Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan
oleh banyak faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan
pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012).
Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa kritis,
karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh
karena itu, terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat bersifat permanen
dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi
(Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan, 2013). Secara nasional, prevalensi gizi
buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah
gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi. Kejadian gizi buruk akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan akan mudah terkena
penyakit infeksi. Gizi buruk jika tidak ditanggulangi dengan cepat, maka akan
mempengaruhi kualitas pada generasi selanjutnya. Dampak jangka pendek gizi
buruk terhadap perkembangan anak yakni anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak
jangka panjang mengalami penurunan skor tes Intelligence Quotient (IQ) 10-
13 poin, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori,
gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan
tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah (Nency dkk, 2005;
Moehji, 2003). Status gizi buruk pada balita akan menyebabkan kehilangan
potensi ekonomi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa biaya
penanggulangan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan besarnya
kerugian ekonomi yang akan timbul. Penyebab gizi buruk secara langsung
yaitu asupan makanan yang kurang dan penyakit infeksi. Kedua penyebab
langsung tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yang merupakan penyebab
tidak langsung, yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak, dan
pelayanan kesehatan dan lingkungan yang kurang memadai (Achmadi, 2013).

1
Beberapa penelitian telah banyak menghasilkan kesimpulan terkait faktor-
faktor penyebab terjadinya masalah gizi tersebut. Menurut penelitian Suranadi
dkk (2008), ada hubungan yang signifikan antara pola pengasuhan anak
dengan karakteristik keluarga. Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh
anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan yang baik dapat
menjamin tumbuh kembang anak yang optimal. Namun, menurut Ita (2014),
tidak ada hubungan antara pola asuh ibu dengan status gizi anak balita yang
berusia 1-5 tahun. Menurut Faiza dkk (2007), ada hubungan yang bermakna
antara pola asuh makan dengan kejadian gizi buruk. Keluarga yang pola asuh
makannya kurang baik berpeluang untuk menderita gizi buruk sebesar 12,8
kali dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga dengan pola asuh
makan baik. Namun menurut Mulyaningsih (2008), tidak ada hubungan yang
signifikan antara pola makan balita dengan status gizi balita. Pola makan yang
dibiasakan oleh orangtua merupakan tonggak utama terjadinya permasalahan
gizi. Anak balita sering kali mengalami fase sulit makan, yang dapat
mengganggu tumbuh kembangnya. Hal ini dikarenakan jumlah dan zat gizi
yang masuk dalam tubuh tidak sesuai dengan kebutuhannya, yang akan
melahirkan permasalahan gizi kurang dan buruk (Moehji, 2003).

Salah satu faktor penyebab gizi buruk selain pola asuh dan pola makan
yakni penyakit infeksi. Menurut Yanti (2005); Mursyid (2015), ada hubungan
yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi buruk. Balita yang
menderita infeksi mempunyai risiko menderita gizi buruk sebesar 5,6 kali
dibanding yang tidak infeksi. Penyakit infeksi yang dialami oleh balita
diantaranya penyakit ISPA, batuk, pilek, demam dan diare. Penyakit-penyakit
ini akan menjadi manifestasi terhadap keadaan gizi buruk pada anak balita
yang berdampak pada tumbuh kembang anak dan status kesehatan anak.
Namun menurut Suhendri (2009), tidak ada hubungan yang signifikan antara
penyakit infeksi dengan status gizi balita. Hal ini dikarenakan perbandingan
jumlah balita gizi kurang yang terkena infeksi ringan, lebih besar daripada
balita yang terkena infeksi berat. Penyakit infeksi yang menyerang anak dapat
mengganggu penyerapan asupan gizi, sehingga mendorong terjadinya gizi
kurang dan gizi buruk. Sebagai reaksi akibat infeksi yakni menurunnya nafsu

