A. Rosyid Al Atok
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan' Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang 5 Malang
Abstract: The four-time amendments ofthe Constitution 1945 have brought quite big implications in
the structures of Indonesian constitutional law It is particularly on the organization of the state
institutions dealing with the classes, residences, duties, and mandates of the institutions. Take, for
example, the president, Before the amendments, president as the holder of the executive power was
judged executive heavy. On the other hand, after the amendments, there is a quite significant power
resfiietion. However, there is also a strengthening; the president is chosen directly by the peoples.
As the result, he has strong political legitimacy. Here, the power restriction of the president is done
through controls of the Parliament. The conhols include the mechanisms ofjudgments and agree-
ments of the Parliament on some authorities that fi,rlly belonged to the president before, On one side,
the restriction gives a positive impact in avoiding abuse of power, On the othet side, it also emerges
another problem in the statc running because it looks excessive and not proportional,
Abstrak Perubahan UU D 1945 yang telah dilalarkan sebanyak empat kali perubahan telah membawa
implikasi yang culcrp besar dalam sfiuktur ketatanegaraan lndonesia, khususnya berimplikasi terhadap
pcnataan kelembagaan negara yang berkaitan dengan jenis, kedudukan, tugas, dan wewenang
lembagaJembaga negara, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutifyang sebelum perubahan
dinilai mempunyai kekuasaan terlalu besar (e.x eeulive heavy), setelah perubdran UUD 1945 mengalami
pembatasankekuasaanyangculnrp signifikan, Namun disampingitujugadiberikan penguatan melalui
dipilih secara langsung oleh ralEat, sehingga mempunyai legitimasi politik yang kuat. Pembatasan
kekuasaan Presidcn dilakukan dengan melakukan pcngawasan melalui mekanisme pertimbangan
danlatau persetujuan dari DPR terhadap beberapa kewenangan yang sebelumnya menjadi
kewenangan penuh Presiden. Di satu sisi pembatasan tersebut dapat berdampak positif dalam
meughindari terjadinya penyalahgunaan kelcrsasan yang sebelum diapnang sering terjadi, namun di
sisi lain tenryata juga dapat menimbulkan problem tersendiri dalam praktek penyelenggaraan negara"
karena dipandang cularp berlebihan dan kurang proporsional.
Salah satu alasan dilakukannya perubahan UUD kekuasaan Presiden yang sebelumnya sangat
1945 adalah struktur UUD 1945 menempatkan dominan. Tetapi, selain itu juga ditetapkan
dan memberikan kekuasaan yang besar terhadap ketentuan yang menguatkan kedudukan Presiden
pemegang kekuasaan eksekutif, yeitu Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara
tanpa disertai dengan sistem cheel<s and balwtees yang dipilih seoara langsung oleh rakyat.
yang memadai (Pratiknya, I 999: 100). Karena itu,
salah satu hal yang ingin dicapai dalam perubahan PENGUATAN KEDUDUKAN PRESIDEN
UUD 1945 adalah memboikan pembatasan MELALUI PEMILMAN SNCARA LANG.
kepada kekuasaan Presiden sebagai pemegang ST]NG
kekuasaan eksekutif, sehingga tidak lagi membuka
peluang terjadinya dominasi eksekutif dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 pada Pasal 6A
penyelenggaraan pemerintahan negara. Ayat (1) menentukan: "Presidcn dan Wakil
Dari empat kali perubahan UUD 1945 telah Presiden dipilih dalam satu pasangan seeara
ditetapkan beberapa ketentuan untuk membatasi langsung oleh rakyat". Ketentuan ini telah
2 Jarnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l, Pebruari 2011
mengubah sistem pemilihan Presiden dengan tidak langsung dan pasangan yang memperoleh suara
lagi dipilih oleh MPR sebagaimana ketentuan Pasal terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil
6 Ayat(2) UUD 1945 sebelum diubah. Perubahan Presiden.
sistem pemilihan Presiden tersebut membawa Ketentuan yang cukup berat tersebut
beberapa implikasi, yaitu: (1) Kedudukan Presiden dimaksudkan untuk memberikan validitas yang
adalah kuat karena tidak tergantung pada MPR; tinggi terhadap kekuasaan Presiden karena betul-
(2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada betul dipilih oleh mayoritas rakyat dari seluruh
MPR melainkan bertanggung jawab kepada rakyat daerah. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
dan konstitusi; (3) MPRtidak dapat menjatuhkan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial,
Presiden, kecuali melalui mekanisme impeach- sebagaimana dikemukakan Verney (Lijphart,
mentyungtelah diatur dalam LIIJD 1945. 1999:35-50) tidak ada fokus kekuasaan karena
Pemilihan dan pertanggungj awaban Presiden kekuasaan terbagi ke cabang-cabang atau
oleh dan kepada MPR telah dinilai oleh bebarapa lembaga negara yang ada, sehingga dibutuhkan
pihak menjadikan sistem pemerintahan yang tidak Presiden yang secara politis merasa lebih kuat
jelas. Sumantri (1989:116) menilai sebagai sistem kedudukannya daripada para wakil rakyat karena
campuran antara presidensial dan parlementeq presiden dipilih oleh seluruh rakyat sedang para
sedang Koesnardi dan Harmaily Ibrahim wakil rakyat dipilih oleh sebagian rakyat.
(1988:180) menilai sebagai quasi presidensial. Penguatan kedudukan Presiden yang tidak
Tetapi dengan pemilihan Presiden secara langsung lagi tergantung pada MPRjuga diimbangi dengan
oleh rakyat tersebut mempertegas bahwa sistem pembatasan kekuasaan Presiden. Pembatasan
pemerintahan RI yang digunakan adalah sistem dituangkan dalam periode jabatan maupun
pemerintahan presidensial. Tiga prasyarat utama pembatasan beberapa kewenangan yang berkaitan
sistem pemerintahan presidensial yang dengan kedudukannya sebagai kepala
dikemukakan oleh Sartori (1997:84) telah pemerinta}an dan kepala negara, sehingga kuatnya
terpenuhi, yaitu: (1) Presidenyang dipilih langsung kedudukan tersebut tidak mengarah pada
oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu; (2) sentralisme kakuasaan di tansan Presiden.
Dalam masa jabatannya Presiden tidak dapat
dijatuhkan oleh parlemen; (3) Presiden rnemimpin PEMBATASAN PERIODE JABATAN
lan gsung pemerintahan yang dibentuknya. PRESIDEN
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh
rakyat secara langsung dalam satu pasangan, Pembatasan periode jabatan Presiden
ternyata disertai dengan persyaratan yang cukup merupakan salah satu upaya untuk mencegah
berat. Persyaratan tersebut adalah perolehan terjadinya pemegang jabatan kekuasaan yang
suara mayoritas mutlak dengan persyaratan terus menerus yangdiyakini akan menjadi sumber
distribusi teritorial. Menurut Pasal 64' Ayat (3) keabsolutan dan penyimpangan kekuasaan.
Perubahan Ketiga UUD 1945, bahwa pasangan Karena itu pada Perubahan Pertama UUD 1945
yang bersangkutan harus mendapat suara lebih dilakukan perubahan ketentuan Pasal 7 yang
dari lima puluh persen darijumlah suara dalam semula menentukan "Presiden dan Wakil Presiden
pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh memegang jabatannya selama masa lima tahun.
persen suara di setiap propinsi yang tersebar di dan sesudahnya dapat dipilih kembali", diubah
lebih dari setengah jumlah propinsi yangada. menjadi "Presiden dan Wakil Presiden memegang
Bagaimana jika dalam pemilihan umum j ab atan se I am a I ima tahun, dan se sudah ny a dapat
temyata tidak ada pasangan calon Presiden dan dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
Wakil Presi den yang memperol eh suara mayoritas untuk satu kali masa jabatan".
mutlak dan memenuhi persyaratan distribusi Dengan perubahan tersebut maka periode
teritorial? perubahan keempat UUD 1945 pasal masa j abatan hesiden dan Wakil Presiden menj adi
6A ayat (4) menentukan bahwa dalam hal tidak lebih tegas, yaitu hanya boleh memegang jabatan
ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sama selama dua kali atau periode. Dengan
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh demikian kej adian seseorang menj abat presiden
suara terbanyak pertama dan kedua dalam sebanyak 6 (enam) periode, masa pemerintahan
pemilihan umum dipilih lagi oleh rakyat secara Presiden Soeharto, tidak terulan glagi. Meskipun
AtokPenguatanKedudul@ndanPembatasanKekuasaanPresidendalamPerubahanU|JD19453
kementerian negaratertentu dengan mudah sesual sebagai kepala negara adalah kekuasaan yang
dengan kehendaknya sendiri. Sebab keberadaan tertuang dalam Pasal 10, 17, 12, 13, 14, dan 15,
suatu kementerian negara berkaitan dengan yaitu kekuasaan dalam hal: (1) pemegang
masalah pelayanan publik atau kepentingan umum' kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
sehingga keberadaannya harus diatur dengan Angkatan Laut, danAngkatan Udara (Pasal 10);
undang-undang. Kasus pembubaran Departemen (2) menyatakan perang, membuat perdamaian dan
Sosial dan Departemen Penerangan oleh Presiden perjanjian dengan negara lain (Pasal 11); (3)
Abdurrahman Wachid, merupakan faktor yang menyatakan keadaan bahaya (Pasal I\; @)
mendorong lahirnya ketentuan tersebut- mengangkat dan menerima duta dan konsul (Pasal
Pengaturan lebih lanjut tentang kementerian negara 13); (5) memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
ini diaturdengan UU No' 3912008 tentang rehabilitasi (Pasal 14); (6) memberi gelaran, tanda
Kementerian Negara. jasa dan lain-lain tanda kehormatan (Pasal 15).
Mengenai kewenangan Presiden dalam hal Kekuasaan Presiden sebagai pemegang
keuangan negara, sejak semula UUD 1945 telah kekuasaan tertinggi angkatan perang (angkatan
membatasi kewenangan tersebut melalui darat, laut, da:r udara) sebagaimana dalam Pasal
instrumen persetujuan DPR dan Undang-Undang. 10 UUD 1945 tidak mengalami perubahan apa
Meskipun ada perubahan ketentuan pada Pasal pun. Namun dalam hal pengangkatan Panglima
23 UUD 1945,tetapi perubahan tersebut tidak TNI yang semula menjadi wewenang penuh
banyak berimplikasi terhadap perubahan Presiden, karena memang tidak diatur dalam U UD
kewenangan Presiden dalam mengajukan usul 19 4 5, dalampelaksanaannya kemudian diberikan
rancangan undang-und ang anggaran pendapatan pembatasan melalui Ketetapan MPR No.VIV
dan belanja negara kePada DPR dan MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional [n-
membahasnya bersama. donesia dan Kepolisian Negara Republik Indone-
Satu-satunya perubahan yang menimbulkan sia. Pasal 3 Ayat (3) Ketetapan MPR tersebut
implikasi adalah perubahan ketiga UUD 1945 menyatakan bahwa pengangkatan dan
pasal 23A yang menentukan bahwa pajak dan pemberhentian Panglima TNI dilakukan oleh
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk Presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR.
keperluan negara diatur den gan undan g-undan g. Pembatasan kewenangan dalam pengangkatan
Ketentuan ini merupakan perubahan dari Pasal dan pemberhentian Panglima TNI tersebut
23 Ay at (2) y angsebelumnya menentukan bahwa seharusnya menjadi materi muatan dari Undang-
segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang Dasar.
