesopsi mineral (Ca) dalam tulang, dan juga mempengaruhi pembuangan fosfat dari ginjal.

b. Peranan Non Klasik Vitamin D


Berbagai penelitian genetika, nutrisi dan epidemiologi, serta bukti ilmiah terbaru yang berkaitan dengan defisiensi vitamin D tidak hanya berhubungan dengan gangguan dari hemostatis kalsium tetapi juga banyak yang berkaitan dengan hipertensi, fungsi otot, imunitas dan kemampuan menahan infeksi, penyakit autoimun dan kanker. Pada bagian ini akan sedikit dibahas tentang peran vitamin D selain dari perannya secara klasik yang memelihara hemostatis kalsium dan sistem skeleton. Peran non klasiknya, yaitu : 1. Supresi pertumbuhan sel : Didapatkan bahwa 1,25(OH)2D menghambat proliferasi klonaldari berbagai varietas sel leukemia pada manusia. Selain itu 1,25(OH)2D juga merangsang diferensiasi sel secara normal dan membuat prekursor sel leukemia myeloid menjadi lebih matur dan kurang agresif. (Abe dkk).

Hasil dari penelitian ini membuka beberapa penelitian baru yang mencoba membuktikan potensi dan calcitriol sebagai terapi dari leukemia dan kelainan mieoproliperatif. Peranan protektif vitamin D terhadap kejadian kanker juga dibuktikan dengan hubungan yang kuat secara epidemiolgi antara kanker prostat, mammae, dan kolon dengan defisiensi vitamin D. Aksi antiproliferatif dari Vitamin D lebih bersifat autokrin dibandingkan endokrin. Mekanisme yang terjadi hipotesisnya adalah mengkaitkan system 1,25(OH)2D-VDR yang memblok siklus sel kanker pada transisi antara G1-G0 melalui berbagai cara : a. 1,25(OH)2D menginduksi transkipsi gen cyclin-dependent kinas inhibitor p21 sehingga dapat membuat terhentinya pertumbuhan sel kanker dan merangsang diferensiasi sel monosit-makrofag. b. 1,25(OH)2D mengindksi sinteis dan atau stabilisasi cyclin-dependent kinase inhibitor p27 sehingga mencegah terjadinya degradasi proteosom. c. Pada tumor yang pertumbuhannya dikontrol oleh over ekspresi dari TGF/EFGR, 1,25(OH)2D menghambat sinyal pertumbuhan dari EFGR di membrane sel dan juga menghambat transaktivasi gen cyclinD1 dari EFGR di nucleus. Hal ini menjadi bukti bahwa vitamin D memiliki potensi sebagai terapi pertumbuhan keratinosit hiperplastik pada pasien psoriasis. d. Pada sel monosit jalur HL60 dan pada osteoblas, 1,25(OH)2D menginduksi ekspresi dari C/EBP sebuah protein yang saat ini dipercaya mempunyai potensi sebagai supresor dari oncogenic-cyclin D1 pada tumor epithelial. e. 1,25(OH)2D mereduksi kadar HRPA20, sebuah fosfoprotein yang menjaga pertumbuhan dan ketahanan dari limfoma prolactin dependent rat Nb2T, sebuah tumor yang sangat dipengaruhi hormonal.

2. Regulasi apoptosis : 1,25(OH)2D terbukti memiliki kemampuan menginduksi apoptosis sehingga merupakan kontributor penting dalam menekan pertumbuhan yang berlebihan dalam sel. Pada kanker payudara, 1,25(OH)2D menginduksi apoptosis sel kanker melalui mekanisme nodulasi resiprokal dari Bcl2 dan Bax. Hal ini meningkatkan kalsium intraselular yang mana mengaktifkan protease proapoptotik yang dependen kalsium yaitu mikrocalpain dan caspase 12. 1,25(OH)2D juga meningkatkan kemampuan anti tumor dan proapoptotikpada radiasi ionisasi pada kanker mammae. Namun kejadian sebaliknya terjadi pada kulit dimana1,25(OH)2D melindungi keratinosit dari apoptosis yang disebabkan oleh pajanan sinar UV atau kemoterapi. Dari sini hal yang terpenting yang dapat diambil adalah peranan 1,25(OH)2D sebagai agen proapoptoik sangat penting dalam mengontrol pertumbuhan sel hiperplastik.

