Anda di halaman 1dari 12

PENGUATAN KEDT'DUI(AN DAN PEMBATASAN

KEKUASAAN PRESIDEN DALAM PERUBAIIAN UUD1945

A. Rosyid Al Atok
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan' Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang

Abstract: The four-time amendments ofthe Constitution 1945 have brought quite big implications in
the structures of Indonesian constitutional law It is particularly on the organization of the state
institutions dealing with the classes, residences, duties, and mandates of the institutions. Take, for
example, the president, Before the amendments, president as the holder of the executive power was
judged executive heavy. On the other hand, after the amendments, there is a quite significant power
resfiietion. However, there is also a strengthening; the president is chosen directly by the peoples.
As the result, he has strong political legitimacy. Here, the power restriction of the president is done
through controls of the Parliament. The conhols include the mechanisms ofjudgments and agree-
ments of the Parliament on some authorities that fi,rlly belonged to the president before, On one side,
the restriction gives a positive impact in avoiding abuse of power, On the othet side, it also emerges
another problem in the statc running because it looks excessive and not proportional,

Abstrak Perubahan UU D 1945 yang telah dilalarkan sebanyak empat kali perubahan telah membawa
implikasi yang culcrp besar dalam sfiuktur ketatanegaraan lndonesia, khususnya berimplikasi terhadap
pcnataan kelembagaan negara yang berkaitan dengan jenis, kedudukan, tugas, dan wewenang
lembagaJembaga negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutifyang sebelum perubahan
dinilai mempunyai kekuasaan terlalu besar (e.x eeulive heavy), setelah perubdran UUD 1945 mengalami
pembatasankekuasaanyangculnrp signifikan, Namun disampingitujugadiberikan penguatan melalui
dipilih secara langsung oleh ralEat, sehingga mempunyai legitimasi politik yang kuat. Pembatasan
kekuasaan Presidcn dilakukan dengan melakukan pcngawasan melalui mekanisme pertimbangan
danlatau persetujuan dari DPR terhadap beberapa kewenangan yang sebelumnya menjadi
kewenangan penuh Presiden. Di satu sisi pembatasan tersebut dapat berdampak positif dalam
meughindari terjadinya penyalahgunaan kelcrsasan yang sebelum diapnang sering terjadi, namun di
sisi lain tenryata juga dapat menimbulkan problem tersendiri dalam praktek penyelenggaraan negara"
karena dipandang cularp berlebihan dan kurang proporsional.

Kata Kunci: Pembatasan Kekuasaan, Presiden, Perubahan UUD 1945

Salah satu alasan dilakukannya perubahan UUD kekuasaan Presiden yang sebelumnya sangat
1945 adalah struktur UUD 1945 menempatkan dominan. Tetapi, selain itu juga ditetapkan
dan memberikan kekuasaan yang besar terhadap ketentuan yang menguatkan kedudukan Presiden
pemegang kekuasaan eksekutif, yeitu Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara
tanpa disertai dengan sistem cheel<s and balwtees yang dipilih seoara langsung oleh rakyat.
yang memadai (Pratiknya, I 999: 100). Karena itu,
salah satu hal yang ingin dicapai dalam perubahan PENGUATAN KEDUDUKAN PRESIDEN
UUD 1945 adalah memboikan pembatasan MELALUI PEMILMAN SNCARA LANG.
kepada kekuasaan Presiden sebagai pemegang ST]NG
kekuasaan eksekutif, sehingga tidak lagi membuka
peluang terjadinya dominasi eksekutif dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 pada Pasal 6A
penyelenggaraan pemerintahan negara. Ayat (1) menentukan: "Presidcn dan Wakil
Dari empat kali perubahan UUD 1945 telah Presiden dipilih dalam satu pasangan seeara
ditetapkan beberapa ketentuan untuk membatasi langsung oleh rakyat". Ketentuan ini telah
2 Jarnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l, Pebruari 2011

mengubah sistem pemilihan Presiden dengan tidak langsung dan pasangan yang memperoleh suara
lagi dipilih oleh MPR sebagaimana ketentuan Pasal terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
6 Ayat(2) UUD 1945 sebelum diubah. Perubahan Presiden.
sistem pemilihan Presiden tersebut membawa Ketentuan yang cukup berat tersebut
beberapa implikasi, yaitu: (1) Kedudukan Presiden dimaksudkan untuk memberikan validitas yang
adalah kuat karena tidak tergantung pada MPR; tinggi terhadap kekuasaan Presiden karena betul-
(2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada betul dipilih oleh mayoritas rakyat dari seluruh
MPR melainkan bertanggung jawab kepada rakyat daerah. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
dan konstitusi; (3) MPRtidak dapat menjatuhkan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial,
Presiden, kecuali melalui mekanisme impeach- sebagaimana dikemukakan Verney (Lijphart,
mentyungtelah diatur dalam LIIJD 1945. 1999:35-50) tidak ada fokus kekuasaan karena
Pemilihan dan pertanggungj awaban Presiden kekuasaan terbagi ke cabang-cabang atau
oleh dan kepada MPR telah dinilai oleh bebarapa lembaga negara yang ada, sehingga dibutuhkan
pihak menjadikan sistem pemerintahan yang tidak Presiden yang secara politis merasa lebih kuat
jelas. Sumantri (1989:116) menilai sebagai sistem kedudukannya daripada para wakil rakyat karena
campuran antara presidensial dan parlementeq presiden dipilih oleh seluruh rakyat sedang para
sedang Koesnardi dan Harmaily Ibrahim wakil rakyat dipilih oleh sebagian rakyat.
(1988:180) menilai sebagai quasi presidensial. Penguatan kedudukan Presiden yang tidak
Tetapi dengan pemilihan Presiden secara langsung lagi tergantung pada MPRjuga diimbangi dengan
oleh rakyat tersebut mempertegas bahwa sistem pembatasan kekuasaan Presiden. Pembatasan
pemerintahan RI yang digunakan adalah sistem dituangkan dalam periode jabatan maupun
pemerintahan presidensial. Tiga prasyarat utama pembatasan beberapa kewenangan yang berkaitan
sistem pemerintahan presidensial yang dengan kedudukannya sebagai kepala
dikemukakan oleh Sartori (1997:84) telah pemerinta}an dan kepala negara, sehingga kuatnya
terpenuhi, yaitu: (1) Presidenyang dipilih langsung kedudukan tersebut tidak mengarah pada
oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu; (2) sentralisme kakuasaan di tansan Presiden.
Dalam masa jabatannya Presiden tidak dapat
dijatuhkan oleh parlemen; (3) Presiden rnemimpin PEMBATASAN PERIODE JABATAN
lan gsung pemerintahan yang dibentuknya. PRESIDEN
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh
rakyat secara langsung dalam satu pasangan, Pembatasan periode jabatan Presiden
ternyata disertai dengan persyaratan yang cukup merupakan salah satu upaya untuk mencegah
berat. Persyaratan tersebut adalah perolehan terjadinya pemegang jabatan kekuasaan yang
suara mayoritas mutlak dengan persyaratan terus menerus yangdiyakini akan menjadi sumber
distribusi teritorial. Menurut Pasal 64' Ayat (3) keabsolutan dan penyimpangan kekuasaan.
Perubahan Ketiga UUD 1945, bahwa pasangan Karena itu pada Perubahan Pertama UUD 1945
yang bersangkutan harus mendapat suara lebih dilakukan perubahan ketentuan Pasal 7 yang
dari lima puluh persen darijumlah suara dalam semula menentukan "Presiden dan Wakil Presiden
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh memegang jabatannya selama masa lima tahun.
persen suara di setiap propinsi yang tersebar di dan sesudahnya dapat dipilih kembali", diubah
lebih dari setengah jumlah propinsi yangada. menjadi "Presiden dan Wakil Presiden memegang
Bagaimana jika dalam pemilihan umum j ab atan se I am a I ima tahun, dan se sudah ny a dapat
temyata tidak ada pasangan calon Presiden dan dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
Wakil Presi den yang memperol eh suara mayoritas untuk satu kali masa jabatan".
mutlak dan memenuhi persyaratan distribusi Dengan perubahan tersebut maka periode
teritorial? perubahan keempat UUD 1945 pasal masa j abatan hesiden dan Wakil Presiden menj adi
6A ayat (4) menentukan bahwa dalam hal tidak lebih tegas, yaitu hanya boleh memegang jabatan
ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sama selama dua kali atau periode. Dengan
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh demikian kej adian seseorang menj abat presiden
suara terbanyak pertama dan kedua dalam sebanyak 6 (enam) periode, masa pemerintahan
pemilihan umum dipilih lagi oleh rakyat secara Presiden Soeharto, tidak terulan glagi. Meskipun
AtokPenguatanKedudul@ndanPembatasanKekuasaanPresidendalamPerubahanU|JD19453

dengan kata berhenti adalah berhenti atas


kemauan sendiri.
Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 7A
dan/
menentukan bahwa pemberhentian Presiden
dapat
atau Wakil Presiden dalam masajabatannya
dilakukan oleh MPR atas usul DPR" baik apabila
Presiden danl atat Wakil Presiden terbukti telah
melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi'
p"nyouputt, tindak pidana berat lainnya' atan
perbuatan tercela, maupun apabila terbukti
tidak
iagi memenuhi syarat sebagai Presiden danlatatt
WakilPresiden.
Pemberhentian oleh MPR, atau berhenti atas
membuka peluang terjadinya penylmpangan
di permintaan sendiri, atau mangkat, atau tidak dapat
kekuasaan karena terlalu lama berada pada salah
melakukan kewajibannya, bisa terjadi
sendiri-sendiri antara Presiden dan
satu secara
Wakil Presiden, tetapi juga bisa terjadi pada
pada
keduanya secara bersamaan' Jika terjadi
salah satu secara sendiri-sendiri, baik
Presiden
atau Wakil Presiden, maka akan ada kekosongan
secara
Waki I Pre siden. Jika terj adi pada keduanya
Presiden
bersamaan. maka akan ada kekosongan
dan Wakil Presiden sekaligus'
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil
Pasal 8
Presiden, Perubahan Ketiga UUD 1945
Ayat (2) menentukan bahwa selambat-lambatnya
Aatam waktu enam Puluh hari'MPR
j abatanPresi den sebelumnYa' Wakil
menyelenggarakan sidang untuk memilih
Kedua permasalahan tersebut ternyata oleh
UUD Presiden dari dua calon yang diusulkan
tidak diatur dalam empat kali perubahan Presiden dan
semacam Presiden. Jika terjadi kekosongan
1945. Padahal mestinya hal mendasar Keempat
konstitusi' dan tidak Wakil Presiden sekaligus, Perubahan
itu menjadi muatan materi bahwa
g' UUD 1945 Pasal 8 Ayat (3) menentukan
cukup diatur melalui Undan g-Undan pelaksana tugas
yang bertindak sebagai
l"pi"riA.,tan adalah Menteri Luar Negeri'
PENGGANTIAN PRESIDEN DALAM Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan
MASA JABATAN
secara bersama-sama' Kemudian selambat-
lambatnya 30 hari, MPR menyelennggarakan
sidang untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden
Wakil
dari dua pasangan calon Presiden dan
Presiden yang cliusulkan oleh partai politik atau
calon
gubungarl paitai politik yang pasangan
F.".id!tt dan Wakil Presidennya meraih suara
pemilihan
terbanyak pertama dan kedua dalam
abatannya'
umuln sebel umnya, sampai habis masaj
Pemberian batas waktu Pengisian
Presiden
kekosongan pemangku jabatan Wakil
waktu
selambai-larnbatnya 60 hari dan batas
j Presiden
pengisian kekosongan pemangku abatan
sel ambat-
ian-Wakil P residen secara bersam aan
lambatnya 30 hari tersebut di atas' menunjukkan
bahwa kedua jabatan tersebut tidak boleh
4 Jurnal pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l, Pebruari 201 I

dibiarkan mengalami kekosongan terlalu lama, mempertahankan keberadaan sistem pemerin-


