Anda di halaman 1dari 17

UPAYA PENURUNAN DIABETES MELITUS MELALUI POSBINDU PTM

Firdausi Ramadhani
101417087308

Dr. Firdausi Ramadhani, S.Psi., M.Kes


NIDN. 0904107302

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS GORONTALO

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan
insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa
menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan
relatif artinya pankreas masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap
orang (Perkeni, 2002).
Diabetes Melitus merupakan penyakit global endemik (Shaw, Sicre, Zimre, 2010).
Saat ini diperkirakan 171 juta pasien menderita DM seluruh dunis dan diperkirakan tahun
2030 akan menjadi dua kali lipatnya (Wild et al., 2004). Diabetes Melitus adalah salah satu
penyebab utama kematian yang disebabkan oleh karen pola makan, perilaku tidak sehat,
kurang aktifitas fisik dan stres (Kemenkes RI, 2013). Menurut Riskesdas 2007, DM
menyumbang 4,2% kematian pada kelompok umur 15-44 tahun di daerah perkotaan dan
merupakan penyebab kematian tertinggi ke-6. Selain pada kelompok tersebut, DM juga
merupakan penyebab kematian tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan
(14,7%) dan tertinggi ke-6 di daerah pedesaan (5,8%).
Berdasarkan data morbiditas pada pasien rawat inap di seluruh Indonesia pada tahun
2009,, jumlah penderita DM tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-64 tahun, diikuti
kelompok umur 65 tahun ke atas dan kelompok umur 25-44 tahun. Sedangkan data mortalitas
DM di RS menggambarkan 74,3% merupakan pasien DM yang tidak bergantung pada insulin
dan 25,7% selebihnya merupakan pasien DM yang bergantung pada insulin (Kemenkes RI,
2013).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2014 dan 2014 tercatat total penderita
DM pada kasus baru, kasus lama dan kematian akibat DM mengalami peningkatan.
Kabupaten Gorontalo menempati peringkat pertama dalam kasus DM dengan jumlah
penderita DM meningkat dari tahun 2013 hingga 2017. Sebanyak 245 kasus pada tahun 2013,
dan 647 kasus pada tahun 2014 (Profil Provinsi Gorongtalo 2014). Sedangkan pada tahun
2015 terdapat 977 kasus, tahun 2016 sebanyak 1250 kasus dan pada tahun 2017 mengalami
lonjakan kasus yaitu 3072 kasus (Data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo, 2017)
Kelompok faktor risiko tinggi antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat
keluarga.ada keturunan, kurang olah raga, umur lebih dari 40 tahun, obesitas, hipertensi,
kehamilan dengan berat bayi lahir >4kg, kehamilan dengan hiperglikemia, gangguan toleransi
glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati, berat
badan turun drastis, mata kabur, keputihan, gatal daerah genital, dan lain-lain (Dinkes
Provinsi Jateng, 2014). Jumlah penderita DM yang meningkat terus menerus ini dipengaruhi
oleh pertumbuhan penduduk, proses penuaan, urbanisasi dan pertambahan jumlah prevalensi
obesitas dan physical inactivity (Wild et al., 2004).
Diabetes harus diobati supaya bisa mencegah berbagai komplikasi yang memberatkan.
Pada umumnya 50% penderita diabetes melitus sudah disertai komplikasi pada saat
didiganosa pertama kalinya (Rudi, 2007). Mereka yang mengidap DM banyak yang
menderita penyakit jantung koroner dengan lebih buruk bila mendapat serangan infark
miokard akut atau IMA (Smeltzer dan Bare, 2002). Komplikasi lainnya yang sering terjadi
ayaitu Diabetic Foot Ulcer yang merupakan faktor predisposis kaki harus diamputasi. Ada 4
hal penting yang perlu dijalankan agar diabetesi dapat hidup sehat, yang disebut 4 pilar
pengendalian diabtes yaitu edukasi, pengaturan makan, olahraga gerak badan, obat dan tablet
atau insulin (Kariadi, 2009).
BAB II
DIABETES MELLITUS