3. Modulasi respon imun : Efektifitas vitamin sebagai sistem endokrin dalam mengontor infeksi, penyakit autoimun dan toleransi terhadap transplantasi merupakan hasil dari efek prodeferensiasi dari 1,25(OH)2D terhadap makrofag- monosit antigen precenting cells, sel dendrite (SD) dan limfosit. Hal ini dibuktikan secara in vivo pada manusia dan binatang yang kurang memiliki fungsi VDR dan atau Vitamin D yang secara in vitro dibuat model tentang fungsi regulasi vitamin D terhadap sistem imun. 4. Kontrol diferensiasi dan fungsi dari kulit : Vitamin D sudah dipakai secara luas sebagai terapidari berbagai penyakit kulit terutama penyakit psoriasis. Namun baru sekitar tahun 1980an diketahui secara pasti potensi menakjubkan dari vitamin D dalam proteksi kulit dan terapo penyakit psoriasis. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang diperlihatkan reaksi dramatik terhadap lesipsoriatik pada pasien yang menerima suplemen 1-hydroxyvitamin D untuk pengobatan osteoporosis berat. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa 1,25(OH)2D merupakan agen antiproliferatif pada keratinosit psoriatikyang mengalami over ekspresi dari TGF- yang memberikan hasil kemampuan 1,25(OH)2D dalam menghambat sinyal mitogenik dari lengkung pertumbuhan TGF-/ EGFR. Kemampuan imuno supresif dari 1,25(OH)2D pada sel langerhans, antigen preceting cells dari kulit, dapat juga sebagai mediasi efek sterol dalam pengobatan psoriasis, melanoma, dan scleroderma. Tidak hanya itu ternyata 1,25(OH)2D juga sangat penting pada pertumbuhan rambut dan kulit normal melalui mekanisme modulasi diferensiasi keratinosit dikulit.

5. Kontrol sistem rennin angiotensin : Sistem rennin angiotensin merupakan sistem utama dalam mengatur tekanan darah, elektrolit dan homeostatis dari volume cairan tubuh. Beberapa peneliian klinik dan epidemiologi terakhir menyimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara tidak adekuatnya pajanan sinar matahari atau rendahnya 1,25(OH)2D dalam serum dengan tingginya tekanan darah dan atau tingginya aktifitas rennin di plasma. Hal ini membuktikan 1 peranan lagi dari vitamin D yaitu sebagai regulator negative dari sistem rennin angiotensin. Penelitian yang menggunakan tikus VDR null didapatkan peninggian kadar rennin di plasma dan peningkatan produksi angiotensin II sehingga menyebabkan kondisi hipertensi, hipertrofi myokard, dan peningkatan masukan cairan.

6. Kontrol sekresi insulin : Pada eksperimen yang menggunakan binatang, defisiensi vitamin D dikaitkan dengan onset yang lebih awal dan yang lebih agresifnya penyakit Diabetes Mellitus. Hal ini kemungkinan sejalan dengan abnormalitas dari fungsi imun dan kerusakan pada sekresi insulin yang dimediasi glukosa yang disebabkan kurangnya calcitriol. Mekanisme yang saat ini dipercaya adalah dengan memodulasi ekpresi dari calbindin melalui VDR yang mengatur aliran kalsium intraseluler sehingga berefekpada pengeluara insulin di sel. Hal ini dibuktikan dengan defisiensi 1,25(OH)2D pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang selalu mengalami gangguan dalam sekresi insulin. Selanjutnya penelitian terakhir yang menemukan aktifitas 1 hidroksilase pada sel pankreas meningkatkan kemungkinan, potensi dalam vitamin D dalam mengatur sekresi vitamin D dan mencegah penyakit Diabetes Mellitus. Bidang ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.

7. Kontrol fungsi otot : Kelemahan dan atrofi otot dengan gangguan elektrofisiologi pada mekanisme kontraksi dan relaksasi otot hanya terjadi pada pasien dengan defisiensi vitamin D contohnya pada pasien gagal ginjal kronik dan penggunaan obat anti konvulsi jangka panjang yang menurunkan kadar vitamin D pada serum. Khusus pada otot jantung, 1,25(OH)2D mencegah terjadinya hiperthrofi myokard dan membantu mensintesis dan melepaskan faktor nutriuterik atrium. Pada pasien gagal ginjal kronik pemberian vitamin D secara rutin dapat memperbaiki fungsi ventrikel kiri pada pasien dengan kardiomiopati dan kelemahan otot. Mekanisme yang berlaku sebenarnya belum jelas betul dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.

8. Kontrol susunan saraf pusat : Peranan 1,25(OH)2D disusunan saraf pusat termasuk induksi dari VDR ( VDR diekspreskan diotak dan sebagian system saraf pusat dan perifer ) sehingga membantu efektifitas konduksi dari motor neuron dan sintesis faktor neurotropik ( contohnya faktor pertumbuhan sel saraf dan neutropin ) yang berfungsi mencegah kehilangan sel neuron. Penelitian terakhir juga menjelaskan bahwa 1,25(OH)2D juga merangsang ekspresi dari faktor neurotropik dari jalur glia sehingga menjadikan vitamin D sebagai kandidat potensial untuk terapi penyakit Parkinson. Hubungan yang erat antara defisiensi vitamin D dengan pertumbuhan otak yang abnormal membuat para peneliti saat ini sedang menyelidiki kemungkinan potensi dari vitamin D sebagai terapi yang potensial

untuk schizophrenia. Selain itu sudah ada penelitian pada tikus yang mengalami defisiensi vitamin D prenatal ternyata mengalami gangguan motorik hebat ketika dewasa.

