http://bahanpustakaula.blogspot.co.id/2015/08/filsafat-ilmu-manajemen.html
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang bagaimana filsafat ilmu manajemen dari
sudut ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu pertama kali
dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum Masehi. Artinya adalah
segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan
yang menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau kurang
memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki kakikat apa yang ada
dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun berarti ilmu hakikat.
Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa yang membutuhkan
manajeman?. Pertanyaan ini sering dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian tetapi
tidak lengkap karena manajeman juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi
dan dalam semua tipe organiasasi.
Dalam pratik menajemen dibutuhkan dimana saja orang-orang bekeja sama untuk
mencapai suatu tujuan bersama.Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu
akan menjadi anggota dari beberapa macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan
olah raga, kelompok musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini
mempunyai persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal,
seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola secara lebih formal
dibanding kelompok musik atau rukun tetangga. Persamaan ini tercermin pada fungsi-fungsi
manejerial yang dijalankan.
Sebelum kita mengkaji landasan ontologis dalam ilmu manajemen maka kita akan
mengkaji terlebih dahulu tentang masaalah ontology.Filsafat tentang tametata physika Aristoteles
berpusat pada to hei on,artinya pengada sekedar pengada. Kata yunani on merupakan bentuk
netral dari oon dengan bentuk negatifnya ontos.kata itu adalah bentuk partisipasif dari kata kerja
einai ( ‘ada’ atau ‘mengada’ ), jadi berarti yang-ada atau pengada. Maka objek material bagi
filsafat pertama itu terdiri dari segala-galanya yang ada. Dan dari segi formal ha-hal itu di tinjau
bukan menurut aspek ini atau itu yang terbatas, bukan juga sekedar manusia atau dunia atau
tuhan, tetapi menurut sifat atau hal mengadanya. Oleh karena itu walaupun Aristoteles sama
sekali belum mempergunakan nama itu, filsafat pertama ini kemudian hari akan disebut ontology
Namun Aristoteles belum pula menyadari segala implikasi penemuannya itu. Sebelum
Aritoteles bagi plato sifat “ada” belum memiliki arti yang sangat istimewa. Jika dalam karyanya
sophists diterangkan jenis-jenis paling pokok yang termuat dalam konsep-konsep pengertian,
maka plato menyejajarkan “ada” dan “tidak-ada” identik dan berlainan, bergerak dan tidak-
bergerak. Dengan keliru Aristoteles sendiri masih berpendapat bahwa “mengada” itu hanya
merupakan salah satu sifat di samping sifat-sifat lain, walaupun sekaligus merupakan dasar pula
untuk segala-galanya. Dan sesudah Aristoteles, Platinos juga hanya akan mengikuti “mengada”
sebagai sifat alam-dunia (physis) belaka. Menurut dia sifat mangada itu di angkat dan di atasi
oleh sifat “hidup” dan “berpikir”. Baru Thomas Aquinas akan mengelola rumus Aristoteles
sedemikian rupa, sehingga mencapai kepadanya yang penuh, yaitu “mengada” sebagai sifat yang
melengkapi dan yang mendasari segala sifat lainnya.
Maka menurut hasil perkembangan lebih kemudian tentang arti ‘mengada” sebagai objek
pemikiran filsafat pertama sebagai “ontologi” di akui menjadi ilmu yang paling
universal.Objeknya meliputi segala-galanya dengan seada-adanya. Maka einai dan to on lambat
laun tidak hanya berarti “ada atau tidaknya” tetapi meliputi segala-galanya saja menurut segala
bagiannya (segi ekstensif) dan menurut segala aspeknya (segi intensif). Namun dalam pengantar
ini objek ontology belum dapat diperinci lebih lanjut, baru akan menjadi lebih jelas dalam uraian
(discours) seluruh ontologi sendiri
Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari konseptualisasi yang
dapat dibagi.Yang dimaksud dengan konseptualisasi adalah suatu model abstrak dari fenomena-
fenomena yang ada pada dunia nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari
konsep-konsep yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan
tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa dibaca dan diakses
oleh mesin (machine-readable and accessible). Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena
ontologi menangkap pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu
kelompok.Ontologi merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan
yang mungkin ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber tersebut tidaklah
mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah didefinisikan oleh pada ahli ontologi,
diantaranya yaitu pengertian menurut Smith B. (2005) yang menjelaskan bahwa:
Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur dari obyek, properti-properti, kejadian-
kejadian,proses-proses dan relasi-relasi yang ada dalam setiap area kenyataan.Untuk sebuah
sistem informasi ontologi dapat diartikan sebagai suatu representasi dari beberapa keberadaan
awal domain kenyataan, dimana ontologi
tersebut Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam domain dengan suatu
cara tertentu sehingga dihasilkan suatu korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi
itu sendiri.Dapat dimengerti oleh domain expert.Cara penyusunannya memungkinkan ontologi
tersebut untuk mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.Ontologi menjelaskan berbagai
macam hal yang ada dalam suatu domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep,
aturan, serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut akan mampu mendukung
model referensi standar yang dibutuhkan dalam integrasi data.
Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat
pada umumnya di lakukan oleh filsafat metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika
kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi
membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan
Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.Dari
beberapa pengetahuan di atas dapat di simpulkan bahwa;
1) Menurut bahasa, ontology ialah berasal dari bahasa yunani, On/Ontos=ada,
logos=ilmu.Jadi,Ontlogi adalah tentang ilmu yang ada.
2) Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang
inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan
bagaimana (yang) “ada” itu (being Sein, het zijn). Paham monoisme yang terpecah menjadi
idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya,
merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran
yang kita cari.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada
masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales
terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi
terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka
(sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).Hakekat kenyataan atau realitas
memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1). Kuantitatif,
yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
2). Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, unga mawar yang
berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret Secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni
realisme,naturalisme,empirisme.Naturalisme di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan
objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman lebih lanjut dari
gerakan realisme pada abad 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme. Salah satu perupa
naturalisme di Amerika adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap
lukisan realis terbaik dari gerakan ini. Salah satu bagian penting dari gerakan naturalis adalah
pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang di timbulkan manusia terhadap
alam.Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu manajemen. Adapun
aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen melalui pengalaman pancaindra ialah dunia
pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kwalitas maupun kwantitas hasil
yang dicapai. Objek materi ilmu manjemen ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh
kegiatan kependidikan, yaitu,
Perencanaan,pengorganisasian,Pengerahan(motivasi,kepemimpinan,pengambilan
keputusan,komonikasi,koordinasi,dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan
pengendalian (Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan).
1.ObjekFormal.
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif,
realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme, atau hylomorphisme. Yang
natural ontologik akan diuraikan di belakang hylomorphisme di ketengahkan pertama oleh
aristoteles dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme,tetapi menampilkan aspek materialisme dari
mental.
Menurut aspek-aspek yang di selidiki, objek-objek material dapat di khususkan lagi. Misalnya
manusia saja dapat di pandang secara matematis, fisis, biotic, psikis dan sebagainya. Mereka di
bedakan menurut objek formal, ataupun menurut kepadatannya, yaitu menurut aspek intensitas.
Maka muncullah pertanyaan : Apakah terdapat suatu ilmu pengetahuan yang begitu padat
(mendalam), sehingga serentak membicarakan segala aspek atau sudut formal yang ada dalam
objek (material) mana saja? Ilmu pengetahuan sedemikian itu (andaikata ada) akan bersifat
paling intensif (padat), dan akan memuat segala aspek penyelidikan ilmiah mana saja.
2.ObjekMaterial
Menurut hal-hal yang di selidiki, di kembangkan ilmu pengetahuan mengenai manusia,
mengenai binatang, tumbuhan, laut, atom, dan sebagainya. Mereka di bedakan menurut objek
material, ataupun menurut keluasannya, yaitu menurut aspek ekstensif. Maka layaklah bahwa
timbul pertanyaan: Apakah ada suatu ilmu pengetahuan begitu umum, sehingga serentak
meliputi dan membicarakan segala-galanya yang ada? Ilmu pengetahuan sedemikian itu
(andaikan ada) akan bersifat paling ekstensif, dan akan merangkum segala objek (material)
penyelidikan ilmiah manasaja.
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu : abstraksi
fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat
khas sesuatu objek; sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi cirri
semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetangahkan prinsip umum yang menjadi
dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi
metaphisik.Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan
menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian apriori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari
predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.
Contoh : Sesuatu yang bersifat lahirah itu fana (Tt-P)
Badan itu sesuatu yang lahiri (S-Tt)
Jadi, badan itu fana’ (S-P)
Sedangkan pembuktian aposteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan;
dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara
pembuktian aposterioris disusun dengan tata silogistik sebagai berikut:
Contoh : Gigi geligi itu gigi geligi rahang dinasaurus (Tt-S)
Gigi geligi itu gigi geligi pemakan tumbuhan (Tt-P)
Jadi, Dinausaurus itu pemakan tumbuhan (S-P)
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang apriori di
berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term tengahj menjadi sebab
dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di berangkatkan dari term tengah di
hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi akibat dari realitas dalam
kesimpulan..Sementara Jujun S. Suriasumantri dalam pembahasan tentang ontologi memaparkan
juga tentang asumsi dan peluang. Sementara dalam tugas ini penulis tidak hendak ingin
membahas dua point tersebut.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam
bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang dalam
filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu
yang dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya, dan
validitasnya.
Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan
sejumlah disiplin ilmu yang bisa ”kerja sama” seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lain-
lain. Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat
lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada
disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di antara
spesialisasi itu adalah :
a. Manajeman pendidikan
b. Manajeman sumberdaya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya
Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai
pengetahuan (very possibilityof knowledge). Apakah pengetahuan yang paling murni dapat
dicapai.Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa yang
harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut kebenaran
dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu.Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di
manajemen sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri. Prosedur dengan
pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah manajemen.Cara pencarian
kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian.
Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran
sampai taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa
setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian adalah suatu
proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis
untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri
umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang logik dan
koheren. Artinya dituntut adanya sistem dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya
logis. Ciri lainnya adalah universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas.