2
makan anak sehingga anak menolak makanan yang diberikan, yang berakibat
berkurangnya asupan zat gizi ke dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat
mengganggu metabolisme yang membuat ketidakseimbangan hormon dan
menganggu fungsi imunitas (Moehji, 2003). Menurut Moehji (2003), berat
badan balita di bawah garis merah berarti bahwa makanan yang diperoleh
anak tidak sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan dan jika dibiarkan
akan menjadikan balita dengan gizi buruk. BBLR merupakan faktor risiko
kejadian gizi buruk. Sebagian besar balita yang mengalami gizi buruk berasal
dari keluarga miskin (gakin). Pola asuh, pola makan yang kurang baik dan
penyakit infeksi pada balita dimungkinkan dapat menjadi salah satu faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk pada balita dan meningkatnya
kasus gizi buruk.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep Masalah gizi itu?
2. Bagaimana Trend Masalah Gizi di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk Memahami Bagaimana Konsep Masalah Gizi
2. Untuk Mengetahui Trend Masalah Gizi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. Konsep Masalah Gizi
1. Pengertian Masalah Gizi
Masalah gizi merupakan hal yang umum terjadi, terutama di Indonesia.
Masalah gizi timbul karena terjadi suatu ketidakseimbangan atau
gangguan antara asupan yang diterima dengan kebutuhan tubuh. Ketidak
seimbangan tersebut bisa berarti kelebihan maupun kekurangan gizi.
Menurut Prof Soekirman Ph.D Guru Besar Ilmu Gizi IPB Bogor,
Masalah Gizi  adalah Gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang,
kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidak
seimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan
dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Ketidakseimbangan atau
gangguan dari masalah gizi bisa karena kekurangan asupan bisa juga
karena kelebihan asupan. 
Masalah gizi, yaitu gizi kurang maupun gizi lebih, akan meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak
menular. Bila masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah akan
berisiko mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya.

2. Jenis Masalah Gizi

Menurut Kementerian Kesehatan RI, perkembangan masalah gizi


dapat dikelompokkan menjadi tiga. Ketiganya yaitu masalah gizi yang
sudah terkendali, yang belum dapat diselesaikan, serta yang sudah
meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat.

a. Masalah gizi yang sudah terkendali

1). Kurang vitamin A (KVA)


Kekurangan vitamin A (KVA) termasuk masalah gizi yang umum
dialami oleh anak-anak dan ibu hamil. Meskipun masalah ini sudah dapat
dikendalikan, kekurangan vitamin A dapat berakibat fatal bila tidak segera
ditangani. Pada anak-anak, kondisi ini bisa menyebabkan masalah

4
penglihatan hingga kebutaan. Risiko penyakit diare dan campak juga
meningkat. Sementara pada ibu hamil, efeknya yakni peningkatan risiko
kebutaan hingga kematian saat persalinan. Masalah gizi ini mampu
dicegah dengan pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas. Pemberian
kapsul dilakukan dua kali dalam setahun, tepatnya pada bulan Februari
dan Agustus sejak anak berumur enam bulan. Kapsul merah (dosis
100.000 IU/International Unit) diberikan untuk bayi umur 6 – 11 bulan
dan kapsul biru (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan.

2). GAKI(kekurangan iodium/yodium)


Tubuh membutuhkan yodium untuk menghasilkan hormon tiroid.
Hormon ini mengatur proses metabolisme dan sejumlah fungsi penting
lainnya, termasuk pertumbuhan, penurunan atau pertambahan berat badan,
dan denyut jantung. GAKI bukanlah satu-satunya penyebab penurunan
kadar tiroid di dalam tubuh. Meski begitu, kekurangan yodium diketahui
dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid secara tidak normal.
Kondisi ini dikenal sebagai penyakit gondok. Guna menanggulangi
masalah gizi ini, pemerintah telah mewajibkan penambahan yodium
sekurangnya 30 ppm ke dalam semua produk garam yang beredar. Jadi,
pastikan sudah menggunakan garam beryodium untuk menjaga kesehatan
tubuh.