2.1. Pengertian dan Kriteria Diagnosis WHO


Menurut WHO (2006) DM adalah gangguan metabolik yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah yang disebut Hyperglikemia dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan karena kerusakan dalam produksi insulin dan
kerja dari insulin tidak optimal.
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar gula darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar glukosanya saja. Untuk diagnosis DM pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Sutjahjo dkk., 2006). Kecurigaan akan
DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Suthahjo dkk., 2006).
Kriteria diagnosis DM menurut WHO (2006);
1. Gejala klasik DM dan hasil pemeriksaan gula darah sewaktu (plasma vena)
≥200mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau
2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl puasa artinya pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200mg/dl. TTGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air.
2.2. Jenis dan Tipe Diabetes Melitus (2006):
1. Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes Melitus tipe satu dikenal dengan Diabetes tergantung Insulin. Tipe ini
berkembang jika sel-sel Beta Pankreas memproduksi insulin terlalu sedikit atau tidak
memproduksi sama sekali, yang disebabkan autoimunitas atau idiopatik. Diabetes
Tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel beta yang menyebabkan defisiensi insulin
absolut (Sutjahjo dkk., 2006). Penderita Diabetes Tipe I ini sekitar 5-10% penderita
DM.
2. Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes Melitus tipe II dikenal sebagai Diabetes tidak tergantung insulin. Diabetes
tipe ini berkembang ketika tubuh masih menghasilkan insulin tetapi tidak cukup
dalam pemenuhannya atau bisa juga insulin yang dihasilkan mengalami resistensi
yang menyebabkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal. Kondisi pada pasien
tipe 2 beravriasi, mulai dri resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertasi resistensi insulin (Sutjahjo dkk., 2006).
Sekitar 90-95% penderita DM adalah DM Tipe II.
3. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DMG diakibatkan dari kombinasi kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin
yang tidak cukup. Biasanya terjadi pada kehamilan dan akan sembuh setelah
melahirkan. Penderita DMG terjadi 2-5% dari seluruh kehamilan.
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM disebabkan karena kalainan geentic, penyakit pankreas, obat infeksi, antibodi,
syndrom penyakit lain.
Faktor resiko DM berdasarkan: Rakhmadany (2010) yaitu:
1. Riwayat diabetes dalam keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes mellitus
karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin
dengan baik
2. Umur terutama kelompok usia dewasa tua (>45tahun)
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis menurun
dengan cepat setelah usia 40tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang
memasuki usia rawan tersebut terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang
beratnya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
Kelainan genetik dan usia termasuk unchangeable risk factor
3. Stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan
berlemak tinggi untuk meningkatkan kaadr serotonin otak. Serotonin ini memiliki
efek penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah yang
berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes melitus.
4. Kurang aktifitas fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan
energi, yang biasa dilakukan atau aktifitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan.
Sedangkan faktor risiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktifitas minim,
sehingga pengeluaran tenaga danenergi hanya sedikit.
5. Pola makan yang salah
Kurang gisi atau kelebihan berat badan bisa meningkatkan resiko terkena diabetes
melitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan berat badan
lebih (obesitas mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).
6. Merokok
Mereka yang merokok 20 batang rokok sehari memiliki resiko terserang diabetes 62%
lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok dapat
mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap insulin. Itu berarti rokok dapat
mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin
biasanya mengawali terbentuknya DM Tipe II.
7. Obesitas
Sebanyak 80% dari penderita NIDDM adalah obesitas/gemuk
8. Hipertensi
Pada orang dengan DM, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan
abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekueni metabolik yang
meningkatkan morbiditas.
No 3 sampai 8 merupakan changeable risk factor
2.3. Prinsip Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan Penatalaksanaan DM adalah:
1. Jangka pendek: Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati.
3. Tujuan akhir adalah turunnya morbiditas dan mortalitas karena DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalianglukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan prifil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Penting diperhatikan keteraturan makan dalam hal jadwa makan, jenis dan jumlah
makanan terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%.
2. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelomppok
masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok
pasien DM, Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan
kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
3. Latihan fisik / olahraga
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30menit,
yang sifatnya sesuai dengan CRIPE (Continuos, Rhytmical, Interval, Progresive,
Endurance Training) sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh jalan kaki
selama 30 menit.
4. Obat:oral hipoglikemik, insulin
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.
2.4. Pemberdayaan Masyarakat
Untuk upaya pencegahan dan pengendalian DM perlu adanya pemberdayaan
masyarakat. Kemenkes RI (2010) mengakui masih lemahnya upaya pembinaan dan apresiasi
terhadap lembaga pemberdayaan masyarakat. Departemen Kesehatan (2007) melaporkan
hasil penelitiannya bahwa terdapat lima belas faktor yang menentukan keberhasilan
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan mellaui pendekatan pembangunan kesehatan
masyarakat desa, yaitu (a) sifat kegotongroyongan, (b) kepemimpinan, (c) pelatihan, (d)
kebebasan mengungkapkan pendapat masyarakat, (e) pengikutsertaan masyarakat, (f)
kesediaan masyarakat menerima perubahan, (g) menitikberatkan pada perbaikan mutu hidup,
(h) menyediakan pendidikan formal dan non formal, (i) peranan lembaga-lembaga sosial di
desa, (j) bimbingan teknis dan supervisi, (k) koordinasi dan bimbingan kerja, (l) penggunaan
tenaga-tenaga kesehatan tradisional, (m) kebijakan pemerintah, (n) stabilitas politik dan
keamanan negara.
2.5. Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU)
2.5.1. Pengertian
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah kegiatan monitoring dan deteksi dini
faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi (penyakit januntg dan pembuluh darah,
diabetes, penyakit paru obstruktif akut dan kanker) serta gangguan akibat kecelakaan dan
tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang dikelola oleh masyarakat melalui pembinaan
terpadu. Namun disini akan dititikberatkan pada monitoring dan deteksi faktor resiko DM.
Posbindu bisa sebagai wadah peran serta masyarakat (kelompok masyarakat, organisasi,
industri, kampus dan lain-lain).
Kegiatan Posbindu antara lain:
a. monitoring faktor resiko DM secara rutin dan periodik. Rutin karena kebiasaan
memeriksa kondisi kesehatan meskipun tidak dalam kondisi sakit. Periodik karena
pemriksaan kesehatan dilakukan secara berkala.
b. Konseling faktor risiko DM tentang diet, aktifitas fisik, merokok, stress dan lain-lain.
c. Penyuluhan / dialog interaktif sesuai masalah terbanyak
d. Aktifitas fisik bersama seperti olah raga bersama, kerja bakti dan lain-lain
e. Rujukan kasus faktor resiko sesuai kriteria klinin
2.5.2. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Penyelenggaraan Kegiatan Posbindu (5M)
a. Tujuan: Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini
faktor risiko DM
b. Sasaran:
1. Kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang DM atau orang dewasa
yang berumur 25 tahun ke atas
2. Pada orang sehat agar faktor risiko tetap terjaga dalam kondisi normal
3. Pada orang dengan faktor risiko adalah mengembalikan kondisi berisiko ke
kondisi normal
4. Pada orang dengan penyandang DM adalah mengendalikan faktor risiko pada
kondisi normal untuk mencegah timbulnya komplikasi DM
c. Manfaat:
1. Membudayakan gaya hidup sehat dengan berperilaku CERDIK: Cek kondisi
kesehatan anda secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet
yang sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup, Kelola stres dalam
lingkungan yang kondusif di rutinitas kehidupannya.
2. Mawas Diri: faktor risiko DM dapat terdeteksi dan terkendali secara dini
3. Metodologis dan Bermakna secara klinis:
a. Kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara medis
b. Dilaksanakan oleh kader khusus dan bertanggung jawab yang telah mengikuti
pelatihan metode deteksi dini atau edukator penyakit DM
4. Mudah dijangkau: diselenggarakan di lingkungan tempat tinggal masyarakat /
lingkungan tempat kerja dengan jadwal waktu yang disepakati
5. Murah : dilakukan oleh masyarakat secara kolektif dengan biaya yang
disepakati / sesuai kemampuanmasyarakat
2.5.3. Kegiatan
a. Jenis Kegiatan Posbindu
1) Melakukan wawancara untuk menggali informasi faktor risiko keturunan dan
perilaku
2) Melakukan penimbangan dan mengukur lingkar perut, serta indeks massa tubuh
(IMT) termasuk analisa lemak tubuh.
3) Melakukan pengukuran tekanan darah
4) Melakukan pemeriksaan gula darah
5) Melaksanakan konseling (diet, merokok, stress, aktifitas fisik da lain-lain) dan
penyuluhan kelompok termasuk sarasehan
6) Melakukan olah raga/aktifitas fisik bersama dan kegiatan lainnya
7) Melakukan rujukan ke puskesmas
b. Alur kegiatan Posbindu
Kegiatan sebelum pemeriksaan (senam bersama, bersepeda, ceramah agama, demo
makanan sehat, dan lain-lain) bekerjasama dengan yayasan, LSM, Majelis Ta’lim,
Gereja setempat, dan lain-lain).

