Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang
Dalam bidang imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut
sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein
kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam
tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila
antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi Berhasil
tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada
jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada umumnya, tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang
kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Karena itu anak akan
menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. Salah satu penyebab tingginya
angka kematian bayi (AKB) adalah karena penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Imunisasi adalah pencegahan penyakit terhadap infeksi
yang mutlak harus dilakukan pada bayi sedini mungkin, guna
mempertahankan kualitas hidupnya.
Imunisasi atau vaksin merupakan salah satu cara yang dilakukan
untuk memberikan kekebalan pada bayi, anak dan balita dalam keadaan sehat.
Secara alamiah tubuh juga memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman
yang masuk. Hal ini tentunya peran orang tua atau calon orang tua sangatlah
penting untuk mengetahui tentang hakekat imunisasi itu sendiri. Atas dasar
inilah, maka penyusun menyusun makalah ini dengan tujuan untuk
memberikan informasi kepada para calon orang tua maupun orang tua
mengenai imunisasi dan vaksin.

.2 Rumusan Masalah
.2.1 Apa yang dimaksud dengan imunisasi aktif dan pasif?
.2.2 Apa saja jenis-jenis vaksin?
.2.3 Apa itu immunosupresiva?
.2.4 Apa itu cold chain?

1|Farmakologi
.3 Tujuan Penulisan
.3.1 Mengetahui imunisasi aktif dan pasif.
.3.2 Mengetahui jenis-jenis vaksin.
.3.3 Mengetahui immunosupresiva.
.3.4 Mengetahui cold chain.

.4 Manfaat penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah
semakin bertambahnya informasi mengenai imunisasi baik itu dasar maupun
lanjutan.

2|Farmakologi
BAB II

PEMBAHASAN

.1 Pengertian Imunisasi
.1.1 Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Imunikasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit
yang telah dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh
berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini,
sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya.
Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Imunisasi
aktif dibedakan menjadi:
a. Imunisasi aktif alamiah adalah dimana kekebalan akan dibuat sendiri
oleh tubuh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit,
misalnya campak, jika pernah sakit campak, maka tidak akan
terserang kembali.
b. Imunisasi aktif buatan adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh
setelah mendapat vaksin yaitu hepatitis B, BCG, DPT/Hep B kombo,
dan polio. Pencegahan terhadap penyakit dengan imunisasi harus
dilaksanakan secara lengkap mulai dari Bacillus Calmette Guerin
(BCG), polio, hepatitis B, Difteri Pertusis Tetanus (DPT), campak
dan harus diberikan tepat waktu pada anak (Ni’mah, 2013). Dalam
imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
1) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan
dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin
yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan
vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen
organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus
merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
2) Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-

3|Farmakologi
bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa
digunakan.
3) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen,
misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.
4) Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi
meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar
dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan
juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin
tinggi peningkatan antibodi tubuh (Hidayat, 2005).
.1.2 Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan
cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui
suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan
yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular)
yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi. Dengan kata lain, tubuh tidak membuat zat
antibody secara aktif, tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar
(Proverawati, 2010). Imunisasi pasif dibagi menjadi dua macam:
. Imunisasi pasif alamiah atau bawaan, yaitu terdapat pada bayi baru
lahir sampai berumur 5 bulan. Bayi mendapatkan zat antibodi dari
ibu sewaktu didalam kandungan, yaitu melalui jalan darah
menembus plasenta, yaitu campak.
. Imunisasi pasif buatan, yaitu dimana kekebalan ini diperoleh setelah
mendapatkan suntikan zat penolakan, misalnya ATS (Endif, 2007).
.1 Jenis-Jenis Vaksin
.1.1 Imunisasi yang Diharuskan dan Dianjurkan di Indonesia
Menurut Depkes (2013), berdasarkan sifat penyelenggaraannya,
imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi
pilihan.
.1.1.1 Imunisasi Wajib

4|Farmakologi
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya
dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat
sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib
terdiri atas:
1. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu
tahun terdiri atas:
. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )
) Pengertian
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang
mengandung mycobacterium bovis hidup yang sudah
dilemahkan dari strain Paris no. 1173.P2. 
) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
TBC (Tuberculosa).
) Cara Pemberian dan Dosis : 
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus
dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan
dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum
panjang. Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali,
untuk bayi.
) Kontraindikasi: Adanya penyakit kulit yang berat/
menahun seperti: eksim, furunkulosis dan sebagainya.
Mereka yang sedang menderita TBC.
) Efek samping: Imunisasi BCG tidak menyebabkan
reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu
kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di
tempat suntikkan yang berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher,
terasa padat, tidak sakit dan  tidak menimbulkan

5|Farmakologi
demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan
pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.

. Imunisasi DPT – Hepatitis B


1) Pengertian
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri
dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang
inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub
unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan
bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini
merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari
HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA
rekombinan pada sel ragi.
2) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
3) Cara pemberian dan dosis : Pemberian dengan cara
intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama
pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam pelayanan di unit
statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan
paling lama 4 minggu dengan penyimpanan sesuai
ketentuan :  vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan
dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat
Celcius, tidak pernah terendam air, sterilitasnya
terjaga , VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam
kondisi A atau B 
4) Efek samping: reaksi lokal seperti rasa sakit,
kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat
penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.
c. Imunisasi Polio
1) Pengertian

6|Farmakologi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio
trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis
tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan
distabilkan dengan sukrosa.
2) Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
Poliomyelitis.
3) Cara pemberian dan dosis: Sebelum digunakan pipet
penetes harus dipasangkan pada vial vaksin, diberilan
secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali
(dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu, setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru, di unit
pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya
boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan:
vaksin belum kadaluarsa, vaksin disimpan dalam suhu
2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius, tidak
pernah terendam air, sterilitasnya terjaga , VVM
(Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B.
4) Kontraindikasi: pada individu yang menderita “immune
deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang
timbul akibat pemberian OPV  pada anak yang sedang
sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang
menderita diare, maka dosis ulangan dapat  diberikan
setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh
HIV  (Human Immunodefisiency Virus) baik yang
tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV
harus berdasarkan standar jadwal tertentu.
5) Efek samping: pada umumnya tidak terdapat efek
samping. Efek samping berupa paralysis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang
dari 0,17 :1.000.000; Bull WHO 66 : 1988).

7|Farmakologi
d. Imunisasi Hepatitis B
1) Pengertian
Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus
rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat
non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan
dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNArekombinan.
2) Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tidak
dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus
Hepatitis A atau C atau yang diketahui dapat
menginfeksi hati.
3) Cara pemberian dan dosis: sebelum digunakan vaksin
harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen, sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin
hingga mencapai suhu kamar, vaksin disuntikkan
dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB, vaksin
disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS
PID, pemberian suntikkan secara intra muskuler,
sebaiknya pada anterolateral paha, pemberian sebanyak
3 dosis, dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari,
dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1
bulan), di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah
dibuka hanya boleh digunakan selama 4
minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah
terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari
berikutnya.
e. Imunisasi Campak
1) Pengertian
Vaksin Campak merupakan  vaksin virus hidup
yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin beku
kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.

8|Farmakologi
2) Indikasi: untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit campak.
3) Cara pemberian dan dosis: Sebelum disuntikkan vaksin
Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan
pelarut aquabidest. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan
secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan.
Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD)
setelah  cath-up campaign Campak pada anak Sekolah
Dasar kelas 1-6. Vaksin campak yang sudah dilarutkan
hanya  boleh digunakan maksimum 6 jam. 
4) Kontraindikasi Individu yang mengidap penyakit
immuno deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia,
lymphoma.
5) Efek samping Hingga 15% pasien dapat mengalami
demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat
terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
2. Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk
mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan yang diberikan pada:
a. Anak usia bawah tiga tahun (Batita), berupa Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) dan campak
b. Anak usia sekolah dasar, berupa Diphtheria Tetanus (DT),
Campak, dan Tetanus diphteria (Td).
c. Wanita usia subur, berupa Tetanus Toxoid (TT).
3. Imunisasi tambahan, merupakan imunisasi yang diberikan
pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena
penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu
tertentu. Yang termasuk imunisasi tambahan adalah:

9|Farmakologi
a. Backlog Fighting, yaitu upaya aktif melengkapi imunisasi
dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun pada desa non
UCI setiap dua tahun sekali.
b. Crash Program, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk
wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat karena
masalah khusus seperti angka kematian bayi dan angka
PD3I yang tinggi, infrakstur kurang,untuk memberikan
kekebalan kepada kelompok sasaran yang belum
mendapatkan imunisasi rutin (Depkes, 2005).
4. Imunisasi khusus, merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit
tertentu pada situasi tertentu misalnya persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi
kejadian luar biasa.
.1.1.2 Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat
diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam
rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular
tertentu. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi
Haemophillus influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus,
Influenza, Varisela, Measles Mumps Rubella, Demam Tifoid,
Hepatitis A, Human Papilloma Virus (HPV), dan Japanese
Encephalitis (Wahab, 2002).
.1.1.3 Jadwal Imunisasi
Menurut Proverawati (2010) program imunisasi di
Indonesia meliputi imunisasi wajib (BCG, Polio, Hepatitis B,
DPT, dan Campak) dan imunisasi anjuran (Hib, Pneumokokkus,
Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, Varisela dan HPV).
Berikut ini Program Pengembangan imunisasi (PPI) :

10 | F a r m a k o l o g i
Umur Pemberian Vaksinasi
Jenis Vaksin Bulan Tahun
LHR 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 10 12 18
BCG 1 Kali
Hepatitis B 1 2
Polio 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6 (td) 7 (td)
Campak 1 5
Hib 1 2 3 4
Pneumokokus 1 2 3 4
Influenza Diberikan 1 kali dalam 1 tahun
Varisela 1 kali
MMR 1 2
Tifoid Setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali - interval 6-12 bulan
HPV 3 kali
Keterangan:
1. Imunisasi BCG: Ditujukan untuk memberikan
kekebalan bayi terhadap bakteri tuberkolosis (TBC).
2. Imunisasi DPT: Memberikan kekebalan bagi bayi
terhadapat penyakit Dipteri, Pertusis (batuk rejan) dan
tetanus.
3. Imunisasi Polio: Memberikan kekebalan bagi bayi
terhadap penyakit polio (kelumpuhan).
4. Imunisasi Hib: Mencegah bayi terkena infeksi
Haemophils influenza tipe b yang dapat menyebabkan
penyakit meningitis, infeksi tenggorokan dan pnemonia.
Imunisasi Hib ini sangat mahal, maka belum di
wajibkan.
5. Imunisasi Pneumokokus: melindung bayi dari bakteri
penyebab infeksi pada telinga. Selain itu bakteri ini bisa
menimbulkan permasalah serius seperti meningits dan
infeksi pada darah (bakteremia) (Ranuh, 2011).
.1 Immunosupresiva
.1.1 Pengertian

11 | F a r m a k o l o g i
Imunosupresi adalah melemahnya sistem kekebalan tubuh yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melawan infeksi dan
penyakit.
Imunosupresi adalah usaha untuk menekan respons imun, jadi
berfungsi sebagai kontrol negatif atau regulasi reaktivitas imunologik.
Dalam klinik kegunaannya adalah untuk mencegah reaksi penolakan
pada transplantasi organ tubuh, dan menekan serta menghambat
pembentukan antibodi pada penyakit autoimun. Imunosupresi dapat
dilakukan dengan obat imunosupresan,atau tindakan operasi.
.1.2 Mekanisme imunosupresi
Pada mahkluk tingkat tinggi seperti manusia, terdapat dua
sistem pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate
immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).
a. Imunitas nonspesifik
Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi
komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa; komponen
biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan
komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag..
Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme
inflamasi.
b. Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk
bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan
membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap
self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien
terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun
spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan
imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T,
sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma
yang berfungsi memproduksi antibodi.
Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi
kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel. Prinsip

12 | F a r m a k o l o g i
umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi yang
optimal adalah sebagai berikut:
1) Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan
dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon
primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis
limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini
merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan.
Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori.
2) Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap
antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan
respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk
antigen lain.
3) Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat
imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen.
Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa
dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di
atasi. jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk
melindungi tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk
virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit defisiensi imun
muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi.
Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit
genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau
diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom
defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus
HIV. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid
arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran
penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah
bagian dari penelitian. Contoh Imunosupresan : Metotrekstat,
Azatioprin, Siklofosfamid intravena, Cyclophosphamid.
.1.3 Prinsip umum terapi imunosupresan

13 | F a r m a k o l o g i
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untuk mencapai hasil terapi
yang optimal adalah sebagai berikut:
. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan
dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon
primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin,
proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang
paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu
terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan akan
jauh berkurang.
. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap
antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon
imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen
lain.
. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan
diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir
semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas
berkembang, sehingga relatif sulit di atasi.
.1.2 Penatalaksanaan Imunosupresi
. Imunosupresan
Imunosupresan yang biasa diberikan adalah kortikosteroid,
azatioprin, dan siklosporin A.
. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid sebagai imunosupresan adalah
melalui aktivitas anti peradangan, menghambat metabolisme asam
arakidonat, menurunkan populasi leukosit, menimbulkan limfopenia
terutama sel Th, dan dalam dosis tinggi menekan pengeluaran sitokin
dari sel T.
. Azathioprine dan siklosporin A
Azatioprin adalah inhibitor mitosis, bekerja pada fase S,
menghambat sintesis asam inosinat, prekursor purin, asam adenilat
dan guanilat. Baik sel T maupun sel B akan terhambat proliferasinya
oleh azatioprin. Azatioprin menghambat sintesis purin sel dan

14 | F a r m a k o l o g i
mengakibatkan hambatan penggandaan sel. Azatioprin berperan
menekan fungsi sistem imun selular yaitu menurunkan jumlah
monosit dan fungsi sel K. Pada dosis 1-5 mg/kg BB tidak
berpengaruh pada sistem imun humoral. Dengan menurunkan fungsi
sistem selular ini maka penerimaan transplan dipermudah dan timbul
anergi.
Kerugiannya adalah meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi dan kecenderungan timbul keganasan. Siklosporin
menghambat aktifasi sel T dengan menghambat transkripsi gen yang
menyandi IL-2 dan IL-2R. Siklosporin A adalah suatu heksa-
dekapeptida berasal dari jamur yang mempunyai khasiat
menghambat proliferasi dan transformasi sel Th, menghambat
sitotoksisitas sel Th, menghambat produksi limfokin sel Th, dan
meningkatkan aktivitas sel Ts. Pada transplantasi organ, obat ini
meningkatkan masa hidup transplan. Kerugiannya adalah
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan kejadian penyakit
limfoproliferatif.
. Globulin antilimfosit
Globulin antilimfosit merupakan antibodi terhadap limfosit
yang mempunyai aktivitas menghambat sel T dan sel B, serta
menimbulkan limfositopenia.
. Radiasi
Radiasi sinar X terutama digunakan karena sifatnya sebagai
sitosida pada sel neoplasma tertentu.
. Lactoferrin
Lactoferrin adalah kandungan air susu ibu, dapat
menghambat komplemen dan produksi granulosit dan makrofag
melalui pengendalian GM-CSA. Lysozyme, menghambat
kemotaksis neutrofil dan pengeluaran oksigen radikal.
. 1,25-dihydroxy-vitamin D3
Zat ini adalah suatu analog vitamin D yang bersifat sinergis
dengan deksametason dalam menghambat Th-1 dalam produksi IFN-

15 | F a r m a k o l o g i
g. Hidrolisat kasein dengan Lactobacillus menghambat proliferasi
limfosit in vitro.
. Linomide
Pada percobaan binatang menghambat ekspresi gen sitokin
Th-1 yaitu IFN-g, IL-2 dan TNF-b.
i. Rekombinan CD58 (rCD58)
Rekombinan CD58 menghambat aktivasi dan adhesi sel T,
serta menghambat sitotoksisitas sel NK.
.1.5 Indikasi
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu,
transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis
Rhesus pada neonatus.
. Transplantasi organ
Penggunaannya.Immunosupresan banyak digunakan untuk
mencegah reaksi penolakan pada transplantasi organ, karena tubuh
membentuk antibodies terhadap sel-sel asing yang diterimanya.
Guna mencegah penolakan transplantat selalu diberikan:
Kortikisteroida, azatriopin, siklofosfanida, atau mycofenolat,
siklosporin-A dan tacrolimus, limfositimunoglobulin
(Limfoglobulin).
c. Penyakit autoimun
Guna menekan aktivitas penyakit auto imun sering
digunakan zat-zat imunosupresif. Misalnya, pada rematik dan
penyakit radang usus (colitis ulcerosa, M. Crohn) diberikan
sulfasalazin dan sitostatika (MTX, azatioprin).
. Pencegahan hemolisis rhesus pada neonates
.1.6 Penggunaan Imunosupresi
. Terapi Imunosupresi Pada Penderita Anemia Aplastik.
. Terapi imunosupresi (IST).
. Terapi Imunosupresi pada Transplanstasi Ginjal.
.1 Cold Chain (Rantai Dingin)
.1.1 Pengertian

16 | F a r m a k o l o g i
Rangkaian sejuk (Cold Chain) adalah satu system untuk
penyimpanan dan penghantaran vaksin dalam keadaan daripada
pengeluar sehingga kepada individu yang diimunisasikan. Rantai dingin
merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan
baik atau tidak rusak, sehingga mempunyai kemampuan atau efek
kekebalan bagi penerimanya. Jika vaksin di luar temperatur yang
dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
.1.2 Rantai Dingin Imunisasi
Rantai vaksin atau Cold Chain adalah Pengelolaan vaksin sesuai
dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan
kondisi yang telah ditetapkan.
1. Peralatan Rantai Vaksin
Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan
dalam pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga
vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Sarana rantai vaksin atau
cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan
setiap jenis sarana cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
. Lemari Es
Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai
standar program (buka atas) Pustu potensial secara bertahap juga
dilengkapi dengan lemari es.
. Mini Freezer
Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap
puskesmas diperlukan 1 buah freezer.
. Vaccine Carrier
Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan
untuk pengambilan vaksin ke kabupaten/kota. Untuk daerah yang
sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan,
mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga
diperlukan vaccine carrier yang dapat mempertahankan suhu
relatif lebih lama.

17 | F a r m a k o l o g i
. Thermos
Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke
lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi dengan cool pack
minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk
mempertahankan suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos
sangat cocok digunakan untuk daerah yang transportasinya
mudah dijangkau.
. Cold Box
Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam
keadaan darurat seperti listrik padam untuk waktu cukup lama,
atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki
memakan waktu lama.
. Freeze Tag/Freeze Watch
Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke
puskesmas pada waktu membawa vaksin, serta dari puskesmas
sampai lapangan/posyandu dalam upaya peningkatan kualitas
rantai vaksin.
. Kotak dingin cair (Cool Pack)
Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik
berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air
yang kemudian didinginkan pada suhu +2ºC dalam lemari es
selama 24 jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong
plastik bening.
. Kotak dingin beku (Cold Pack)
Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik
berbentuk segi empat, besar ataupun kecil yang diisi dengan air
yang kemudian pada suhu -5ºC − 15ºC dalam freezer selama 24
jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik
bening.
.1.3 Pengelolaan Vaksin
a. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi)

18 | F a r m a k o l o g i
1) Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan
menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan.
Misalnya: cold box atau vaccine carrier.
2) Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah
vaksin yang akan diambil.
3) Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, periksa
indikator vaksin (VVM). Vaksin yang boleh digunakan hanya
bila indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM pada
tingkat C atau D tidak usah diterima karena tidak dapat
digunakan lagi.
4) Masukkan kotak cair dingin (cool pack) ke dalam alat pembawa
dan di bagian tengah diletakkan thermometer Muller, untuk jarak
jauh bila freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan ke dalam
alat pembawa.
5) Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama
perjalanan dari kabupaten/kota ke puskesmas tidak boleh kena
sinar matahari langsung.
6) Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, jumlah,
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
b. Penyimpanan Vaksin
1) Vaksin disimpan pada suhu +2ºC − +8ºC.
2) Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack)
sebagai penahan dingin dan kestabilan suhu.
3) Vaksin TT diletakkan lebih jauh dari evaporator.
4) Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari
tangan agar terjadi sirkulasi udara yang baik.
5) Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es.
Penyimpanan vaksin harus dicatat 2 kali sehari pada grafik suhu
yaitu saat datang pagi hari dan menjelang pulang siang/sore hari.
c. Pemantauan Suhu
Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin
selama pendistribusian dan penyimpanan, apakah vaksin pernah

19 | F a r m a k o l o g i
terpapar/terkena panas yang berlebih atau suhu yang terlalu dingin
(beku). Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan
dalam keadaan baik atau tidak. Adapun alat pemantau suhu vaksin
antara lain : VVM (Vaccine Vial Monitor ), Setiap lemari es dipantau
dengan 1 buah thermometer Dial/Muller, Sebuah freeze tag atau
freeze watch, Sebuah buku grafik pencatatan suhu.
.1.4 Pemeriksaan Vaksin dengan Uji Kocok
Bila vaksin tersangka beku maka untuk meyakinkan apakah
vaksin masih layak atau tidak untuk digunakan maka dilakukan
pemeriksaan dengan Uji Kocok (Shake Test). Langkah-langkah shake
test sebagai berikut :
a. Periksa freeze watch, freeze tag, catatan/grafik suhu lemari es untuk
melihat tanda-tanda bahwa suhu lemari es tersebut pernah turun di
bawah titik beku.
b. Freeze watch : Apakah kertas absorban berubah menjadi biru.
c. Bila menggunakan freeze tag : Apakah tanda √ telah berubah jadi
tanda X.
d. Termometer : Apakah suhu turun hingga di bawah titik beku ?
e. Bila salah satu atau ketiga jawabannya YA.
.1.5 Uji Kocok (Shake Test)
a. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai
pernah beku, utamakan yang dekat dengan evaporator dan bagian
lemari es yang paling dingin. Beri label .Tersangka beku..
Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang
sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label
.Dibekukan ..
b. Biarkan contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku. sampai
mencair seluruhnya.
c. Kocok contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku. Secara
bersamaan.

20 | F a r m a k o l o g i
d. Amati contoh .Dibekukan. dan vaksin .Tersangka beku.
Bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan.
(Umumnya 5-30 menit).
e. Bila terjadi :
1) Pengendapan vaksin .Tersangka beku. lebih lambat dari
contoh .Dibekukan., vaksin dapat digunakan.
2) Pengendapan vaksin .Tersangka beku. sama atau lebih cepat
daripada contoh .Dibekukan. jangan digunakan, vaksin sudah
rusak.

BAB III

PENUTUP

.1 Kesimpulan
Imunisasi diartikan pemberian vaksin atau senyawa antigenik yang
digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan meningkatkan imunitas

21 | F a r m a k o l o g i
tubuh penyakit  untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Tujuan
diberikannya imunisasi pada anak adalah untuk mencegah timbulnya berbagai
macam penyakit yang dimungkinkan dapat menyerang system kekebalan
tubuh anak sehingga dapat memberikan manfaat untuk menghilangkan
kecemasan terhadap anak untuk terjangkit penyakit.
Imunikasi aktif merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah
dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan
memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi
tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Imunisasi pasif merupakan suatu
proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat
imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang
dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu
melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi
mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
Pemberian imunisasi harus dilakukan dengan cara yang benar untuk
menghindari efek samping yang tidak diharapkan. Efek yang dapat
ditimbulkan setelah pemberian vaksin atau imunisasi berbagai macam mulai
dari peradangan, demam, sampai pada kerusakan system saraf. Cara
pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul yang dapat
dipengaruhi oleh dosis vaksin, frekuensi pemberian vaksin, ajuvan, dan jenis
vaksin.
3.2 Saran
Bagi pembaca dan tenaga kesehatan dapat mengambil hal-hal positif
yang tercantum dalam makalah ini dan memahaminya. Segala saran kritik
yang bersifat membangun senantiasa penyusun harapkan demi perbaikan
makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar,Tetty. 2009. Diktat Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas XI. Jakarta:
Ganesha Exact.
Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC.

22 | F a r m a k o l o g i
Depkes. 2005. Pedoman Tata Laksana Medik KIPI Bagi Petugas Kesehatan.
Jakarta: KN PP KIPI Depkes.
Depkes. 2007. Modul Latihan Petugas Imunisasi Edisi ke 7. Jakarta.
Depkes. 2013. Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta.
Endif. 2007. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Hadinegoro,S.R.S. 2000 .”Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi”. Sari Pediatri.
Vol.2(1):2-10.
Hidayat, A.Aziz Alimul.2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta:SalembaMedika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika.
Krisnawati, Inti.2008. Healing Food for Kids. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mulyani, N.S. dan Rinawati, Mega. 2013. Imunisasi Untuk Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Ni’mah. 2013. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Efek Samping
Imunisasi BCG dengan Sikap Ibu Tentang Imunisasi Dasar Lengkap di
Puskesmas Ngesrep Semarang”. Jurnal Unimus.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Proverawati, Atikah dan Andhini, C.S.D. 2010.Imunisasi dan Vaksinasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ranuh, Gde, dkk. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Wahab, A.S. dan Julia, M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun.
Jakarta: Widya Medika.
Yupi Supartini. 2004.  Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.

23 | F a r m a k o l o g i

Anda mungkin juga menyukai