Anda di halaman 1dari 19

SOAL ASLI DAN

PEMBAHASAN
SBMPTN 2021
SOSHUM

By: Bedah Soal


Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Kepaduan dan Keefektifan Wacana

1. Bacalah teks berikut untuk menjawab soal di bawah ini!

(1) Masa kejayaan tambak bandeng di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa sejak
1970-an perlahan musnah. (2) Ombak yang mengikis garis pantai atau disebut abrasi
menjadi musababnya. (3) Di Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, belasan hektare
tambak bandeng kini rata air sehingga menjadikan pendapatan tergerus. (4) Sekitar
dua ribu kepala keluarga mengungsi ke daratan lebih tinggi. (5) Kemusnahan tambak
adalah akhir dari awal ancaman lebih serius dari abrasi. (6) Hilangnya mata
pencaharian, tempat tinggal, ... rusaknya ekosistem di daerah pesisir menjadi catatan
besar yang harus diwaspadai semua pihak. (7) Perlu diingat bahwa bencana iklim yang
memengaruhi suhu permukaan laut berkontribusi terhadap kekuatan angin yang
dibawa ombak.

(8) Abrasi sangat bergantung pada proses sedimentasi wilayah pesisir. (9) Selain
faktor gelombang laut, manusia juga bisa menyebabkan abrasi. (10) Ketimpangan
ekosistem laut akibat eksploitasi besar-besaran terhadap terumbu karang dan ikan laut
serta penambangan pasir turut menciptakan efek buruk dari abrasi. (11) Badan
Informasi Geospasial tidak memiliki data konkret mengenai luas daratan di sepanjang
pesisir Pantai Utara Jawa yang terkikis ombak. (12) Begitu pula mengenai garis waktu
abrasi yang mengikis daratan Pulau Jawa; hanya bertumpu perkiraan pada saat sekitar
tahun 2000-an.

(13) Studi terbaru Climate Central, memprediksi air laut akan meninggi 20—30
sentimeter pada 2050 sehingga menyebabkan permukiman-permukiman yang dihuni
sekitar 23 juta penduduk di kawasan pesisir Indonesia, termasuk DKI Jakarta akan
tenggelam. (14) Ancaman ini merupakan efek parah dari emisi karbon, juga kenyataan
bahwa ada sekitar satu miliar penduduk menghuni wilayah yang berada 10 meter di
bawah air laut ketika gelombang ombak pasang. (15) Sebuah riset yang turut disusun
oleh peneliti abrasi utara Jawa dari Badan Informasi Geospasial, Ratna Sari Dewi,
menyebut tambak ikan maupun udang berkontribusi terhadap perubahan topografi
tanah di sekitar pesisir. (16) Salah satunya terkait pilihan masyarakat menebang pohon
bakau demi membuat areal pertambakan.

(17) Data Badan Pusat Statistik menunjukkan luasan hutan bakau di Jawa Barat
mencapai 34.321 hektare pada 2016, tetapi hanya 2.830 hektare dalam kondisi baik.
(18) Bagaimana pun, tumbuhan bakau tak mungkin berjuang sendiri menghadapi
ancaman ganas abrasi. (19) Benteng mangrove harus diperkuat tembok penangkal
ombak. (20) Sayangnya, tembok penangkal ombak sejauh ini sebatas rencana, belum
menjadi aksi nyata. (21) Pemerintah daerah maupun pusat perlu memperbaiki sistem
pendataan area, termasuk mendata masyarakat-masyarakat pesisir yang terdampak
abrasi. (22) Semuanya dibutuhkan demi landasan menyusun kebijakan tepat sasaran.

(Diadaptasi dari https://tirto.id/ pada 24 April 2020)

Kalimat yang semakna dengan kata menciptakan pada kalimat (10) adalah ...

A. Tuhan menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit tanpa
perantara.
B. Ebiet G. Ade banyak menciptakan lagu bertema cinta, alam, dan kehidupan
sosial.
C. Konon, Bandung Bondowoso mampu menciptakan Candi Prambanan dalam
semalam.
D. Semua orang berharap agar bencana yang telah terjadi bisa menciptakan
suasana saling mengasihi antarsesama.
E. I. Nyoman Tjokot menciptakan patung-patung yang seolah mampu memberi
napas baru pada dunia seni tiga dimensi di Bali.

Jawaban: D

Pembahasan:

Dalam KBBI, kata menciptakan memiliki empat arti, yaitu sebagai berikut.

1. Menjadikan sesuatu yang baru tidak dengan bahan


2. Membuat atau mengadakan sesuatu dengan kekuatan batin
3. Membuat (mengadakan) sesuatu yang baru (belum pernah ada, luar biasa, lain
dari yang lain)
4. Membuat suatu hasil kesenian (seperti mengarang lagu, memahat patung);
menggubah

Makna kata menciptakan pada kalimat (10) sesuai dengan makna ke-3, yaitu ‘membuat
atau mengadakan sesuatu yang baru’. Makna menciptakan tersebut terdapat pula
pada kalimat Semua orang berharap agar bencana yang telah terjadi bisa menciptakan
suasana saling mengasihi antarsesama.