5
3). Anemia
Anemia merupakan kondisi tidak memiliki cukup sel darah merah
yang sehat untuk membawa oksigen. Masalah kesehatan ini paling banyak
ditemukan pada ibu hamil dengan gejala berupa rasa lelah, pucat, detak
jantung tidak teratur, dan pusing. Menurut data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, lebih dari 37% ibu hamil mengalami anemia. Studi
menunjukkan bahwa ibu hamil yang anemia memiliki risiko meninggal
dalam proses persalinan hingga 3,6 kali lebih besar akibat pendarahan
dan/atau sepsis. Untuk mencegah anemia, ibu hamil dianjurkan untuk
meminum paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilan. Zat besi yang
dimaksud yaitu semua jenis zat besi selama masa hamil, termasuk yang
dijual bebas dan multivitamin yang mengandung zat besi.
Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibanding
remaja laki-laki. Kondisi ini, dapat berdampak buruk terhadap
penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja
dan produktivitas. "Selain itu, secara khusus anemia yang dialami
remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah
para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi,
sehingga memperbesar risiko kematian ibu melahirkan. Anemia
dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam
folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah
darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait

6
pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja
dan ibu hamil.

b. Masalah gizi yang belum terselesaikan


1). Stunting

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang cukup umum.


Kondisi ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup
lama, umumnya karena pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru
terlihat saat anak berusia dua tahun. Gejala-gejala stunting yakni sebagai
berikut :
- Postur anak lebih pendek dari anak seusianya.
- Proporsi tubuh cenderung normal, tapi anak tampak lebih muda atau kecil
untuk usianya.
- Berat badan lebih sedikit untuk anak seusianya.
- Pertumbuhan tulang tertunda.
Stunting dapat memengaruhi perkembangan otak, dan mengurangi
produktivitas seseorang di usia muda. Stunting juga meningkatkan risiko

7
pengembangan penyakit tidak menular pada usia lanjut. Masalah gizi ini
bahkan dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi,
obesitas, dan kematian akibat infeksi. Waktu terbaik untuk mencegah
stunting yaitu sejak awal kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan
anak. Pemberian ASI eksklusif dan gizi seimbang pada balita perlu
menjadi perhatian khusus agar anak tidak tumbuh pendek atau stunting.
Pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas
nasional guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu menciptakan
manusia yang tinggi, sehat, cerdas, dan berkualitas.

2). Gizi kurang / Kurang Energi Kronis (KEK)

Tubuh kurus akibat gizi kurang kerap dinilai lebih baik daripada
tubuh gemuk akibat gizi lebih. Padahal, obesitas dan gizi kurang sama-
sama berdampak buruk bagi kesehatan. Sebagai awalan, bisa mengukur
kategori status gizi melalui kalkulator BMI. Permasalahan gizi kurang
sudah bisa terjadi sejak bayi lahir. Ciri utamanya yakni bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi dikatakan mengalami BBLR bila
berat badannya ketika lahir kurang dari 2.500 gram (2,5 kilogram).
Bayi yang lahir dengan BBLR umumnya memiliki kondisi
kesehatan yang kurang baik. Pasalnya, kebutuhan gizi yang tidak
terpenuhi membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit infeksi. Hal ini
dimulai sejak awal kehidupan dan bisa berlanjut hingga dewasa. Beberapa
risiko yang berawal dari masalah gizi yakni:
- Malnutrisi,
- Kekurangan vitamin,

8
- Osteoporosis,
- Penurunan kekebalan tubuh,
- Masalah kesuburan akibat siklus menstruasi yang tidak teratur, serta
- Masalah pertumbuhan dan perkembangan yang banyak terjadi pada anak
dan remaja
Remaja yang kurus atau kurang energi kronis bisa disebabkan
karena kurang asupan zat gizi, baik karena alasan ekonomi maupun
alasan psikososial seperti misalnya penampilan. Kondisi remaja KEK
meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan
hormonal yang berdampak buruk di kesehatan. Kabar baiknya,
kondisi ini sebenarnya dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan
bergizi seimbang.

c. Masalah gizi yang paling mengancam kesehatan


1). Obesitas (gizi lebih)

Termasuk dalam masalah gizi yang mengancam kesehatan


masyarakat. Kondisi ini terjadi saat terdapat kelebihan lemak yang serius
pada tubuh sehingga menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Penyebab gizi lebih yang paling mendasar yaitu ketidakseimbangan energi
dan kalori yang dikonsumsi dengan jumlah yang dikeluarkan. Jika kalori
yang masuk lebih banyak dibandingkan yang keluar, kalori ekstra tersebut
dapat berubah menjadi lemak. Bila sejak kecil anak sudah mengalami
obesitas, mereka akan lebih rentan mengidap penyakit tidak menular
ketika dewasa. Masalah gizi ini berkaitan erat dengan diabetes tipe 2,
penyakit stroke, dan penyakit jantung.

