Anda di halaman 1dari 41

Konsep obat  dan  Jenis-Jenis 

Pemberian Obat 
Pengertian  dan  Jenis-Jenis  Pemberian
Obat 
• Obat  adalah semua zat baik dari alam (hewan
maupun tumbuhan) atau kimiawi yang dalam
takaran (dosis) yang  tepat atau layak dapat
menyembuhkan, meringankan atau mencegah
penyakit atau gejala-gejalanya
   Jenis –jenis pemberian obat

adapun  Cara pemberian obat didasarkan pada bentuk obat, efek 


yang diinginkan baik fisik maupun mental.
Diantaranya :
a.   Oral
• Pemberian obat melalui mulut merupakan cara paling mudah
dan paling sering digunakan. Obat yang digunakan biasanya
memiliki onset yang lama dan efek yang lama.
b.  Parenteral
• Pemberian obat melalui perenteral merupakan pemberian
obat melalui jaringan tubuh.pemberian obat parenteral,
merupakan pilihan jika pemberian obat dari mulut merupakan
ktrak indikasi.
c. Topical
• Obat diberikan pada kulit atau mukosa. Obat-
obat yang diberikan biasanya memiliki efek
lokal, obat dapat di oleskan pada areah yang
diobati  atau medicated baths. Efek sistematik
dapat timbul jika kulit klien tipis.
d. Inhalasi
• Jalan nafas memberikan tempat yang luas
untuk absorrsi obat, obat diinhalasi melalui
mulut atau pun hidung.
Tujan Pemberian Obat

• Untuk menghilangkan rasa nyeri yang


dialami klien.
• Obat topikal pada kulit memiliki efek
yang lokal
• Efek samping yang terjadi minimal
• Menyembuhkan penyakit yang diderita
oleh klien
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam
Pemberian Obat

• Tepat obat
• Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya
petugas medis harus memperhatikan
kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni :
ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat diprogramkan,
dan saat mengembalikan obat ke tempat
penyimpanan.
• Tepat dosis
• Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka
penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan
alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes,
gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah
tablet, dan lain-lain. Dengan demikian, penghitungan dosis
benar untuk diberikan ke pasien.
• Tepat pasien
• Obat yang akan diberikan hendaknya  benar pada pasien
yang diprogramkan.hal ini dilakukan dengan
mengidentifikasikan identitas kebenaran obat, yaitu
mencocokkan nama, nomor registrasi, alamat, dan program
pengobatan pada pasien.
• Tepat jalur pemberian
• Kesalahan rute pada pemberian dapat
menimbulkan efek sistemik yang fatal pada
pasien .untuk itu, cara pemberiannya adalah
dengan melihat cara pemberian/ jalur obat pada
lebel yang ada sebelum memberikannya ke pasien.
• Tepat waktu
• Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan
waktu yang diprogramkan karena berhubungan
dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek
terapi dari obat
Pemberian Dosis Obat
• Dosis obat merupakan faktor penting, karena
baik kekurangan atau kelebihan dosis akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan,
bahkan sering membahayakan. Yang dimaksud
dosis suatu obat adalah dosis pemakaian
sekali, per oral untuk orang dewasa, kalau
kalau yang dimaksud bukan dosis tersebut
diatas harus dengan keterangan yang jelas.
Misalnya pemakaian sehari, dosis untuk anak,
dosis per injeksi, dan seterusnya.
Reaksi Obat
• Sebagai bahan atau benda asing yang masuk
kedalam tubuh, obat akan bekerja sesuai
dengan proses kimiawi. Salah satu reaksi obat
dapat dihitung dalam satuan waktu paruh,
yaitu suatu interval waktu yang diperlukan
dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga
terjadi pengurangan konsentrasi obat (½ dari
kadar puncak) dalam tubuh.
.
Faktor yang mempengaruhi Reaksi Obat
 diantaranya adalah :

a.Absorbsi Obat yaitu proses pergerakan obat


dari sumber ke dalam tubuh melalui aliran
darah, kecuali jenis topical yang dipengaruhi
oleh cara dan jalur pemberian obat, jenis obat,
keadaan tempat, makanan, dan keadaan
pasien
• Distribusi obat kedalam tubuh, setelah diabsorbsi,
obat didistribusikan ke dalam tubuh melalui darah
dan system limfatis menuju sel dan masuk ke dalam
jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi oleh
keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan
patologis.