 Kata menciptakan pada pilihan jawaban A memiliki makna ke-1


 Kata menciptakan pada pilihan jawaban B memiliki makna ke-4
 Kata menciptakan pada pilihan jawaban C memiliki makna ke-2
 Kata menciptakan pada pilihan jawaban E memiliki makna ke-4

Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah D.


Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Pengetahuan Kebahasaan

2. Bacalah teks berikut!

Erotomania atau dikenal dengan sebutan sindrom de Clerambault adalah suatu


bentuk gangguan kepribadian saat para penderitanya memiliki keyakinan bahwa
orang lain memendam perasaan cinta kepada si penderita. Pada 1921, Clérambault
berargumen bahwa perempuan lebih sering mengalami sindrom de Clerambault
daripada laki-laki. Martin Brune dari Ruhr University, Jerman, mengafirmasi argumen
Clérambault setelah menganalisis 246 kasus erotomania pada 2007 dan menemukan
sebanyak 69,1% pengidapnya adalah kaum hawa. Clérambault juga berpendapat,
orang-orang dengan erotomania percaya bahwa objek cintanya jatuh cinta dan
membuat pendekatan terlebih dahulu kepadanya.

Dalam tulisan ilmiah berjudul “De Clérambault's syndrome: diagnostic and


therapeutic challenge“, Sampaio, et. al. (2007) memaparkan beberapa gejala yang lazim
ditemukan dalam diri orang dengan erotomania. Pengidap erotomania biasanya
secara mendetail menjelaskan sinyal-sinyal asmara yang dianggap dikirimkan oleh si
pujaan hati, mulai dari ekspresi wajah, percakapan, atau gestur. Selain itu, si penderita
juga mengira bahwa sang objek cinta sengaja mengirimkan pesan asmara lewat
telepati kepadanya. Perilaku delusional dalam konteks asmara semacam ini, menurut
Sampaio, et.al., kerap diasosiasikan dengan gangguan mental lain seperti
schizophrenia (34%), sindrom depresi (13%), gangguan afektif bipolar (9%), dan
paranoia (9%).

Gejala paling kelihatan dari seorang pengidap erotomania adalah perilaku mengutil
atau mengintai orang yang ditaksirnya. Ia juga cenderung bersikeras mempertahankan
keyakinannya sekalipun objek cintanya telah berupaya menolaknya. Alih-alih
menerima kenyataan, pengidap erotomania justru menginterpretasikan penolakan ini
sebagai kamuflase dari rasa cinta yang terpendam.

Kasus penguntilan penyanyi Madonna oleh Robert Hoskins pada 1995 adalah salah
satu contoh ekstrem dari erotomania. Dilansir Psychology Today, Robert Hoskins
adalah tunawisma yang berdelusi bahwa Madonna telah ditakdirkan menjadi istrinya.
Beberapa kali Robert Hoskins coba menyusup masuk kediaman
pelantun "Frozen" tersebut, tetapi upayanya berhasil digagalkan, pertama kali oleh
penjaga Madonna, dan kali kedua ia langsung ditembak dan dibekuk polisi. Lebih
parahnya, di dalam penjara pun ia tak henti terobsesi terhadap Madonna.

(Diadaptasi dari tirto.id pada April 2020)


Makna kata “mengafirmasi” pada paragraf pertama teks tersebut adalah ….

A. memercayai
B. menolak
C. meneguhkan
D. mengukur
E. menjelaskan

Jawaban: C

Pembahasan:

Kata “mengafirmasi” memiliki kata dasar afirmasi yang berarti penegasan atau
meneguhkan. Jadi, pada teks Martin Brune meneguhkan atau menguatkan argumen
Clérambault tentang penyakit erotomania.

Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah C.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Kepaduan dan Keefektifan Wacana

3. Bacalah teks berikut untuk menjawab soal di bawah ini!

(1) Selain demam, batuk, dan sesak napas, beberapa pasien yang terinfeksi Covid-
19 di rumah sakit di New York tampak sangat bingung sampai-sampai tidak tahu
tempat mereka berada atau tahun mereka hidup saat ini. (2) Kadang-kadang, gejala
ini berhubungan dengan kadar oksigen yang rendah dalam darah mereka; ada pula
pasien tertentu yang terlihat sangat kebingungan dan khawatir dengan nasib paru-
paru mereka. (3) Melihat gejala yang dialami sejumlah pasien ini, Jennifer Frontera,
seorang ahli saraf di Rumah Sakit NYU Langone Brooklyn mengatakan bahwa temuan
itu meningkatkan kekhawatiran tentang dampak virus Corona pada otak dan sistem
saraf. (4) Saat ini, sebagian besar orang mengetahui bahwa penyakit yang telah
menginfeksi lebih dari 2,2 juta orang di seluruh dunia ini umumnya menyerang sistem
pernapasan. (5) Tetapi, tanda-tanda yang lebih tidak umum muncul dalam laporan
terbaru.