mengingat pentingnya kedudukan kedua jabatan tahan presidensial.
tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan Perubahan Pertama UUD 1945 pada Pasal
sehari-hari. l7 Ayat (2) hanya berkaitan dengan perubahan
Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 menentukan redaksional terhadap istilah diperhentikan diubah
bahwa Presiden dalam melakukan kewajibannya menjadi diberhentikan, sehingga secara substansial
dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Pasal tidak membawa implikasi apapun. Kewenangan
tersebut memang tidak menyebutkan secara agak pengangkatan dan pemberhentian para menteri
lebih terperinci mengenai tugas Wakil Presiden. tetap menjadi kewenangan Presiden secara penuh
Namun dari ketentuan UUD 1945 dan perubahan- yang tidak dapat dicampuri oleh lembaga negara
perubahannya dapatdisimpulkan bahwa adatiga lainnya.
fungsi dari Wakil Presiden, yaitu: (1) sebagai Perubahan Pertama UUD 1945 Pasal 17
pembantu pelaksanaan tugas dari Presiden, (2) Ayat (3) berkaitan dengan kedudukan menteri-
sebagai wakil Presiden ketika Presiden menteri dalam pemerintahan. Sebelum perubahan,
berhalangan, dan (3) sebagai pengganti Presiden ayat tersebut berbunyi: "Menteri-menteri itu
apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, memimpin departemen pemerintahan". Kalimat
atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam tenebut kemudian diubah menjadi: "Setiap menteri
masa jabatannya. membidangi urusan tertentu dalam pemerin-
tahan". Perubahan pada Pasal 17 Ayat (3) ini
PEMBATASAN KEKUASAAN PRESIDEN merupakan upaya untuk melegitimasi dalam
SEBAGAI KEPALA NEGARA DAN praktek pembentukan kabinet selama ini yang
KEPALA PEMERINTAHAN ternyata tidak semua menteri memimpin
departemen. Kenyataan yang ada menunjukkan
Salah satu ciri dari sistem pemerintahan bahwa berdasarkan tuntutan kebutuhan, di
Presidensial menurut Sartori (1997:84) adalah samping menteri-menteri yang memimpin
Presiden memimpin langsung pemerintahan yang departemen ternyata juga diperlukan beberapa
dibentuknya. Hal ini berarti bahwa Presiden adalah menteri yang mengurusi bidang tertentu di luar
eksekutif tunggal yang memegang sekaligus departemen. Keberadaan Menteri Koordinator,
jabatan kepala pemerintahan dan kepala negara, Menteri Sekretaris N egarq dan beberapa Menteri
sehingga terjadi peleburan kekuasaan serimonial yang tidak memimpin depaltemen, seperti Menteri/
yang melekat pada kepala negara dan kekuasan Kepala Bappenas, Menteri Peranan Wanita, dan
politikyan g melek at pada kepala pemeri ntahan. sebagainya adalah tuntutan kebutuhan dalam
Penyatuan kekuasaan serimonial dan kekuasan praktek pemerintahan. Untuk menghilangkan
politik pada Presiden tersebut menjadikan kerancuan antara menteri yang memimpin
kekuasaan Presiden sangat luas, namun bukan departemen dan yang tidak memimpin
berarti tak terbatas. departemen, istilah Departemen yang digunakan
UUD 1945 menyatakan:
Pasal 4 Ayat (1) untuk menyebut institusi kementerian dihapuskan
"Presiden Republik Indonesia memegang dan diganti dengan Kementerian. Misalnya,
kekuasaan pemerintahan menurut Undang- sebutan Departemen Pendidikan Nasional diganti
Undang Dasar." Ketentuan ini tidak mengalami dengan Kementerian Pendidikan Nasional.
perubahan apa pun. Perubahan yang berkaitan Meskipun Presiden mempunyai kewenangan
dengan kekuasaan eksekutif Presiden adalah penuh untuk mengangkat dan memberhentikan
perubahanPasal 17 Ayat(2), (3), dan (4)pada para menteri, namun Presiden tidak mempunyai
Perubahan Pertama UUD 1945. keleluasaan untuk menentukan kementerian
Pasal t7 Ayat (1) UUD 1945 juga tidak negara yang dibidangi oleh para menteri.
mengalami perubahan. Pasal ini menentukan Perubahan ketiga UUD 1945 pasal 17 ayat (4),
bahwa Presiden dibantu oleh menteri-menteri menentukan bahwa pembentukan, pengubahan,
negara. Hal ini memang merupakan ciri dari dan pembubaran kementerian negara diatur dalam
sistem pemerintahan presidensial, yaitu para undang-undang. Ketentuan ini merupakan salah
menteri berkedudukan sebagai pembantu Presiden satu upaya untuk membatasi kekuasaan Presiden
dan karena itu hanya bertanggungjawab kepada sebagai kepala pemerintahan agar tidak
Presiden. Tampaknya perubahan UUD 7945 tetap membentuk, mengubah, atau membubarkan suatu
Atoh penguatan Kedudukan dan Pembatasan Kehtasaan Presiden dalam Perubahan U(ID 1945 5

kementerian negaratertentu dengan mudah sesual sebagai kepala negara adalah kekuasaan yang
dengan kehendaknya sendiri. Sebab keberadaan tertuang dalam Pasal 10, 17, 12, 13, 14, dan 15,
suatu kementerian negara berkaitan dengan yaitu kekuasaan dalam hal: (1) pemegang
masalah pelayanan publik atau kepentingan umum' kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
sehingga keberadaannya harus diatur dengan Angkatan Laut, danAngkatan Udara (Pasal 10);
undang-undang. Kasus pembubaran Departemen (2) menyatakan perang, membuat perdamaian dan
Sosial dan Departemen Penerangan oleh Presiden perjanjian dengan negara lain (Pasal 11); (3)
Abdurrahman Wachid, merupakan faktor yang menyatakan keadaan bahaya (Pasal I\; @)
mendorong lahirnya ketentuan tersebut- mengangkat dan menerima duta dan konsul (Pasal
Pengaturan lebih lanjut tentang kementerian negara 13); (5) memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
ini diaturdengan UU No' 3912008 tentang rehabilitasi (Pasal 14); (6) memberi gelaran, tanda
Kementerian Negara. jasa dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15).
Mengenai kewenangan Presiden dalam hal Kekuasaan Presiden sebagai pemegang
keuangan negara, sejak semula UUD 1945 telah kekuasaan tertinggi angkatan perang (angkatan
membatasi kewenangan tersebut melalui darat, laut, da:r udara) sebagaimana dalam Pasal
instrumen persetujuan DPR dan Undang-Undang. 10 UUD 1945 tidak mengalami perubahan apa
Meskipun ada perubahan ketentuan pada Pasal pun. Namun dalam hal pengangkatan Panglima
23 UUD 1945,tetapi perubahan tersebut tidak TNI yang semula menjadi wewenang penuh
banyak berimplikasi terhadap perubahan Presiden, karena memang tidak diatur dalam U UD
kewenangan Presiden dalam mengajukan usul 19 4 5, dalampelaksanaannya kemudian diberikan

