Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Infark Miokard Akut


Disusun untuk memenuhi syarat kelengkapan program dokter internsip

Disusun oleh:

dr. Josephine Claudia Sirait

Pembimbing:

dr. Trinandika Ardhana,Sp.JP

Pendamping:

dr. Alberti Shintya Sari

dr. Vidi Prasetyo Utomo

RSU WONOLANGAN

KABUPATEN PROBOLINGGO

JAWA TIMUR

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkah-
Nya sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Infark Miokard Akut” ini. Laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas
program dokter internsip di RSU Wonolangan. Penyusunan laporan kasus ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
dokter pembimbing saya dr. Alberti Shintya Sari dan dr. Vidi Prasetyo Utama serta
seluruh pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan laporan kasus ini.
Semoga lapsus ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Pepatah mengatakan bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dalam
penyusunan laporan kasus ini yang banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan guna penyempurnaan laporan kasus ini. Besar harapan penyusun, semoga
laporan kasus ini memberikan manfaat kepada semua pihak di bidang kesehatan dan
pada umumnya, serta khususnya bagi kami selaku dokter internsip.

Probolinggo, Juni 2020

Penyusun

2
BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. PH
Umur : 52 tahun
Alamat : Kedungdalem-Dringu
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal periksa : 21 januari 2020
No RM : 18013628

ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : nyeri dada sebelah kiri

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSU Wonolangan dengan keluhan nyeri dada sebelah
kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada terasa hilang timbul sekitar
15 menit, dada terasa seperti tertimpa beban berat. Nyeri dada menjalar ke punggung
dan lengan kiri. Sejak subuh ( 6 jam sebelum ke IGD) pasien merasa keluhan nyeri
dada semakin berat sehingga pasien merasa sesak dan lemas. Pasien juga merasakan
keringat dingin saat sedang nyeri dada. Keluhan dialami terus-menerus dan tidak
membaik dengan istirahat. Awalnya nyeri timbul saat aktivitas dan berkurang dengan
istirahat. Selain itu, pasien juga mengeluh mual, namun tidak muntah sejak 2 hari
SMRS. Keluhan batuk, nyeri di ulu hati, suara serak, maupun sering merasa makanan
yang sudah ditelan kembali ke mulut disangkal. Dalam 1 minggu terakhir pasien
sering ngongsrong bila berjalan agak jauh, lebih nyaman jika tidur dengan posisi
kepala lebih tinggi. BAK dan BAB dalam batas normal.

3
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan pernah MRS di RSU Wonolangan dan dirawat di ICU 1


tahun yang lalu dan dikatakan sakit jantung, tetapi pasien tidak tahu secara jelas
riwayat penyakitnya. Hipertensi dialami sejak lama, baru konsumsi obat sejak sakit
jantung 1 tahun yang lalu. DM, riwayat stroke, maupun perdarahan saat buang air
besar disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit sama dengan pasien.
Asma (-), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Alergi (-)

e. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien merokok minimal 1 bungkus per-hari sejak 30 tahun yang lalu dan
berhenti merokok sejak masuk rumah sakit. Pasien masih rutin minum kopi hingga
saat ini.

f. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien mengaku rutin mengonsumsi obat jantung dari dr. Dika, Sp.JP namun
dalam 1 bulan belakangan pasien berhenti berobat karena tidak ada yang mengantar
untuk kontrol bulanan.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : lemah


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 190/110 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 28 x/menit
Temperatur : 36,80C (aksila)
b. Status General
Kulit

4
Warna : Sawo matang
Turgor : cepat kembali
Ikterus : (-/-)
Anemia : (-/-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Tersebar rata, Sukar dicabut, Berwarna hitam.
Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),
Conj.palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)
Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah : Beslag (-), Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Peningkatan TVJ : (-), R -2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depandanbelakang
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Pergerakan simetris

Retraksi : (-)

2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)