(6) Sebuah studi yang diterbitkan pekan lalu dalam Journal of American Medical
Association, misalnya, menemukan 36,4% dari 214 pasien di Tiongkok memiliki gejala
neurologis, mulai dari kehilangan kemampuan mencium bau dan nyeri saraf hingga
kejang dan stroke. (7) Sebuah makalah di New England Journal of Medicine pekan ini
mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap 58 pasien di Strasbourg, Prancis, yakni
lebih dari setengah pasien merasa bingung atau gelisah, dengan pencitraan otak yang
menunjukkan peradangan. (8) Bagi para ilmuwan, temuan ini tidak sepenuhnya
mengejutkan karena hal tersebut juga terlihat pada sejumlah virus, termasuk HIV yang
dapat menyebabkan penurunan kognitif pengidapnya jika tidak diobati. (9) Michel
Toledano, seorang ahli saraf di Mayo Clinic di Minnesota mengatakan, virus
memengaruhi otak dengan dua cara. (10) Salah satunya adalah dengan memicu
respons imun abnormal yang dikenal sebagai badai sitokin, yang menyebabkan
peradangan otak atau yang disebut autoimun ensefalitis. (11) Kedua adalah infeksi
langsung pada otak yang disebut ensefalitis virus.

(12) Otak dilindungi oleh sesuatu yang disebut penghalang darah-otak, yakni
sesuatu yang menghalangi zat asing, tetapi bukan berarti tidak bisa ditembus. (13) Dari
temuan pada sejumlah pasien terinfeksi yang kehilangan kemampuan indra
penciuman, beberapa orang berpendapat bahwa hal tersebut ada kaitannya dengan
otak. (14) Namun, dugaan ini belum terbukti. (15) Apalagi, banyak pasien yang
mengalami anosmia tanpa mengalami gejala neurologis yang parah. (16) Dalam kasus
virus Corona, dokter percaya bahwa berdasarkan bukti saat ini, dampak neurologis
cenderung merupakan hasil dari respons imun yang terlalu aktif daripada serangan
terhadap otak. (17) Untuk membuktikan adanya serangan terhadap otak, virus harus
dideteksi dalam cairan serebrospinal. (18) Hal ini pernah dilakukan pada seorang pria
Jepang berusia 24 tahun yang kasusnya diterbitkan dalam International Journal of
Infectious Disease. (19) Pria itu mengalami kebingungan dan kejang serta pencitraan
yang menunjukkan otaknya meradang. (20) Tetapi, karena ini adalah satu-satunya
kasus yang diketahui sejauh ini dan tes virus belum divalidasi untuk cairan tulang
belakang, para ilmuwan tetap berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.

(Diadaptasi dari www.mediaindonesia.com pada April 2020)

Gagasan utama pada paragraf pertama adalah ….

A. jumlah kematian akibat virus Corona


B. penelitian atas maraknya kerusakan sistem saraf
C. perlunya bantuan medis bagi pasien virus Corona
D. hipotesis dampak virus Corona terhadap otak dan sistem saraf
E. kerusakan sistem pernapasan pada pasien virus Corona

Jawaban: D

Pembahasan:
Gagasan utama merupakan ide atau pokok pikiran dalam sebuah paragraf maupun
teks. Secara garis besar, paragraf pertama membahas munculnya gejala lain yang
ditemukan pada pasien virus Corona yang saat ini menjadi pandemi global. Gejala lain
tersebut, antara lain, adalah pasien bingung, khawatir berlebihan, hingga merasa tidak
mengenali tempat dan tahun yang sedang berjalan.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa gejala-gejala baru yang muncul tersebut


meningkatkan kekhawatiran tentang dampak virus Corona pada otak dan sistem saraf.
Kekhawatiran tersebut menunjukkan bahwa gejala-gejala yang disebutkan masih
merupakan hipotesis maupun anggapan dasar terhadap adanya dampak
virus Corona pada otak dan sistem saraf. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gagasan
utama pada paragraf pertama di atas adalah hipotesis dampak
virus Corona terhadap otak dan sistem saraf.

Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah D.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Kepaduan dan Keefektifan Wacana

4. Bacalah teks berikut untuk menjawab soal di bawah ini!

(1) Selain demam, batuk, dan sesak napas, beberapa pasien yang terinfeksi Covid-
19 di rumah sakit di New York tampak sangat bingung sampai-sampai tidak tahu
tempat mereka berada atau tahun mereka hidup saat ini. (2) Kadang-kadang, gejala
ini berhubungan dengan kadar oksigen yang rendah dalam darah mereka; ada pula
pasien tertentu yang terlihat sangat kebingungan dan khawatir dengan nasib paru-
paru mereka. (3) Melihat gejala yang dialami sejumlah pasien ini, Jennifer Frontera,
seorang ahli saraf di Rumah Sakit NYU Langone Brooklyn mengatakan bahwa temuan
itu meningkatkan kekhawatiran tentang dampak virus Corona pada otak dan sistem
saraf. (4) Saat ini, sebagian besar orang mengetahui bahwa penyakit yang telah
menginfeksi lebih dari 2,2 juta orang di seluruh dunia ini umumnya menyerang sistem
pernapasan. (5) Tetapi, tanda-tanda yang lebih tidak umum muncul dalam laporan
terbaru.