rancangan undang-und ang anggaran pendapatan pembatasan melalui Ketetapan MPR No.VIV
dan belanja negara kePada DPR dan MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional [n-
membahasnya bersama. donesia dan Kepolisian Negara Republik Indone-
Satu-satunya perubahan yang menimbulkan sia. Pasal 3 Ayat (3) Ketetapan MPR tersebut
implikasi adalah perubahan ketiga UUD 1945 menyatakan bahwa pengangkatan dan
pasal 23A yang menentukan bahwa pajak dan pemberhentian Panglima TNI dilakukan oleh
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk Presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR.
keperluan negara diatur den gan undan g-undan g. Pembatasan kewenangan dalam pengangkatan
Ketentuan ini merupakan perubahan dari Pasal dan pemberhentian Panglima TNI tersebut
23 Ay at (2) y angsebelumnya menentukan bahwa seharusnya menjadi materi muatan dari Undang-
segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Dasar.
undang-undang. Jika berdasarkan ketentuan Sejak semula UUD 1945 Pasal 17 dan 12,
sebelumnya, Presiden mempunyai keleluasaan sebelum diubah, sudah membatasi bahwa
untuk melakukan pungutan di luar pajak tanpa kekuasaan Presiden dalam menyatakan perang,
harus diatur dengan undang-undang, sehingga membuat perdamaian dan perjanjian dengan
membuka peluang bagi Presiden untuk lebih negara lain serta kekuasaan dalam menyatakan
leluasa melakukan korupsi dan penyalahgunaan keadaan bahaya, harus dilakukan dengan
keuangan negara melalui instrumen Keppres atau persetujuan DPR. Hanya saja tidak adaketegasan
pun Inpres. Tetapi dengan adanya perubahan mengenai perjanj ian intemasional yang bagaimana
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23A tersebut, yangharus mendapatkan persetujuan DPR. Sebab
maka pungutan-pungutan yang bersifat memaksa jikasemua pembuatan perjanjian internasional
di luar pajak pun harus diatur dengan undang- harus mendapatkan persetujuan DPR maka akan
undang, sehingga keleluasaan Presiden untuk menyulitkan gerak pemerintahan dalam membina
melakukan pungutan menjadi terbatas, dan peluang hubungan internasional' Karena itu kemudian
untuk korupsi dan penyalahgunaan keuangan dilakukan Perubahan Ketiga UUD 1945 pada
negara dapat dih indari. Pasal 11 dengan menambah 2 ayat yang bisa
Perubahan UUD 1945 juga memberikan memberikan ketegasan, yaitu Ayat (2) dan (3).
pembatasan terhadap kekuasaan Presiden sebagai Pasal 11 Ayat (2) menegaskan bahwa perjanjian
kepala negara. Menurut Penjelasan UUD 1945 intemasional yang harus mendapatkan persetujuan
sebelum dilakukan perubahan, meskipun sudah DPR adalah perjanjian internasional yang
dinyatakan bukan lagi bagian dari UUD 19 45, y ang menimbulkan akibatyang luas dan mendasarbagi
dipresentasikan sebagai kekuasaan Presiden kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
6 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l, Pebruari 201 I

keuangan negara, dan/atau mengharuskan kekuasaan antara keduanya. Dalam praktek,


perubahan atau pembentukan undang-undang. ketentuan-ketentuan yang demikian itu sering
Sedang kekuasaan Presiden dalam dijadikan sebagai alat legitimasi pemaksaan
mengangkat dan menerima duta dan konsul kepentingan tertentu oleh kedua belah pihak.
terdapat perubahan yang cukup berarti. Kalau Dengan berlindung di bawah klausul
sebelum perubahan, Pasal 13 Ayat (1) dan (2) "memperhatikan pertimbangan" bisa saja Presiden
UUD 1945 memberikan kewenangan penuh meskipun telah memperhatikan pertimbangan yang
secara prerogatif kepada Presiden untuk diberikan oleh DPR tetap mengambil keputusan
mengangkat dan menerima dutadan konsul, maka sesuai dengan pertimbangannya sendiri dengan
setelah dilakukan Perubahan Pertama UUD 1945 alasan bahwa pertimbangan dari DPR itu sifatnya
pada Ayat (2) dan penambahan pada Ayat (3), tidak mengikat. Sebaliknyajika pertimbangan yang
Presiden dalam mengangkat duta dan menerima diberikan oleh DP& meskipun telah diperhatikan
penempatan duta negara lain harus tetapi tidak dapat mempengaruhi keputusan
memperhatikan pertimbangan DPR. Sedang Presiden, rnaka bisa dijadikan alasan bagi DPR
dalam hal pengangkatan dan penerimaan untuk menuduh Presiden telah melanggar konstitusi
penempatan konsul masih menjadi kewenangan karena tidak memenuhi pertimbangan yang
penuh Presiden. diberikan oleh DPR. Atau bisa terjadi, untuk
Ketentuan mengenai pengangkatan dan menghindari konf'lik atau membagi tanggungjawab
penerimaan duta yang harus memperhatikan bersama secara politis, Presiden akan selalu
pertimbangan DPR didasarkan pemikiran atas memenuhi pertimbangan DPR. Jika hal ini terjadi
kedudukan duta yang sangat strategis sebagai maka ketentuan konstitusi yang berbunyi
wakil dari negara dan bangsa sehingga DPR perlu "memperh atikan pertimbangan " itu secara aktual
memberikan pertimbangan. Namun ada sesuatu akan menjadi "dengan persetuj uan".
hal yangperlu diperhatikan sebagai implikasi dari Ketentuan untuk "memperhatikan
ketentuan perlunya pertimbangan DPR dalam pertimbangan" DPR juga berlaku kepada Presiden
penerimaan duta negara lain. Sesuai dengan dalam memberi amnesti dan abolisi, sedang dalam
kelaziman diplomatilq pemberian persetuj uan atas memberi grasi dan rehabilitasi Presiden
pencalonan duta negara asing cukup dilakukan oleh memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
kepala negara atau kepala pemerintahan dari Ketentuan tersebut diatur dalam Perubahan
negara penerima. Pemberian pertimbangan oleh Pertama UUD 1945 Pasal 14 Ayat (1) dan (2)
DPR bisa mengakibatkan lambatnya persetuj uan, yang merupakan hasil perubahan dari Pasal 14
karena DPR harus sidang pleno yang tidak setiap yang sebelumnya dalam hal-hal tersebut Presiden
saat bisa diagendakan. Hal ini bisa menimbulkan mempunyai kewenangan penuh.
persepsi yang keliru dan dianggap sebagai tindakan Dipilihnya klausul "memperhatikan
yang kurang bersahabat baik oleh negara pengirim pertimbangan" dalam berbagai ketentuan di atas
maupun pribadi calon duta yang bersangkutan. tampaknya dimaksudkan bukan semata-mata
Karenanya mungkin akan diberikan perlakuan untuk mengambil alih kewenangan Presiden, tetapi
yang sama, yaitu memperlambat proses lebih sebagai upaya melakukan kontrol agar
persetujuan, bagi calon duta dari Indonesia di Presiden tidak semena-mena dalam menggunakan
negara terkait. Jika hal ini terjadi maka akan dapat kewenangan-kewenangan tersebut. Sebab, kalau
merusak keharmonisan hubungan bilateral dengan dimaksudkan untuk membatasi maka klausul
negara lain. "memperhatikan pertimbangan" kurang tepat dan
Klausul "memperhatikan pertimbangan" kurang efektif.
mengandung makna yang mengambang dan Selanjutnya dalam Perubahan Pertama
kurang tegas. Apakah pertimbangan yang diberikan UUD 1945 Pasal 15 ditentukan bahwa Presiden
oleh DPR tersebut bersifat fakultatif atau memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda
mengikat bagi Presiden? Dalam praktek kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari bisa Kalimat "yang diatur dengan undang-undang"
saja klausul pertimbangan tersebut dipenuhi merupakan klausul tambahan yang sebelumnya
melalui kompromi dan lobi antara Presiden dan tidak ada. Perubahan ketentuan tersebut memang
DPR, tetapi sebagai suatu ketentuan konstitusi membatasi bahwa dalam memberi gelar, tanda
bisa menimbulkan ketidakpastian pembagian jas4 dan tanda-tanda kehormatan lainnya Presiden
dalam Perubahan uuD 1945 7
Atok penguatan Kedudukan dan Pembatasan Kekuasaan Presiden