5
- Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
3. Perkusi
- Sonor (+/+)
- Redup (-/-)
4. Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS VI 3 jari lateral midclavicularis


Sinistra

Perkusi : Batas jantung atas : di ICS III Parasternal sinistra

Batas jantung kanan : di Linea Parasternalis Dekstra

Batas jantungkiri : di ICS VI linea axillaris anterior sinistra

Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-), Undulasi (-)

Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal

Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas:

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri

Edema - - - -
Pucat - - - -
Sianosis - - - -

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG

Interpretasi Hasil EKG:


Irama asinus rithm dan tampak gelombang T inverse di lead II, dan aVF, V5-V6 yang
menandakan adanya iskemi inferior lateral. Adanya ST elevasi di lead V1-V2 yang
menunjukkan iskemia yang septal. Jumlah R dan S V1 dan V6 adalah 55 mm/detik
yang menunjukkan adanya LVH.

2. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 11,9 11,7-15,5
Ht 48,4 34-50
Leukosit 10,600 3,6-11,0
Trombosit 463.000 150-440
Eritrosit 5,38 3,8-5,20
MCV 90,0 80-100
MCH 25,3 28-34
MCHC 28,1 32-36

7
GDA 137 <200
Kolesterol Total 269 <200
Trigliserida 178 <150
BUN 11,8 10.0-20.0
Kreatinin Darah 0,64 0.60-1.10
Natrium Darah 134,5 135-145
Kalium Darah 3.80 3,5-5,5
Clorida Darah 95,6 85-168
Troponin 1 Neg <0,01

RESUME

Pasien laki laki, 52 tahun dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada terasa hilang timbul sekitar 15 menit, dada
terasa seperti tertimpa beban berat. Nyeri dada menjalar ke punggung dan lengan kiri.
Sejak subuh ( 6 jam sebelum ke IGD) pasien merasa keluhan nyeri dada semakin
berat sehingga pasien merasa sesak dan lemas. Pasien juga merasakan keringat dingin
saat sedang nyeri dada. Keluhan dialami terus-menerus dan tidak membaik dengan
istirahat. Awalnya nyeri timbul saat aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Selain
itu, pasien juga mengeluh mual sejak 2 hari SMRS. Dalam 1 minggu terakhir pasien
sering ngongsrong bila berjalan agak jauh, lebih nyaman jika tidur dengan posisi
kepala lebih tinggi.

Riwayat MRS di ICU 1 tahun yang lalu karena sakit jantung. Pasien merokok
sejak 30 tahun yang lalu. 1 bulan ini pasien tidak mengonsumsi obat jantung.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 190/110, HR 90x/ m kuat angkat, dan


regular dengan batas jantung kiri bergeser ke ICS 6 linea aksilaris sinistra, tidak
didapatkan murmur, gallop, ataupun rhoncii basah halus. Edema ektremitas -.
Pemeriksaan EKG di IGD menunjukkan adanya iskemia inferior lateral dan adanya
hipertrofi ventrikel kiri.

DIAGNOSA KERJA

IMA Inferolateral + HF + LVH

PENATALAKSANAAN
1. Nonfarmakologi
a. Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya

8
b. Diet rendah lemak dan garam
c. Life style

2. Farmakologi
 Oksigen 2 - 4 L/menit
 IVFD Hidromal 7 tpm
 Inj. Furosemide 3x1
 Inj. Furamin 2x1
 Inj. Esomeprazole 2x1
 Inj. Diviti 1x1
 ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
 Atorvastatin 0-0-20mg
 Aspilet 80mg 1x 4 unit
 Clopidogrel 75 mg 1 x 4 unit
 Angintris MR 2x1

Follow Up

Tanggal S O A P
22/01/202 nyeri dada (+), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
ngosan (+), sesak (+) tpm
0 Tensi: 180/100 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
Nadi: 81x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 24 x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36,5 oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Atorvastatin 0-0-
Telinga : dbn 20mg
 Aspilet 1x80mg
Hidung : dbn
 Clopidogrel 1x75
Mulut : kering (-) mg
 Angintris MR 2x1
Leher : dbn
 Q-ten 2x100mg
Thorax : BJ I-II regular  Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)

9
23/01/202 nyeri dada (+) hilang KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
timbul, ngos-ngosan (-), tpm
0 Tensi: 170/90 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
sesak (-)
Nadi: 84x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 240x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Atorvastatin 0-0-
Telinga : dbn 20mg
 Aspilet 1x80mg
Hidung : dbn
 Clopidogrel 1x75
Mulut : kering (-) mg
 Angintris MR 2x1
Leher : dbn
 Q-ten 2x100mg
Thorax : BJ I-II regular  Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)
24/01/202 nyeri dada (-), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  IVFD Hidromal 7
ngosan (-), sesak (-) tpm
0 Tensi: 140/90 mmHg HF + LVH
 Inj. Furosemide 3x1
Nadi: 83x / menit, regular  Inj. Furamin 2x1
Pernafasan: 20 x /menit  Inj. Esomeprazole
2x1
Suhu : 36,8 oC  Inj. Diviti 1x1
Mata : cekung (-),  ISDN 2x5mg
 Concir 1x2,5mg
CPA(-/-), SI (-/-)  Atorvastatin 0-0-
Telinga : dbn 20mg
 Aspilet 1x80mg
Hidung : dbn
 Clopidogrel 1x75
Mulut : kering (-) mg
 Angintris MR 2x1
Leher : dbn
 Q-ten 2x100mg
Thorax : BJ I-II regular  Proclozam 0-010mg
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)

10
25/01/202 nyeri dada (-), ngos- KU : cukup, GCS 456 IMA Inferolateral +  KRS
ngosan (), sesak (-), HF + LVH  Furosemide 1x1
0 Tensi: 130/80 mmHg
 Lansoprazole 1x1
sudah mobilisasi di
Nadi: 81x / menit, regular  ISDN 2x5mg
tempat tidur
Pernafasan: 20 x /menit  Concir 1x2,5mg
 Atorvastatin 0-0-
Suhu : 36,5 oC 20mg
Mata : cekung (-),  Aspilet 1x80mg
 Clopidogrel 1x75
CPA(-/-), SI (-/-) mg
Telinga : dbn  Angintris MR 2x1
 Q-ten 2x100mg
Hidung : dbn
Mulut : kering (-)
Leher : dbn
Thorax : BJ I-II regular
SD Vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Peristaltik (+)
normal, Nyeri tekan
epigastrium (-)
Ektremitas : akral hangat
(+/+) / (+/+)

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Infark Miokard adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard akibat
ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan miokard yang menyebabkan
hipoksia miokard.1
Gagal Jantung (HF) adalah komplikasi yang sering terjadi akibat miokard infark
(MI). Beberapa faktor, seperti iskemia miokard berulang, ukuran infark, ventricular
remodeling, komplikasi mekanik, dapat terlihat dari disfungsi sistolik ventrikel kiri
dengan atau tanpa gejala klinik HF setelah MI.1

3.2 Epidemiologi
Prevalensi gagal jantung + 2-3% dari populasi pada umum > 45 tahun. Dalam
satu tahun nilai mortalitas 30-40%. Pada penelitian EuroHeart Faiure 9% dari pasien
UK meninggal selama penanganan, dan bisa bertahan selama 12 minggu. Insidensi
dan nilai dari perawatan rumah sakit denga gagal jantung meningkat cepat dan dapat
dilihat dari usia, rata-rata usia pasien dengan gagal jantung di UK adalah + 75 tahun.2

