Anda di halaman 1dari 8

Journal of Tourism Destination and Attraction

MITIGASI BENCANA DAERAH TUJUAN WISATA


STUDI KASUS: PENTINGSARI, NGLANGGERAN, PENGLIPURAN
(TOURISM DESTINATIONS DISASTER MITIGATION
CASE STUDIES: PENTINGSARI, NGLANGGERAN, PENGLIPURAN)

Setiawan Priatmoko, Yitno Purwoko, Anwani


STIE Pariwisata API Yogyakarta
Jl. Glendongan, Babarsari TB XV, Sleman, Yogyakarta-Indonesia

Abstract
The use of MSPDM (Marketibility, Sustainibility, Participatory, & Disaster Mitigation) analysis
in community-based tourism (CBT) areas quite helpful. CBT helps stakeholders in planning the
development of tourist areas in rural destination. In the MSPDM analysis there are various indicator
sizes that can be used to assess a CBT area. In this study, we only present the results of an assessment
of the DM/Disaster mitigation aspects of all the MSPDM analysis indicators available. CBT Nglanggeran
and Pentingsari in Yogyakarta and Penglipuran in Bali have implemented several things that
support disaster mitigation in its areas. The purpose of disaster mitigation is primarily to reduce
the risk of disasters that occur to local residents and visitors. Disaster mitigation measures are
carried out and adjusted to the characteristics of the local environmental and cultural area.
Keywords: MSPDM, Disaster Mitigation, Pentingsari, Nglanggeran, Penglipuran

Abstrak
Pemanfaatan analisis MSPDM (Marketibility, Sustainibility, Participatory, & Disaster Mitigation)
pada kawasan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism/CBT). CBT membantu
pemangku kepentingan dalam merencanakan pengembangan kawasan wisata. Di dalam analisis
MSPDM terdapat berbagai ukuran indikator yang dapat digunakan untuk menilai suatu kawasan CBT.
Pada penelitian ini kami hanya menampilkan hasil penilaian dari aspek DM/ Disaster mitigation
(mitigasi bencana) dari keseluruhan indikator analisis MSPDM yang ada. CBT Nglanggeran dan
Pentingsari di Yogyakarta serta Penglipuran di Bali telah menerapkan beberapa hal yang mendukung
dalam mitigasi bencana di kawasan wisata. Tujuan mitigasi bencana ini terutama adalah
mengurangi resiko bencana yang terjadi pada warga lokal dan wisatawan. Tindakan mitigasi
bencana dilakukan menyesuaikan karakteristik kawasan lingkungan dan budaya setempat.
Kata kunci: MSPDM, Mitigasi Bencana, Pentingsari, Nglanggeran, Penglipuran

PENDAHULUAN Potensi daya tarik wisata di Indonesia antara


Wisata pedesaan menjadi trend dalam industri lain kesenian dan budaya khas pedesaan, kisah
pariwisata di Indonsia saat ini. Berdasarkan sejarah, kuliner, flora, fauna, serta aneka
data Biro Pusat Statistik sepanjang tahun 2018 kerajinan berbahan alami, dan kondisi alam.
jumlah desa wisata di Indonesia mencapai 1.734 Wisata pedesaan dikelola oleh komunitas
desa (Reily, n.d.). Wisata pedesaan adalah kegiatan masyarakat setempat sehingga dalam terminologi
yang menjadikan suasana dan konten desa internasional disebut pariwisata berbasis
sebagai bagian tak terpisahkan untuk menjadi masyarakat (community-based tourism/ CBT).
sebuah kegiatan bisnis wisata. Kementrian Pelaku bisnis wisata pedesaan biasanya berfokus
Pariwisata Republik Indonesia membagi pada kondisi atraksi, infrastuktur fisik, dan
indikator Pengembangan Desa Wisata menjadi promosi. Mitigasi bencana masih belum menjadi
Rintisan, Berkembang. Maju, dan Mandiri. wacana yang disepakati bersama bagi banyak

Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026 99


Setiawan Priatmoko, Yitno Purwoko, Anwani

pengelola dan pemangku kepentingan. Selain pentargetan pengembangan kawasan wisata


itu perbedaan asumsi dan pemahaman akan berbasis masyarakat sebagai alternatif pengganti
suatu resiko bencana antara pengelola dan analisis SWOT. Titik berat analisis MSPDM
wisatawan juga menjadi isu yang penting. Hal adalah pengkuantitatifan dan penetapan berbagai
yang secara resiko dianggap berbahaya bagi variabel dan indikator aspek Pemasaran
pengunjung belum tentu dianggap sebuah resiko (Marketibility), Keberlanjutan (Sustainibility),
bencana berbahaya bagi warga desa begitu pula Partisipasi (Participatory), dan Mitigasi bencana
sebaliknya. Menurut data yang dihimpun dalam (Disaster Mitigation) (Priatmoko, 2019). Di
Data Informasi Bencana Indonesi DIBI-BNPB, dalam analisis MSPDM terdapat berbagai indikator
terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian sebagai panduan untuk mengukur suatu kondisi
bencana pada periode tahun 2005 hingga 2015 sebuah area CBT. Variabel-variabel yang diukur
lebih dari 78% atau 11.648 kejadian bencana dalam analisis MSPDM dalam aspek Marketibility
merupakan bencana hidro meteorologi dan hanya (Pemasaran) adalah penentuan pasar, keunikan
sekitar 22% atau 3.810 merupakan bencana geologi dan orisinilitas produk, harga yaitu kesepakatan
(Amri et al., 2016). Angka peristiwa bencana atas margin keuntungan dan pembagiannya,
terkait cuaca, air, dan api memang cukup tinggi. distribusi produk wisata, dan promosi. Variabel-
Kejadian bencana kelompok hidrometeorologi variabel dalam Sustainibility (Keberlanjutan)
berupa kejadian bencana banjir, gelombang adalah daya dukung tiap produk-produk wisata,
ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, pengelolaan limbah, konservasi, kunjungan
dan cuaca esktrim. Sedangkan untuk kelompok wisatawan yang berlanjut, dan pengembangan
bencana geologi yang tercatat sering menimpa bisnis masayarakat setempat. Variabel-variabel
Indonesia adalah gempa, tsunami, letusan gunung dalam aspek Participatory (Partisipatif) adalah
berapi, dan erosi atau longsornya tanah. Perlu penguasaan sumber daya dan tanggung jawab
diwaspadai bahwa kecenderungan jumlah kejadian lokal oleh warga serta variasi produk antar wilayah.
bencana secara total untuk kedua jenis kelompok Sedangkan variabel-variabel dalam aspek Disaster
yang relatif terus meningkat (Amri et al., 2016). Mitigation (Mitigasi Bencana) adalah pengukuran
Hal yang menarik, terlepas dari beberapa bencana manajemen bencana alam dan bencana non alam
alam dan ancaman keamanan sosial selama periode khususnya untuk penanganan resiko-resiko
tahun 2014 yaitu letusan gunung berapi Kelud yang mungkin timbul atas produk-produk wisata
dan ancaman yang diposting di media sosial, serta resiko bencana sosial (Priatmoko, 2019).
pengunjung ke Borobudur terus tumbuh dengan Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB,
stabil dari 2012 hingga 2015. Ini artinya bencana adalah gangguan serius terhadap berfungsinya
pengelolaan mitigasi bencana atas resiko bagi suatu komunitas atau masyarakat yang melibatkan
wisatawan dan penduduk lokal tetap harus ada. dampak luas terhadap manusia, material, dampak
Padahal biasanya rantai pasokan global akan ekonomi atau lingkungan dari kerugian yang
mengalami efek ketika satu negara dilanda melebihi kemampuan komunitas yang terkena dampak
bencana alam, pabrik-pabrik di seberang lautan atau komunitas untuk mengatasi dengan menggunakan
juga menderita konsekuensi (Mahbubani, 2012). sumber daya mereka sendiri (UNISDR, 2009).
Perubahan iklim, kerusuhan politik, bencana alam, Oleh karena itu manfaat mitigasi bencana menjadi
dan pandemi semuanya berdampak pada pola manfaat sosial berupa keselamatan yang diterima
perjalanan (Deuchar, 2012). Kawasan Desa Wisata oleh komunitas akan tindakan pengelolaan mitigasi
(CBT) yang dipilih adalah Desa Wisata Pentingsari misalnya dari aneka resiko bencana alam (van den
dan Nglanggeran di Yogyakarta serta Desa Wisata Honert, 2016). Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007
Penglipuran di Bali karena dianggap sebagai tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah
contoh Desa Wisata terbaik di Indonesia dan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
banyak memperoleh penghargaan internasional. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
Analisis MSPDM adalah analisis yang penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
digunakan untuk melakukan penilaian sekaligus ancaman bencana (Republik Indonesia, 2007).

100 Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026


Journal of Tourism Destination and Attraction

Mitigasi berupaya untuk mencegah peristiwa pengetahuan yang diberikan (Situmorang,


berbahaya dan, jika mungkin, mengurangi Trilaksono, & Japutra, 2019).
keparahan yang terjadi, dan meminimalkan Dukungan pemerintah untuk kegiatan Desa
kerugian dan efek kerusakan lanjutannya Wisata serta pemahaman mitigasi bencana dan
(Miller et al., 2016). Masih menurut UU Nomor masalah sosial seperti yang terkandung dalam
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, undang-undang harus dijalankan secara selaras.
potensi penyebab bencana di wilayah Indonesia Secara lebih lanjut perlu diperhatikan pentingnya
dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis bencana, kewirausahaan pariwisata bagi negara berkembang
yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana karena dapat membantu meningkatkan pendapatan,
sosial (Republik Indonesia, 2007). Tiap daerah terutama di sektor pariwisata, serta berdampak
Desa Wisata di Indonesia memiliki karakteristik pada kehidupan sosial di masyarakat sekitar
yang berbeda atas ketiga potensi bencana tersebut. (Situmorang et al., 2019). Hal berbeda diungkapkan
Berangkat dari tiga jenis bencana ini dan oleh Manaf et.al (2018) bahwa kurangnya
kerangka kerja lainnya, analisis terkait diperlukan pengalaman masyarakat dalam pengembangan
untuk memitigasi untuk mengurangi risiko dan pengelolaan pariwisata, serta ketergantungan
yang lebih besar bagi wisatawan dan masyarakat mereka pada keahlian eksternal telah diatasi
lokal. Tempat atau titik-titik penanganan situasi sebagai tantangan dalam pariwisata berbasis
darurat juga penting untuk direncanakan dan masyarakat Pada kasus demikian masih jarang
dipilih secara tepat untuk mengurangi efek bencana terjadi, selain itu Desa Wisata yang mampu
(Kahani, Ghazi, Akbari, & Hosseini, 2016). benar-benar mengatasi permasalahannya belum
Kerugian akibat bencana alam tidak mungkin signifikan. Oleh karena itu pada kesempatan
dihilangkan atau dihindari sepenuhnya, namun yang sama Manaf et.al (2018) menyatakan
bukti empirik menunjukkan bahwa menerapkan pengembangan tujuan wisata tidak dapat
langkah-langkah mitigasi bencana dapat dipisahkan dari berbagai peran pemangku
membantu masyarakat untuk pulih lebih cepat kepentingan terkait dalam elemen sistem
dari situasi krisis (van den Honert, 2016). pariwisata yang ada di luar kemampuan warga
Wisata pedesaan sering digunakan sebagai lokal (Manaf et al., 2018). Meskipun keselamatan,
alat untuk membantu, mengembangkan, dan keamanan dan manajemen krisis saat terjadi
membangun kembali berbagai daerah desa. bencana adalah menjadi bagian dari tugas pengelola
Selama ini Desa Wisata sering dianggap kurang Desa Wisata tetapi umumnya belum nampak
memberikan manfaat ekonomi maksimal yang jelas apa yang dilakukan untuk itu (Adeyinka-Ojo,
diharapkan, penciptaan lapangan kerja, dapat Khoo-Lattimore, & Nair, 2014). Seperti misalnya
memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, masyarakat di daerah Borobudur, Jawa Tengah
juga masyarakat perdesaan sering kekurangan melakukan penanaman pohon keras pada area
keterampilan dan pengalaman yang diperlukan perbukitan yang lebih tinggi untuk menghindari
untuk berhasil menarik dan memuaskan wisatawan erosi dan memperkuat struktur tanah sejak
(Dashper, 2014). Walaupun demikian keterlibatan tahun 1977-1979 (Fatimah, 2015). Penanaman
pemerintah dalam mengembangkan bisnis lokal tersebut dilakukan oleh seluruh masyarakat
ini masih diperlukan. Bastakis et.al. dalam bukan hanya oleh pihak pengelola kawasan.
Situmorang, et.al. (2019) berpendapat bahwa Penelitian lain juga menemukan bahwa
masyarakat lokal harus menggunakan peluang perbaikan fasilitas keselamatan dilakukan di
yang diberikan kepada mereka oleh pemerintah kawasan wisata agro Condet, Jakarta Timur
untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang (Azriati & Kausar, 2018).
pentingnya kewirausahaan yang sukses, ia juga Wang dalam Adeyinka-Ojo et al. (2014)
menambahkan bahwa bantuan dari pemerintah mencantumkan soal mitigasi bencana dalam
mungkin tidak cukup untuk mendukung masyarakat pendekatan komprehensifnya yang mengidentifikasi
lokal jika masyarakat setempat tidak memiliki tiga tema selain fungsi pemasaran destinasi wisata.
kapasitas untuk menyerap keterampilan dan Tema-tema ini adalah: (1) strategi dan pendekatan

Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026 101


Setiawan Priatmoko, Yitno Purwoko, Anwani

untuk mengelola pemangku kepentingan tujuan; METODE


(2) prinsip dan strategi untuk mengelola daya Metode penelitian menggunakan metode
saing dan keberlanjutan; dan (3) prinsip dan strategi deskriptif kualitatif menggunakan indikator
untuk keselamatan, bencana dan manajemen mitigasi bencana pada tabel analisis MSPDM.
krisis (Adeyinka-Ojo et al., 2014). Gempa tidak Indikator yang digunakan dalam analisis MSPDM
hanya menciptakan cetak biru untuk sektor antara lain variabel Pemasaran, Keberlanjutan,
pariwisata di Nglanggeran untuk dikembangkan, Partisipatif, dan Mitigasi Bencana. Namun
tetapi juga membuat masyarakat setempat dalam penelitian ini hanya difokuskan membahas
membangun kembali dirinya sendiri dan aspek mitigasi bencana/disaster mitigation (DM)
memperkuat ikatan yang lebih erat antara para dengan menggunakann indikator yang ada di
anggotanya setelah bencana (Putri & Adinia, 2018). dalamnya. Penilaian kuantitatif pada tabel tidak
Jumlah korban meninggal, luka dan hilang digunakan karena pada kesempatan ini peneliti
pada kejadian bencana di Indonesia yang tersebar hanya akan membuat deskripsi sistematis tentang
di berbagai provinsi di Indonesia mencapai 750 keberadaan mitigasi bencana yang dikelola di
orang pada tahun 2015 dan 3.199 orang pada tahun daerah wisata perdesaan berdasarkan variabel
(Purbasari & Manaf, 2018). Pada tahun 2006 dan indikator yang ada. Adapun variabel dan
wilayah Manding di Yogyakarta terkena dampak indikator Disaster Mitigation dalam analisis
bencana alam gempa bumi, yang meruntuhkan MSPDM dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
pusat industri kulit di Desa itu. Untuk bisnis,
dampak penuh dari bencana sering hanya Tabel 1. Penilaian Aspek Mitigasi Bencana
dinilai akibatnya tetapi pendekatan pemikiran RINCIAN NILAI DAN
PARAMETER
ke depan perlu diterapkan untuk mengurangi UNSUR INDIKATORNYA
potensi kerusakan (Tibay et al., 2018). Sebagai 1. Bila Belum ada
bagian dari pendekatan berwawasan ke depan, antisipasi dan
rencana
bersiap atas hal yang tak terduga adalah kunci penyelamatan
utama dalam perencanaan ketahanan. bencana gempa
Khusus untuk sektor pariwisata yang masih bumi dan tanah
dianggap sebagai bisnis dengan “skala kecil, longsor
tingkat diversifikasi pasar rendah, dan tingkat 2. Bila sudah ada
kegagalan yang lebih tinggi dari rata-rata” antisipasi dan
membuat sektor ini lebih rentan terhadap bencana rencana
penyelamatan
besar yang tidak cukup sering terjadi untuk bencana gempa
menjamin implementasi rencana kesiapsiagaan Antisipasi bumi dan tanah
(Tibay et al., 2018). Oleh karena itu, memahami terhadap longsor namun
wilayah CBT pasca bencana perlu dikaitkan (A) resiko dan belum tersosialisasi
Bencana alam perencanaan
dengan konsep pariwisata secara umum. CBT pemulihan
3. Bila sudah ada
adalah bentuk unik dari industri pariwisata, (recovery)
sosialiasi dan
pelatihan
karena biasanya terletak di daerah perdesaan, penyelamatan
dikelola oleh masyarakat dengan cara ‘komunal’,
4. Bila sudah ada jalur
dan melibatkan sejumlah kecil orang (Rindrasih, penyelamatann dan
2018). Komunikasi dan koordinasi yang lebih tim khusus yang
baik perlu dibangun antara para pemangku menangani
kepentingan utama (BNPB/BPBD, Perusahaan kebencanaan oleh
warga setempat
Pariwisata, dan Pemangku kepentingan Industri
Pariwisata) untuk membuat pemulihan bencana 5. Bila sudah ada
rencana dan konsep
lebih efisien dan efektif (Mannakkara, Wilkinson, wilayah pemulihan
Willie, & Heather, 2018). pasca bencana

