STROKE
Dokter Pembimbing:
Disusun Oleh :
Ghina Rasyidah
2016730041
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan ini. Atas bantuan dan
segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima
kasih.
05 Agustus 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan salah satu
penyebab kecacatan dan kematian di beberapa negara di dunia. Pada tahun 2013, terdapat sekitar
25,7 juta kasus stroke dengan hamper separuh kasus (10,3 juta kasus) merupakan stroke pertama.
Sebanyak 6,5 juta pasien mengalami kematian dan 11,3 juta pasien mengalami kecacatan.
Di negara berkembang, secara umum angka kecacatan dan kematian stroke cukup tinggi
yakni 81% dan 75,2%. Di Idnoensia, stroke merupakan penyebab kematian tertinggi berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, yaitu 15,4. Data Indonesia Stroke Registry tahun 2012-
2013 mendapatkan sebanyak 20,3% kematian pada 48 jam pertama pascastroke.
Kecacatan dapat berupa defisit neurologi yang berdampak pada gangguan emosional dan
sosial, tidak hanya bagi pasien namun juga bagi keluarganya. Hal ini diperberat dengan tingginya
serangan stroke berulang, jika faktor risiko stroke tidak teratasi dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Stroke merupakan kumpulan gejala akibat gangguan fungsi otak akut baik fokal maupun
global yang mendadak, disebabkan oleh berkurang atau hilangnya aliran darah pada
parenkim otak, retina, atau medulla spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah arteri maupun vena yang dibuktikan dengan pemeriksaan
pencitraan otak dan/ atau patologi.
2. EPIDEMIOLOGI
Insidens stroke di Asia sangat bervariasi, antara lain Malaysia (67 per 100.000 penduduk)
dan Taiwan (330 per 100.000) penduduk. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Kementerian Kesehatan tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 8,3%
pada tahun 2007 menjadi 12,1% pada tahun 2013. Terdapat perbedaan prevalensi di berbagai
provinsi dengan posisi tiga besar secara berurutan yakni Sulawesi Selatan (17,9%), DIY
(16,9%), dan Sulawesi Tengah (16,6%)
Prevalensi stroke meningkat seiring bertambahnya usia dengan puncaknya pada usia ≥ 75
tahun. Di Indonesia, prevalensi stroke tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin. Namun di
jepang, insidens stroke pada jenis kelamin laki-laki dua kali lipat dari perempuan yakni
masing-masing 442 per 100.000 penduduk dan 212 per 100.000.
Presentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan dengan stroke hemoragik. Laporan
American Heart Association (AHA) tahun 2016 mendapatkan stroke iskemik mencapai 87%
serta sisanya adalah perdarahan intraserebral dan subaraknoid. Hal ini sesuai dengan data
Stroke Registry tahun 012-2014 terhadp 5.411 pasien stroke di Indonesia, mayoritas adalah
stroke iskemik (67%). Demikian pula dari 384 pasien stroke yang menjalani rawat inap di
RSUPN Cipta Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2014, sebanyak 71,4% adalah stroke
iskemik.
Adapun angka kematian akibat stroke iskemik (11,3%) relative lebih kecil dibandingkan
stroke perdarahan (17,2%). Secara umum dari 61,9% pasien stroke iskemik yang dilakukan
pemeriksaan CT Scan di Indonesia didpatkan infark terbanyak pada sirkulasi anterior (27%),
diikuti infark lacunar (11,7%), dan infark pada sirkulasi posterior (4,2%).
3. KLASIFIKASI STROKE
1) Berdasarkan patologi
a. Stroke Hemoragik
b. Stroke Iskemik
Stroke akibat terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu. Aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau
bekuan darah yang telah menyumbat di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai
dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan
fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Dapat
berupa iskemia, emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran
umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP) juga dikenal sebagai
Bamford, membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke yaitu total
anterior circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI),
lacunar infarct (LACI), dan posterior circulation infarct (POCI).
4. FAKTOR RISIKO
(1) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi atau dilakukan tata laksana, antara lain
hipertensi, DM, merokok, obesitas, asam urat, dan hiperkolesterol
(2) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis kelamin dan etnis.
A. Hipertensi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu Usia, Jenis kelamin, dan Ras/Suku
Bangsa.
A. Usia
Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4% (usia 18
tahun), 2,4 % (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau lebih), sesuai dengan
studi Framingham yang berskala besar. Hal ini disebabkan oleh peningkatan terjadinya
aterosklerosis seiring peningkatan usia yang dihubungkan pula dengan faktor risiko
stroke lainnya, seperti atrial fibrilasi (atrialfibrillation/AF) dan hipertensi. AF dan
hipertensi sering dijumpai pada usia lanjut.
B. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Namun, angka ini berbeda pada usia lanjut. Prevalensi stroke pada penduduk Amerika
perempuan (tahun 1999-2000) berusia 275 tahun lebih tinggi (84,9%) dibandingkan
laki-laki (70,7%).