3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab IMA akibat adanya penyumbatan ini, terjadi gangguan pasokan suplai
energi kimiawi ke otot jantung (miokard), sehingga terjadilah gangguan
keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan.3
Banyak penelitian menunjukkan bahwa risiko gagal jantung post-MI lebih tinggi
dalam pasien yang lebih tua, dan orang-orang dengan riwayat penyakit jantung dan
diabetes melitus. Prediktor awal gagal jantung pada usia tua, diabetes melitus, atau
gejala jantung sebelumnya, sementara prediktor gagal jantung adanya riwayat
hipertensi, jenis kelamin, takikardi, dan peningkatan serum creatine phosphokinase.4

3.4 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda yang dapat dijumpai adalah, sesak nafas, mudah lelah, tetapi
gejala ini sulit untuk diinterpretasikan, khususnya pada pasien usia lanjut, obesitas

12
dan pada perempuan. Kelelahan dapat meliputi cardiac output yang menurun,
hipoperfusi perifer. Edema perifer, peningkatan tekanan vena dan hepatomegali
merupakan tanda karakteristik dari kongesti vena sistemik.5

Patofisiologi MI dengan Gagal Jantung


MI akan dapat mempengaruhi fungsi ventrikel: ventrikel yang sehat dapat
menjadi disfungsi secara cepat akibat iskemi miokard yang luas dan nekrosis
sebagian. Disfungsi pompa pada periode infarct dapat berlangsung lama karena
stunning miokard atau aritmia. Penyebab utama gagal jantung setelah MI pada hampir
semua pasien adalah banyaknya jumlah nekrosis miokard dengan remodeling
ventrikel.5,6

Gambar 1. Patofisiologi Myocardial ischemia7

Remodeling ventrikel meliputi penipisan dinding ventrikel pada area infark,


dilatasi ruang ventrikel, dan kompensasi hipertrofi dengan pemanjangan miokard non-
infark. Pada intinya, tujuan remodeling menjaga stroke volume dan fungsi pompa
pada ventrikel kiri tetapi semakin lama dapat berubah menjadi maladaptive, yang
menyebabkan peningkatan wall stress dan kebutuhan oksigen, fibrosis interstisial,
penurunan kontraktilitas dan gagal jantung. Remodeling berhubungan dan
menyebabkan stimulasi neurohormonal. Proses remodeling berlangsung secara cepat
pada periode post-infark.7

3.5 Diagnosa
a) Anamnesis: pada anamnesa pasien mengeluhkan adanya sesak nafas dan sering
terbangun ketika malam hari karena merasa sesak, mudah lelah, dan adanya nyeri
dada yang menjalar ke punggung, leher ataupun lengan8

13
b) Pemeriksaan Fisik9
 Dinilai dari keadaan umum pasien, biasanya pasien datang dengan
keadaan pasien tampak lemas
 Pada palpasi didapatkan hasil dalam batas normal
 Pada perkusi biasanya didapatkan batas jantung paru menyempit
c) Pemeriksaan Penunjang10,11
1. Elektrokardiografi: gelombang Q patologis yang menunjukkan adanya LVH
yang menyebabkan disfungsi miokard. Gelombang QRS >120 ms dapat
menunjukkan adanya disfungsi kardium.
2. Chest X-ray merupakan salah satu diagnose penunjang pada gagal jantung.
Dengan tujuan untuk melihat adanya kardiomegali dan kengesti pulmonal,
tetapi ini hanya memberikan nilai prediktif dalam tanda dan gejala klinis
pada abnormal ECG.
3. Pemeriksaan hematologi dan biokimia darah: meliputi darah lengkap (Hb,
leukosit dan platelet), serum elektrolit, gula darah, faal hepar dan urinalisa.
4. Natrium peptide: apabila menunjukkan adanya peningkatan maka dapat
menunjukkan adanya disfungsi diastolik. Keadaan lain pada abnormalitas
kardium bisa dikarenakan elevasi serum natrium peptide yang meliputi
adanya hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi katup jantung, akut atau kronik
iskemia atau hipertensi dan emboli pulmonal.
5. Echokardiografi: untuk menilai fungsi ventrikel yaitu ejeksi fraksi ventrikel
kiri (LVEF) untuk membedakan pasien dengan disfungsi kardium diastolik.