KEKURANGAN VITAMIN D
Vitamin D sangat penting untuk banyak aspek kesehatan, termasuk penyerapan kalsium dan fosfor

dari makanan, serta membangun tulang yang kuat. Selain itu, vitamin D juga penting untuk regulasi hormon, pengurangan peradangan, dan fungsi optimal dari sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh. Hal
ini penting untuk perkembangan normal dan pertumbuhan sel, tulang dan gigi. Defisiensi ada bermacam-macam batasan, yaitu :

Defisiensi ringan/insufisiensi : 50nmol/L (20ng/L) Defisiensi sedang : 37.5nmol/L (15ng/L)


Defisiensi berat : 20nmol/L (8ng/L) Penyebab utama defisiensi vitamin D adalah terbatasnya paparan sinar matahari. Kulit memproduksi vitamin D apabila terkena sinar matahari. Memiliki pekerjaan dalam ruangan dan menggunakan tabir surya juga membatasi jumlah paparan sinar matahari yang diterima seseorang. Kekurangan vitamin D dapat disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan kaya vitamin D, seperti hati, telur, ikan berminyak, dan susu dan produk susu. Golongan yang beresiko menderita kekurangan vitamin D termasuk vegetarian,dan bayi, terutama bayi yang menyusui. Kekurangan vitamin D juda dapat disebabkan oleh kondisi di mana ginjal tidak dapat mengkonversi vitamin D menjadi bentuk aktifnya yang dapat digunakan oleh tubuh. Semakin bertambah usia, ginjal kurang mampu mengkonversi vitamin D menjadi bentuk aktif secara efektif. Penyakit tertentu dari sistem pencernaan juga dapat menyebabkan malabsorpsi vitamin D dari makanan di usus. Ini termasuk penyakit Crohn, penyakit celiac, dan cystic fibrosis. Obesitas dan operasi bypass lambung juga dapat menurunkan vitamin D di dalam tubuh. Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan pada tulang yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa. Karena ASI tidak mengandung vitamin D dalam jumlah yang besar, bayi yang hanya mendapatkan ASI bisa menderita rakitis, meskipun tinggal di daerah tropis jika bayi tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Kekurangan vitamin D bisa terjadi pada orang yang lebih tua karena kulit mereka menghasilkan sedikit vitamin D saat terpapar sinar matahari. Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga menjadi lembek. Gejalanya adalah kaki membengkok, ukuran kepala membesar akibat penutupan fontanel terlambat, ujungujung tulang panjang membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok, gigi terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Riketsia jarang dapat disembuhkan sepenuhnya. Sebelum ditemukan fortifikasi makanan dengan vitamin D, riketsia banyak terdapat di negara-negara dengan empat musim. Sekarang masih terdapat pada anak-anak miskin di kota-kota industri yang kurang mendapat sinar matahari.

Kejang otot (tetani) yang disebabkan oleh rendahnya kadar kalsium bisa merupakan pertanda awal terjadinya rakitis pada bayi. Bayi yang lebih besar mungkin akan terlambat untuk belajar duduk dan merangkak, dan penutupan ubun-ubun (fontanel) mengalami penundaan. Anak-anak usia 1- 4 tahun bisa memiliki kelainan lengkung tulang belakang, kaki O (bengkok ke dalam), kaki X (bengkok ke luar) dan terlambat berjalan. Anak-anak yang lebih tua atau remaja, akan merasakan nyeri bila berjalan. Osteomalasia adalah riketsia yang terjadi pada orang dewasa. Biasanya terjadi pada wanita yang konsumsi kalsiumnya rendah, tidak banyak mendapat sinar matahari dan mengalami kehamilan serta sedang menyusui. Selain itu, osteomalasia juga bisa terjadi pada mereka yang menderita penyakit saluran cerna, hati, kantung empedu atau ginjal. Pada penderita ini, tulang menjadi lembek, menyebabkan gangguan dalam bentuk tulang, terutama pada kaki, tulang belakang, toraks, dan pelvis. Gejala awalnya adalah rasa sakit seperti reumatik disertai rasa lemah, dan kadang muka menggamit (twitching), tulang membengkok (bentuk O atau X) dan dapat menyebabkan fraktur. Diagnosa rakitis atau osteomalasia berdasarkan kepada : gejala-gejalanya kram otot (pada bayi) gambaran tulang pada foto rontgen rendahnya kadar kalsium, fosfat dan vitamin D dalam darah kesulitan dalam bernapas dan tulang rapuh (dan tengkorak) rentan terhadap patah tulang Rakitis dan osteomalasia dapat diobati dengan pemberian vitamin D per-oral (ditelan) sebanyak 5 kali dosis harian yang dianjurkan, selama 2-3 minggu. Bentuk-bentuk rakitis tertentu yang diturunkan (herediter), biasanya akan membaik bila diobati dengan hormon vitamin D. Vitamin D memainkan peran yang sangat penting ketika dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Sekiranya perkembangan anak-anak terlalu lambat serta tidak adanya kemajuan yang berarti dalam pertumbuhan, ini mungkin terjadi akibat kekurangan vitamin D. Selain itu, pertumbuhan gigi yang tertunda atau tidak keluar juga berhubungan dengan kekurangan vitamin D. Kekurangan vitamin D yang parah pada anak-anak bisa terkait dengan masalah jantung tertentu yang terjadi akibat kelemahan otot jantung yang membahayakan kehidupan anak-anak ini. Kasus seperti itu jarang, namun perlu dipastikan anak-anak mendapat asupan vitamin D yang cukup untuk perkembangan normalnya.

Orang dengan asupan rendah vitamin D, terutama anak-anak perempuan, dapat menyebabkan menstruasi lebih awal. Hal ini dapat menimbulkan risiko masalah kesehatan bagi remaja putri maupun perempuan di kemudian hari. Kekurangan vitamin D sering juga dikaitkan dengan obesitas, sebagai tingkat vitamin D tidak cukup menahan produksi hormon leptin, yang mengatur lemak dalam tubuh. Kurangnya paparan sinar matahari mengganggu fungsi normal tubuh, menentukan individu untuk makan lebih dari itu perlu bagi tubuh.

KELEBIHAN VITAMIN D
Konsumsi vitamin D dalam jumlah berlebihan mencapai lima kali AKG, yaitu lebih dari 25 mikrogram (1000SI) sehari, akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan absorpsi vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan kalsifikasi berlebihan pada tulang dan jaringan tubuh, seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain. Tanda-tanda khas adalah akibat hiperkalsemia, seperti lemah, sakit kepala, kurang nafsu makan, diare, muntah-muntah, gangguan mental dan pengeluaran urin berlebihan. Bayi yang diberi vitamin D berlebihan, menunjukkan gangguan saluran cerna, rapuh tulang, gangguan pertumbuhan dan kelambatan perkembangan mental.

KEBUTUHAN VITAMIN D
Angka kebutuhan dipengaruhi : Usia. Jenis kelamin. Kadar melanin (warna kulit). Pemakaian tabir surya : SPF 8 menurunkan produksi vitamin D3 dari kulit >95%. Cuaca/musim. Waktu pajanan sinar matahari. Vitamin D3 dapat diperoleh cukup secara endogen dari paparan sinar matahari.

Paparan sinar matahari sebesar satu satuan Minimal Erythemal Dose (MED) yaitu mulai munculnya kemerahan yang ringan di kulit, sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D yang setara dengan suplementasi 10.000 20.000 IU : Paparan sinar matahari di muka dan lengan Pk 09.00 25 menit atau Pk 11.00 13.00 15 menit sudah meningkatkan konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali pemaparan. Mencegah defisiensi vitamin D : paparan sinar matahari 15 30 menit 2 3 kali/minggu atau 2 jam/minggu. Recommended Dietary Allowences (RDA) 1998, perhari : Bayi, anak, dewasa < 51 th : 200 IU (5 g) < 51 th : 400 IU (10 g) 51 70 th : 600 IU (15 g) Kehamilan dan menyusui : 200 IU (5 g) Suplementasi hingga konsentrasi 800 IU masih dianggap aman.

TOKSISITAS
Suplementasi vitamin D yang berlebihan (bukan dari BMS) misalnya karena minum susu yang difortifikasi vitamin D tinggi dan suplementasi vitamin D oral atau injeksi >40.000 IU/minggu atau >1000 IU/hari dapat menimbulkan toksisitas. Resiko toksisitas tidak akan diakibatkan oleh vitamin D dari sumber endogen, meskipun seseorang terpapar secara berlebihan dari sinar matahari. Hal ini disebabkan karena baik prokolekalsiferol dan kolekalsiferol akan mengalami proses transformasi, hanya sesuai kebutuhan, sedangkan sebagian lagi akan menjadi beberapa fotoisomer dengan aktivitas biologik yang sangat rendah. Alasan terjadinya toksisitas adalah akibat hambatan regulasi metabolisme vitamin D3 atau 25 (OH)D untuk menjadi 25(OH)D3 di hati, sehingga terjadi peningkatan kadar 25(OH)D sampai 10 20 kali normal.

Anda mungkin juga menyukai