Data pasien stroke di Indonesia juga menunjukkan rerata usia perempuan (60,4±13,8
tahun) lebih tua dibandingkan laki-laki (57,5 ±12,7 tahun). Hal ini dipikirkan
berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan plak aterosklerosis
seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan demikian
perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian penyakit vaskuler
dan aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebir rendah dibandingkan lelaki.
Namun pada keadaan menopause dan menopause yang terjadi pada usia lanjut, produksi
estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi tersebut.
C. Ras/Suku Bangsa
Berdasarkan ras, didapatkan ras kulit hitam Amerika mengalami risiko stroke lebih
tinggi dibandingkan kulit putih. Insidens stroke pada kulit hitam sebesar 246 per
100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit putih.
5. PATOGENESIS
1) Stroke Iskemik
Proses terjadinya stroke iskemik diawali dengan adanya sumbatan pembuluh
darah oleh thrombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami gangguan
metabolisme karena tidak mendapat suplai darah, oksigen, dan energy. Trombus
terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis, maupun
pembuluh serebral. Proses ini diawali oleh cedera endotel dan inflamasi yang
mengakibatkan terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan
berkembang semakin lama semakin tabal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan
melekat pada plak serta melepaskan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade
koagulasi dan pembentukan trombus.
Thrombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian
thrombus yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah di bagian yang lebih distal.
Emboli ini sebagian besar berasal dari thrombus di jantung yang terbentuk pada
keadaan tertentu seperti atrial fibrilasi dan riwayat infark miokard. Bila proses ini
berlanjut akan menyebabkan iskemia jaaringan ota kyang menyebabkan kerusakan
yang bersifat sementara atau menjadi permanen yang disebut infrak.
Disekeliling area otak yang mengalami infark biasanya hanya mengalami
ganguan metabolisme yang bersifat sementara yang disebut daerah penumbra. Daerah
ini masih bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan aliran darah kembali (reperfusi)
segera, sehingga mencegah kerusakan yang lebih luas yang berarti mencegah
kecacatan dan kematian. Namun jika penumbra tidak dapat diselamatkan maka akan
menjadi daerah infark. Infark tersebut bukan saja disebabkan oleh sumbatan, tetapi
juga bat proses inflamasi, gangguan sawar darah Otak (SDO) atau (blood brain
barrier/BBB) zat neurotoksik akibat hipoksia, menurunnya aliran darah
mikrosirkulasi kolateral, dan tata laksana untuk reperfusi.
Pada daerah di sekitar penumbra, terdapat berbagai tingkatan kecepatan aliran
darah serebral atau cerebral blood flow (CBF) Aliran pada jaringan Otak normal
adalah 40-50cc/100g otak/menit, namun Pada daerah infark, tidak ada aliran sama
sekali (CBF OmL/100g otak/menit).
Pada daerah yang dekat dengan infark CBF adalah sekitar 10cc/100g otak/menit.
Daerah ini disebut juga dengan daerah ambang kematian sel (threshold of neuronal
death), oleh karena sel otak tidak dapat hidup bila CBF di bawah 5cc/100g
otak/menit.
Pada daerah yang lebih jauh dari infark di dapatkan CBF sekitar 20cc/100g
otak/menit Pada daerah ini aktivitas listrik neuronal terhenti dan struktur intrasel tidak
terintegrasi dengan baik. Sel di daerah tersebut memberikan kontribusi pada
terjadinya defisit neurologis, namun memberikan respons yang baik jika dilakukan
terapi optimal.
Bagian yang lebih luar mendapatkan CBF 30-40cc/100g otak/menit, yang disebut
dengan daerah oligemia. Bagian terluar adalah bagian otak yang normal. Bagian ini
mendapatkan CBF 40-50cc/100g otak/menit. Bila kondisi penumbra tidak ditolong
secepatnya maka tidak menutup kemungkinan daerah yang mendapat aliran darah
dengan kecepatan kurang tadi akan berubah menjadi daerah yang infark dan infark
yang terjadi akan semakin luas.
Pada daerah yang mengalami iskemia, terjadi penurunan kadar adenosine
triphosphate (ATP), sehingga terjadi kegagalan sel, pompa kalium dan natrium serta
peningkatan kadar laktat intraselular. Kegagalan pompa kalium dan natrium
menyebabkan depolarisasi dan peningkatan pelepasan neurotransmiter glutamat.
Depolarisasi meningkatkan kadar kalsium intraselular, sedangkan glutamat yang
dilepaskan akan berikatan dengan reseptor glutamat, yakni N-metil-D-aspartat
(NMDA) dan a-amino-3-hydroxy-5-methyl 4-isonazolipropionid-acid (AMPA), yang
selanjutnya akan menyebabkan masuknya kalsium intraselular. Dengan demikian, hal
tersebut semakin meningkatkan kadar kalsium intraselular. Kalsium intraselular
memicu terbentuknya radikal bebas, nitrit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan
DNA melalui jalur enzimatik seperti Ca 2+ ATPase, calsium-dependent
phospholipase, protease, endonuklease, dan kaspase yang keseluruhannya
berkontribusi terhadap kematian sel.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan dinding pembuluh darah
kecil di otak akibat hipertensi. Penelitian membuktikan bahwa hipertensi kronik dapat
menyebabkan terbentuknya aneurisma pada pembuluh darah kecil di otak. Proses
turbulensi aliran darah mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibroid, yaitu nekrosis
sel/jaringan dengan akumulasi matriks fibrin. Pada beberapa kasus, pecahnya
pembuluh darah tidak didahului oleh terbentuknya aneurisma, namun semata-mata
karena peningkatan tekanan darah yang mendadak.