14
Gambar 2. Algoritma penegakan diagnosis gagal jantung7

Tabel 1. Klasifikasi Heart failure berdasarkan NYHA7

3.6 Penatalaksanaan

Pengobatan yang terbaik untuk HF setelah MI adalah blokade neurohormonal.


Terapi farmakologi menghambat rennin angiotensin aldosteron dan sistem syaraf
simpatik telah dievaluasi secara klinik dalam jumlah besar post MI. β-blockers, ACE
inhibitors, dan reseptor angiotensin II blockers (ARB) untuk menurunkan remodelling
ventrikel kiri dan untuk menurunkan mortalitas post-MI.12

Non Farmakologi12
1. Monitoring BB
2. Diet: sodium  mengontrol konsumsi garam pada makanan. Cairan  control
jumlah cairan yang masuk pada pasien dengan atau tanpa hiponatremia.
3. Olahraga: olahraga akan memperbaiki fungsi otot skeletal dan kapasitas
fungsional. Olahraga dapat dilakukan pada pasien stage II-III.

Farmakologi12
Angiotensin-converting enzyme inhibitors
Merupakan lini pertama pada pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
yang menunjukkan adanya penurunan ejeksi fraksi <40-45% dengan atau tanpa
gejala.
ACE-inhibitors pada disfungsi ventrikel kiri asimptomatik

15
Asimptomatik pasien dengan disfungsi sitolik ventrikel kiri harus diterapi dengan
ACE-inhibitors untuk menghambat atau mencegah berkembangnya gagal jantung.
ACE-inhibitor juga menurunkan resiko infark miokard dan sudden death.
ACE-inhibitors pada gagal jantung simptomatik
 Semua pasien dengan gagal jantung simptomatik dikarenakan oleh disfungsi
sistolik ventrikel kiri
 ACE-inhibitor dapat memperbaiki dan mempertahankan, gejala, fungsi
kapasitas dan menurunkan angka perawatan pasien gagal jantung sedang dan
berat dan disfungsi sistolik ventrikel kiri
 Diberikan dengan diuretic pada pasien dengan retensi cairan
 Kontraindikasi pada pasien dengan stenosis arteri renal bilateral dan
angioedema.

Tabel 2. Penggunaan ACE inhibitors pada gagal jantung12

Tabel 3. Obat - obat Ace Inhibitors yang direkomendasikan12

Diuretik
 Diuretic diberikan untuk pengobatan simptomatik ketika adanya kelebihan
cairan dan adanya kongesti pulmonal atau edema perifer. Penggunaan diuretic

16
dapat memberikan respon cepat pada dyspnoea dan meningkatkan toleransi
aktivitas.
 Diuretic selalu dikombinasikan dengan ACE-inhibitor dan beta-blockers.
 Diuretic hemat potassium diberikan pada pasien hipokalemi atau gagal jantung
berat dan dikombinasikan dengan ACE-inhibitor dan spironolakton dosis
rendah.
 Pembeberian diuretic hemat potassium harus selalu memantau serum kreatinin
dan potassium.

Tabel 4. Penggunaan diuretik pada gagal jantung12

Beta-adrenoreseptor antagonist
 Beta-bloker harus dipertimbangkan untuk pengobatan pada semua pasien
gagal jantung ringan, sedang dan berat dengan iskemi atau non iskemi
kardiomiopati dan penurunan LVEF pada pengobatan standart, meliputi
diuretic dan ACE-inhibitor.

Tabel 5. Dosis diuretik12

17
Aldosterone receptor antagonists
 Dapat diberikan pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan tanda
dari gagal jantung atau DM untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas.