102 Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026


Journal of Tourism Destination and Attraction

RINCIAN NILAI DAN Desa tesebut. Para peneliti mewawancarai manajer


PARAMETER
UNSUR INDIKATORNYA Desa Wisata, dan orang-orang yang ditunjuk sebagai
1. Bila Belum ada koordinator penyedia elemen destinasi termasuk
antisipasi dan atraksi, pelaku usaha wisata, akomodasi, dan pemimpin
standarisasi
keamanan minimal
masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata
dan kesehatan Desa. Data yang diperoleh tersebut kemudian
2. Bila Sudah ada dipaparkan sehingga diperoleh gambaran tentang
standarisasi minimal manajemen pengelolaan bencananya.
namun belum
Antisipasi dijadikan acuan HASIL PEMBAHASAN
(B) kesalahan
Bencana non human eror
3. Bila sudah ada Dalam aspek mitigasi bencana, dua jenis
alam akibat dan
standarisasi dan bencana dikelompokkan, yaitu: 1. Bencana alam
menjadi acuan pelaku
gagal teknologi, standarisasi
wisata dan wisatawan
dalam hal kondisi dan sejarah bencana regional
wabah minimal yang akan dikembangkan, misalnya, gempa bumi
penyakit, keamanan 4. Bila sudah ada
standarisasi dan atau tsunami telah terjadi, 2. Bencana non-alam
bencana sosial dan
kesehatan internasional terutama untuk menangani risiko yang mungkin
kemanan dan timbul untuk produk dalam dan luar masyarakat.
kesehatan yang ditaati Khusus untuk Desa Wisata Pentingsari yang berada
5. Sudah ada standarisasi di bawah kaki gunung berapi aktif, pemerintah
keamanan dan secara teratur menyebarkan informasi untuk
kesehatan dan
ditegakannya sanksi
mengingatkan masyarakat tentang risiko dan
bagi yg melanggar oleh tindakan yang harus diambil dalam keadaan
masyarakat setempat darurat (Rindrasih, 2018). Di Nglanggeran, upaya
Sumber: Priatmoko, 2019 penguatan struktur tanah dilakukan dengan
penambahan tanggul di beberapa daerah dengan
Data tentang keberadaan manajemen mitigasi lanskap miring untuk mencegah bahaya tanah
bencana yang diolah menggunakan struktur konsep longsor (Hermawan, 2017). Di Penglipuran, distribusi
berdasarkan tabel di atas. Data tersebut diperoleh zona spasial dilakukan, tempat untuk semua Desa
melalui observasi lapangan, wawancara, pencarian dan ruang untuk rumah yang dimiliki ditentukan
sumber-sumber informasi yang dianggap relevan, oleh penduduk untuk memfasilitasi pengelolaan
berita online, dan studi literatur. Khusus untuk dan mitigasi (Priyoga & Sudarwani, 2018). Rincian
Desa Penglipuran tidak dilakukan studi lapangan aspek-aspek MSPDM khususnya terkait mitigasi
dan hanya dilakukan studi literatur dan wawancara bencana dari ketiga Desa di atas dapat diilustrasikan
dengan tour leader yang pernah mengunjungi dalam tabel berikut:

Tabel 2. Mitigasi Bencana Pada Lokasi Desa Wisata


Pentingsari Nglanggeran Penglipuran
 Penentuan zona-zona tertentu
 Kewasapadaan dan
 Standar higienitas untuk memudahkan fungsi dan
kerjasama dengan banyak
untuk produk makanan keselamatan (Bhanu Rizfa &
pihak untuk pembaruan
 Membangun Amos, 2016)
status aktifitas Gunung
Mitigasi Bencana/ penguatan tanah-tanah  Penyediaan klinik kesehatan
Merapi
Disaster yang rawan longsor (Andriyani, Martono, &
 rute evakuasi dan peringatan
Mitigation  rute evakuasi Muhammad, 2017)
 standar internasional
 pengaturan dan  Penetapan titik parkir mobil dan
higienitas toilet
pembatasan jumlah bis jauh dari rumah-rumah adat/
 kegiatan ronda malam
pengunjung tradisional
bersama pengunjung
 sistem 1 (satu) pintu masuk
Sumber: hasil analisis timpeneliti, 2019

Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026 103


Setiawan Priatmoko, Yitno Purwoko, Anwani

Untuk aspek mitigasi bencana mereka lingkungan alam dan masyarakat setempat.
berfokus pada bencana alam (misalnya: letusan Hambatan kultural berupa tabu membicarakan
gunung berapi, gempa, dan tanah longsor), dan bencana yang mungkin terjadi dapat diminimalisir
bencana non-alam. Mereka memperhatikan keamanan dengan analisis MSPDM dengan memberikan
pangan, standar kesehatan dan keselamatan juga sistem penialian diri yang ditetapkan parameternya.
menyediakan rute evakuasi. Sedangkan untuk Walaupun demikian, ada hal yang masih perlu
bencana sosial masih berupa langkah pembagian diwacanakan lebih luas lagi yaitu mitigai resiko
keuntungan ekonomi dari aktifitas pariwisata. bencana sosial dari luar masyarakat atau pengunjung.
Untuk kerawanan sosial dari luar secara umum Riset di kawasan wisata yang masih dalam tahap
ketiga Desa ini belum mempersiapkan instrumen rintisan dimungkinkan akan bisa mendapatkan
yang baku. Hal ini barangkali terkait dengan kultur temuan gambaran yang lebih komprehensif lagi
orang Desa yang selalu menyambut baik tamu. atas pemanfaatan analisis MSPDM ini.
Dari informasi yang diperoleh, pemahaman
tentang mitigasi bencana tidak selalu diberikan DAFTAR PUSTAKA
di awal kunjungan wisatawan. Informasi mengenai Adeyinka-Ojo, S. F., Khoo-Lattimore, C., & Nair,
mitigasi resiko hanya diketahui oleh pengelola V. (2014). A Framework for Rural Tourism
kawasan. Wisatawan mendapatkan informasi mitigasi Destination Management and Marketing
bencana apabila mereka diberitahu oleh pengelola. Organisations. Procedia - Social and Behavioral
Informasi statis semacam papan pengumuman Sciences, 144, 151–163. https://doi.org/10.1016/
atau penunjuk rute-rute evakuasi yang komprehensif j.sbspro.2014.07.284
masih belum banyak ditemui. Hal ini dimungkinkan Amri, M. R., Yulianti, G., Yunus, R., Wiguna,
karena adanya bias pemahaman bagi warga setempat S., Adi, A. W., Ichwana, A. N., … Septian,
bahwa seolah-olah pengunjung telah mempunyai R. T. (2016). Risiko Bencana Indonesia. (R.
pemahaman yang sama dengan warga lokal. Jati & M. R. Amri, Eds.). Jakarta: Badan
Walaupun demikian, pemahaman tentang mitigasi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
bencana yang dimiliki oleh warga lokal pengelola Andriyani, A. A. I., Martono, E., & Muhammad.
CBT telah membawa peningkatan kualita kawasan (2017). Pemberdayaan Masyarakat melalui
yang cukup siginifikan. Standar-standar higienitas, Pengembangan Desa Wisata dan Implikasinya
pelestarian nilai-nilai lokal, dan pengurangan terhadap Ketahanan Sosial Budaya. Jurnal
resiko atas kejadian bencana yang diterapkan Ketahanan Nasional, 23, 1–6. https://doi.org/
membuat kawasan tersebut menjadi lebih baik. 2527-9688
Bahkan dengan pemahaman mitigasi bencana Azriati, N. N., & Kausar, D. (2018). Pengembangan
ini dapat mengurangi nilai-nilai yang sebelumnya Potensi Wisata Agro Di Kawasan Condet
dianggap tabu (pamali) bagi masyarakat ketika Kelurahan Balekambang Jakarta Timur. Journal
membicarakan kemungkinan adanya bencana. Of Tourism Destination And Attraction,
6(2), 59–69.
KESIMPULAN Bhanu Rizfa, H., & Amos, S. (2016). Bali
Analisis MSPDM sangat membantu dalam Traditional Settlement Morphology Analysis
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Penglipuran, Kubu Village, Bangli Regency,
faktor mitigasi bencana di kawasan wisata. Aspek Bali Province. DIMENSI (Journal of Architecture
penilaian Disaster Mitigation yang muncul dalam and Built Environment), 43(1), 47–53.
bentuk penilaian kuantitatif membantu pengguna https://doi.org/10.9744/dimensi.43.1.47-54
analisis MSPDM untuk mengevaluasi dan Dashper, K. (Ed.). (2014). Rural tourism: An
menentukan target perbaikan selanjutnya. Kawasan International Perspective. Encyclopedia of
wisata yang berupa CBT perlu memperhatikan Tourism (I). 12 Back Chapman Street,
aspek-aspek disaster mitigation sesuai dengan Newcastle upon Tyne, NE6 2XX, UK
karakterisik wilayahnya. Pemanfaatan mitigasi British: Cambridge Scholars Publishing.
bencana pada dasarnya akan meningkatkan kualitas https://doi.org/10.1016/S01607383(02)00009-9

104 Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026


Journal of Tourism Destination and Attraction

Deuchar, C. (2012). Small Tourism Enterprise Hughes, J. (2016). Integrating health


Network Formation in Rural Destinations: research into disaster response: The new
Integrating ICT and Community in Western NIH disaster research response program.
Southland New Zealand. Auckland University International Journal of Environmental
of Technology. Retrieved from https://aut.research Research and Public Health, 13(7), 1–12.
gateway.ac.nz/bitstream/handle/10292/4520 https://doi.org/10.3390/ijerph13070676
/DeucharC.pdf?sequence=3&isAllowed=y Pendampingan, T. M. T. (2019). Buku Panduan
Fatimah, T. (2015). The Impacts of Rural Tourism Pengembangan Desa Wisata Berbasis
Initiatives on Cultural Landscape Sustainability Pendampingan Melalui Perguruan Tinggi.
in Borobudur Area. Procedia Environmental Jakarta: Deputi Bidang Pengembangan
Sciences, 28(SustaiN 2014), 567–577. Industri dan Kelembagaan Kementrian
https://doi.org/10.1016/j.proenv.2015.07.067 Pariwisata Republik Indonesia.
Hermawan, H. (2017). Pengaruh Daya Tarik Priatmoko, S. (2019). Perencanaan Pengembangan
Wisata, Keselamatan dan Sarana Wisata Destinasi Wisata Menggunakan Analisis
Terhadap Kepuasan serta Dampaknya MSP + DM. Jurnal Khasanah Ilmu, 10(1).
terhadap Loyalitas Wisatawan. Jurnal Media Priyoga, I., & Sudarwani, M. M. (2018). Kajian
Wisata, 15(1), 562–577. Pola Ruang dan Rumah Adat Desa
Horwath, H., & Jurong, S. (2016). Borobudur- Penglipuran Bali. In Prosiding Semarnusa
Yogyakarta-Prambanan Baseline Supply & IPLBI (pp. 66–72). Surabaya: Laboratorium
Demand, Market Demand Forecasts, and Perkembangan Arsitektur, Departemen
Investment Needs. Jakarta. Arsitektur ITS.
Kahani, M., Ghazi, I., Akbari, Z., & Hosseini, Pudianti, A., Syahbana, J. A., & Suprapti, A. (2016).
Z. (2016). Emergency police station location Role of Culture in Rural Transformation in
to provide municipal services after earthquake Manding Village, Bantul Yogyakarta,
(Case study: Kerman). International Journal Indonesia. Procedia - Social and Behavioral
of Health System and Disaster Management, Sciences, 227(November 2015), 458–464.
4(4), 120. https://doi.org/10.4103/2347-9019. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.101
196772 Purbasari, N., & Manaf, A. (2018). Comparative
Mahbubani, K. (2012). The Global Village has Study on the Characteristics of Community-
Arrived --. Finance and Development. Based Tourism between Pentingsari and
Retrieved from https://www.imf.org/external/ Nglanggeran Tourism Village, Special
pubs/ft/fandd/2012/09/pdf/mahbuban.pdf Region Yogyakarta. E3S Web of Conferences,
Manaf, A., Purbasari, N., Damayanti, M., 31, 09007. https://doi.org/10.1051/e3sconf/
Aprilia, N., & Astuti, W. (2018). Community- 20183109007
based rural tourism in inter-organizational Putri, F. A., & Adinia, N. C. (2018). The Role
collaboration: How does it work sustainably? of Communication in Sustainable Development
Lessons learned from Nglanggeran Tourism Tourism: A Case Study on Community-based
Village, Gunungkidul Regency, Yogyakarta, Tourism (Pokdarwis) in Nglanggeran Village.
Indonesia. Sustainability (Switzerland), Jurnal Komunikasi Indonesia, VII(2), 153–161.
10(7). https://doi.org/10.3390/su10072142 Republik, I. UU 24 Tahun 2007 Tentang
Mannakkara, S., Wilkinson, S., Willie, M., & Penanggulangan Bencana (Disaster Management),
Heather, R. (2018). Building Back Better in Pub. L. No. UU 24 (2007). Indonesia.
the Cook Islands: A Focus on the Tourism Rindrasih, E. (2018). Under the Volcano:
Sector. Procedia Engineering, 212, 824–831. Responses of a community-based tourism
https://doi.org/10.1016/j.proeng.2018.01.106 village to the 2010 eruption of Mount Merapi,
Miller, A., Yeskey, K., Garantziotis, S., Indonesia. Sustainability (Switzerland),
Arnesen, S., Bennett, A., O’Fallon, L., … 10(5). https://doi.org/10.3390/su10051620

Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026 105


Setiawan Priatmoko, Yitno Purwoko, Anwani

Situmorang, R., Trilaksono, T., & Japutra, A. UNISDR. (2009). Risk. 2009 UNISDR
(2019). Friend or Foe? The complex Terminology on Disaster Risk Reduction.
relationship between indigenous people and Geneva: UNISDR.
policymakers regarding rural tourism in van den Honert, R. (2016). Improving Decision
Indonesia. Journal of Hospitality and Making about Natural Disaster Mitigation
Tourism Management, 39(March 2018), 20–29. Funding in Australia—A Framework. Resources,
https://doi.org/10.1016/j.jhtm.2019.02.001 5(3), 28. https://doi.org/10.3390/resources5030028
Tibay, V., Miller, J., Chang-Richards, A.,
Egbelakin, T., Seville, E., & Wilkinson, S.
(2018). Business resilience: A study of
Auckland hospitality sector. Procedia
Engineering, 212(2017), 1217–1224. https://doi.
org/10.1016/j.proeng.2018.01.157

106 Volume 7 No.2 Desember 2019, E-ISSN: 2685-6026

Anda mungkin juga menyukai