9
Untuk menjaga berat badan tetap ideal, perlu mengubah pola hidup
menjadi lebih sehat. Caranya dengan membatasi konsumsi makanan tinggi
lemak dan gula, menambah asupan buah dan sayuran, rutin melakukan
aktivitas fisik, mengatur pola dan porsi makan dan minum, serta
hindari stres dan cukup tidur.

B. Trend Masalah Gizi di Indonesia


1. Masalah Gizi di Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sendiri membagi
masalahan gizi tersebut dalam tiga kategori. Ada triple burden
malnutrition permasalahan gizi di Indonesia yang terjadi, ada tiga
masalah besarnya yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan
kekurangan gizi mikro(defisiensi gizi mikro).
a. Gizi berlebih
Gizi berlebih ini umumnya dapat menjadikan seorang anak
mengalami berat badan berlebih atau obesitas. Berat badan berlebih
(obesitas) atau kegemukan ini berlaku jika anak itu dibandingkan dengan
rata-rata berat badan anak-anak seusianya. Bahayanya obesitas itu sendiri
berisiko terhadap penyakit tidak menular (PTM). Hal ini mengkhawatirkan
karena banyak jenis PTM yang justru lebih berisiko tinggi terhadap
kematian dibandingkan penyakit yang menular. Beberapa contoh penyakit
yang masuk dalam kategori PTM dan terbilang sangat berbahaya adalah
penyakit kanker, diabetes, hipertensi, stroke, penyakit kardiovaskular, dan
sebagainya.
b. Gizi kurang
Dalam kategori beban malnutrisi gizi kurang ini, umumnya dapat
terlihat ketika anak-anak mengalami stunting (pendek), wasting(kurus),
berat badan kurang atau bahkan mengalami gizi buruk. Stunting ini adalah
gagal tumbuh yang berkembang selama jangka waktu yang panjang. Hal
yang menjadi permasalahan dari stunting itu bukanlah hanya tubuh terlihat
lebih pendek saja, melainkan kualitas sumber daya manusiannya juga lebih
rendah, baik dari intelektualitas otak dan produktivitasnnya. Jika terjadi,

10
ini cenderung akan merugikan bagi dirinya sendiri dan juga suatu instansi
bahkan negara. Sementara itu, kurus yang dimaksudkan dalam kategori ini
adalah kondisi seseorang yang kurus untuk tinggi badannya karena
kekurangan pangan akut atau penyakit. Sedangkan, kategori kekurangan
gizi atau gizi buruk adalah kondisi berat badan kurang yang dapat terjadi
pada anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Ironisnya, jika malnutrisi ini
terjadi secara akut, maka akan berisiko tinggi terhadap kematian.
c. Defisiensi gizi mikro
Defisiensi zat gizi mikro ini disebabkan karena kekurangan asupan,
penyerapan atau penggunaan satu atau lebih vitamin dan mineral. WHO
mengindikasikan tiga hal yang masih harus dipertimbangkan dalam
menyatakan seorang anak mengalami defisiensi zat gizi mikro. Di
antaranya adalah anemia gizi besi, defisiensi vitamin A, dan defisiensi
yodium. Vitamin A itu bukan hanya bermanfaat untuk mata saja.
Melainkan juga berpengaruh terhadap fungsi otak dan kebutuhan nutrisi
tubuh anak. Serta, jika anak-anak mengalami masalah gizi defisiensi
yodium, maka ada kecenderungan kecerdasan intelektual (IQ) anak
tersebut akan mengalami 10-15 persen lebih rendah dibandingkan anak-
anak lain seusianya.