Angiotensin II receptors blockers


 Dapat diberikan sebagai alternative dari ACE-inhibitor pada pasien
asimptomatik yang intoleransi terhadap ACE-inhibitors.
 ARBs dan ACE memiliki efikasi yang sama pada CHF terhadap mortalitas
dan morbiditas.

Tabel 6. Dosis obat ARB pada gagal jantung12

18
Cardiac glycosides
 Indikasi pada atrial fibrilasi.
 Digoxin tidak memiliki efek pada mortalitas tapi bias mengurangi angka
perawatan, pasien dengan gagal jantung karena disfungsi sistolik dan sinus
rithm diobati dengan ACE, beta bloker diuretic dan pasien dengan gagal
jantung berat diberikan spironolakton.
 Kontraindikasi pemberian glikosida meliputi bradikadi, AV blok kedua dan
ketiga, sindrom sinus karotis, sindrom wolff-parkinson-white, hipertrofi
obstruksi kardiomiopati, hipokalemia dan hiperkalamia.
 Dosis digoxn yang dpat diberikan 0,125-0,25 mg per oral jika serum kreatinin
dalam batas normal

Vasodilator agents in chronic heart failure


 Pemberian obat ini tidak spesifik pada CHF tetapi dapat digunakan sebagai
terapi adjuvant angina
 Pada kasus intoeransi ARBs dan ACE, kombinasi hydralazine/nitrat dapat
diberikan untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan kualitas hidup
 Nitrat bias diberikan untuk pengobatan angina atau dispneu.

Positive inotropic therapy


 Pengulangan atau pemanjangan pengobatan dengan agen inotropik oral untuk
akan meningkatkan mortalitas dan tidak direkomendasikan pada CHF.
 Pemberian inotropik secara intravena dapat diberikan pada pasien dengan
gagal jantung derajat sedang dengan tanda dari penyumbatan kedua paru dan
hipoperfusi bilateral.
 Levosimendan memiliki efek yang bermanfaat pada gejala dan fungsi organ.

19
Anti-thrombotic agents
 Pada CHF dengan atrial fibrilasi, tromboembolitik, thrombus ventrikel kiri.
 Post-miokard infark, seperti aspirin atau anti koagulan oral direkomendasikan
sebagai profilaksis kedua.
 Aspirin harus diperhatikan pada pasien dengan perawatan yang memburuk
karena berpotensi akan menyebabkan komplikasi perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Davey P. At A Glance Medicine. Jakarta. Erlangga Medical Series. 2010

2. Rilantono, Lily, Ismudiati, et al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. hal 173-181.

3. Christopher P. Cannon, Eugene Braunwald. Unstable Angina and NSTEMI


Myocardial Infarction. Harrisons’s Principles and Internal Medicine 16 ed: Mc
Graw Hill 2005. P :1444-8

4. Ferri F. Practical Guide to The Care of The Medical Patient. Philadelphia: Mosby
Elsevier. 2011

5. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. 2005. Hal 589-599.

6. Horstick G, Bierbach B. et al. Critical Single Proximal Left Arterial Descending


Coronary Artery Stenosis to Mimic Chronic Myocardial Ischemia: A New Model
Induced by Minimal Invasive Technology. J Vasc Res; 2009. vol46:290–298

7. Kumar, Abbas, Fausto, dan Mitchell. Robbins: Basic Pathology. 8th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.

8. Guyton AC. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit
Buku Kedokteran. 2007

9. Choi BW. Differentiation of Acute Myocardial Infarction from Chronic


Myocardial Scar with MRI. Korean J Radiol 7(1). 2006.

10. Abdel-Aty H, Zagrosek A, Schulz-Menger J et al. Differentiate Acute From


Chronic Myocardial Infarction Delayed Enhancement and T2-Weighted
Cardiovascular Magnetic Resonance Imaging. Circulation. 2004. 109:2411-2416.

11. Harun, Sjaharuddin, Idrus Alwi. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. 2000. Hal: 1626.

12. PERKI, Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta. 2015

21

Anda mungkin juga menyukai