• Metabolisme obat, setelah melalui sirulasi, obat


akan mengalami proses metabolism. Obat akan ikut
sirkulasi kedalam jaringan kemudian berinteraksi
dengan sel dan mengalami perubahan zat kimia
untuk kemudian diekskresikan.
• Ekskresi sisa melalui obat, 
setelah obat mengalami metabolism atau
pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak
dapat dipakai dan tidak bereaksi. Sisa zat ini
kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk
urine, intestinal dalam bentuk feses, dan paru
dalam bentuk udara.
• Reaksi obat dalam tubuh tidak semuanya
sama. Ada kalanya obat memiliki reaksi yang
cepat dan ada kalanya memiliki reaksi yang
lambat. Semuanya tergantung faktor-faktor
yang mempengaruhinya, diantaranya usia
dan berat badan, jenis kelamin, faktor
genetis, faktor psikologis, waktu, cara
pemberian, dan lingkungan.
• Reseptor Obat
• Reseptor Obat merupakan komponen makromolekul
fungsional yang mencakup 2 konsep penting.
• Pertama bahwa obat dapat mengubah kecepatan kegiatan
tubuh.
• Kedua bahwa obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi
hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.
• Walaupun tidak berlaku bagi terapi gen, secara umum konsep
ini masih berlaku sampai sekarang. Setiap komponen
makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor
obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu, juga berperan
sebagai reseptor untuk ligand endogen (hormon,
neurotransmitor).
• Substansi yang efeknya menyerupai senyawa
endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa
yang tidak mempunyai aktivitas intrinsik
tetapi menghambat secara kompetitif efek
suatu agonis di tempat ikatan agonis (aginist
binding site) di sebut antagonis.
• Reaksi obat yang tidak dikehendaki didefinisikan
sebagai respon terhadap suatu obat yang
berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi
pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun
terapi. Reaksi obat yang tidak dikehendaki ini
dapat berupa kontraindikasi maupun efek
samping obat (adverse drug reactions).
• Reaksi obat yang tidak dikehendaki ini dapat
muncul dari faktor tenaga kesehatan, kondisi
pasien maupun obat itu sendiri.
• Kontraindikasi adalah efek obat yang secara
nyata dapat memberikan dampak kerusakan
fisiologis atau anatomis secara signifikan,
memperparah penyakit serta lebih lanjut
dapat membahayakan kondisi jiwa pasien.
Pemberian obat – obatan yang
dikontraindikasikan pada kondisi tertentu ini
harus dihindarkan atau di bawah penanganan
khusus. Dalam beberapa hal kontraindikasi
juga dianggap merupakan bagian dari efek
samping obat.
Pemberian Dosis Obat
• Dosis obat merupakan faktor penting, karena
baik kekurangan atau kelebihan dosis akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan,
bahkan sering membahayakan.
• Yang dimaksud dosis suatu obat adalah dosis
pemakaian sekali, per oral untuk orang dewasa,
kalau kalau yang dimaksud bukan dosis
tersebut diatas harus dengan keterangan yang
jelas. Misalnya pemakaian sehari, dosis untuk
anak, dosis per injeksi, dan seterusnya
• Macam-macam Dosis Obat
• Macam-macam Dosis Obat  yaitu :
• Ø  Dosis Maksimum ( DM ) adalah dosis / takaran
maksimum / terbanyak yang dapat diberikan
(berefek terapi) tanpa menimbulkan bahaya.
• Ø  Dosis lazim ( DL ) adalah dosis yang tercantum
dalam literatur merupakan dosis yang lazimnya
dapat menyembuhkan. Dosis lazim dan dosis
maksimum terdapat dalam FI ed III, juga
Farmakope lain. Tetapi DM anak tidak terdapat
dalam literatur.
• Maka DM untuk anak dapat dihitung dengan
membandingkan kebutuhan anak terhadap dosis
maksimum dewasa.
• Pada kompetensi menerapkan pembuatan sediaan obat
sesuai resep dokter di bawah pengawasan apoteker
• proses perhitungan dosis lazim menjadi bagian yang
sangat penting karena semua bahan obat/ obat harus
diperhitungkan Dosis Lazimnya sesuai dengan umur
pasien dan dibandingkan dengan dosis obat yang
digunakan pasien sesuai resep dokter.
• Pemakaian/ dosis obat untuk pasien harus tepat atau
sesuai dengan Dosis Lazim supaya efek terapi tercapai,
• jika pada perhitungan dosis ternyata pemakaian
obatnya kurang atau lebih dari DL maka harus
ditanyakan kepada dokter pembuat resep karena ada
banyak hal yang mempengaruhi dosis yang diberikan
pada pasien,
• apabila dokter berkehendak maka resep dapat diracik,
sebaliknya jika dokter menghendaki supaya
pemakaiannya ditepatkan supaya efek terapi tercapai
maka Apoteker/ Asisten Apoteker harus dapat
melakukan perhitungan untuk melakukan penyesuaian
dosis sehingga jumlah obat akan diganti oleh dokter
supaya berefek terapi optimal untuk pasien.
• Ø  Dosis toksik adalah takaran obat dalam
keadaan biasa yang dapat menyebabkan
keracunan pada penderita.
• Ø  Dosis Letalis adalah takaran obat yang dalam
keadaan biasa dapat menyebabkan kematian
pada penderita, dosis letalis terdiri dari:
• LD 50 : takaran yang menyebabkan kematian
pada 50% hewan percobaan.
• LD 100 : takaran yang menyebabkan kematian
pada 100% hewan percobaan.
• Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dosis Obat
• Dosis suatu obat merupakan suatu jumlah yang “cukup tidak
berlebihan” untuk menghasilkan efek terapeutik obat yang optimum
pada seorang pasien tertentu.  Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dosis obat yang tepat untuk seorang pasien antara
lain:
• Ø  Umur
• Ø  Berat badan
• Ø  Jenis kelamin
• Ø  Status patologis
• Ø   Toleransi terhadap obat
• Ø   Waktu penggunaan obat
• Ø   Sifat bentuk sediaan
• Ø   Cara penggunaan
• Ø    Macam-macam faktor psikologis dan fisiologis.
• Efek samping obat adalah efek yang tidak menjadi
tujuan utama pengobatan (efek sekunder), namun
efek ini dapat bermanfaat ataupun mengganggu
(merugikan) tergantung dari kondisi dan situasi
pasien.
• Pada kondisi tertentu, efek samping obat ini dapat
juga membahayakan jiwa pasien. Efek samping obat
ini pada dasarnya terjadi setelah pemberian obat
tersebut, yang kejadiannya dapat diramalkan atau
belum dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai
contoh, penggunaan kortikosteroid (deksametason)
dalam waktu lama dapat menimbulkan
efek moonface dan peningkatan nafsu makan.
Beberapa faktor penyebab yang dapat menimbulkan kontraindikasi
(atau menimbulkan efek samping obat) adalah :

