Anda di halaman 1dari 17

Tugas Baca

ABLASIO RETINA

Oleh :

Wahyu Sandika Putra

NIM. 1930912310037

Pembimbing :

dr. Etty Eko Setyowati, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2021

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2

BAB III KESIMPULAN................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Robekan Retina ............. ..................................................... 6

2.2 Ablasio Retina Tipe Regmatogenosa................................... 7

2.3 Ablasio Retina Tipe Eksudatif............................................... 7

2.4 Ablasio Retina Tipe Traksi....................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan


ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea
yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan
koroid terdapat rongga yang potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas
dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang
terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya
kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf
misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.
Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras,
kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina
berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf
optikus dan otak.2

ii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik,


yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam,
epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel
batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau
pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas
secara embriologis. 1,3,7

Gambar 2.1

B. Epidemiologi

Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah
miopia, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien
dengan ablasio memiliki miopia, 30-40% mengalami pengangkatan katarak, dan
10-20% telah mengalami trauma okuli. ablasio retina yang terjadi akibat trauma

2
3

lebih sering terjadi pada orang muda, dan miopia terjadi paling sering pada usia
25-45 tahun. Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan untuk terjadinya
ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga tertentu (misalnya, tinju dan
bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko terjadinya ablasio
retina.2,8,9
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan trauma
okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan 40%
perempuan.9
Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun, cedera
paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera
mata.9

C. Etiologi

 Terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami


likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina.2
 Retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina.2
 Akumulasi cairan dalam ruangan subretina akibat proses eksudasi.2

D. Klasifikasi

Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:


1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi
terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2,3


4

a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun
usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3:2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miopia.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke
anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah
ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul
saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau
sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis
pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina
terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui
istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-
without or occult pressure, acquired retinoschisis

Gambar 2.2
Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear .
5

2. Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)


i. Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di
bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina
terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab
Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi
Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit
mata meliputi akibat inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit
vascular (central serous retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat
neoplasma (malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi
bola mata pada operasi intraokuler.1,2,3
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3

a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.


b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya
bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi di puncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.
6

Gambar 2.3
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara .

ii. Ablasio retina traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang
dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan
kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari
ablasio retina regmatogensa.1,2,3
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat
retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina,
sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6

Gambar 2.4
Ablasio retina traksi

E. Patofisiologi
7

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan


rongga vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata
yang matur dapat berpisah :5

 Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami


likuifikasi dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio
progresif (ablasio regmatogenosa)
 Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan
retina ataupun traksi pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau
neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran
pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Walaupun jarang
terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio
retina eksudatif)
 Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel
pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan
epitel di sepanjang daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke
bagian retina midperifer dan makula. Pada ablasio tipe ini permukaan
retina akan lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke
ora serata. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada
permukaan retina, misalnya seperti pada retinopati proliferatif pada
diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

F. Diagnosis

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi


dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis

Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya
kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau
degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3
8

c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian


seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang
telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.1,3,6

Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir,


tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang
menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah
makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan
penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya
mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan gelap atau kerudung didepan mata.2,3
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan
teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan
sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler,
riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia,
galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga dengan sakit mata yang
sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio
retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia, eklamsia, dan
prematuritas).1,2,3

2. Pemeriksaan oftalmoskopi
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan
kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3

b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3

c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk


mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek
binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak
sebagai membran abu – abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler
koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan
pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina
9

yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok – kelok dan


membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan –
lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena
terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6

d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3

e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai


khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.3

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki


semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi
antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih
lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar,
dan meredakan traksi vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu :6
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina
yang terlepas.

3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk


menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.

Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :


1. Scleral buckling

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa


terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
10

padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi lokasi dan
jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk
memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk
dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga
terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6
2. Retinopeksi pneumatik

Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada


ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian
superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi
robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika
robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang
dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser
sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala
tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi
robekan retina.3,6

3. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan
vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola
mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas
badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan – perleketan. Teknik dan
instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90%
lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata
modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6

H. Komplikasi

Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut


11

sampai seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak
dapat dipulihkan, dan penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata
yang terkena. Komplikasi lain dapat mencakup perdarahan ke dalam mata
(perdarahan vitreous), glaukoma (sudut tertutup), peradangan, infeksi, dan
jaringan parut akibat operasi. Kehilangan persepsi cahaya juga dapat terjadi.4

I. Prognosis

Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data
yang ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan
fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus dimana makula yang terlibat hanya
sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan dengan jangka
waktu kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar
75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50
%.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina
yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor
seperti irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif,
dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan
dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6
12
BAB III
KESIMPULAN

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel


kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih
banyak terjadi pada usia 40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak
adalah miopia, operasi katarak (afakia, pseudofakia), dan trauma okuler.
Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan
tajam penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang
mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang
menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina
berwarna merah.
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan
kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan
pembedahan. Namun, pada ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi
medikamentosa sesuai dengan etiologinya.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya
ablasio, diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi,
karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. DR.Dr.Widya Artini, SpM, Pemeriksaan Dasar Mata, Edisi pertama,
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.
3. Bruce James, Chris Chew,Anthony Bron, Lecture Notes On Oftalmology
, edisi kesembilan ,Blackwell Science Ltd :Penerbit Erlangga
4. Ilyas, Sidarta. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata ,edisi keempat.
2009.. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. p.107-10.
5. Ghazi NG, Green WR. Pathology and pathogenesis of retinal detachment.
Eye (Lond). 2002 Jul;16(4):411-21.
6. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
7. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007. Hal. 470-464
8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university
press: New York. P.118-119

9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010


[cited 19th June 2012]. Available from :
http//emedicine.medscape.com/article/1226426

12

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapsus GBS
    Lapsus GBS
    Dokumen54 halaman
    Lapsus GBS
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen5 halaman
    Bab 1
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • LEMBAR PENILAIAN Kasus 2016
    LEMBAR PENILAIAN Kasus 2016
    Dokumen6 halaman
    LEMBAR PENILAIAN Kasus 2016
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Referat Mata Tass
    Referat Mata Tass
    Dokumen19 halaman
    Referat Mata Tass
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen6 halaman
    Daftar Isi
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Definisi
    Definisi
    Dokumen2 halaman
    Definisi
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen11 halaman
    Bab 3
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Diskusi Kasus Hemonk
    Diskusi Kasus Hemonk
    Dokumen16 halaman
    Diskusi Kasus Hemonk
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • MR Hemonk 1
    MR Hemonk 1
    Dokumen11 halaman
    MR Hemonk 1
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • MR Hemonk 2
    MR Hemonk 2
    Dokumen10 halaman
    MR Hemonk 2
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Wahyu'
    Wahyu'
    Dokumen19 halaman
    Wahyu'
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Firman
    Firman
    Dokumen18 halaman
    Firman
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Varicella Dan Variola: Tugas Ujian
    Varicella Dan Variola: Tugas Ujian
    Dokumen21 halaman
    Varicella Dan Variola: Tugas Ujian
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • SDSCSCSC
    SDSCSCSC
    Dokumen6 halaman
    SDSCSCSC
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Werthtfgrgrghtty
    Werthtfgrgrghtty
    Dokumen7 halaman
    Werthtfgrgrghtty
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • MR Hemonk 1
    MR Hemonk 1
    Dokumen11 halaman
    MR Hemonk 1
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • MR Hemonk 2
    MR Hemonk 2
    Dokumen10 halaman
    MR Hemonk 2
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Referat Herpes Zooster Diani
    Referat Herpes Zooster Diani
    Dokumen19 halaman
    Referat Herpes Zooster Diani
    Diani Wulan Asmuandi
    100% (5)
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen24 halaman
    Bab Ii
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • DDFCCDF
    DDFCCDF
    Dokumen49 halaman
    DDFCCDF
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen11 halaman
    Bab Iii
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen11 halaman
    Bab Iii
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Dokumen13 halaman
    Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Dokumen13 halaman
    Lapsus Tinea Corporis Dengan Dr. Robi
    Wahyu Sandika
    Belum ada peringkat