Setiap penelitian ilmiah harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi
karena adanya berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian ilmiah dijamin objektivitasya,
tuntutan intersubjektivias perlu dipenuhi.Secara etimologi, epistemologi merupakan kata
gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme
artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan
sistematik.
Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai
“The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and
validity”. Paul Edwards, dalam The Encyclopedia of Philosophy, menjelaskan bahwa
epistemologi adalah “the theory of knowledge.” Pada tempat yang sama ia menerangkan bahwa
epistemologi merupakan “the branch of philosophy which concerned with the nature and scope
of knowledge, its presuppositions and basis, and the general reliability of claims to knowledge.”
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika
dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur
berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal pengetahuan,
kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.Gerakan epistemologi di
Yunani dahulu dipimpin antara lain oleh kelompok yang disebut Sophis, yaitu orang yang secara
sadar mempermasalahkan segala sesuatu. Dan kelompok Shopis adalah kelompok yang paling
bertanggung jawab atas keraguan itu.
Oleh karena itu, epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin
yang disebut Critica, yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk
menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Critica berasal dari kata Yunani,
krimoni, yang artinya mengadili, memutuskan, dan menetapkan. Mengadili pengetahuan yang
benar dan yang tidak benar memang agak dekat dengan epistemelogi sebagai suatu tindakan
kognitif intelektual mendudukkan sesuatu pada tempatnya.Jika diperhatikan,batasan-batasan di
atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan.
Masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan-partanyaan tentang pengetahuan.
Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba untuk mengetahui hal-hal
yang pada akhirnya tidak dapat di ketahui.Sebenarnya kita baru dapat menganggap mempunyai
suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistimologi. Kita mungkin
terpaksa mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan, atau mungkin sampai
kepada kesimpulan bahwa apa yang kita punyai hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan
bukannya kepastian, atau mungkin dapat menetapkan batas-batas antara bidang-bidang yang
memungkinkan adanya kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak
memungkinkannya.
Dalam penyelesaiaan masalah epistimologi hendaknya kita mempelajari naskah psikologi
yang baik dalam bab-bab mengenai pengindraan, pencerahan, penyimakan dan pemikiran,
karena di dalam suatu penyelesaian yang di sarankan terhadap masalah, bahan-bahan keterangan
yang terdapat di dalam naskah tersebut harus di perhitungkan Makna pengetahuan jika di
katakan masalah epistimologi bersangkutan dengan pertanyaan tentang pengetahuan, apakah
yang kita maksudkan dengan pengetahuan?
Contoh : Di misalkan saya berkata “Saya mempunyai pengetahuan tentang kenyataan
bahwa Caesar telah di bunuh”, atau “Saya tahu siapa yang membunuh Cock Robin.” Tepatnya,
apakah yang saya maksudkan? Yang pertama di antara kedua pernyataan tersebut dapat di
singkat membacanya,”Saya tahu Bahwa Caesar di bunuh”. Dapatlah kiranya di mengerti bahwa
kapanpun kita mempunyai pengetahuan, maka pengetahuan itu merupakan pengetahuan
mengenai sesuatu. Demikianlah di dalam kedua kalimat tersebut, terdapat fakta-fakta: Caesar
telah di bunuh dan Cock Robin di bunuh oleh seseorang yang saya ketahui.
3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga ’mempunyai
nilai’, dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi
mempunyai arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan
dipilih. Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan
mengenaibentuk atau ide (ide tentang kebaikan).
Permasalahan aksiologi ilmu manajemen
(1) Sifat nilai,
(2) Tipe nilai,
(3) Kriteria nilai, dan
(4) Status metafisika nilai.
Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan ringkas sebagai berikut :
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan,
kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta persepsi mental yang erat sebagai pertalian
antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau menuju kepada tercapainya hasil
yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen berkecimpung tentunya dilandasi dengan
hasrat untuk mendapatkan kepuasan.Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai
intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat
pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for their own sake). Yang tergolong ke
dalam nilai instrinsik adalah kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian.
Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai profesi. Banyak
usaha yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-
kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:
1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya pendidikan
kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada pinsip-prinsip
manajemen tertentu yang dapat diandalkan
2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja tertentu,
bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya
3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka
yang menjadi klienya.
Manajeman telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui perkembangan
yang mencolok program-program latihan manajemen di Universitas-universitas ataupun
lambaga-lembaga manajemen swasta dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi atau
perusahaan.
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu
sistem seperti politik, social dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan,
rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat
terwujud.Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik
baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan
nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara
netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.Bagi ilmuwan
yang menganut faham bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat
terjadi. Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek
penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian. Sedangkan bagi
ilmuwan penganut faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya.
karena dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata
melahirkan sebuah permasalahan baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai
sarana membantu manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah
bagi manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan Faust
melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.Etika merupakan salah-
satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates
dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan
dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno
diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas
adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah
pemikiran yang kritis dan mendasar.
Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan
apa yang ia lakukan.Dalam perkembangan sejarar etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah
padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan tujuan manusia adalah
kebahagiaan. Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah
memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adala h pemikiran tentang
moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti
sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan
syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika dibahas dalam sesi lain. yang jelas,
estetika membicarakan tentang indah dan tidak indah.
PENUTUP