Perubahan kedua ketentuan tersebut


dibatasi oleh undang-undang' Hanya saja tidak
dimaksudkan untuk memindahkan kekuasaan
ada petunjuk mengenai materi yang seharusnya
memegang undang-undang dari tangan Presiden
dan yang dilarang dalam undang-undang yang
ke DPR. Hal ini memang merupakan pengukuhan
harus dibuat.
Pasal 12 UUD 1945, yang tidak mengalami kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif dan
perubahan apapun, juga menentukan bahwa menghilangkan kerancuan kedudukan Presiden
yang selama ini sebagai pemegang kekuasaan
Presiden menyatakan keadaan bahaya yang
Lrcemtif sehtigus memegang kekuasaan legislatif
syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan
meskipun harus dengan persetujuan DPR'
undang-undang. Ketentuan tersebut terlalu umum
dan tidak dapat dijadikan sebagai pedoman
Namun upaya untuk menghilangkan
kerancuan dan pengukuhan kekuasaan legislatif
kewenangan apa yang boleh dilakukan oleh
tersebut ternyata tidak disertai dengan pengaturan
seorang Fresiden jika negara dalam keadaan
(tfre mekanisme yang mendukungnya secara efektif'
darurat. Dalam prespektif Negara Hukum
Kerancuan itu terjadi karena meskipun Presiden
Rule of Law or Rechtsstaat), menurut
tidak lagi dinyatakan sebagai pemegang kekuasaan
Asshiddiqie (2001: l7), kalaupun negara berada
yang membentuk undang-undang, tetapi Presiden
dalam keadaan darurat, maka kewenangan
mempunyai kewenangan untuk membahas dan
dapat dilakukan oleh seorang kepala pemerintahan
pun menyetujui rancangan undang-undang dalam
berkenaan dengan keadaan darurat itu sendiri
harus diatur pula dalam konstitusi dengan rincian
derajat yang sama dengan DPR' Menurut
Perulahan Ketiga UUD 1945 Pasal20 Ayat (2)'
pelaksanaan ditentukan dalam undan g-undang'
Semua ketentuan dalam UUD 1945 dan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan
perubahan-perubahann y a y ang menenentukan
bersama. Tanpa persetujuan Presiden suatu
agar sesuatu hal diatur dengan undang-undang
rancangan undang-undang tidak dapat ditetapkan
te'rnyata tidak disertai dengan arahan mengenai
menjadi undang-undang oleh DPR'
materi yang seharusnya dan yang dilarang dalam
suatu Kekuasaan Presiden dan DPR dalam
undang-undang yang bersangkutan' Padahal'
membahas dan menyetujui suatu rancangan
konstiiusi, sebagaimana dikemukakan Kelsen
(199 5 :26I) diantaranya harus memuat ketentuan
undang-undang memang berimbang, sebab
masing-masing tidak mempunyai hak velo apa
pun'
tentang isi undang-undang yang akan dibual
bukan
Mekanisme yang demikian ini memang dapat
hanya -emuat ketentuan-ketentuan mengenai
menciptakan checks and balances yang efektif'
o.gur,-orgun pembentuk dan pro sedur pembuatan
tetapi j uga dapat men imb ulkan berl arut-larutnya
uiuttg-*a*g, melainkan juga memuat mengenai
suatu pembahasan dan persetujuan rancangan
isi dari undang-undang yang harus dibuat tersebut'
undang-undang. Hal ini juga dapat menyebabkan
baik yang bersifat positif yang mengharuskan jika masing-masing mempunyai
kemacetan
sesuatu isi tertentu dari suatu undang-undang'
suatu pandangan yang berbeda dan tidak mau saling
maupun yang negatif yang bersifat melarang
isi tertentu dari suatu undang-undang'
mengaiah dan menerima' Upaya untuk
menciptakan checks and balances antar dua
lembaga negara harus disertai denganjalan keluar
KERANCUAN PEMBATASAN KEKUA-
dari kemacetan yang kemungkinan terjadi' Jalan
SAAN PRSESIDEN DALAM PEMBEN-
keluar tersebut biasanya berupa hak veto dari
TUKAI\ UNDANG-UNDAIIG
masing-masing pihak dan hal tersebut merupakan
materi muatan konstifusi.
Perubahan pertama UUD 1945 pada Pasal 5
yang Jalan keluar dari kemacetan yang mungkin
Ayat (1) telah mengubah kekuasaan Presiden
undang- terjadi dapat ditentukan lebih rinci melalui undang-
,".oiu *"-egang kekuasaan membentuk
,rrriung, sesuai ketentuan perubahan kedua UUD
undang dengan persetujuan DPR menjadi berhak
kepada 1945 Pasal 22A yang menyatakan bahwa
mengaj ukan rancangan undang-undang
perubahan ketiga ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
DPR Kemudian diikuti dengan
pembentukan undang-undang diatur. dengan
UUD 1945 Pasal 20 Ayat (1) yang semula
undang-undang... Prinsip-prinsip dasar seharusnya
menentukan bahwa tiap-tiap undang-undang
DPR diatur dalam UUD untuk menjadi pedoman bagi
menghendaki penetujuan DPR' diubah menjadi
undang-undang. Tujuannya untuk menghindari
mernegang kekuasaan membenfuk undang-undang'
8 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor t , Pebruari 201 I