2. Beban Ganda Masalah Gizi


Beban ganda (double burden) malnutrisi, meliputi kurang gizi dan
kelebihan berat badan.

a. Kekurangan Gizi
Salah satu contoh kejadian kekurangan gizi di Indonesia adalah
balita pendek atau biasa disebut dengan stunting. Data Prevalensi
balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara. Di
Indonesia, stunting merupakan masalah serius dan juga merupakan
masalah gizi utama yang sedang dihadapi. Bila masalah ini bersifat kronis,
maka akan memengaruhi fungsi kognitif yakni tingkat kecerdasan yang

11
rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
Masalah stunting memiliki dampak yang cukup serius; antara lain, jangka
pendek terkait dengan morbiditas dan mortalitas pada bayi/balita, jangka
menengah terkait dengan intelektualitas dan kemampuan kognitif yang
rendah, dan jangka panjang terkait dengan kualitas sumberdaya manusia
dan masalah penyakit degeneratif di usia dewasa.
Kondisi bertambah sulit karena pada level implementer program
dan masyarakat, persoalan stunting seolah masih terdengar asing. Masih
terdapat banyak masyarakat yang belum mengetahui perihal stunting, baik
dari definisi, penyebab, dampak yang ditimbulkan hingga penanggulangan
yang dapat dilakukan. Hal ini terlihat kontras sekali dengan kondisi di
hulu, yang mana pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan dan
menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk program
penanggulangan stunting yang tentu saja semestinya sampai dan dirasakan
oleh masyarakat.

b. Kelebihan Gizi
Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang telah dirasakan
di sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada
masyarakat beberapa kemajuan dalam standar kehidupan dan pelayanan
yang tersedia. Akan tetapi, modernisasi juga telah membawa beberapa
konsekuensi negatif yang secara langsung dan tidak langsung telah
mengarahkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola makan dan
aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap munculnya salah satu
contoh penyakit kelebihan gizi yaitu obesitas. Saat ini terdapat bukti
bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas
meningkat sangat tajam di seluruh dunia yang mencapai tingkatan yang
membahayakan. Hal ini juga terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia obesitas juga telah menjadi masalah kesehatan yang serius.
Beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota
besar menujukkan bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan
remaja cukup tinggi. Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja

12
siswa/siswi SMP juga menunjukkan bahwa remaja di perkotaan dan
remaja di daerah pedesaan mengalami obesitas. Angka prevalensi obesitas
sudah merupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa
obesitas dan segala implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius
bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar.

3. Transisi Epidemiologi Masalah Gizi


Dewasa ini, epidemiologi banyak digunakan dalam analisis masalah
gizi masyarakat. Masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor
yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi
masyarakat melalui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis
berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi
masyarakat, baik yang bersifat biologis, dan terutama yang berkaitan
dengan kehidupan sosial masyarakat. Dari berbagai contoh ruang lingkup
penggunaan epidemiologi, lebih memperjelas bahwa disiplin ilmu
epidemiologi sebagai dasar filosofi dalam usaha pendekatan analis
masalah yang timbul dalam masyarakat, baik yang bertalian dengan
bidang kesehatan maupun masalah lain yang erat hubungannya dengan
kehidupan masyarakat secara umum. Epidemiologi telah berkembang dan
diakui sebagai cabang ilmu tersendiri termasuk di Indonesia. Epidemiologi
gizi dapat dipandang bagian sebagai ilmu gizi maupun ilmu epidemiologi.
Epidemiologi gizi mempelajari penyebaran penyakit terkait gizi dan
faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada manusia serta
aplikasi dalam mengatasi problem kesehatan. Epidemiologi gizi dapat
digunakan untuk mengungkap besaran masalah, menentukan hubungan
kausalitas (sebab-akibat) baik dalam ilmu gizi, ilmu kesehatan masyarakat,
dan ilmu kedokteran klinik, melaksanakan intervensi program,
memperbaiki maupun mengurangi masalah gizi dan kesehatan serta untuk
surveilens masalah gizi. Epidemiologi gizi mempunyai metode-metode
spesifik yang berkembang dan tidak dikembangkan dalam disiplin ilmu
lain.

13
Transisi epidemiologi adalah perubahan distribusi dan faktor-faktor
penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi yang baru.
Keadaan transisi epidemiologi ini ditandai dengan perubahan pola
frekuensi penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan
yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab
kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit
menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru
semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup,
sosial ekonomi dan meningkatnya umur harapan hidup yang berarti
meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.
Transisi epidemiologi saat ini bukan hanya mengarah pada penyakit
menular namun sudah merambah pada meningkatnya penyakit tidak
menular. Salah satu penyakit tidak menular yang saat ini menjadi masalah
dunia yaitu masih tingginya kejadian obesitas. Obesitas sendiri terjadi
karena sudah pada level yang bisa dikatakan gawat, yang merupakan
lanjutan dari gizi lebih yang sudah parah. Gizi lebih atau overweight juga
mengalami peningkatan dalam 30 tahun terakhir. Salah satu kelompok
umur berisiko terjadinya gizi lebih yaitu usia remaja. Gizi lebih dan
obesitas pada anak dan remaja akan menjadi masalah yang merisaukan
karena dapat menurunkan rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan
gangguan psikologis. Selain itu gizi lebih pada remaja cenderung berlanjut
hingga dewasa dan lansia. Gizi lebih merupakan salah satu faktor risiko
penyakit degenerative seperti penyakit kardiovaskuler, dan beberapa jenis
kanker.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah Gizi  adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidak
seimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan
dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Masalah gizi dikelompokkan
menjadi 3 yaitu : masalah gizi yang sudah terkendali {(Kurang vitamin A /
KVA), GAKI(kekurangan iodium/yodium), anemia}. Masalah gizi yang
belum terselesaikan {stunting, gizi kurang / Kurang Energi Kronis
(KEK)}. Masalah gizi yang paling mengancam kesehatan {obesitas(gizi
lebih)}.
Trend masalah gizi di Indonesia :
- Gizi berlebih
- Gizi kurang
- Defisiensi gizi mikro
Beban ganda masalah gizi terdiri dari kekurangan gizi dan kelebihan gizi.

B. Saran
- Bagi siswa :
Menjaga dan meningkatkan kondisi tubuh dengan cara mengatur
pola hidup yang sehat, yaitu dengan berolahraga secara teratur, lebih
selektif dalam mengkonsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi
tinggi dan membagi waktu dalam melakukan tiap aktifitas.
- Bagi orang tua :
Orang tua dapat meningkatkan pemahaman tentang makanan yang
bergizi dengan harga terjangkau sehingga dapat memberikan konsumsi
makanan yang beragam dan bergizi tanpa harus mengeluarkan biaya
tambahan.
- Bagi guru pendidikan jasmani :

15
Meningkatkan pendidikan kesehatan dan jasmani khususnya
pemberian informasi makanan yang bergizi dan latihan kebugaran
jasamani yang efektif.
- Pihak sekolah :
Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan sekolah-sekolah
kesehatan untuk mengadakan penyuluhan tentang gizi remaja serta
kebugaran jasmani, sehingga siswa terwacanakan dan termotivasi cara
membentuk status gizi yang baik dan kebugaran jasmani dalam
menunjuang kelancaran proses belajar mengajar.
- Instansi terkait :
Dinas pendidikan dan Dinas Kesehatan dapat bekerjasama untuk
meningkatkan kualitas dengan program peningkatkan status gizi siswa
dan program peningkatkan kebugaran jasmani siswa.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.uny.ac.id/7935/4/BAB%205%20-%2006601244070.pdf

https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/masalah-gizi-di-indonesia/

https://www.suara.com/health/2018/05/15/130906/4-masalah-gizi-intai-remaja-
indonesia?page=all

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/31/070200023/3-masalah-gizi-di-
indonesia-dari-gizi-berlebih-sampai-defisiensi-gizi?page=all

http://eprints.ums.ac.id/68660/3/BAB%20I.pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/4b0d5e7d47dbbe62fecf604
2ddadce1c.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai