NIM : 1914401007
PROGRAM D3 KEPERAWATAN
RIAU
2021
BAB I
A. TEORITIS KIA
A. Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini gangguan atau masalah
kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi yang
penting bagi ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pelayanan, kesehatan ibu dan
anak termasuk rujukannya dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi, dan
tumbuh kembang balita (Kepmenkes RI, 2004).Buku KIA berisi catatan dan
informasi cara memelihara dan menjaga kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan
anak (bayi baru lahir sampai anak usia 6 tahun) termasuk pola asuh anak dengan
disabilitas dan cara melindungi anak dari kekerasan dan pelecehan seksual (Buku
KIA 2015).
Salah satu tujuan dari Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan
kemandirian keluarga dalam mengelola kesehatan ibu dan anak. Ibu dan anak
merupakan kelompok paling rentan terhadap masalah kesehatan seperti kesakitan dan
gangguan gizi yang seringkali berakhir dengan kecacatan atau kematian. Upaya yang
dilakukan untuk mewujudkan kemandirian keluarga dalam mengelola kesehatan ibu
dan anak adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga melalui
penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) (Depkes RI, JICA 2004).
B. KENYATAAN KIA
Buku Kesehatan Ibu dan Anak atau buku KIA sering kali diabaikan. Padahal buku ini
menunjang pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai media komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE), serta pencatatan yang efektif dan efisien. Tak hanya berisi perkembangan
anak, berbagai informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak juga
menjadi konten dalam buku KIA.
Setiap ibu hamil mendapat 1 buku KIA. Jika ibu hamil atau melahirkan bayi kembar,
maka ibu memerlukan tambahan satu buku KIA. Buku KIA tersedia di Posyandu,
Polindes/Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, bidan praktik, dokter praktik,
rumah bersalin, dan rumah sakit.
Berdasar survei tumbuh kembang anak yang dilakukan The Asian Parents pada Januari
2020, sebanyak 29 persen ibu belum mengetahui dengan benar tahapan yang sesuai
dengan usianya.
Padahal, lanjutnya, sumber informasi mengenai kesehatan ibu dan anak sudah bisa
didapatkan melalui buku KIA. "Banyak alasan yang ditemukan di lapangan jika
kebanyakan ibu merasa tidak ada waktu untuk mengakses buku penting tersebut," ucap
Soedjatmiko.
Karena itulah Soedjatmiko tak hentinya mengingatkan kepada para orang tua agar
memanfaatkan buku KIA dengan semaksimal mungkin. Sebab melalui buku tersebut
orang tua bisa memantau secara konsisten tahapan tumbuh kembang anak.
"Apakah tahapan anak sudah sesuai dengan milestone-nya setiap tahun, gizi apa yang
dibutuhkan, stimulus apa yang perlu dilakukan orang tua untuk menunjang tumbuh
kemang anak," ucapnya.
Sebab, menurutnya stimulasi yang disesuaikan dengan usia anak dapat mendukung
tumbuh kembangnya secara optimal, terutama di 1.000 hari pertama kehidupannya."Di
masa ini perkembangan otak dan pertumbuhan fisik berlangsung begitu pesat. Eksplorasi
merupakan salah satu bentuk stimulasi anak untuk mendukung tumbuh kembangnya,"
ujar dia.
C. KESENJANGAN KIA
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985.
Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data yang cepat
sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam wilayah
kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya, berkembang
menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya Universal Child
Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya cakupan program
imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan PWS dengan
indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan KIA meningkat, karena
adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu (ekonomi, pendidikan, sosial
budaya, dsb).
Dengan demikian maka PWS KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data,
analisis dan penelusuran data. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus
(AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan
beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia
masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000
kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran hidup.
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka
terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu
meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih
tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada
9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam.