Anda di halaman 1dari 10

Original Article

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi


Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA


OBESITAS DENGAN REMAJA YANG MEMILIKI
BERAT BADAN NORMAL

. Cut Keumala Muqhniy*, Zaujatul Amna


Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
*Cud.keumala@yahoo.com

ABSTRAK

Berat badan merupakan salah satu permasalahan yang berkaitan dengan


penampilan fisik pada masa remaja, yang secara tidak langsung dapat
memengaruhi psychological well-being. Psychological well-being merupakan
suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu yang dapat menerima
kekuatan dan kelemahan dalam diri. Permasalahan berat badan dalam diri
individu menjadi salah satu hal yang berkaitan dengan salah satu dimensi
psychological well-being yaitu penerimaan diri. Dikatakan bahwa remaja yang
mengalami obesitas akan menjadi rendah diri, dan juga sulit membina hubungan
positif dengan orang lain dibandingkan dengan remaja yang memiliki berat badan
normal. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbedaan psychological well-
being pada remaja obesitas dengan remaja yang memiliki berat badan normal.
Sebanyak 64 remaja (28 laki-laki dan 36 perempuan) dengan rentang usia13-18
tahun (yang terdiri dari 32 remaja obesitas dan 32 remaja berat badan normal)
yang dipili dengan menggunakan teknik incidental sampling dan multi stage
cluster. Pengumpulan data dengan menggunakan Ryff’s psychological well-being
scale (RPWB). Hasil uji hipotesis dengan menggunakan Mann-Whitney U
menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p)=0,010 (p<0,05). Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada remaja
obesitas dengan remaja berat badan normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
remaja dengan berat badan normal memiliki psychological well-being yang lebih
tinggi dibandingkan dengan remaja obesitas.

Kata kunci : Psychological well-being, Remaja, Obesitas, Berat Badan Normal

52
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

Differences of Psychological Well-Being on Adolescent’s Who Had


Obesity and Adolescent’s with Normal Weight

ABSTRACT

Weight is one of problems which related to the physical appearances during


adolescents’ life. It can be indirectly affect on their psychological well-being.
Psychological well-being was an attainment of potential individual to accept
strength and weakness of own self. Weight becomes one of the factors relating to
the psychological well-being conditions, which is adolescent’s who had obesity
more be inferiority and also had a difficult relations with others than adolescent’s
who had a normal weight. This study was investigated the differences of
psychological well-being on adolescent’s who had obesity and adolescent’s with
normal weight. The participants were 64 adolescents (28 males and 36 females)
with aged range 13-18 years (32 Obesity and 32 Normal weight) who were
selected using incidental sampling and multi stage cluster random sampling. Data
was collected using the Ryff’s psychological well-being scale (RPWB), and
analysis data using Mann-Whitney U tehnique. The result showed that a
significancy value (p) = ,010 (p<0,05). Which means there was a differences of
psychological well-being between adolescent’s who had obesity with adolescents
who had normal weight. In conclusion, the study showed adolescent’s who had
normal weight have had a higher psychological well-being than adolescent’s who
had obesity.

Keyword: Psychological Well-being, Adolescent, Obesity, Normal Weight

53
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

PENDAHULUAN
Masa remaja termasuk salah satu masa yang penting bagi individu, hal ini
dikarenakan pada masa tersebut terjadi berbagai perubahan, baik dari segi fisik,
moral, sosial, dan perubahan kepribadian (Hurlock, 2009). Salah satu perubahan
yang paling diminati dan menyita perhatian pada masa tersebut adalah perubahan
yang berkaitan dengan fisik. Prameswari, Aisah dan Mifbakhuddin (2013)
menyatakan bahwa penampilan fisik merupakan salah satu hal yang paling
penting dan paling menyita perhatian remaja, dimana penampilan fisik pada
remaja berkaitan dengan konsep dirinya (Papalia, Old, & Feldman 2008;
Wulandari & Zukaida, 2007). Papalia, dkk (2008) menambahkan kepedulian
individu terhadap penampilan fisiknya dimulai pada masa kanak-kanak
pertengahan dan menjadi semakin intensif pada akhir masa remaja. Pandu (2014)
juga menyatakan bahwa perubahan fisik pada individu terus mengalami
perubahan hingga mencapai kematangan pada akhir masa remaja.
Perubahan fisik yang terjadi pada individu tentu saja memengaruhi
penampilan fisik, salah satunya yaitu berat badan. Perubahan fisik pada remaja
baik laki-laki maupun perempuan memiliki dampak yang berbeda-beda. Bestiana
(2012) mengatakan bahwa salah satu dampak negatif dari perubahan fisik pada
remaja adalah adanya stereotipe atau persepsi yang berkaitan dengan ideal,
misalnya individu yang memiliki bentuk badan yang normal baik berdasarkan
tinggi badan maupun berat badan, sementara individu yang memiliki berat badan
berlebih akan menjadikan dirinya khawatir terhadap penampilannya. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Croll (dalam Husni & Indrijati,
2014) yang mengatakan bahwa sekitar 50-88% remaja perempuan memiliki
perasaan negatif mengenai bentuk dan ukuran tubuhnya, bahkan dikatakan bahwa
85% perempuan muda sangat khawatir dengan bentuk tubuhnya. Hasdianah,
Siyoto, dan Peristyowati (2014) menambahkan bahwa kekhawatiran yang
berlebihan terhadap obesitas menjadi sumber keprihatinan bagi para remaja,
karena obesitas merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat penimbunan
lemak tubuh yang berlebihan.
Dikatakan bahwa remaja obesitas sering mengalami rendah diri,
penerimaan diri yang negatif, depresi, dan tekanan emosional yang lebih tinggi
dari pada remaja yang memiliki berat badan normal, hal tersebut akan berdampak
pada keadaan kesejahteraan psikologis remaja atau dikenal dengan istilah
psychological well-being (Jonides, Buschbacher, & Barlow, 2002). Akan tetapi
berbeda halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pandu (2014) tentang
obesitas pada remaja menyatakan bahwa individu yang mengalami obesitas dapat
memiliki penerimaan diri yang positif dan yakin dengan kemampuannya
mengatasi masalah. Remaja tersebut juga merasa setara dengan remaja lain yang
memiliki berat badan ideal, dapat menerima pujian terhadap dirinya, dan juga
dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Oleh sebab itu,
remaja yang menunjukkan psychological well-being yang baik yaitu memiliki
penerimaan diri yang positif, dan memiliki hubungan baik dengan dengan orang
lain, serta mampu mengembangkan dirinya (Amato, 1994).
Psychological well-being adalah kemampuan individu dalam menerima
keadaan dirinya apa adanya, membentuk hubungan baik dengan orang lain,
54
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

mandiri terhadap segala tekanan sosial, dapat menguasai lingkungan eksternal,


dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam diri individu tersebut (Ryff,
1989). Lebih lanjut Ryff mengatakan psychological well-being merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan
pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif, dan tergantung dari kondisi atau
keadaan psikologis individu, dimana individu yang tidak memiliki tekanan
psikologis dalam hidupnya, individu tersebut dapat dikatakan memiliki
psychological well-being yang baik dan begitu juga sebaliknya, apabila individu
memiliki tekanan psikologis dalam hidupnya maka individu tersebut dapat
dikatakan memiliki psychological well-being yang tidak baik. Beberapa kriteria
individu dapat dikatakan memiliki psychological well-being yang baik,
diantaranya individu dapat menerima keadaan dirinya yaitu mampu menerima dan
mengakui berbagai aspek dalam dirinya baik baik sisi positif maupun negatif,
memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, dan memandang positif
kehidupan yang dijalaninya sekarang dan juga masa lalunya. Sebaliknya, individu
dikatakan memiliki kondisi psychological well-being yang tidak baik jika individu
tidak dapat menerima keadaan dirinya, memiliki persepsi negatif terhadap diri
sendiri, dan merasa rendah diri terhadap dirinya sendiri (Ryff, 1989).

TINJAUAN TEORI
Psychological Well-being
Psychological well-being diartikan sebagai suatu pencapaian penuh dari
potensi psikologis dan merupakan suatu kondisi individu yang dapat menerima
kekuatan dan kelemahan diri yang disertai dengan adanya sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain, memiliki tujuan hidup dan dapat membuat hidup lebih
bermakna, mengembangkan relasi positif dengan orang lain, memiliki pribadi
yang mandiri, mampu untuk mengendalikan lingkungan serta mampu
mengeksplorasi serta mengembangkan dirinya (Ryff, 1989).

Perbedaan Psychological Well-being Pada Remaja Obesitas dengan Remaja


yang Memiliki Berat Badan Normal
Individu yang mengalami obesitas tidak hanya memengaruhi sistem organ
yang berhubungan dengan kesehatan, tetapi juga memengaruhi kondisi psikologis
individu tersebut seperti stres, menurunnya harga diri, dan juga masalah
emosional (Fitri, Rihadini, & Rahkmawatie, 2012). Hal senada juga diungkapkan
oleh Soetjiningsih (dalam Khodijah, Lukmann, & Munigar, 2012) bahwa remaja
yang mengalami obesitas biasanya lebih pasif dan depresif, karena merasa sulit
untuk menarik perhatian lawan jenis karena merasa tubuhnya jelek dan tidak
modis dari sisi penampilannya dibandingkan remaja yang tidak obesitas. Akan
tetapi beda halnya pada remaja yang memiliki berat badan normal, remaja tersebut
pada umumnya memiliki citra tubuh yang positif sehingga mencerminkan
penerimaan diri yang baik, meningkatnya rasa percaya diri, dan memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap kondisi tubuh dan kesehatannya (Husni &
Indrijati, 2014). Pada umumnya individu yang memiliki penerimaan diri yang
baik, juga memiliki tingkat psychologigal well-being yang tinggi. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) yang menyatakan bahwa penerimaan diri
merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi psychological well-being
55
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

seseorang. Wardle dan Cooke (2015) juga menyatakan bahwa remaja yang
mengalami obesitas memiliki stigma negatif dan diskriminasi dalam
kehidupannya, dan telah diasumsikan bahwa hal tersebut juga berdampak pada
psychological well-being dan kondisi fisik remaja tersebut. Lebih lanjut Gray dan
Leyland (2008) menyatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas dapat
dikaitkan dengan keadaan psychological well-being, karena pada umumnya
remaja yang mengalami obesitas cenderung merasa depresi, harga diri yang
rendah, serta memiliki penerimaan diri yang negatif terhadap diri sendiri
dibandingkan dengan remaja dengan berat badan normal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian komparatif. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah remaja laki-
laki dan perempuan yang berusia 13 sampai 18 tahun di Banda Aceh. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan dua metode, yang
pertama untuk sampel penelitian remaja obesitas menggunakan teknik insidental
(incidental sampling), artinya peneliti akan mengambil individu-individu sebagai
sampel penelitian ketika peneliti secara kebetulan bertemu dengan individu yang
sesuai dengan karakteristik sampel penelitian. Pengambilan sampel untuk remaja
yang memiliki berat badan normal menggunakan penggabungan dua teknik
pengambilan sampel yaitu teknik Multi-stage Cluster dan Simple Random
Sampling. Teknik Multi-stage Cluster digunakan karena populasi terdiri dari
kelompok demografis kecamatan dan sekolah-sekolah. Selanjutnya Simple
Random Sampling digunakan karena pengambilan sampel dari populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata (sekolah) yang ada dalam populasi
(Sugiyono, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah remaja laki-
laki dan perempuan dengan rentang usia 13-18 tahun, untuk pengukuran remaja
obesitas dan remaja yang memiliki berat badan normal, didasarkan pada
perhitungan IMT, berdomisili di Banda Aceh.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah skala
psikologi, yang diadaptasi dari Ryff’s psychological well-being scale yang terdiri
dari 6 dimensi dengan 42 butir pernyataan dan 6 respon jawaban (Ryff, 2013).
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu teknik
analisis Mann-Whitney U, hal ini dilakukan karena tidak terpenuhinya uji asumsi
berupa data yang tidak berdistribusi normal dan juga tidak homogen. Hasil
analisis hipotesis dengan menggunakan program SPSS Versi 20.0 for Windows.
Hasil dari uji hipotesis ini dapat dilihat dari nilai signifikansi p<0,05 maka
hipotesisnya diterima, dan sebaliknya p>0,05 maka hipotesisnya ditolak.

56
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

HASIL PENELITIAN
Deskripsi data psychological well-being
Deskripsi data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Deskripsi data Psychological Well-being
Data Hipotetik Data Empirik
Kategori
Xmaks Xmin Mean SD Xmaks Xmin Mean SD
Obesitas 252 42 147 35 225 87 155,69 47,294
Berat Badan 252 42 147 35 219 146 189,44 18,205
Normal
Total 252 42 147 35 225 87 172,56 39,408

Keterangan Rumus Skor Hipotetik :


1. Skor minimal (Xmin) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai
terendah dari pembobotan pilihan jawaban.
2. Skor maksimal (Xmax) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan
nilai tertinggi dari pembobotan pilihan jawaban.
3. Mean (μ) dengan rumus μ = (skor max + skor min)/2
4. Standar deviasi (σ) dengan rumus σ = (skor max – skor min)/6

Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian tersebut, maka dapat dijadikan


batasan dalam pengkategorian psychological well-being pada sampel penelitian
yang terdiri dari dua kategori yaitu rendah dan tinggi. Untuk menentukan
kategorisasi tinggi atau rendahnya psychological well-being dibatasi dalam dua
kategorisasi, yaitu tinggi dan rendah Ryff (2013). Dalam penelitian ini rumusan
tinggi rendahnya psychological well-being pada sampel penelitian dengan
menggunakan rumus kategorisasi menurut Azwar (2013), yang menyatakan
bahwa semakin besar standar eror dalam pengukuran berarti hasil pengukuran
semakin cermat. Pembagian kategorisasi sampel yang digunakan oleh peneliti
yaitu pertimbangan eror standar dalam pengukuran. Menurut Azwar (2013)
pertimbangan eror standar dalam pengukuran adalah deviasi standar eror (S e) yang
menunjukkan besarnya variasi eror (Sx) pengukuran pada sekelompok sampel.
Deskripsi hasil penelitian tersebut dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian
sampel penelitian yang terdiri dari dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.
Adapun rumus standar eror dalam pengukuran yaitu:
se = sx (1 – rxx’)
Keterangan:
se: standar eror
sx: varians skor skala
rxx: koefisien reliabilitas skala

Adapun rumus pengkategorisasian pada variabel penelitian dengan menggunakan


taraf signifikansi 95% sehingga didapatkan:

X ± zα/2(se) = X ± z0,05/2 (9,89)


= X ± z0,25 (9,89)
= X ± 1,96 (9,89)
= X ± 19,4 atau dibulatkan menjadi X ± 19
57
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

Berdasarkan rumus pengkategorian di atas diperoleh hasil bahwa batas skor


psychological well-being rendah adalah < 128, dan batas skor psychological well-
being tinggi adalah > 166, hasil kategorisasi tersebut dapat dilihat pada tabel
halaman selanjutnya:

Tabel 4.6
Kategorisasi Psychological Well-being
Jumlah Sampel Persentase (%)
Skor Kategori Remaja Remaja Remaja Remaja
Obesitas Normal Obesitas Normal
X < 128 Rendah 12 - 19 -
X > 166 Tinggi 17 28 26 43
Tidak
128 ≥ X ≤ 166 3 4 4 6
Terkategorisasi

Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa kategori rendah hanya


terdapat pada remaja obesitas, dimana terdapat 12 (19%) remaja obesitas yang
tergolong dalam kategori psychological well-being rendah. Sebanyak 45 remaja
(17 remaja obesitas dan 28 remaja yang memiliki berat badan normal) berada
pada kategori tinggi, sementara 7 lainnya (3 remaja obesitas dan 4 remaja yang
memiliki berat badan normal) tidak terkategorisasi. Azwar (2013) menyatakan
bahwa hasil penelitian hanya membagi skor sampel ke dalam dua kategori saja,
yaitu tinggi dan rendah, namun apabila skor sampel tidak termasuk dalam kategori
tinggi dan rendah maka tidak perlu diklasifikasikan. Hal didukung oleh
pernyataan Ryff (2013) yang menyatakan bahwa kategorisasi skala psychological
well-being dapat dibagi menjadi tinggi dan rendah, tetapi apabila skor sampel
tidak sampai pada batas minimal dan maksimal dari batasan skor yang ditentukan
maka sampel tersebut tidak terkategorisasi yang jelas terhadap psychological well-
being.

Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai signifikansi p=0,010 (p < 0,05) yang
berarti bahwa terdapat perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas
dengan remaja yang memiliki berat badan normal.

DISKUSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan psychological well-
being pada remaja obesitas dengan remaja berat badan normal di Banda Aceh.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan terdapat perbedaan
signifikan psychological well-being pada remaja obesitas dengan remaja berat
badan normal di Banda Aceh, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima. Berdasarkan hipotesis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa remaja
obesitas dan remaja berat badan normal memiliki tingkat psychological well-being
yang berbeda.
Berdasarkan data kategorisasi didapatkan bahwa kategori rendah hanya
terdapat pada remaja obesitas, dimana terdapat 12 (19%) remaja obesitas yang

58
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

tergolong dalam kategori psychological well-being rendah. Sebanyak 45 remaja


(17 remaja obesitas dan 28 remaja yang memiliki berat badan normal) berada
pada kategori tinggi, sementara 7 lainnya (3 remaja obesitas dan 4 remaja yang
memiliki berat badan normal) tidak terkategorisasi.
Terdapatnya perbedaan psychological well-being pada remaja obesitas
dengan remaja berat badan normal diantaranya dikarenakan perubahan bentuk
tubuh yang terjadi pada remaja obesitas memengaruhi bagaimana remaja tersebut
menerima keadaan diri sendiri, bagaimana remaja memandang diri sendiri dan
bagaimana remaja tersebut dipandang dan diperlakukan oleh orang-orang
dilingkungannya (Fitri, Rihadini, & Rakhmawati, 2012). Sutijoso dan Zarfiel
(2009) juga menyatakan bahwa remaja yang mengalami obesitas juga dapat
menjadikan diri remaja tersebut merasa rendah diri akibat sering mendapat ejekan
dari teman-temannya sehingga remaja tersebut menarik diri dari hubungan dengan
lingkungan sosialnya. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Ryff
(1989) bahwa penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain merupakan
hal yang dapat memengaruhi tinggi rendahnya psychological well-being individu.
Tinggi rendahnya psychological well-being individu pada sampel
penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya seperti usia, dimana
usia paling dominan pada sampel penelitian adalah usia 17 tahun sebanyak 27
sampel (42,2%) dan 16 tahun sebanyak 17 sampel (26,6%). Hal ini didukung oleh
Ryff (1989) yang menyatakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi psychological well-being individu, dimana individu yang memiliki
usia lebih dewasa memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik
daripada individu yang lebih muda.
Faktor berikutnya yang memengaruhi tinggi rendahnya kesejahteraan
psikologis (psychological well-being) pada remaja obesitas dan remaja yang
memiliki berat badan normal yaitu jenis kelamin, dimana jenis kelamin yang
paling dominan dalam penelitian ini adalah perempuan, yaitu sebanyak 36 sampel
dan kemudian laki-laki sebanyak 28 sampel. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Putri (2010) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan
penyesuaian diri antara remaja putri dan remaja putra yang obesitas, dimana
penyesuaian diri pada remaja putri obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan
penyesuaian diri remaja putra yang obesitas. Fitri, Rihadini dan Rakhmawati
(2012) juga menambahkan bahwa dibandingkan dengan remaja laki-laki, remaja
perempuan yang obesitas lebih sering mengalami citra tubuh negatif terutama bagi
mereka yang berada dilingkungan masyarakat yang menekankan pada bentuk
tubuh ideal. Ryff (1989) juga menyatakan bahwa faktor jenis kelamin sangat
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada
dimensi hubungan positif dengan orang lain. Perbedaan antara laki-laki dan
perempuan juga dapat dilihat pada dimensi kemampuan interpersonal dimana
perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki. Selanjutnya, ditinjau dari faktor
tingkat pendidikan, dimana tingkat pendidikan yang paling dominan dalam
penelitian ini adalah SMA sebanyak 53 sampel, dan kemudian SMP sebanyak 11
sampel. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ryff (1989) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
psychological well-being, dimana individu yang memiliki tingkat pendidikan yang

59
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

tinggi cenderung memiliki tingkat psychological well-being yang lebih baik


dibandingkan dengan individu dengan tingkat pendidikan rendah.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan psychological well-being yang signifikan pada remaja obesitas dengan
remaja yang memiliki berta badan normal.

DAFTAR PUSTAKA
Amato, P. R. (1994). Father-child relations, mother-child relations, and offspring
psychological well-being in early adulthood. Journal Of Marriage and
Family, 56 (4), 1031-1042.
Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas. (edisi keempat). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bestiana, D. (2012). Citra tubuh dan konsep tubuh ideal mahasiswi FISIP
Universitas Airlangga Surabaya. AntroUnairDotNet, 1 (1), 1-12.
Fitri, D. K., Rihardini., & Rakhmawatie, M. D. (2012). Perbedaan kejadian stres
antara remaja putra dan putri dengan obesitas di SMA Negri 1 Wonosari,
Klaten. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah, 1 (1), 54-60.
Gray, L., & Leyland, A. H. (2008). Overweight status and psychological well-
being in adolescent boys and girls: a multilevel analysis. European
Journal of Public Health, 18 (6), 6160621.
Hasdianah, H.R., Siyoto, S. H., & Peristyowati, Y. (2014). Gizi, pemantapan gizi,
diet, dan obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Hurlock, E. B. (2009). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. (5th ed). Terjemahan: Istiwidayanti & Soedjarwo.
Jakarta: Erlangga.
Husni, H. K., & Indrijati, H. (2014). Pengaruh komparasi sosial pada model dalam
iklan kecantikan di televisi terhadap body image remaja putri yang
obesitas. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3 (3), 207-212.
Jonides, L., Buschbacher, V., & Barlow, S. E. (2002). Management of child and
adolescent obesity: psychological, emotional, and Behavioral assessment.
Pediatrics, 110 (1), 215-221.
Khodijah, D., Lukman, E., & Munigar, M. (2012). Obesitas dengan kualitas
Hidup remaja. Jurnal Health Quality, 3 (2), 133-140.
Pandu, S. Y. (2014). Konsep diri remaja putri yang mengalami obesitas.
Psikovidya, 18 (2), 107-131.
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2008). Human development
(psikologi perkembangan) (9th ed bagian V s/d IX). Terjemahan: Anwar.
Jakarta: Kencana.
Prameswari, S. P. I., Aisah, S., & Mifbakhuddin. (2013). Hubungan obesitas
dengan citra diri dan harga diri pada remaja putri di Kelurahan Jomblang
Kecamatan Candisari Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1 (1),
52-61.
60
Original Article
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Psikologi
Vol. 1, No. 3 : 52-61
November 2016

Putri, S. A. P. (2010). Penyesuaian diri pada remaja obesitas ditinjau dari


kematangan emosi dan jenis kelamin. Jurnal Informatika, 1 (2), 92-104.
Ryff, C. D. (1989). Happines is everything, or is it? Exploration on the meaning
of psychological well-being. Journal of Personality and Social
Psychology, 57, 1069-1081.
Ryff, C. D. (2013). Psychological well-being revisited: advances in the science
and practice of eudaimonia. Psychotherpsychosom, 83, 10-28. doi:
10.1159/000353263
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kombinasi (Mixed methods). Bandung:
Alfabeta.
Wardle, J., & Cooke, L. (2005). The impact of obesity on psychological well-
being. Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism,
19 (3), 421-440.
World Health Organization (WHO). (2000). The Asian-Pacific: redefining obesity
and its treatment. Geneva: World Health Organization.
Wulandari, T., & Zulkaida, A. (2007). Self regulated behavior pada remaja yang
mengalami obesitas. Proceeding PESAT, 2, 51-58.

61

Anda mungkin juga menyukai