• Waktu.
Kapan kejadian tersebut muncul? Apakah terjadi
sesaat setelah minum obat ataukah berselang dalam
waktu yang lama? Apakah reaksi tersebut terkait
dengan pemakaian obat?
• Dosis.
Apakah dosis yang diberikan kepada pasien dengan
kondisi tertentu terlalu besar?
• Sifat permasalahan.
Apakah ciri – ciri reaksi obat yang tidak diinginkan
tersebut sama dengan sifat farmakologis obatnya?
Adakah kemungkinan interaksi obat?
• Pengalaman.
Apakah reaksi yang muncul tersebut mirip
dengan reaksi yang pernah dilaporkan dalam
pustaka atau literatur?
• Penghentian keterulangan.
Apa yang terjadi apabila pemakaian obat
dihentikan? Bagaimana jika di suatu hari
kelak obat yang menimbulkan reaksi yang
tidak dikehendaki tersebut digunakan
kembali, apakah reaksinya muncul kembali?
Pencegahan reaksi obat yang tidak dikehendaki ini dapat
melalui cara sebagai berikut :
• Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan
dengan jelas. Jika pasien sedang hamil, jangan   
gunakan obat kecuali benar – benar diperlukan.
• Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting
reaksi obat yang tidak dikehendaki. Tanyakan pasien
apakah pernah mengalami reaksi sebelumnya atau
dengan mengecek riwayat penyakitnya.
• Tanyakan kepada pasien jika sedang menggunakan
obat – obat lainnya termasuk obat yang dipakai
sebagai swamedikasi (self medication), karena dapat
terjadi kemungkinan interaksi obat.
• Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat
mengubah metabolisme dan ekskresi obat,
sehingga diperlukan dosis yang lebih kecil.
Faktor genetik juga mungkin terkait dengan
variasi kecepatan metabolisme, termasuk
isoniazid dan anti depresan (trisiklik).
• Resepkan obat sesedikit mungkin dan
berikan petunjuk yang jelas kepada pasien
lanjut usia dan pasien yang kurang
memahami petunjuk yang rumit.
• Jika memungkinkan, gunakan obat yang
sudah dikenal. Penggunaan obat baru perlu
waspada akan timbulnya reaksi obat yang
tidak dikehendaki atau kejadian yang tidak
diharapkan.
• Jika kemungkinan terjadinya reaksi obat tak
dikehendaki cukup serius, pasien perlu
diperingatkan
M Mengatasi munculnya efek samping obat dapat
menggunakan prinsip farmakoterapi yang rasional
yaitu – 5 dan 4T + 1W. Prinsip
• M – 5 terdiri dari :
• Mengenali gejala – gejala dan tanda – tanda
penyakit.
• Menegaskan dianosis penyakit.
• Memilih tatalaksana terapi (non – farmakologik,
farmakologik, gabungan non – farmakologik dan
farmakologik).
• Memilih dan menetapkan produk obat.
• Memantau dan mengevaluasi output pengobatan
• Prinsip 4T + 1W meliputi :
• Tepat indikasi –> obat yang akan digunakan didasarkan
pada diagnosis penyakit yang akurat.
• Tepat penderita –> tidak ada kontraindikasi dan atau
kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis dan
atau kondisi yang mempermudah timbulnya efek samping.
• Tepat obat  –>  pemilihan obat didasarkan pada
pertimbangan nisbah/rasio keamanan – kemanjuran di
antara obat yang ada.
• Tepat dosis dan cara pemberian –>  takaran, jalur
pemberian, waktu dan lama pemberian (lama pemakaian)
tergantung kondisi penderita.
• Waspada terhadap efek samping obat.
Langkah – langkah prosedural untuk dapat mengatasi
kemungkinan memburuknya efek samping obat sedangkan
pengobatan harus tetap dilakukan adalah :
• Analisa manfaat – resiko, bila terpaksa digunakan, hendaknya manfaat yang
ingin dicapai lebih besar daripada faktor resiko.
• Penyesuaian dosis.
• Pengaturan waktu pemberian obat.
• Lama pemberian/pemakaian oleh pasien.      
• Pemantauan kondisi pasien secara intensif (pemantauan kadar obat dalam
darah).
• Menggunakan varian atau derivat obat lain yang yang lebih aman, tetapi
memiliki khasiat dan efek farmakologis yang serupa.
• Penanganan kedaruratan (misalnya pada syok anafilaksis, peningkatan
toksisitas).
• Penggunaan obat – obatan lini pertama dapat memperkecil resiko terjadinya
efek samping, misalnya yang ada dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).
Resiko Injury (Cedera)
• Dalam menjaga keamanan pasien dirumah
sakit perawat adalah yang paling bertanggung
jawab agar tidak terjadi CEDRA / injury yang
dapat menembah keparahan penyakit pasien.
Definsi : 
Dalam risiko cedera sebagai hasil dari
interaksi kondisi lingkungan dengan respon
adaptif individu dan sumber pertahanan. 
• Faktor resiko : 
• Eksternal 
- Mode transpor atau cara perpindahan 
- Manusia atau penyedia pelayanan kesehatan (contoh : agen
nosokomial) 
- Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan faktor psikomotor 
- Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat,
bangunan dan atau perlengkapan) 
- Nutrisi (contoh : vitamin dan tipe makanan) 
- Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi dalam masyarakat,
mikroorganisme) 
- Kimia (polutan, racun, obat, agen farmasi, alkohol, kafein
nikotin, bahan pengawet, kosmetik, celupan (zat warna kain)) 
• Internal 
• Psikolgik (orientasi afektif) 
• Mal nutrisi 
• Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan faktor
pembekuan, trombositopeni, sickle cell, thalassemia,
penurunan Hb, Imun-autoimum tidak berfungsi. 
• Biokimia, fungsi regulasi (contoh : tidak berfungsinya
sensoris) 
• Disfugsi gabungan 
• Disfungsi efektor 
• Hipoksia jaringan 
• Perkembangan usia (fisiologik, psikososial) 
• Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas) 