(6) Sebuah studi yang diterbitkan pekan lalu dalam Journal of American Medical
Association, misalnya, menemukan 36,4% dari 214 pasien di Tiongkok memiliki gejala
neurologis, mulai dari kehilangan kemampuan mencium bau dan nyeri saraf hingga
kejang dan stroke. (7) Sebuah makalah di New England Journal of Medicine pekan ini
mengungkapkan hasil pemeriksaan terhadap 58 pasien di Strasbourg, Prancis, yakni
lebih dari setengah pasien merasa bingung atau gelisah, dengan pencitraan otak yang
menunjukkan peradangan. (8) Bagi para ilmuwan, temuan ini tidak sepenuhnya
mengejutkan karena hal tersebut juga terlihat pada sejumlah virus, termasuk HIV yang
dapat menyebabkan penurunan kognitif pengidapnya jika tidak diobati. (9) Michel
Toledano, seorang ahli saraf di Mayo Clinic di Minnesota mengatakan, virus
memengaruhi otak dengan dua cara. (10) Salah satunya adalah dengan memicu
respons imun abnormal yang dikenal sebagai badai sitokin, yang menyebabkan
peradangan otak atau yang disebut autoimun ensefalitis. (11) Kedua adalah infeksi
langsung pada otak yang disebut ensefalitis virus.

(12) Otak dilindungi oleh sesuatu yang disebut penghalang darah-otak, yakni
sesuatu yang menghalangi zat asing, tetapi bukan berarti tidak bisa ditembus. (13) Dari
temuan pada sejumlah pasien terinfeksi yang kehilangan kemampuan indra
penciuman, beberapa orang berpendapat bahwa hal tersebut ada kaitannya dengan
otak. (14) Namun, dugaan ini belum terbukti. (15) Apalagi, banyak pasien yang
mengalami anosmia tanpa mengalami gejala neurologis yang parah. (16) Dalam kasus
virus Corona, dokter percaya bahwa berdasarkan bukti saat ini, dampak neurologis
cenderung merupakan hasil dari respons imun yang terlalu aktif daripada serangan
terhadap otak. (17) Untuk membuktikan adanya serangan terhadap otak, virus harus
dideteksi dalam cairan serebrospinal. (18) Hal ini pernah dilakukan pada seorang pria
Jepang berusia 24 tahun yang kasusnya diterbitkan dalam International Journal of
Infectious Disease. (19) Pria itu mengalami kebingungan dan kejang serta pencitraan
yang menunjukkan otaknya meradang. (20) Tetapi, karena ini adalah satu-satunya
kasus yang diketahui sejauh ini dan tes virus belum divalidasi untuk cairan tulang
belakang, para ilmuwan tetap berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.

(Diadaptasi dari www.mediaindonesia.com pada April 2020)

Pertanyaan yang jawabannya terdapat pada paragraf ketiga adalah …

A. Kapan hasil tes akan divalidasi?


B. Siapakah nama pasien asal Jepang yang berusia 24 tahun?
C. Bagaimana keterkaitan antara otak dan tulang belakang?
D. Bagaimana cara membuktikan adanya serangan terhadap otak?
E. Mengapa virus Corona sangat berbahaya bagi manusia?

Jawaban: D

Pembahasan:

Pertanyaan yang jawabannya terdapat pada isi bacaan paragraf ketiga


adalah Bagaimanakah cara membuktikan adanya serangan terhadap otak? Jawaban
dari pertanyaan tersebut terdapat pada kalimat (17), yakni Untuk membuktikan adanya
serangan terhadap otak, virus harus dideteksi dalam cairan serebrospinal.
Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah D.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Kepaduan dan Keefektifan Wacana

5. Bacalah teks berikut untuk soal di bawah ini!

[...]

(1) Selama kurun waktu 2015 sampai 2019, tercatat sedikitnya ada 55 kejadian
hewan laut terdampar. (2) Sebanyak 30 kejadian bahkan terjadi sepanjang tahun 2019.
(3) Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah kejadian terbanyak sebanyak 20
kejadian dan selama tahun 2019 telah ditemukan 9 hewan laut yang terdampar.

(4) Pada tanggal 16 September 2019, diberitakan adanya hiu tutul yang tersesat di
perairan dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. (5)
Setelah beberapa hari, akhirnya pada 20 September 2019 hiu tutul yang memiliki nama
latin Rhincodon typus yang masuk dalam famili Rhincodontidae dari kelas
Chondrichthyes ini berhasil dihalau keluar dari perairan disekitar PLTU Paiton.

(6) Pekan lalu, tepatnya Kamis-Jumat (19-20/9) tim peneliti dari Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menuju Lumajang, Jawa Timur
untuk melakukan identifikasi dan analisis terhadap laporan terdamparnya hewan laut
di pantai di wilayah kecamatan Pasiran, Lumajang. (7) Tim mendapatkan laporan pada
bulan Juli terdapat paus bongkok (Megaptera novaeangliae) yang terdampar. (8)
Sementara di bulan September, tepatnya tanggal 9 dan 16 September, ada dua ekor
hiu tutul terdampar di pantai Kajaran dan pantai Bambang.

(9) Saat tim tiba di lokasi, bangkai hiu tutul ini telah dikubur di dua tempat yang
berbeda. (10) Sementara paus bongkok kondisinya sudah tercerai berai terbawa
ombak dan arus. (11) Potongan kulit ditemukan berserakan di beberapa tempat dan
tidak ada tulang yang ditemukan.