Meja 1: Pendaftaran
Meja 2: Wawancara
Meja 3; Pengukuran TB, BB, IMT
Meja 4: pemeriksaan tekanan darah, glukosa darah
Meja 5: Edukasi / konseling: identifikasi faktor risiko DM, konseling/edukasi, serta
tindak lanjut lainnya
c. Tahap penyelenggaraan Posbindu
1. Satu hari sebelum pelaksanaan (tahap persiapan)
a) Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal kegiatan
b) Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan
c) Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanan
2. Hari pelaksanaan
a) Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau modifikasi sesuai dengan
kebutuhan dan kesepakatan bersama
b) Aktifitas bersama seperti berolahraga bersama, demo masak, penyuluhan,
sarasehan atau peningkatan ketrampilan bagi para anggotanya.
3. Satu hari setelah pelaksanaan (tahap evaluasi)
a) Menilai kehadiran (para anggotanya, kader dan undangan lainnya)
b) Catatan pelaksanaan kegiatan
c) Masalah yang dihadapi
d) Mencatat hasil penyelesaian masalah
d. Merupakan bagian dari Sistem Rujukan Kesehatan Nasional. Bila terdapat peserta
yang memiliki kriteria harus dirujuk, sesegeranya dirujuk ke Puskesmas dengan
terlebih dahulu memotivasi agar mau dirujuk ke Puskesmas. Pada saat merujuk,
sertakan KMS dan lembar rujukan ke Puskesmas sebagai media informasi petugas
puskesmas dalam menerima rujukan dari masyarakat. Pada kondisi tertentu bila
memerlukan pendamping rujukan dari kader Posbindu DM agar dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya.
BAB 3
POSBINDU PTM

3.1. Posbindu PTM Dalam Rangka Menurunkan Kasus Baru DM


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya, keberadaan faktor risiko
DM pada seseorang tidak memberikan gejala sehingga mereka tidak merasa perlu mengatasi
faktor risiko dan mengubah gaya hidupnya.. Selain itu mereka umumnya belum memahami
pengaruh faktor risiko DM. Pada umumnya mereka menganggap bahwa DM disebabkan
faktor genetik, penyakit orang tua atau penyakit orang kaya.
Perubahaan gaya hidup memerlukan pendekatan komprehensif dan multidimensi, 0leh
karena itu program Pengendalian Posbindu perlu difokuskan pada faktor risiko secara
terintegrasi komprehensif (promotif-preventif, kuratif-rehabilitatif ) meliputi dimensi
kebijakan, lingkungan, perilaku masyarakat dan dimensi pelayanan kesehatan, melalui
pemberdayaan masyarakat dengan dukungan lintas program dan lintas sektor.
Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah pemberdayaan
dan peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha. Masyarakat diberi fasilitas dan
bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan, dibekali pengetahuan dan
ketrampilan untuk mengenali masalah di wilayahnya, mengidentifikasi, merumuskan dan
menyelesaikan permasalahannya sendiri berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Dalam
menentukan prioritas masalah, merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai
kegiatan, masyarakat perlu dilibatkan sejak awal. Potensi dan partisipasi masyarakat dapat
digali dengan maksimal, sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin
kesinambungan kegiatan.
Posbindu merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan
pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik.
Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman
beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi,
hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan
melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 Tahun 2012 Pasal 2
(1) Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui pengelolaan administrasi kesehatan,
informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran
serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan,
serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Selain itu juga Pasal 6 (1) Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan perilaku
dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber daya manusia kesehatan, serta upaya
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan
pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan.
Upaya menurunkan kasus baru DM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman penyakit DM melalui Posbindu
PTM. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di masyarakat dan
mencakup berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya.