undang-undang. Jika berdasarkan ketentuan Sejak semula UUD 1945 Pasal 17 dan 12,
sebelumnya, Presiden mempunyai keleluasaan sebelum diubah, sudah membatasi bahwa
untuk melakukan pungutan di luar pajak tanpa kekuasaan Presiden dalam menyatakan perang,
harus diatur dengan undang-undang, sehingga membuat perdamaian dan perjanjian dengan
membuka peluang bagi Presiden untuk lebih negara lain serta kekuasaan dalam menyatakan
leluasa melakukan korupsi dan penyalahgunaan keadaan bahaya, harus dilakukan dengan
keuangan negara melalui instrumen Keppres atau persetujuan DPR. Hanya saja tidak adaketegasan
pun Inpres. Tetapi dengan adanya perubahan mengenai perjanj ian intemasional yang bagaimana
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23A tersebut, yangharus mendapatkan persetujuan DPR. Sebab
maka pungutan-pungutan yang bersifat memaksa jikasemua pembuatan perjanjian internasional
di luar pajak pun harus diatur dengan undang- harus mendapatkan persetujuan DPR maka akan
undang, sehingga keleluasaan Presiden untuk menyulitkan gerak pemerintahan dalam membina
melakukan pungutan menjadi terbatas, dan peluang hubungan internasional' Karena itu kemudian
untuk korupsi dan penyalahgunaan keuangan dilakukan Perubahan Ketiga UUD 1945 pada
negara dapat dih indari. Pasal 11 dengan menambah 2 ayat yang bisa
Perubahan UUD 1945 juga memberikan memberikan ketegasan, yaitu Ayat (2) dan (3).
pembatasan terhadap kekuasaan Presiden sebagai Pasal 11 Ayat (2) menegaskan bahwa perjanjian
kepala negara. Menurut Penjelasan UUD 1945 intemasional yang harus mendapatkan persetujuan
sebelum dilakukan perubahan, meskipun sudah DPR adalah perjanjian internasional yang
dinyatakan bukan lagi bagian dari UUD 19 45, y ang menimbulkan akibatyang luas dan mendasarbagi
dipresentasikan sebagai kekuasaan Presiden kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
6 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 24, Nomor l, Pebruari 201 I
adanya kemungkinan terj adinya pengaturan daripada memberikan jalan keluar yang efektif
undang-undang di luar ketentuan UUD atau untuk penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
adanya undang-undang yang mengatur materi Ketig4 mekanisme pembentukan undang-undang
muatan UUD dan bukan mengatur pelaksanaan secara darurat sudah tidak diberi ruang lagi dalam
UUD. proses pembentukan undang-undang, sebab pada
Perbahan pertama UUD 1945 Pasal 20 Ayat setiap awal masa persidangan DPR akan
(4) menentukan bahwa Presiden mengesahkan menyampaikan agenda program legislasi nasional
rancangan undang-undang yang telah disetujui sehin gga kemungkinan kebutuhan undang-undang
bersama urtuk menj adi undang-undang. Selanjufrrya sudah dapat diantisipasi sejak awal (Susanti, 2000:
Perubahan kedua UUD 1945 Pasal 20 Ayat (5) 202-203).
menetukan bahwa dalam hal rancangan undang- Apabila kewenangan Presiden dalam
undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari Undang-Undang itu diletakkan dalam konteks
semenjak rancangan undang-undang tersebut kewenangan presiden sebagai pembenfuk undang-
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah undang dengan persetujuan DPR yang telah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. dihapus, maka relevansinya memang dapat
Ketentuan tersebut tidak mengandung masalah, dipertanyakan. Tetap i j i ka kewenangan Pre s iden
sebab pengesahan Presiden tersebut bukan tersebut diletakkan satu paket dalam konteks
termasuk kekuasaan yang bersifat politis, melainkan kewenangan Presiden menyatakan keadaan
hanya bersifat administratif. Presiden kemungkinan bahaya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12,
telah menyetujui suafu riurcangan undang-undang maka hal tersebut masih dapat dipahami. Untuk
tetapi kemudian tidak mau mengesahkannya itu perlu penegasan UUD 1945 dalam konteks apa
menjadi undang-undang, tetapi kemungkinan kewenangan Presiden tersebut diberikan. Selain
tersebut kecil terj adi. itu perlu ditentukan pula bahwa pengaturan lebih
Penghapusan kekuasaan membentuk lanjut mengenai pe|aksanaan wewenang tersebut
undang-undang pada Presiden tersebut temyata diatur dengan undang-undang, sehingga
juga tidak diikuti dengan penghapusan kekuasaan mempersempit kesempatan Presiden untuk
Presiden dalam menetapkan perafuran pemerintah mennggunakan kewenangan itu sebagai alat
sebagai pengganti undang-undang sebagaimana legitimasi penyalahgunaan kekuasaan.
ditetapkan dalam Pasal22 Ayat (1), (2), dan (3) Sebagai lembaga eksekutif, Presiden
UUD 1945 yang tidak mengalami perubahan apa mempunyai tugas melaksanakan undang-undang.