adanya kemungkinan terj adinya pengaturan daripada memberikan jalan keluar yang efektif
undang-undang di luar ketentuan UUD atau untuk penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
adanya undang-undang yang mengatur materi Ketig4 mekanisme pembentukan undang-undang
muatan UUD dan bukan mengatur pelaksanaan secara darurat sudah tidak diberi ruang lagi dalam
UUD. proses pembentukan undang-undang, sebab pada
Perbahan pertama UUD 1945 Pasal 20 Ayat setiap awal masa persidangan DPR akan
(4) menentukan bahwa Presiden mengesahkan menyampaikan agenda program legislasi nasional
rancangan undang-undang yang telah disetujui sehin gga kemungkinan kebutuhan undang-undang
bersama urtuk menj adi undang-undang. Selanjufrrya sudah dapat diantisipasi sejak awal (Susanti, 2000:
Perubahan kedua UUD 1945 Pasal 20 Ayat (5) 202-203).
menetukan bahwa dalam hal rancangan undang- Apabila kewenangan Presiden dalam
undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari Undang-Undang itu diletakkan dalam konteks
semenjak rancangan undang-undang tersebut kewenangan presiden sebagai pembenfuk undang-
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah undang dengan persetujuan DPR yang telah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. dihapus, maka relevansinya memang dapat
Ketentuan tersebut tidak mengandung masalah, dipertanyakan. Tetap i j i ka kewenangan Pre s iden
sebab pengesahan Presiden tersebut bukan tersebut diletakkan satu paket dalam konteks
termasuk kekuasaan yang bersifat politis, melainkan kewenangan Presiden menyatakan keadaan
hanya bersifat administratif. Presiden kemungkinan bahaya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12,
telah menyetujui suafu riurcangan undang-undang maka hal tersebut masih dapat dipahami. Untuk
tetapi kemudian tidak mau mengesahkannya itu perlu penegasan UUD 1945 dalam konteks apa
menjadi undang-undang, tetapi kemungkinan kewenangan Presiden tersebut diberikan. Selain
tersebut kecil terj adi. itu perlu ditentukan pula bahwa pengaturan lebih
Penghapusan kekuasaan membentuk lanjut mengenai pe|aksanaan wewenang tersebut
undang-undang pada Presiden tersebut temyata diatur dengan undang-undang, sehingga
juga tidak diikuti dengan penghapusan kekuasaan mempersempit kesempatan Presiden untuk
Presiden dalam menetapkan perafuran pemerintah mennggunakan kewenangan itu sebagai alat
sebagai pengganti undang-undang sebagaimana legitimasi penyalahgunaan kekuasaan.
ditetapkan dalam Pasal22 Ayat (1), (2), dan (3) Sebagai lembaga eksekutif, Presiden
UUD 1945 yang tidak mengalami perubahan apa mempunyai tugas melaksanakan undang-undang.
pun. Menurut ketentuan pasal tersebut, bahwa Untuk itu Pasal 5 Ayat (2),yangtidak mengalami
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, perubahan apa pun. menentukan bahwa Presiden
Presiden berhak menetapkan peraturan menetapkan peraturan pemerintah untuk
pemerintah sebagai pengganti undang-undang menjalankan undang-undang sebagaimana
(Perppu). Perppu tersebut harus mendapat mestinya. Persoalannya adalah, apakah
persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya, kewenangan Presiden dalam menetapkan
jika tidak mendapat persetujuan maka harus peraturan pemerintah tersebut termasuk dalam
dicabut. lingkup kekuasaan di bidang legislatif atau
Beberapa pihak beranggapan bahwa eksekutif. Jika dilihat dari bunyi ayat tersebut di
wewenang Presiden untuk menetapkan Perppu atas, maka jelas kewenangan Presiden itu dalam
tersebut sudah tidak relevan. Ada beberapa alasan rangka menj alankan undang-undang, yang berarti
pokok mengapa wewenang tersebut harus termasuk dalam lingkup kekuasaan eksekutif.
dihapuskan dari UUD 1945. Pertama, wewenang Hanya saja selama ini, bahkan berdasarkan
tersebut terlalu besar untuk diserahkan kepada Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 Pasal 2 dan
lembaga eksekutif, sehingga membuka peluang UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, Peraturan Perundang-undangn, Peraturan
sejarah ketatanegaraan Indonesia telah Pemerintah itu dikategorikan sebagai salah satu
memperlihatkan beragam kenyataan mengenai dari jenis peraturan perundang-undangan, sehingga
pelaksanaan wewenang ini yang pada prinsipnya menimbulkan persepsi bahwa penetapan
dapat disimpulkan bahwa pemberian wewenang Peraturan Pemerintah oleh Presiden tersebut
tersebut hanva menimbulkan permasalahan termasuk lingkup kekuasaan legislatif.
Atok Penguatan Kedudukan dan Pembatasan Kelstasaan Presiden dalam Perubahan UtlD I945 9

Agar tidak menimbulkan kerancuan, maka Kewenangan Presiden dalam meresmikan


dalam Pasal 5 Ayat(2) WD 1945 tersebut perlu anggota BPK merupakan hasil penambahan dari
diberi penegasan bahwa Prsiden menetapkan ketentuan yang sebelumnya tidak ada dalam UUD
peraturan pemerintah sebagai kebijakan untuk 1 945. Ketentuan tersebut sebelumnya tidak diatur

melaksanakan undang-undang sebagaimana sehingga pengisian anggota BPK diatur melalui