(12) Hiu tutul dan paus bongkok yang terdampar memiliki status hewan yang
berbeda. Hiu tutul yang masuk dalam kelas hiu dan pari ini tercantum di Daftar Merah
IUCN dalam kategori Endangered (EN). (13) “Hiu tutul tergolong jenis terancam
atau threatened species. (14) Jika tidak ada upaya penyelamatan dapat masuk
kategori critically endangered atau keritis.” ujar Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian
Biologi LIPI,Cahyo Rahmadi. (15) Saat ini berdasarkan Keputusan Men KKP No.
18/Kepmen-KP/2013, hiu tutul ditetapkan sebagai jenis dengan perlindungan penuh.
(16) Sedangkan paus bongkok masuk kategori least concern atau memiliki tingkat
risiko rendah dan dilaporkan populasinya meningkat.

(17) “Ada pesan yang ingin disampaikan laut kepada kita yang perlu disikapi,” kata
Cahyo. (18) Dirinya menjelaskan, peningkatan jumlah kejadian hewan laut terdampar
ini semakin menunjukkan ada permasalahan serius yang saat ini belum banyak
diketahui. (19) “Perubahan ekosistem laut akibat perubahan iklim, polusi, eksploitasi
berlebih, perubahan tata guna laut, dan masuknya jenis asing invasif yang
menyebabkan kepunahan menjadi hal yang patut disikapi serius,” jelas Cahyo.

(Diadaptasi dari lipi.go.id diakses pada 23 April 2020)

Penulisan kalimat (14) menjadi benar jika diperbaiki dengan cara ….

A. mengubah kata keritis menjadi kritis


B. menambahkan tanda koma setelah kata keritis
C. menambahkan tanda koma (,) setelah kata jika
D. menambahkan tanda petik dua (“) critically endangered
E. mengubah kata critically endangered menjadi Critically Endangered

Jawaban: A

Pembahasan:

Kesalahan pada kalimat (14) terletak pada penulisan keritis yang tidak tepat karena
tidak baku. Penulisan yang tepat adalah kritis. Sementara itu penggunaan kata jika
sudah tepat dan tidak menggunakan tanda koma. Kemudian penulisan critically
endangered juga sudah tepat, penulisan bahasa asing ditulis dengan menggunakan
cetak miring.

Jawaban yang tepat adalah A.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: Pengetahuan Kebahasaan

6. Bacalah tulisan berikut, kemudian jawablah soal-soal yang tersedia dengan


memilih jawaban yang tepat di antara pilihan jawaban A, B, C, D, atau E.

(..........)
(1) Salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). (2) Sebelum
perubahan UUD 1945 pada awal era Reformasi (1999-2002), kedudukan MPR
merupakan lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang sangat besar. (3) Hal
tersebut mengacu pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan yang berbunyi
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”. (4) Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa pelaksanaan
kedaulatan rakyat di negara Indonesia di berada dalam satu tangan atau badan, yakni
MPR.

(5) Republik Indonesia diambil pola dasar bahwa kedaulatan secara penuh
diwakilkan oleh suatu lembaga yang bernama MPR. (6) Kepada lembaga inilah segala
kegiatan kenegaraan harus dipertanggungjawabkan, baik kewenangan-kewenangan
yang sesuai dengan teori Montesquieu maupun kewenangan-kewenangan lainnya di
bidang kenegaraan yang tumbuh setelah zamannya Montesquieu.

(7) Perubahan UUD 1945 pada awal era Reformasi, 1999-2002 telah mengubah
secara mendasar sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk mengenai MPR. (8)
Dengan perubahan konstitusi tersebut, tidak lagi menetapkan MPR sebagai lembaga
tertinggi negara yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat [...] MPR tidak lagi
berkedudukan sebagai sumber/lembaga/institusi kekuasaan negara yang tertinggi
yang mendistribusikan kekuasaannya pada lembaga-lembaga negara yang lainnya.

(Diadaptasi dari jurnal.unissula.ac.id pada April 2020)

Konjungsi intrakalimat yang tepat untuk melengkapi kalimat kedelapan paragraf


ketiga adalah ....

A. atau
B. dan
C. sehingga
D. kemudian
E. karena

Jawaban: C

Pembahasan:

Konjungsi intrakalimat merupakan kata penghubung yang menghubungkan kata


dengan kata maupun klausa dengan klausa. Klausa pertama pada kalimat tersebut
menjelaskan bahwa perubahan konstitusi tidak lagi menetapkan MPR sebagai
lembaga tertinggi negara yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.
Sementara itu, klausa kedua menjelaskan bahwa MPR tidak lagi berkedudukan sebagai
sumber/lembaga/institusi kekuasaan negara yang tertinggi. Kata hubung yang paling
tepat untuk melengkapi kalimat (8) adalah sehingga.

Jawaban yang tepat adalah C.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: General and Specific Information

7. Read the text and answer the question!

As of April 17, 2020, 36 people infected with the outbreak strain of Listeria
monocytogenes have been reported from 17 states in the US. The disease they suffered
from is called Listeriosis. Listeriosis can cause different symptoms, depending on the
person and the part of the body affected. Pregnant women typically experience only
fever and other flu-like symptoms, such as fatigue and muscle aches. However,
infections during pregnancy can lead to miscarriage, stillbirth, premature delivery, or
life-threatening infection of the newborn. People other than pregnant women
symptoms are headache, stiff neck, confusion, loss of balance, and convulsions in
addition to fever and muscle aches.