NOC : Risk Kontrol 


Mengenali gejala-gejala cedera berlebihan 
• Cedera berlebihan dapat dicegah jika sudah
familiar dengan perkembangan cedera, dan
memodifikasi latihan sebelum terjadinya
cedera. Cedera berlebihan biasanya kemajuan
melalui tahapan, yang meliputi: 
•  Nyeri Kebajikan adalah nyeri baik yang hasil
normal yang berlebihan dalam program
pengkondisian. Jenis rasa sakit hadir setelah
aktivitas, tetapi tidak hadir pada saat latihan
hari berikutnya atau hilang dengan pemanasan
• Semi-berbahaya nyeri 
• menunjukkan bahwa mulai mendapatkan dalam
kesulitan. Semi-berbahaya sakit adalah nyeri
yang sebagian hilang dengan pemanasan. 
• Hal ini hadir selama kegiatan tetapi kinerja tidak
noticeability berkurang. Ketika semi berbahaya
nyeri diakui, program pengkondisian harus
mengurangi dan rejimen pengobatan dijelaskan
di bawah ini harus diikuti. Jika rasa sakit
berlangsung lebih dari satu minggu, atau parah,
segera hubungi dokter. 
• Nyeri Berbahaya menunjukkan bahwa Anda
berada dalam kesulitan. Dengan jenis nyeri,
kinerja terasa berkurang dan tidak hilang
dengan istirahat. Masa istirahat dan perhatian
medis mungkin akan diperlukan sebelum
melanjutkan program pengkondisian
• Kriteria Hasil : 

- Klien terbebas dari cedera- 

- Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah


injury/cedera 

- Klien mampu menjelaskan 

- Factor resiko dari lingkungan/perilaku personal 

- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury 

- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 

- Mampu mengenali perubahan position kesehatan 


•  

Anda mungkin juga menyukai