Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
Ns. Arifin Hidayat
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Asuhan Keperawatan Paliatif dan Studi Kasus
Pasien dengan HIV-AIDS” dapat kami selesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan Menjelang Ajal Paliatif. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas
ilmu yang berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini.Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.
Kelompok 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang Dengan HIV/Aids (ODHA) mengalami permasalahan yang
sangat kompleks baik secara biologis, psikososial, spiritual maupun
kulturalnya. Sehingga sangat membutuhkan perawatan paliatif. Hal ini
disebabkan, ODHA mempunyai hak untuk tidak menderita dan masih
berhak untuk mnendapatkan pertolongan, meskipun diketahui semua
pengobatan yang diberikan pada ODHA tidak akan menyembuhkan tetapi
hanya untuk menambah harapan hidupnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien
dengan HIV-AIDS
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar HIV-AIDS
A. Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi virus
HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya.
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan
kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat
oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan,
khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak
(Djuanda, 2007).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah
suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan
dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.
B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Virus (HTL-
III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).
5
Retrovirus mengubah RNA menjadi DNA setelah masuk kedalam sel
penjamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai nergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui ASI.
C. Manifestasi Klinik
Berdasarkan gambaran klinik WHO 2006:
1. Tanpa gejala : Fase klinik 1
2. Ringan : Fase klinik 2
3. Lanjut : Fase klinik 3
4. Parah : Fase klinik 4
Keterangan fase klinik HIV
Fase klinik 1.
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
Fase klinik 2.
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. ISPA (sinusitis, tonsilitis, otitis
media, faringitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang, popular prurutic eruption, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada
kuku.
Fase klinik 3.
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab selama
>1 bulan, demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral
menetap, TB paru (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakeri berat
mmisalnya: pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan
6
inflamasi berat padanpelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis
atau periodontitia, anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl),
neutropenia (<0,5X109/l) dan atau trombositopenia kronil (<50X109/l).
Fase klinik 4.
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia, pneumonia bakeri berulang, infeksi herpes simplex kronik
(orolabial, genital atau anorektl >1bulan), Oesophageal candidiasis, TBC
ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty,
mengitis, infektion progresive multivocal, lympoma, invasive cervical
carsinoma, leukoencephalopathy.
D. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral
(jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic
acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu
enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini
adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak
sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang
oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang.
Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.
7
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah
800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel
CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi
bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
E. Cara Penularan
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan
seksual secara vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV
terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara
penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus
HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%)
disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena
HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari
darah penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi
HIV, resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah
menyumbang kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang
sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media
penularan. Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus
HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.
8
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction).
2. Serologis:
a. Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
b. Western blot (positif).
c. Limfosit T.
3. Pemeriksaan darah rutin.
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Tes fungsi paru, bronkoscopi.
H. Penatalaksanaan
9
1. Pengobatan suportif.
a. Pemberian nutrisi yang baik.
b. Pemberian multivitamin.
2. Pengobatan simptomatik.
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimoksazol.
4. Pemberian ARV (Antiretroviral).
ARV dapat diberikan saat psien sudah siap terhadap kepatuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat dilihat pada
tabel berikut.
11
Spesialisasi perawatan paliatif telah berkembang selama 40 tahun terakhir.
Pada awalnya hal ini difokuskan pada kanker dan perawatan akhir kehidupan, saat
ini telah berkembang menjadi pendekatan yang dimulai dari waktu diagnosis
penyakit yang mengancam jiwa, progresif, kronis dan berfokus dalam
mengoptimalkan kualitas hidup.
Diperkirakan pada tahun 2025, lebih banyak orang akan meninggal
disebabkan oleh penyakit kronis daripada penyakit akut. Dalam 50 tahun kedepan
penderita kanker di Afrika diperkirakan akan naik 400 persen. Penelitian demi
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan penyakit yang mengancam jiwa
seperti itu mengalami tingkat rasa sakit yang sangat tinggi dan penderitaan
psikososial dan spiritual di setiap penyakit.
Kebutuhkan perawatan paliatif seringkali kurang dinilai dan kurang
diperhatikan.Sampai dengan 80 persen nyeri pada ODHA tidak terawat.Beberapa
populasi, seperti perempuan dan pengguna narkoba, yang dicatat mendapatkan
kebutuhan perawatan paliatif yang lebih dari yang lain. Kedua populasi cenderung
lebih memiliki masalah di bawah pengawasan, dan memiliki tingkat penderitaan
fisik dan psikososial yang lebih tinggi dan memiliki kualitas hidup yang rendah.
Perawatan paliatif berbeda dari spesialisasi kesehatan lainnya karena
menggunakan pendekatan perkembangan penyakit dan mengakui bahwa
kebutuhan klien dan keluarga berubah dari waktu ke waktu.Hal ini juga mengakui
bahwa perkembangan penyakit, walaupun berbeda-beda pada setiap orang, namun
mengikuti alur yang mencakup kesehatan fisik, emosional dan kesejahteraan
sosial, dan kepedulian spiritual. Hal ini membuat perawatan paliatif berbeda
dengan spesialisasi penyakit lainnya yang berfokus pada organ, penyakit tertentu
atau kelompok usia tertentu pada pasien HIV atau kanker.
Perawatan paliatif merupakan komponen dari pendekatan komprehensif,
bersifatholistik tercermin disetiapaspek perawatan secara menyeluruh dari klinis,
psikososial, sosial ekonomi hak-hak hukum pada manusia.
1. Tujuan Perawatan Paliatif pada Pasien HIV
12
Perawatan Paliatif pada HIV yaitu perawatan yang diberikan dengan
pendekatan secara koprehensif, mencakup pengobatan sakit, pengobatan gejala,
konsultasi dan pengobatan untuk mengatasi masalah kejiwaan dan psikologis,
dukungan dalam mengatasi stigma dan diskriminasi atau penolakan dari
keluarga, rujukan pada layanan sosial, layanan kesehatan primer, perawatan
rohani dan konsultasi, perawatan akhir-kehidupan, dan dukungan dukacita bagi
keluarga. Pada Perawatan paliatif di samping pengobatan penyakit dasarnya
HIVdan infeksi oportunistik/opportunistic Infections (OI) atau komorbiditas/
co-morbidities, perawatan juga termasuk dalam layanan pencegahan dan
promosi kesehatan seperti keluarga berencana dan layanan air bersih. Layanan
ini dapat diberikan sebagai bagian dari perawatan berkelanjutan oleh sistem
layanan kesehatan atau melalui layanan dari organisasi sosial di
masyarakat.Layanan tsb seperti perawatan masyarakat dan perawatan berbasis
rumah, tempat penitipan anak, atau rumah sakit/klinik yang melaksanakan
perawatan paliatif. Layanan ini dapat dibentuk dan digambarkan sebagai
berikut Perawatanpaliatif pada pasien HIV dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
13
Berbagai intervensi dapat diberikan untuk pasien HIV pada perawatan Paliatif,
termasuk didalamnya perawatan secara umum, perawatan fisik, perawatan
emosional, sosial dan rohani pada pasien dan keluarga. Intervensi ini secara jelas
digambarkan pada table berikut ini.
Perawatan Paliatif Intervensi
Umum •Penilaian holistik terhadap kebutuhan fisik,
emosi,sosial, dan spiritual dan keluarganya
•Sistem rujukan untuk menghubungkan klien yang
dapat membantu mengatasi masalah yang telah
teridentfikasi
Fisik •Penilaian, pencegahan, dan pengobatan rasa sakit
•Penilaian,pencegahan dan pengobatan gejala lain
•Pengajaran kemampuan perawatan diri untuk
mengelola gejala efek samping di rumah dan
mengetahui tanda-tanda bahaya
•Pemperhatikan kebutuhan fisik dalam masa ahir
kehidupan
•Perwatan oleh pengasuh kelompok dukungan
konsultasi
•Dukungan dalam berdukacita, konsultasi untuk
membantu keluarga dala kesedihan dan perencana
masa depan
Sosial •Bantuan dalam pengelolaan stigma dan diskriminasi
•Dukungan dengan isu-isu hukum seperti
mempersiapkan surat wasiat
•Bantuan terhadap kebutuhan keuangan, kebutahan
gizi perumahan dan pendidika
Rohani •Konsultasi spiitual
•Konsultasi harian untuk aktifitas ruhani
•Pemakanan dan tugas-tugas kehidupan
D. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Fisik
Perawat melakukan pengkajian kondisi fisik secara keseluruhan dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Masalah fisik yang sering dialami ODHA
biasanya diakibatkan oleh karena penyakitnya maupun efek samping dari
pengobatan yang diterimanya. Diantaranya adalah nyeri, nutrisi, kelemahan
umum, eliminasi luka dekubitus serta masalah keperawatan lainnya.
15
religius/kepercayaan, pertahanan koping, sistem nilai, hubungan antar
keluarga dan stres yang dihadapi oleh ODHA.
E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada perawatan paliatif pada ODHA
adalah :
1. Harga diri rendah b.d perubahan pada citra tubuh (D.0087)
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/ bentuk tubuh (D.0083)
3. Koping tidak efektif b.d ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri
mengatasi masalah (D.0096)
4. Nyeri b.d agen pencidera biologis (D.0077)
5. Diare b.d proses infeksi (D.0020)
6. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019)
7. Deficit perawatan diri b.d kelemahan (D.0109)
8. Risiko Infeksi d.d AIDS (D.0142)
F.Intervensi Keperawatan
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan pada intervensi keperawatan
pada perawatan paliatif pada ODHA :
1. Strategi pencapaian tujuan dari asuhan keperawatan
2. Memberikan prioritas intervensi keperawatan dan sesuai dengan masalah
keperawatan : nyeri, intake nutrisi, dan lain-lain
3. Modifikasi tindakan dengan terapi komplementer (hipnoterapi, yoga,
healing touch dan lain-lain)
4. Melibatkan keluarga ODHA
Sedangkan intervensi keperawatan pada aspek psiko sosio kultural dan spiitual
adalah :
16
1. Berikan informasi dengan tepat dan jujur
2. Lakukan komunikasi terapeutik, jadilah pendengar yang aktif
3. Tunjukkan rasa empati yang dalam
4. Support ODHA, meskipun ODHA akan melewati hari-hari terakhir,
pastikan ODHA sangat berarti bagi keluarganya
5. Tetap menghargai ODHA sesuai dengan perannya dalam keluarga
6. Selalu melibatkan ODHA dalam proses keperawatan
7. Tingkatkan penerimaan lingkungan terhadap peubahan kondisi ODHA
8. Lakukan pendampingan spiritual yang intensif
G. Implementasi Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada ODHA terdapat hal-
hal yang arus diperhatikan yaitu :
1. Memberikan asuhan keperawatan sesuai masalah keperawatan
2. Hak pasien adalah untuk menerima atau menolak tindakan keperawatan
3. Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak khususnya perawat
4. Kolaborasi dengan tim perawatan paliatif
H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan
keperawatan paliatif, namun bukan berarti asuhan keperawatan akan berhenti
pada tahapan ini, melainkan lebih menekankan pada tahapan mengevaluasi
perkembangan ODHA dengan melakukan analisa perkembangan kondisi yang
ada pada ODHA, melakukan reasesment dan replanning melihat perkembangan
kondisi yang ada pada ODHA. Hal-hal yang harus menjadi perhatian perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah :
1. Asuhan keperawatan paliatif berarti asuhan intensif dan komprehensif
24
2. Selalu pelajari dan observasi hal yang baru dari ODHA
3. Semua anggota tim sepakat untuk emndukung rencana tindakan yang
telah disusun
4. Melibatkan keluarga ODHA
5. Gunakan bahasa yang mudah difahami
6. Beri kesempatan bertanya dan jawab dengan jujur
7. Jelaskan perkembangan, keadaan dan rencana tindak lanjut
8. Jangan memberikan janji kosong pada ODHA
9. Melakukan konseling, pelatihan kepada ODHA, keluarga dan care giver
10. Mempermudah kelancaran perawatan di rumah dalam pelaksanaan
asuhan
11. Memperhatikan aspek religius pasien
12. Tunjukkan rasa empati, keseriusan serta sikap yang mendukung untuk
siap membantu
13. Pertimbangkan latar belakang ODHA dan keluarga
14. Hindarkan memberi ramalan tentang waktu kematian
15. Bila ODHA tidak ingin diberi tahu tentang kondisinya, tunggu dengan
sabar sampai menemukan waktu yang tepat untuk menyampaikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa penulis simpulkan dalam perawatan paliatif pada
ODHA adalah :
1. Perubahan status pengobatan dari status kuratif menjadi status paliatif
merupakan masalah yang tidak mudah diterima oleh ODHA ataupun
keluarga
2. Tujuan utama perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup
ODHA
3. Masalah yang muncul pada ODHA bukan semata-mata karena
HIV/Aids, namun juga termasuk masalah enyakit yang menyertai
25
ODHA (penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan hati, malignansi
dan lain-lain)
4. Perlu diperhatikan gejala putus ART yang dikarenakan rasa
keputusasaan ODHA sehubungan dengan penyakitnya
5. Dibutuhkan organisasi, koordinasi, dan manajemen dari berbagai
aktivitas dan sumber untuk menjamin pelayanan perawatan paliatif
pada ODHA yang lebih efisien
6. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah
memberikan kenyamanan pada ODHA tanpa menimbulkan
kecemasan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada ODHA
7. Kompetensi yang dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan
perawatan paliatif pada ODHA adalah meliputi ketrampilan
komunikasi, psikososial, bekerja dalam tim, perawatan fisik dan
ketrampilan intrapersonal.
8. Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan
melihat kebutuhan ODHA secara holistik yang meliputi kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian
keperawatan, penegakan diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
B. Saran
Hendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat mengerti
dan memahami tentang keperawatan paliatif pada pasien dengan HIV-AIDS
sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan keperawatan kepada
pasien, juga mampu mengerti mengerti mrngenai asuhan keperawatan
menjelang ajal pada pasien dengan HIV-AIDS.
26
DAFTAR PUSTAKA
Rampengan dan Laurentz. 1995. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan
kedua. EGC: Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
27
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
28