3.2. Pelaksanaan Posbindu PTM


Semakin meningkatnya jumlah kasus DM maka pemerintah Kabupaten Gorontalo dapat
membuat Program Pengendalian PTM yang meliputi pengendalian Diabetes dan penyakit
metabolik, penyakit kronik dan degeneratif, penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, penyakit
Kanker dan Gangguan Akibat Kecelakaan dan Tindak Kekerasan. Program ini bertujuan
untuk menurunkan prevalensi PTM secara mandiri dan berkeadilan yang dilaksanakan secara
terpadu dan menyeluruh dengan fokus promotif dan preventif dengan tidak
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Pengendalian PTM dilaksanakan melalui
upaya pengendalian faktor risiko, survailans epidemiologi, deteksi dini dan tata laksana.
Salah satu strategi dalam pengendalian PTM adalah dibentuknya Posbindu PTM.
Sebelum pelaksanaan Posbindu PTM, dilakukan dahulu kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap faktor risiko PTM agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. Data
dikumpulkan dari data individu anggota Posbindu yang berkunjung menggunakan sistem
informasi manajemen PTM. Data berupa data sosial, data wawancara, dan data pengukuran.
Tersedianya`data dan informasi epidemiologi faktor risiko PTM sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
PTM . Dengan demikian, upaya pengendalian menjadi lebih murah dan mudah.
Pelaksanaan Posbindu diselenggarakan dalam sebulan sekali, namun bila diperlukan
dapat lebih dari satu kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM
lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih
sesuai dengan kesepakatan serta dapat saja disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
Pelaksanaannya dilaksanakan di balai desa/kelurahan sesuai dengan kesepakatan awal pada
saat akan dilaksanakan pelaksanaan Posbindu
Posbindu dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan yang disebut sistem 5 meja. Kegiatan
tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut sederhana serta monitoring terhadap
faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk rujukan ke Puskesmas.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 Tahun 2012 Pasal 1 (2)
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah pengelolaan kesehatan
yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, dan (5) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Maka Para pemangku kepentingan
( Para Pembina Terkait ) seperti camat, lurah/Kepala Desa, Para pimpinan
Kelompok/lembaga/instansi/organisasi, Tokoh/Penggerak Masyarakat Mengkoordinasikan
hasil kegiatan dan tindak lanjut Posbindu PTM di wilayah kerjanya selaku penanggung jawab
wilayah serta melakukan pembinaan dalam mendukung kelestarian kegiatan Posbindu PTM.
Oleh karena itu Kegiatan Operasional Posbindu PTM dilakukan secara berjenjang dan
berkesinambungan mulai dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang dijabarkan dalam
kurun waktu 5 tahun.
Melalui Posbindu PTM, masyarakat ditingkatkan kesadaran tentang perlunya
pemeriksaan secara rutin melingkupi Berat Badan dan Tinggi Badan, Tekanan Darah,
pemeriksaan Gula Darah dan Kolesterol. Juga konsultasi Kesehatan yang dimaksudkan untuk
mengendalikan berbagai factor resiko penyakit tidak menular lainnya, seperti penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah, penyakit Diabetes Melitus, Kanker, Penyakit Paru dan Cedera.
Dalam mendukung terselengggaranya Posbindu PTM, diperlukan pembiayaan yang
memadai baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok masyarakat/lembaga atau dukungan
dari pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular di wilayah masing-
masing. Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial.
Pembiayaan ini untuk mendukung dan memfasilitasi Posbindu PTM, salah satunya melalui
pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan. Pembiayaan bersumber daya dari masyarakat
dapat melalui Dana Sehat atau mekanisme pendanaan lainnya. Dana juga bisa didapat dari
lembaga donor yang umumnya didapat dengan mengajukan proposal/usulan kegiatan.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 Tahun 2012
Pasal 3 (1) Komponen pengelolaan kesehatan yang disusun dalam SKN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dikelompokkan dalam subsistem: a. upaya kesehatan; b. penelitian
dan pengembangan kesehatan; c. pembiayaan kesehatan; d. sumber daya manusia kesehatan;
e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; f. manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan; dan g. pemberdayaan masyarakat.
Pelaksanaan posbindu PTM yang bermanfaat bagi masyarakat ini pelaksanaannya
dilaksanakan secara berkelanjutan setiap bulan.  Kegiatan ini difasilitasi dari Bidan dan
Perawat Posbindu PTM dan petugas Posbindu PTM Puskesmas.  Kegiatan ini diharapkan
dapat meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya  preventif dan promotif dalam
meningkatkan kesehatan.
Agar upaya tersebut dapat berjalan secara optimal, maka diperlukan partisipasi
masyarakat sehingga dikembangkanlah suatu model pengendalian PTM yang berbasis
masyarakat yakni Posbindu PTM. Posbindu PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat
dalam upaya pengendalian faktor risiko secara mandiri dan berkesinambungan, sehingga
pencegahan faktor risiko PTM dapat dilakukan sejak dini dan kejadian PTM di masyarakat
dapat ditekan.
Posbindu PTM merupakan kegiatan secara terintegritas untuk mencegah dan
mengendalikan faktor risiko PTM berbasis masyarakat sesuai sumber daya dan kebiasaan
masyarakat. kegiataan mencakupdeteksi dini dan tindak lanjut terhadap faktor risiko PTM
serta upaya promosi kesehatan melalui berbagai kelompok masyarakat dan pemangku
kepentingan (Stakeholder) terutama dalam tatanan kelurahan/Desa Siaga Aktif.
Dengan pelaksanaan Posbindu PTM yang baik, kondisi riil fakor risiko di masyarakat
Indonesia dapat diketahui secara akurat. Hal ini akan menjadikan masyarakat lebih mawas
diri menuju perilaku hidup sehat, dengan perilaku CERDIK, yaitu Cek Kesehatan secara
berkala, Enyahkan Asap Rokok, rajin aktivitas fisik, Diet yang sehat, Istirahat yang cukup,
dan kelola stress. Selanjutnya, berbasis data dan informasi yang lebih akurat, program
pengendalian PTM dapat dikembangkan dan diperkuat untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian akibat PTM
.
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
1. Jumlah kasus DM di Kabupaten Gorontalo setiap tahun semakin meningkat.
2. Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat.
3. Pemerintah kabupaten Gorontalo dapat membuat Program Pengendalian PTM
yang meliputi pengendalian Diabetes dan penyakit metabolik, penyakit kronik dan
degeneratif, penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, penyakit Kanker dan
Gangguan Akibat Kecelakaan dan Tindak Kekerasan, Dimana tujuannya untuk
menurunkan prevalensi PTM secara mandiri dan berkeadilan yang dilaksanakan
secara terpadu dan menyeluruh dengan fokus promotif dan preventif dengan tidak
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

