Anda di halaman 1dari 28

KONSEP DASAR, PENATALAKSANAAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE PADA


PASIEN DAN KELUARGA DENGAN HIV-AIDS

Disusun oleh:

Achmad Rosyid Al-Adha


Nina Nurul Chasanah
Syukma Rhamadani Faizal Nur
Widya Nandini Lestari

Dosen Pembimbing:
Ns. Arifin Hidayat

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Asuhan Keperawatan Paliatif dan Studi Kasus
Pasien dengan HIV-AIDS” dapat kami selesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan Menjelang Ajal Paliatif. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas
ilmu yang berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini.Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, 12 Agustus 2021

Kelompok 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Orang Dengan HIV/Aids (ODHA) mengalami permasalahan yang
sangat kompleks baik secara biologis, psikososial, spiritual maupun
kulturalnya. Sehingga sangat membutuhkan perawatan paliatif. Hal ini
disebabkan, ODHA mempunyai hak untuk tidak menderita dan masih
berhak untuk mnendapatkan pertolongan, meskipun diketahui semua
pengobatan yang diberikan pada ODHA tidak akan menyembuhkan tetapi
hanya untuk menambah harapan hidupnya.

Pelayanan perawatan paliatif diberikan secara terintegrasi antara


dokter, perawat, petugas sosial medis, psikolog, rohaniawan, relawan dan
profesi lain yang diperlukan. Perawat sebagai salah satu anggota tim
paliatif berperan memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
pada pasien dan keluarga.

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,


sebuha virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan
Aids singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, dimana virus
ini akan muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh
seseorang selama kurang lebih 5-10 tahun. Sistem kekebalan tubuh
menjadi lemah, sehingga satu atau lebih dari penyakit dapat timbul.
Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa
menjadi lebih berat dari biasanya. Sistem kekebalan tubun dan antibodi
Sistem kekebalan yang ada dalam tubuh kita bertugas untuk melindungi
kita dari penyakit apa pun yang menyerang tubuh kita. Sedangkan antibodi
adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh ketika benda asing
ditemukan di tubuh manusia. Bersama dengan bagian sistem kekebalan
tubuh yang lain, antibodi bekerja untuk menghancurkan penyebab
3
penyakit, yaitu bakteri, jamur, virus, dan parasit. Sistem kekebalan tubuh
kita membuat antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan kuman yang
dilawannya. Ada antibodi khusus untuk semua penyakit, termasuk HIV.
Antibodi khusus HIV inilah yang terdeteksi keberadaannya ketika hasil tes
HIV dinyatakan positif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien
dengan HIV-AIDS
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:

1) Memahami dan mampu menjelaskan isi materi mengenai Konsep


dasar, penatalaksanaan dan askep dari pasien dan keluarga dengan
HIV/AIDS.
2) Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan Care pada pasien dan keluarga dengan HIV/AIDS .
3) Dapat membagi ilmu kepada pembaca tentang konsep dasar dan
penatalaksanaan Care pada pasien dan keluarga dengan HIV/AIDS.
C. Manfaat
Makalah ini hendaknya dapat menjadi bahan sebagai pengembangan
pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya memahami keperawatan
paliatif pada pasien dan keluarga dengan HIV-AIDS.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar HIV-AIDS
A. Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi virus
HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab
yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut
sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah
dikenal dan sebagainya.
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan
kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat
oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan,
khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak
(Djuanda, 2007).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah
suatu syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan
dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Virus (HTL-
III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).

5
Retrovirus mengubah RNA menjadi DNA setelah masuk kedalam sel
penjamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai nergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui ASI.

C. Manifestasi Klinik
Berdasarkan gambaran klinik WHO 2006:
1. Tanpa gejala : Fase klinik 1
2. Ringan : Fase klinik 2
3. Lanjut : Fase klinik 3
4. Parah : Fase klinik 4
Keterangan fase klinik HIV
Fase klinik 1.
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
Fase klinik 2.
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. ISPA (sinusitis, tonsilitis, otitis
media, faringitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang, popular prurutic eruption, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada
kuku.
Fase klinik 3.
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab selama
>1 bulan, demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral
menetap, TB paru (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakeri berat
mmisalnya: pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan

6
inflamasi berat padanpelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis
atau periodontitia, anemia yang penyebabnya tidak diketahui (<8 g/dl),
neutropenia (<0,5X109/l) dan atau trombositopenia kronil (<50X109/l).
Fase klinik 4.
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia, pneumonia bakeri berulang, infeksi herpes simplex kronik
(orolabial, genital atau anorektl >1bulan), Oesophageal candidiasis, TBC
ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV encephalopaty,
mengitis, infektion progresive multivocal, lympoma, invasive cervical
carsinoma, leukoencephalopathy.

D. Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral
(jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic
acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu
enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk
virus–virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini
adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak
sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang
oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang.
Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya.

7
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah
800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel
CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi
bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

E. Cara Penularan
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan
seksual secara vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV
terdapat pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara
penularan yang paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus
HIV/AIDS di dunia (hetero seksual >70% dan homo seksual 10%)
disumbangkan melalui penularan seksual meskipun resiko terkena
HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari
darah penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi
HIV, resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah
menyumbang kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang
sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media
penularan. Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus
HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.
8
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang dikandungnya

dengan resiko penularan ±30% dan berkontribusi terhadap total

kasus sedunia sebesar 5-10%.