mestinya. Dengan demikian menjadi tegas danjelas undang-undang. Pasal 7 Undang-undang No.5/
bahwa yang harus menjadi materi muatan 1973 tentang BPK menentukan bahwa ketua,
peraturan pemerintah adalah kebijakan Qtolicy) wakil ketua, dan anggota BPK diangkat oleh
untuk melaksanakan undang-undang, sehingga Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat.
tidak dipersepsikan sebagai lingkup kekuasaan Dengan adanya ketentuan perubahan ketiga UUD
legislatif. Dengan demikian akan menjadi jelas 1945 pada pasal 22F Ayat (1) yang menentukan
antara peraturan yang bersifat legislatifdan yang bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
bersifat eksekutif, sehingga pembagian kekuasaan memperhatikan pertimbangan DPD dan
antara legislatif dan eksekutif menjadi jelas dan diresmikan oleh Presiden, maka terjadi pergeseran
tegas. Selain itu UUD I 945 perlu menentukan agar wewenang Presiden dalam pengisian anggota
tata cara pembentukan peraturan pemerintah dan BPK. Kalau sebelumnya Presiden berwenang
peraturan-paraturan pelaksana lainnya diatur mengangkat yang bersifat politis maka dengan
dengan undang-undang. perubahan tersebut Presiden hanya berwenang
meresmikan yang bersifat serimonial. Sedang
PERGESERAN WEWENANG PRESIDEN kewenangan Presiden untuk mengangkat ketua
DALAM MENGANGKAT ATAU MENE- dan wakil ketua BPK dihapuskan karena menurut
TAPKAN DAN MEMBERHENTIKAN perubahan ketiga UUD 1945 Pasal 22F ayat (2)
PEJABAT TINGGI NEGARA LAINI\IYA Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota.
Ketentuan tersebut kemudian dijabarkan lebih
Perubahan Kedua UUD 1945 juga lanjut dalam UU BPK yang baru, yaitu UU No.
memberikan penegasan terhadap kewenangan 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Presiden dalam mengangkat, memberhentikan, Keuangan.
menetapkan, atau meresmikan anggota-anggota Pergeseran kewenangan Presiden
lembaga negara lainnya. Hal tersebut sebelumnya sebagaimana di atas jugaterjadi dalam penetapan
tidak diatur dalam UUD 1945 yang pengaturannya Hakim Agun g. Kewenangan ini sebelumnya juga
diserahkan kepada undang-undang, sehingga tidak diatur dalam UUD 1945, sehingga
terjadi dominasi Presiden yang mengakibatkan pengaturannya dilakukan dengan undang-undang.
terganggunya keseimbangan pembagian Undang-Undang No.14ll 985 tentang Mahkamah
kekuasaan antar lembaga-lembaga negara. Agung Pasal 8 Ayat (1) dan (3) menentukan
Kewenangan-kewenangan Presiden yang bahwa Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua
dimaksudkan adalah: MahkamahAgung diangkat oleh Presiden selaku
1. Kewenangan Presiden meresmikan Anggota Kepala Negara dari calon yang diusulkan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah DPR. Dengan adanya ketentuan pada Perubahan
dipilih oleh DPR (Pasal 23F Ayat { 1}); Ketiga UUD 1945 Pasal24A Ayat (3) yang
2. Kewenangan Presiden menetapkan Hakim menyatakan bahwa calon hakim agung diusulkan
Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan
setelah mendapat persetujuan DPR (Pasal24A persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai
Ayat {3}); hakim agung oleh Presiden, maka terjadi
3. Kewengan Presiden mengangkat dan pergeseran wewenang Presiden dari sebelumnya
memberhentikan Anggota Komisi Yudisial berwenang mengangkat yang bersifat politis
dengan persetujuan DPR(Pasal24B Ayat {3}); menjadi hanya berwenang menetapkan yang
4. Kewenangan Presiden menetapkan Anggota bersifat adminsitratif. Sedang kewenangan
Hakim Konstitusi yang diajukan oleh Presiden untuk mengangkat Ketua dan wakil ketua
MahkamahAgung, DPR, dan Presiden sendiri Mahkamah Agung dihapuskan, karena menurut
degan jumlah masing-masing 3 orang (Pasal perubahan ketiga UUD 1945 pasal24Aayat(4)
24C Ayat {31). ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih
Th. 24, Nomor l, Pebruari 2011
10 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan'

t
dari dan oleh hakim agung. Karena itu UU No' atau berhalangan
upayamenjadikan
1411985 tentang Mahkamah Agung tersebut
diubah dengan UU No. 512005 sebagai perubahan
mandiri dan tidak
pihak p entuan
pertama dan UU No. 3/2009 sebagai perubahan
seUagai materi
kedua.
Pemberian kewenangan Presiden dalam muatan kuatan
hukum yang lebih tinggi dan memberikan arahan
mengangkat atau menetapkan dan memberhen-
yang tegas dan jelas terhadap pembatasan
tikan para anggota lembaga negara atau pejabat
tingginegara lainnya sebagaimana di atas, djlihat
kekuasaan masing-masing lembaga negara,
terutama Presiden, dalam pengangkatan dan
dari-segi pembagian kekuasaan antar lembaga-
dan pemberhentian pej abat-pejabat tinggi negara yang
lembaga negara memang cukup proporsional
berimbang. Tidak terdapat kewenangan yang
betul-betul mandiri dan dominan' Dalam hal
keanggotaan BPK, Presiden hanya meresmikan'
dan dJam hal pengisian HakimAgung, Presiden
hanya meneiapkan. Sedang dalam hal
Pasal 7 Ayat (3) dengan ketentuan bahwa
peniangkatan dan pemberhentian anggota Komi si
Panglima TNI dan Kepolisian Negara Republik
Yudisial Presiden harus mendapatkan persetujuan
Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh
DPR. Presiden berwenang untuk memilih tiga
Presiden setelah mendapatkan atau dengan
orang anggota hakim Mahkamah Konstitusi secara
.urrdiriatan tetapi ketiga orang tersebut harus persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat'
ketentuan mengenai pengangkatan Panglima TNI
ditetapkan bersama-sama dengan enam orang
dan Kepala Kepolisian R[ tersebut selanjutnya
lainnya yang diajukan oleh Mahkamah Agung dan
diatur dalam UU No. 212002 tentang Kepolisian
DPR.
Sebetulnya masih terdapat kewenangan
Negara RI dan UU No. 312002 tentang
Pertahanan Negara.
Presiden untuk ikut serta berperan dalam
Kewenangan Presiden dalam pengangkatan
mengangkat dan memberhentikan beberapa juga tidak diatur
dan pemberhentian JaksaAgung,
pejabat tinggi negara lainnya yang belum diatur
'Auju- dalam UUD 1945 dan perubahan-perubahannya'
UUt 1945, seperti pengangkatan dan
pemberhentian Jaksa Agung, Kepala Kep^olisian'
ianglima TNI, dan pimpinan Bank Sentral'
Pengaturan terhadap pengangkatan dan
pemLerhentian para pejabat tinggi negara di atas
ierdapat dalam berbagai peraturan perundangan
yang terkait
Ketentuan tersebut memberikan wewenang yang
Pengangkatan Pimpinan Bank Indonesia
diatur daiam- Undang-Undang Nomor 2311999
yang kemudian diubah dengan UU N o '3 D004
dan
ii"Uuft lagi dengan PERPPUNo'212008' Dalam
undang-undang tersebut ditentukan bahwa
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diangkat
oleh Presiden atas persetujuan DPR' Ketentuan
dengan persetujuan DPR tersebut dimaksudkan oleh
sebagai upaya menciptakan checks and balances dari
yang cukup proporsional antara kekuasaan
-p."Jia"tt I jika
dan DPR dalam pengangkatan dan
dianggap bagian dari kekuasaan kehakiman'
pemberhentian pejabat tinggi negarayang strategis'
p"-Uututun kewenangan Prsiden dalam
bahkan UU tersebut juga menentukan bahwa
pengangkatan JaksaAgung ini punharus menjadi
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak
jabatannya materi muatan UUD dan bukan dalam undang-
dapat diberhentikan dalam masa
undang.
kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan
diri. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan'
Atoh penguatan Kedudulan dan Pembatasan Kelstasaan Presiden dalam Perubahan IIUD I945 1l