pun. Menurut ketentuan pasal tersebut, bahwa Untuk itu Pasal 5 Ayat (2),yangtidak mengalami
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, perubahan apa pun. menentukan bahwa Presiden
Presiden berhak menetapkan peraturan menetapkan peraturan pemerintah untuk
pemerintah sebagai pengganti undang-undang menjalankan undang-undang sebagaimana
(Perppu). Perppu tersebut harus mendapat mestinya. Persoalannya adalah, apakah
persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya, kewenangan Presiden dalam menetapkan
jika tidak mendapat persetujuan maka harus peraturan pemerintah tersebut termasuk dalam
dicabut. lingkup kekuasaan di bidang legislatif atau
Beberapa pihak beranggapan bahwa eksekutif. Jika dilihat dari bunyi ayat tersebut di
wewenang Presiden untuk menetapkan Perppu atas, maka jelas kewenangan Presiden itu dalam
tersebut sudah tidak relevan. Ada beberapa alasan rangka menj alankan undang-undang, yang berarti
pokok mengapa wewenang tersebut harus termasuk dalam lingkup kekuasaan eksekutif.
dihapuskan dari UUD 1945. Pertama, wewenang Hanya saja selama ini, bahkan berdasarkan
tersebut terlalu besar untuk diserahkan kepada Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 Pasal 2 dan
lembaga eksekutif, sehingga membuka peluang UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kedua, Peraturan Perundang-undangn, Peraturan
sejarah ketatanegaraan Indonesia telah Pemerintah itu dikategorikan sebagai salah satu
memperlihatkan beragam kenyataan mengenai dari jenis peraturan perundang-undangan, sehingga
pelaksanaan wewenang ini yang pada prinsipnya menimbulkan persepsi bahwa penetapan
dapat disimpulkan bahwa pemberian wewenang Peraturan Pemerintah oleh Presiden tersebut
tersebut hanva menimbulkan permasalahan termasuk lingkup kekuasaan legislatif.
Atok Penguatan Kedudukan dan Pembatasan Kelstasaan Presiden dalam Perubahan UtlD I945 9
t
dari dan oleh hakim agung. Karena itu UU No' atau berhalangan
upayamenjadikan
1411985 tentang Mahkamah Agung tersebut
diubah dengan UU No. 512005 sebagai perubahan
mandiri dan tidak
pihak p entuan
pertama dan UU No. 3/2009 sebagai perubahan
seUagai materi
kedua.
Pemberian kewenangan Presiden dalam muatan kuatan
hukum yang lebih tinggi dan memberikan arahan
mengangkat atau menetapkan dan memberhen-
yang tegas dan jelas terhadap pembatasan
tikan para anggota lembaga negara atau pejabat
tingginegara lainnya sebagaimana di atas, djlihat
kekuasaan masing-masing lembaga negara,
terutama Presiden, dalam pengangkatan dan
dari-segi pembagian kekuasaan antar lembaga-
dan pemberhentian pej abat-pejabat tinggi negara yang
lembaga negara memang cukup proporsional
berimbang. Tidak terdapat kewenangan yang
betul-betul mandiri dan dominan' Dalam hal
keanggotaan BPK, Presiden hanya meresmikan'
dan dJam hal pengisian HakimAgung, Presiden
hanya meneiapkan. Sedang dalam hal
Pasal 7 Ayat (3) dengan ketentuan bahwa
peniangkatan dan pemberhentian anggota Komi si
Panglima TNI dan Kepolisian Negara Republik
Yudisial Presiden harus mendapatkan persetujuan
Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh
DPR. Presiden berwenang untuk memilih tiga
Presiden setelah mendapatkan atau dengan
orang anggota hakim Mahkamah Konstitusi secara
.urrdiriatan tetapi ketiga orang tersebut harus persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat'
ketentuan mengenai pengangkatan Panglima TNI
ditetapkan bersama-sama dengan enam orang
dan Kepala Kepolisian R[ tersebut selanjutnya
lainnya yang diajukan oleh Mahkamah Agung dan
diatur dalam UU No. 212002 tentang Kepolisian
DPR.
