Anda di halaman 1dari 4

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus.1

Gambar 1: Bagan Perjalanan alami apendisitis akut.


Sumber: Sjamsuhidajat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan Tindah Bedahnya (2). Vol 3. Ed ke-4.
Jakarta: EGC; 2017. Hal.781-7821

A. Massa Periapendikuler,
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usu halus. Pasa massa periapendikuler yang
pembentukan dindingnya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh
rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh
sebab itu, massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi
dalam waktu 2-3 hari saja. Pada pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang
terpancang dengan pendindingan yang sempurna sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan
diberi antibiotic sambil dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3
bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila
terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan terabanya pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.1
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses
periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit
Crohn, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal,
enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosis massa
apendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.1

Gambar 2 : Penyakit appendix: inflamasi, mukokel, tumors


Sumber : Jong CE, Stevens LD. Netters Infectious Disease. 5th Ed. Philadelphia:Elsevier Saunders; 2012. 240p2

Apendektomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah


ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kumon
aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian,
dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika
secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.1
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja; apendektomi dikerjakan setelah
6-8 minggu kemudian. Jika, pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah
diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.1

B. Apendisitis Perforata,
Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang tua atau anak kecil), dan
keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperanan dalam terjadinya perforasi
apendiks. Insidens perforasi pada penderita di atas usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%.
Faktor yang memengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya
yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa
penyempitan lumen, dan arterosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh
dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang
waktu diagnosis, dan proses pendindingan kurang sempurna akibat perforasi yang
berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.1
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri perut makin hebat yang meliputi seluruh perut, dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut,
mungkin disertai pungtum maksimum di region iliakan kanan; peristalsis usus dapat
menurun sampai hilang akibat adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum dapat
terjadi bila pus yang menyebar terbatas di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis
dan subdiafragma. Adanya massa intraabdomen yang nyeri disertai demam harus
dicurigai sebagai abses. Ultrasonografi dapat membantu mendeteksi adanya kantong
nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau
efusi pleura. Ultrasonografi dan foto Roentgen dada akan membantu membedakannya.1
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotic untuk kuman Gram
negative dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastric perlu
dilakukan sebelum pembedahan.1
Perlu dilakukan laparotomy dengan insisi yang panjang agar mudah melakukan
pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin, serta membersihkan
kantong nanah. Pada prosedur ini, rongga abdomen dapat dibilas dengan mudah.
Hasilnya tidak berbeda jauh dibandingkan dengan laparotomy terbuka, tetapi
keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih baik.1
Karena terdapat kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, sebaiknya dilakukan
pemasangan drain subfasia; kulit dibiarkan terbuka dan nantinya akan dijahit bila sudah
dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan drain intraperitoneal tidak perlu dilakukan pada
anak karena justru lebih sering menyebabkan komplikasi infeksi. 1

Referensi:

1. Sjamsuhidajat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan Tindah Bedahnya (2).
Vol 3. Ed ke-4. Jakarta: EGC; 2017. Hal.781-782
2. Jong CE, Stevens LD. Netters Infectious Disease. 5th Ed. Philadelphia:Elsevier Saunders;
2012. 240p

Anda mungkin juga menyukai