Pada kondisi normal, otak mempunyai sistem autoregulasi pembuluh darah
serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah sistemik
meningkat, sistem ini bekerja melakukan vasokontriksi pembuluh darah serebral.
Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi vasodilatasi pembuluh
darah serebral. Pada kasus hipertensi, tekanan darah meningkat cukup tinggi selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
hialinisasi pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan kehilangan
elastisitasnya. Kondisi ini berbahaya karena pembuluh darah serebral tidak lagi bisa
menyesuaikan diri dengan fluktuasi tekanan darah sistemik, kenaikan tekanan darah
secara mendadak akan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah (hematom) di
parenkim otak. Volume hematoma tersebut akan bertambah, sehingga memberikan
efek desak ruang, menekan parenkim otak, serta menyebabkan peningkatan TIK. Hal
ini akan memperburuk kondisi linis pasien, yang umumnya berlangsung dalam 24-48
jam onset, akibat perdarahan yang terus berlangsung dengan edema di seitarnya, serta
efek desak ruang hematom yang mengganggu metabolisme dan aliran darah.
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran garis
tengah (midline shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya mengakibatkan iskemia
dan perdarahan sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat menekan sistem ventrikel
otak dan mengakibatkan hidrosefalus sekunder. Kondisi ini sering terjadi pada kasus
stroe hemorgaik akibat pecahnya pembuluh darah arteri serebri posterior dan anterior.
Keadaan tersebut akan semakin meningkatkan TIK dan meningkatkan tekanan vena
di sinus-sinus duramater.
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi otak, tekanan arteri juga akan
meningkat. Dengan demikian, akan didapatkan peningkatan tekanan darah sistemik
pascastroke.
6. MANIFESTASI KLINIS
A. Stroke Iskemik
Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada daerah otak yang
terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkannya dapat bersifat fokal maupun global,
yaitu:
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun oleh
Cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial droop (mulut
mencong/tidak simetris), A yaitu arm weakness (kelemahan pada tangan), S yaitu speech
difficulties (kesulitan bicara), serta T, yaitu time to seek medical help (waktu tiba di RS
secepat mungkin). FAST memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 68% untuk
menegakkan stroke, serta reliabilitas yang baik pada dokter dan paramedis.
Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik neurologi untuk
mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala yang didapatkan berdasarkan anamnesis.
Pemeriksaan fisik yang utama meliputi penurunan kesadaran berdasarkan Skala Koma
Glasgow (SKG), kelumpuhan saraf kranial, kelemahan motorik, defisit sensorik gangguan
otonom, gangguan fungsi kognitif, dan lain-lain.
A. Stroke Hemoragik
F. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan seteh hasil tes fungsi menelan baik.
- Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan diberikan
melalui pipa nasogastrik.
- Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40% dari total kalori.
Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapatlebih tinggi 35-55%).
Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-2,0g /
kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal < 0,8g/kgBB/hari).
- Apabila kemungkinan pemakaian pipa nasogastrik diperkirakan >6 minggu,
pertimbangkan untuk gastrostomi.
- Pada keadaan tertentu yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan,
dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral.
A. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
- Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik, dan
kontraktur perlu dilakukan).
- Berikan antibiotik atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
(AHA/ASA level A).
- Pada pasien tertentu yang berisiko menderita DVT seperti pasien dengan
trombofilia, perlu diberikan heparin subkutan 5.0001U dua kali sehari atau 10.000
IU drip per24 jam, atau LMWH atau heparinoid. (AHA/ASA level A). Perlu
diperhatikan terjadinya risiko perdarahan sistemik dan perdarahan intraserebral.
Pada pasien yang tidak bisa menerima antikoagulan, untuk mencegah DVT pada
pasien imobilisasi direkomendasikan penggunaan stoking eksternal atau Aspirin
(AHA/ ASA level A dan B).
2. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke akut dapat berupa pneumonia, ISK, thrombosis vena dalam atau
deep vein thrombosis (DVT), decubitus, spastisitas dan nyeri, depresi, gangguan fungsi
kognitif, serta komplikasi metabolic lain seperti gangguan elektrolit.
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24
jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh
darah secara spontan (stroke perdarahan).
Menurut etiologi berdasarkan patologi, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke iskemik
dan stroke hemoragik atau perdarahan.
Tatalaksana umum pada stroke antara lain stabilisasi jalan napas dan pernapasan ,
stabilisasi hemodinamik/sirkulasi , pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian
peninggian TIK, penanganan transformasi hemoragik, pengendalian kejang ,
pengendalian suhu tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anindhita, T. dan Wiratman, W. 2017, Buku Ajar Neurologi, Departemen Neurologi FKUI:
Jakarta