Sebetulnya masih terdapat kewenangan
Negara RI dan UU No. 312002 tentang
Pertahanan Negara.
Presiden untuk ikut serta berperan dalam
Kewenangan Presiden dalam pengangkatan
mengangkat dan memberhentikan beberapa juga tidak diatur
dan pemberhentian JaksaAgung,
pejabat tinggi negara lainnya yang belum diatur
'Auju- dalam UUD 1945 dan perubahan-perubahannya'
UUt 1945, seperti pengangkatan dan
pemberhentian Jaksa Agung, Kepala Kep^olisian'
ianglima TNI, dan pimpinan Bank Sentral'
Pengaturan terhadap pengangkatan dan
pemLerhentian para pejabat tinggi negara di atas
ierdapat dalam berbagai peraturan perundangan
yang terkait
Ketentuan tersebut memberikan wewenang yang
Pengangkatan Pimpinan Bank Indonesia
diatur daiam- Undang-Undang Nomor 2311999
yang kemudian diubah dengan UU N o '3 D004
dan
ii"Uuft lagi dengan PERPPUNo'212008' Dalam
undang-undang tersebut ditentukan bahwa
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diangkat
oleh Presiden atas persetujuan DPR' Ketentuan
dengan persetujuan DPR tersebut dimaksudkan oleh
sebagai upaya menciptakan checks and balances dari
yang cukup proporsional antara kekuasaan
-p."Jia"tt I jika
dan DPR dalam pengangkatan dan
dianggap bagian dari kekuasaan kehakiman'
pemberhentian pejabat tinggi negarayang strategis'
p"-Uututun kewenangan Prsiden dalam
bahkan UU tersebut juga menentukan bahwa
pengangkatan JaksaAgung ini punharus menjadi
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak
jabatannya materi muatan UUD dan bukan dalam undang-
dapat diberhentikan dalam masa
undang.
kecuali karena yang bersangkutan mengundurkan
diri. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan'
Atoh penguatan Kedudulan dan Pembatasan Kelstasaan Presiden dalam Perubahan IIUD I945 1l
DAFTAR RUJUKAN
Indoensia Tahun 1945, Jakarta: UU No. I 0 Tahun 2004. LNRI Tahun 2004
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2000. No. 53. TLNRI No' 4389.
Republik Indonesia. Perubahan Ketiga Undang- Republik lndonesia. Undang-Undang Tentang
Undang Dasar Negara Republik Indo- Kejaksaan Republik Indonesia. UU No.
nesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat 16 Tahun 2004. LNRI Tahun 2004 No" 67"
Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Tahun 2004 No. 7, TLNRI No. 4357. jo.
Badan Pemerilcsa Keuangan. UU No. 5 PERPPU No. 2 Tahun 2008 LNRI Tahun
Tahun 1973, LNRI Tahun 1973 No. 39, 2008 No. 142, TLNRI RINo. 4901.
TLNRI No. 3010, jo. UU No. 15 Tahun Sartori, Giovanni. 1997 . C ompar ativ e C ons titu-
2006. LNRI Tahun 2006 No. 85. TLNRI tional Engineering: An Uinquiry into
No.4654. Structures, Incentives, and Outcomes,
Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Second edition. New York: New York
Mahkamah Agung. UU No.14 Tahun Universityy Press.
1985, LNRI Tahun 1985 No. 73, TLNRI Soemantri, S. 1989. Tentang Lembaga-Lembaga
No. 33 16, jo. UU No. 5 Tahun 2004, LNRI Negara Menurut UUD 1945, Cetakan ke
Tahun 2004 No. 9, TLNRI No. 4359, jo. 6. Bandung: Citra Aditya Bakti.
UUNo. 3 Tahun 2009, LNRI Tahun 2009 Susanti, B et. a1.,2000. Semua Harus Terwakili
No. 3, TLNRI No. 4958. Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan
Republik Indonesia. Undang-Undang Tbntang Lembaga Kepresidensn di Indonesia.
Bank Indonesia. UU No. 23 Tahun 1999, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
LNRI Tahun 1999 No. 66, TLNRI No. Indonesia
3843, jo. UU No. 3 Tahun 2004, LNRI