SIMPULAN pembatasan kekuasaan Presiden cukup efektif


untuk menciptakan checks and balances antara
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Presiden dan DPR, meskipun dalam beberapa hal
ketentuan hasil perubahan UUD 1945 untuk dapat menimbulkan problem dalam praktek
memperkuat kedudukan Presiden melalui penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian
pemilihan umum secara langsung oleh rakyat masih terdapat beberapa pengaturan yang ambigu
masih meninggalkan beberapa kekosongan yang berupa klausul "memperhatikan
pengaturan. Jika hal itu tidak diatur dalam UUD pertimbangan", selain kekosongan pengaturan
1945 dapat menimbulkan kemungkinan seseorang terhadap hal-hal yang seharusnya menjadi materi
menduduki jabatan Wakil Presiden dan kemudian muatan UUD tetapi diatur dalam Undang-
Presiden secara berturut-turut selama 20 sehingga Undang. Untuk itu perubahan UUD 1945 yang
membuka peluang terj adinya penyalahgunaan kelima kalinya masih diPerlukan.
kekuasaan. Ketentuan yang berkaitan dengan

DAFTAR RUJUKAN

Asshiddiqie, J. "Telaah Akademis atas Perubahan Republik Indonesia. Perubahan Keempat


UUD 1945", Jurnal Demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara
HAM. Vol. 1 No.4 September-Nopember Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta:
2001. Jakartz: The Habiebie Center. Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002.
Kelsen, Hans. 1995. Teori Hukum Murni' Alih Republik Indonesia, Ketetapan Majelis
Bahasa Drs. Somardi, Cetakan I Bandung: Permusyawaratan RakYat tentang
Rimdi Press. Sumber Hukum dan Tata Urutan
Koesnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. 1998' Peraturan Perundang-undangan,
Pengantar Hukum Tata Negara Indone- Ketetapan MPR No.III/MPR/2000'
sia. CetakanKetujuh. Jakarta: Pusat Studi Jakarta: Sekretariat Jenderal Majelis
HTN FH UI. Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-
Lijphart, Arend. 7995. Sistem Pemerintahan nesia,2000.
Parlementer dan Presidensial Republik Indonesia, Ketetapan Maielis
(Parliementary versus Presidential Gov- Permusyawaratan RalEat tentang P eran
ernment) disadur oleh Ibrahim R. dkk,, Tentara Nssional Indonesia dan
Cetakan 1. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pratiknya, A.W. et. al. 1999. Pandangan dan Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000,
Langkah Reformasi B.J- Habiebie Iakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI,
(Buku Dua, Hukum dan Sosial Budaya)' 2000.
J akar1;a: Raj aGrafrndo P ersada. Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Kepolisian Negara Republik Indonesia'
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No. 2 Tahun 2002. LNRI Tahun 2002
LNRI Tahun 1959 No. 75. No. 2. TLNRI No. 4168.
Republik Indonesia. Perubahan Pertama Republik lndonesia. Undang-Undang Tentang
Undang-Undang Dasar Negara Pertahanan Negara. UU No. 3 Tahun
Republik Indonesia Tahun 1945, Jakatta: 2002. LNRI Tahun 2002 No. 3. TLNRINo.
Sekretariat Jenderal MPR RI, 1999. 4169.
Republik Indonesia. Perubahan Kedua Undang- Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang
Undang Dasar Negara RePublik P ernbentukan P eraturan P erundangan-

Indoensia Tahun 1945, Jakarta: UU No. I 0 Tahun 2004. LNRI Tahun 2004
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2000. No. 53. TLNRI No' 4389.
Republik Indonesia. Perubahan Ketiga Undang- Republik lndonesia. Undang-Undang Tentang
Undang Dasar Negara Republik Indo- Kejaksaan Republik Indonesia. UU No.
nesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat 16 Tahun 2004. LNRI Tahun 2004 No" 67"

Jenderal MPR zu, 2001. TLNRINo.440l.


12 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraon,Th. 24, Nomor l, pebruari 201I

Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Tahun 2004 No. 7, TLNRI No. 4357. jo.
Badan Pemerilcsa Keuangan. UU No. 5 PERPPU No. 2 Tahun 2008 LNRI Tahun
Tahun 1973, LNRI Tahun 1973 No. 39, 2008 No. 142, TLNRI RINo. 4901.
TLNRI No. 3010, jo. UU No. 15 Tahun Sartori, Giovanni. 1997 . C ompar ativ e C ons titu-
2006. LNRI Tahun 2006 No. 85. TLNRI tional Engineering: An Uinquiry into
No.4654. Structures, Incentives, and Outcomes,
Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Second edition. New York: New York
Mahkamah Agung. UU No.14 Tahun Universityy Press.
1985, LNRI Tahun 1985 No. 73, TLNRI Soemantri, S. 1989. Tentang Lembaga-Lembaga
No. 33 16, jo. UU No. 5 Tahun 2004, LNRI Negara Menurut UUD 1945, Cetakan ke
Tahun 2004 No. 9, TLNRI No. 4359, jo. 6. Bandung: Citra Aditya Bakti.
UUNo. 3 Tahun 2009, LNRI Tahun 2009 Susanti, B et. a1.,2000. Semua Harus Terwakili
No. 3, TLNRI No. 4958. Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan
Republik Indonesia. Undang-Undang Tbntang Lembaga Kepresidensn di Indonesia.
Bank Indonesia. UU No. 23 Tahun 1999, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
LNRI Tahun 1999 No. 66, TLNRI No. Indonesia
3843, jo. UU No. 3 Tahun 2004, LNRI

Anda mungkin juga menyukai