4.2. Saran
1. Agar Posbindu PTM yang bermanfaat bagi masyarakat ini pelaksanaannya
berkelanjutan setiap bulan dan bukan hanya sebagai program semata, maka
kegiatan hendaknya dipantau secara rutin oleh pihak-pihak dan instansi terkait.
2. Agar upaya tersebut dapat berjalan secara optimal, maka diperlukan partisipasi
masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan, sehingga pencegahan faktor
risiko PTM dapat dilakukan sejak dini dan kejadian PTM di masyarakat dapat
ditekan.
DAFTAR PUSTAKA

Kariadi, S.H. 2009. Diabtes? Siapa Takut!! Panduan Lengkap untuk Diabetesi, Keluarganya
dan Profesional Medis. Bandung. Qanita.

Kemenkes RI 2012. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
(Posbindu PTM)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional
Shaw, J.E., Sicre, R.A., Zimmet, P.Z. 2010. Global Estimates of the Prevalence od Diabetes
for 2010 and 2030. Diabetes Research and Clinical Practice. 87: 4-14.

Smeltzer, S., Bare, B. 2002. Buku Ajar Keerawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. Jakarta.
EGC.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H. 2004. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for the year 2010 and Projection for 2030. Diabetic Care. 27: 1047-1053.

Anda mungkin juga menyukai