State and local public health officials interviewed ill people about the foods they ate
in the month before they became ill. Twelve out of 22 (55%) reported eating
mushrooms, including enoki, portobello, white, button, cremini, wood ear, maitake,
and oyster. Later, Epidemiologic, traceback, and laboratory evidence indicates that
enoki mushrooms labeled as “Product of Korea” are the likely source of this outbreak.
The products were known to came from H&C Food Inc. (on April 7, 2020), Guan's
Mushroom Co. (on March 23, 2020), and Sun Hong Foods, Inc. (on March 9, 2020). In
response to the situation, the three companies recalled the enoki mushrooms.

Preventing further outbreak, Center for Disease Control and Prevention, or CDC,
advises that people who are more likely– pregnant women, adults to get
Listeria infections - pregnant women, adults age 65 or older, and people with
weakened immune systems, such as people with cancer or on dialysis – avoid eating
any enoki mushrooms from Korea (Republic of Korea) even if they are not part of the
recalls until they learn more about the source and distribution of the enoki
mushrooms.
CDC asked citizens who have stocks on enoki mushroom which originated from
Korea to either return the products or throw them away should the country of origins
are unclear. CDC also encourages people to wash and sanitize any surfaces and
containers that may have come in contact with the recalled enoki mushrooms. Listeria
can survive in refrigerated temperatures and easily spread to other foods and surfaces.
When buying, ordering, or eating out, check with stores and restaurants to make sure
they do not use enoki mushrooms from Korea. If they don’t know where their enoki
mushrooms are from, don’t buy or order the product. CDC pledges a commitment that
they will provide updates when more information is available.

(Adapted from www.cdc.gov/listeria/outbreaks Accessed on Thursday, 23 April 2020)

It can be predicted based on the passage that …

A. The immigration process will add more regulations to prevent repeating the
same mistake.
B. Investigators will try to determine the origin of the contamination.
C. The CDC will revise the quality checking procedures on foreign foods.
D. The government will ban mushroom imports from Korea.
E. The CDC will learn more on why Listeria monocytogenes is lethal.

Jawaban: C

Pembahasan:

Setelah mengetahui bahaya dari jamur enoki yang diimpor dari Korea Selatan, kita
dapat memprediksi bahwa langkah yang akan diambil Amerika Serikat adalah
memperbaiki prosedur pengecekan untuk produk-produk makanan impor. Jadi,
jawaban yang tepat adalah C.

Jawaban A salah karena imigrasi tidak ada kaitannya dengan Listeria. Listeria
disebabkan oleh jamur enoki dan tidak ditularkan melalui manusia.

Jawaban B salah karena para penginvestigasi sudah mengetahui sumber wabah


Listeria, yaitu jamur enoki dari Korea Selatan.

Jawaban D salah karena yang bermasalah hanyalah jamur enoki sehingga tidak tepat
jika dikatakan bahwa pemerintah akan melarang semua impor jamur dari Korea.

Jawaban E salah karena Listeria bukanlah penyakit baru sehingga CDC tidak perlu lagi
melakukan penelitian tersebut.
Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)

Subtopik: General and Specific Information

8. Read the text and answer the question!

Perfectionism has come to be viewed as an important maintaining factor of


disordered eating. In the transdiagnostic theory of eating disorders, Fairburn, Cooper,
and Shafran assert that clinical perfectionism is one of four core mechanisms that
maintain eating disorder pathology. In the cognitive-interpersonal model of anorexia
nervosa, perfectionism / cognitive rigidity is one of the four postulated maintaining
factors. In addition, the three-factor theory by Bardone-Cone and colleagues
implicates the interaction between high perfectionism, high body dissatisfaction, and
low self-esteem in the growth of bulimic behaviour. In support of these theoretical
positions, research consistently shows perfectionism to be elevated in people with
eating disorders and people recovering from eating disorders compared to controls.

However, the precise nature of the construct of perfectionism continues to be


debated in the literature. Perfectionism has been proposed to be a multidimensional
construct by two groups of theorists. The first construct, proposed by Hewitt and Flett,
focuses on the interpersonal components of perfectionism, and the associated 45-item
scale is divided into three subscales. The self oriented perfectionism subscale relates
to setting high standards for achievement and self-criticism for not meeting standards.
The other oriented perfectionism subscale includes items that relate to having high
standards for other people that are unrealistic. The socially prescribed perfectionism
subscale items are related to perceiving that other people hold unrealistically high
standards for the individual.

The second theory proposes a six factor construct for perfectionism, measured using
the Frost Multidimensional Perfectionism Scale, they are: Personal Standards (setting
high standards), Concern over Mistakes (negative reactions to mistakes and perceiving
mistakes as failures), Doubts about Actions (doubting one’s own performance),
Parental Expectations (parents setting high standards), Parental Criticism (parents
criticising for mistakes), and Organisation (organisation and neatness). Factor analysis
have consistently shown a two-factor solution, consisting of adaptive (achievement
striving) perfectionism (Personal Standards and Organisation), and maladaptive
evaluative concerns (Concern over Mistakes, Doubt about Action, Parental
Expectations, and Parental Criticism). Achievement striving is typically associated with
healthy functioning while maladaptive evaluative concerns are more consistently
associated with psychopathology. There is one exception to this general finding, which
is that elevated levels of both types of perfectionism are associated with eating
disorders. Thus, it has been suggested that elevated levels of both types of
perfectionism confers most risk for disordered eating.

Findings from a research study by Wade and Tiggemann suggest that perfectionism
is pertinent to the normative state of body dissatisfaction. Given the role of body
dissatisfaction in increasing risk for disordered eating, this suggests that targeting
perfectionism may be of benefit in buffering young people against the development
of disordered eating. One piece of research has investigated an intervention that
targeted perfectionism in middle adolescence which significantly reduced maladaptive
evaluative concerns compared to two other conditions (media literacy informed by
inoculation theory, which suggests that building skills to resist social persuasion will
prevent the development of health-risk behaviours and a control condition).

(Adapted from eatdisord.biomedcentral.com/articles/10.1186/2050-2974-1-


2 Accessed on Thursday, 23 April 2020)

Which of the following is NOT TRUE according to the text?

A. Eating disorder isn’t caused by perfectionism alone.


B. Perfectionism is barely influential to eating disorder.
C. Decreasing perfectionism may reduce eating disorder.
D. Maladaptive evaluative is the opposite of achievement striving.
E. One of the contrast theories has more than three categorizations.

Jawaban: B

Pembahasan:

Kalimat pertama paragraf pertama menyebutkan tentang perfeksionisme sebagai


faktor penting yang menyebabkan gangguan perilaku makan.

Pada pilihan B disebutkan bahwa perfeksionisme nyaris tidak berpengaruh terhadap


gangguan perilaku makan. Kedua pernyataan tersebut saling bertentangan, maka
pilihan yang tidak sesuai dengan teks adalah pilihan B.

Jadi, jawaban yang tepat adalah B.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)


Subtopik: General and Specific Information

9. Read the text and answer the question!

Perfectionism has come to be viewed as an important maintaining factor of


disordered eating. In the transdiagnostic theory of eating disorders, Fairburn, Cooper
and Shafran assert that clinical perfectionism is one of four core mechanisms that
maintain eating disorder pathology. In the cognitive-interpersonal model of anorexia
nervosa, perfectionism/cognitive rigidity is one of the four postulated maintaining
factors. In addition, the three-factor theory by Bardone-Cone and colleagues
implicates the interaction between high perfectionism, high body dissatisfaction, and
low self-esteem in the growth of bulimic behaviour. In support of these theoretical
positions, research consistently shows perfectionism to be elevated in people with
eating disorders and people recovering from eating disorders compared to controls.

However the precise nature of the construct of perfectionism continues to be


debated in the literature. Perfectionism has been proposed to be a multidimensional
construct by two groups of theorists. The first construct, proposed by Hewitt and Flett,
focuses on the interpersonal components of perfectionism, and the associated 45-item
scale is divided into three subscales. The self oriented perfectionism subscale relates
to setting high standards for achievement and self-criticism for not meeting standards.
The other oriented perfectionism subscale includes items that relate to having high
standards for other people that are unrealistic. The socially prescribed perfectionism
subscale items are related to perceiving that other people hold unrealistically high
standards for the individual.

The second theory proposes a 6 factor construct for perfectionism, measured using
the Frost Multidimensional Perfectionism Scale, they are: Personal Standards (setting
high standards), Concern over Mistakes (negative reactions to mistakes and perceiving
mistakes as failures), Doubts about Actions (doubting one’s own performance),
Parental Expectations (parents setting high standards), Parental Criticism (parents
criticising for mistakes), and Organisation (organisation and neatness). Factor analyses
have consistently shown a two factor solution, consisting of adaptive (achievement
striving) perfectionism (Personal Standards and Organisation), and maladaptive
evaluative concerns (Concern over Mistakes, Doubt about Action, Parental
Expectations, and Parental Criticism). Achievement striving is typically associated with
healthy functioning while maladaptive evaluative concerns is more consistently
associated with psychopathology. There is one exception to this general finding, which
is that elevated levels of both types of perfectionism are associated with eating
disorders. Thus it has been suggested that elevated levels of both types of
perfectionism confers most risk for disordered eating.

Findings from a research study by Wade and Tiggemann suggest that perfectionism
is pertinent to the normative state of body dissatisfaction. Given the role of body
dissatisfaction in increasing risk for disordered eating, this suggests that targeting
perfectionism may be of benefit in buffering young people against the development
of disordered eating. One piece of research has investigated an intervention that
targeted perfectionism in middle adolescence which significantly reduced maladaptive
evaluative concerns compared to two other conditions (media literacy informed by
inoculation theory, which suggests that building skills to resist social persuasion will
prevent the development of health-risk behaviours and a control condition).

(Adapted from jeatdisord.biomedcentral.com/articles/10.1186/2050-2974-1-


2 Accessed on Thursday, 23 April 2020)

What is the correlation between paragraph 2 and 3?

A. Paragraph two provides one side of the argument while paragraph three
questions it.
B. Paragraph two points out one of the construct theories of perfectionism while
paragraph three exemplifies it.
C. Paragraph two argues about one of perfectionism constructs while paragraph
three elaborates more constructs.
D. Paragraph three continues the information contained in paragraph two.
E. Paragraph two and paragraph three consistently display separate information.

Jawaban: D

Pembahasan:

Paragraf dua menyampaikan bahwa ada dua teori konstruksi perfeksionisme yang
diperdebatkan. Salah satu teori tersebut kemudian dijelaskan pada paragraf tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan kalimat berikut: "The first construct, proposed by Hewitt and
Flett, focuses on ..."

Teori yang kedua dijabarkan dalam paragraf tiga. Hal ini dibuktikan dengan kalimat
pertamanya, yaitu “The second theory proposes a 6 factor construct for
perfectionism, …”.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa paragraf ketiga melanjutkan informasi yang
terkandung dalam paragraf kedua sehingga jawaban yang tepat adalah D.

Topik: Pengetahuan Umum (NEW!)


Subtopik: General and Specific Information

10. Read the text and answer the question!

Perfectionism has come to be viewed as an important maintaining factor of


disordered eating. In the transdiagnostic theory of eating disorders, Fairburn, Cooper
and Shafran assert that clinical perfectionism is one of four core mechanisms that
maintain eating disorder pathology. In the cognitive-interpersonal model of anorexia
nervosa, perfectionism/cognitive rigidity is one of the four postulated maintaining
factors. In addition, the three-factor theory by Bardone-Cone and colleagues
implicates the interaction between high perfectionism, high body dissatisfaction, and
low self-esteem in the growth of bulimic behaviour. In support of these theoretical
positions, research consistently shows perfectionism to be elevated in people with
eating disorders and people recovering from eating disorders compared to controls.

However the precise nature of the construct of perfectionism continues to be


debated in the literature. Perfectionism has been proposed to be a multidimensional
construct by two groups of theorists. The first construct, proposed by Hewitt and Flett,
focuses on the interpersonal components of perfectionism, and the associated 45-item
scale is divided into three subscales. The self oriented perfectionism subscale relates
to setting high standards for achievement and self-criticism for not meeting standards.
The other oriented perfectionism subscale includes items that relate to having high
standards for other people that are unrealistic. The socially prescribed perfectionism
subscale items are related to perceiving that other people hold unrealistically high
standards for the individual.

The second theory proposes a 6 factor construct for perfectionism, measured using
the Frost Multidimensional Perfectionism Scale, they are: Personal Standards (setting
high standards), Concern over Mistakes (negative reactions to mistakes and perceiving
mistakes as failures), Doubts about Actions (doubting one’s own performance),
Parental Expectations (parents setting high standards), Parental Criticism (parents
criticising for mistakes), and Organisation (organisation and neatness). Factor analyses
have consistently shown a two factor solution, consisting of adaptive (achievement
striving) perfectionism (Personal Standards and Organisation), and maladaptive
evaluative concerns (Concern over Mistakes, Doubt about Action, Parental
Expectations, and Parental Criticism). Achievement striving is typically associated with
healthy functioning while maladaptive evaluative concerns is more consistently
associated with psychopathology. There is one exception to this general finding, which
is that elevated levels of both types of perfectionism are associated with eating
disorders. Thus it has been suggested that elevated levels of both types of
perfectionism confers most risk for disordered eating.

Findings from a research study by Wade and Tiggemann suggest that perfectionism
is pertinent to the normative state of body dissatisfaction. Given the role of body
dissatisfaction in increasing risk for disordered eating, this suggests that targeting
perfectionism may be of benefit in buffering young people against the development
of disordered eating. One piece of research has investigated an intervention that
targeted perfectionism in middle adolescence which significantly reduced maladaptive
evaluative concerns compared to two other conditions (media literacy informed by
inoculation theory, which suggests that building skills to resist social persuasion will
prevent the development of health-risk behaviours and a control condition).

(Adapted from jeatdisord.biomedcentral.com/articles/10.1186/2050-2974-1-


2 Accessed on Thursday, 23 April 2020)

Based on the text, which of the following statements is TRUE?

A. Women are more likely to be perfectionists than men.


B. Perfectionism is an inborn trait that cannot be fully eliminated from a person’s
life.
C. Hewitt and Flett’s construction and 6 factor construct are similar.
D. Maladaptive evaluative concerns escalates eating disorders for some people.
E. Addressing perfectionism at the age of 15-16 may lower the risk of future
eating disorders.

Jawaban: E

Pembahasan:

Opsi A, B, dan D tidak dijelaskan dalam teks sehingga semua jawaban tersebut salah.

Konstruksi Hewitt dan Fleet pada paragraf dua berbeda dari 6 faktor konstruksi yang
disampaikan pada paragraf tiga. Jadi, jawaban C salah.

Jawaban yang tepat adalah E. Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam paragraf
terakhir teks. Di situ disebutkan tentang suatu penelitian yang membuktikan bahwa
penanganan perfeksionisme yang dilakukan pada anak usia pertengahan remaja (usia
15-16 tahun) dapat menurunkan maladaptif evaluatif. Dampak penurunan tersebut
adalah berkurangnya gangguan perilaku makan.

Dengan demikian, pilihan jawaban yang tepat adalah E

Anda mungkin juga menyukai