F. Komplikasi

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAD,


2003), komplikasi yang terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai
berikut :
1. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru
2. Kandidiasis esophagus
3. Kriptokokosis ekstra paru
4. Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5. Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)
7. Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru
8. Ensefalitis toxoplasma.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction).
2. Serologis:
a. Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
b. Western blot (positif).
c. Limfosit T.
3. Pemeriksaan darah rutin.
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Tes fungsi paru, bronkoscopi.

H. Penatalaksanaan
9
1. Pengobatan suportif.
a. Pemberian nutrisi yang baik.
b. Pemberian multivitamin.
2. Pengobatan simptomatik.
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimoksazol.
4. Pemberian ARV (Antiretroviral).
ARV dapat diberikan saat psien sudah siap terhadap kepatuhan berobat
seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat dilihat pada
tabel berikut.

WHO 2009 Amerika Serikat


Untuk Negara Berkembang DHHS 2008
Stadium IV (AIDS) tanpa Riwayat diagnosis AIDS
memandang CD4
Stadium III HIV-sociated nefropathy/HIVAN
TB paru Asimptomatik, CD4 < 350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4 <
350

II. Keperawatan Paliatif Pada Pasien dengan HIV-AIDS


A. Pengertian Asuhan Keperawatan Paliatif
Paliatif berasal dari kata latin kuno “pallum” yang artinya jubah atau
mantel yang biasa digunakan orang untuk melindungi sipemakai dari
kedinginan. Kaitannya dengan perawatan paliatif, melindungi pasien dari
berbagai penderitaan yang disebabkan oleh penyakitnya. Banyak sekali
definisi Perawatan Paliatif telah dibuat oleh berbagai pihak.World Health
Organiztion 1990, Oxford Textbook 1993, Departemen Kesehatan RI 1997,
10
American Board of Hospice and Palliative Medicine Definition of Palliative
Medicine 2000, Palliative Care Definition World Health Organization. 2005.
Dari contoh diatas dapat terlihat adanya evoluasi dari definisi perawatan
paliatif itu.
Asuhan keperawatan paliatif merupakan suatu proses atau rangkaian
kegiatan praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien
dengan menggunakan pendekatan metodologi proses keperawatan
berpedoman pada standart keperawatan, dilandasi etika profesi dalam
liungkup wewenang serta tanggung jawab perawat yang mencakup
wewenang serta tanggung jawab perawat pada seluruh proses kehidupan,
dengan menggunakan pendekatan holistik mencakup pelayanan
biopsikososiospritual yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien.

B. Tujuan Perawatan Paliatif


Penilaian klinis pada pasien yang berbaring, terfokus untuk menentukan
kebutuhan baik fisik, sosial, emosional, ataupun spiritual dan merencanakan
kebutuhan klien dengan keluarga untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi.
Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga yang hidup dengan HIV dan penyakit lainnya yang
membutuhkan perawatan paliatif, secara rinci tujuan utamanya adalah untuk:
• meningkatkan kapasitas keluarga untuk memberikan perawatan paliatif
• mendukung peningkatan akses ke perawatan paliatif untuk mendapatkan
perawatan secara terus menerus
• mengintegrasikan perawatan paliatif dalam perawatan, dukungan, dan layanan
pengobatan yang ada
• menganjurkan untuk perawatan paliatif yang berkelanjutan dan holistik
• meningkatkan akses terhadap obat-obatan dan komoditas penting dalam
perawatan paliatif
• meningkatkan kualitas pelayanan perawatan paliatif

11
Spesialisasi perawatan paliatif telah berkembang selama 40 tahun terakhir.
Pada awalnya hal ini difokuskan pada kanker dan perawatan akhir kehidupan, saat
ini telah berkembang menjadi pendekatan yang dimulai dari waktu diagnosis
penyakit yang mengancam jiwa, progresif, kronis dan berfokus dalam
mengoptimalkan kualitas hidup.
Diperkirakan pada tahun 2025, lebih banyak orang akan meninggal
disebabkan oleh penyakit kronis daripada penyakit akut. Dalam 50 tahun kedepan
penderita kanker di Afrika diperkirakan akan naik 400 persen. Penelitian demi
penelitian menunjukkan bahwa orang dengan penyakit yang mengancam jiwa
seperti itu mengalami tingkat rasa sakit yang sangat tinggi dan penderitaan
psikososial dan spiritual di setiap penyakit.
Kebutuhkan perawatan paliatif seringkali kurang dinilai dan kurang
diperhatikan.Sampai dengan 80 persen nyeri pada ODHA tidak terawat.Beberapa
populasi, seperti perempuan dan pengguna narkoba, yang dicatat mendapatkan
kebutuhan perawatan paliatif yang lebih dari yang lain. Kedua populasi cenderung
lebih memiliki masalah di bawah pengawasan, dan memiliki tingkat penderitaan
fisik dan psikososial yang lebih tinggi dan memiliki kualitas hidup yang rendah.
Perawatan paliatif berbeda dari spesialisasi kesehatan lainnya karena
menggunakan pendekatan perkembangan penyakit dan mengakui bahwa
kebutuhan klien dan keluarga berubah dari waktu ke waktu.Hal ini juga mengakui
bahwa perkembangan penyakit, walaupun berbeda-beda pada setiap orang, namun
mengikuti alur yang mencakup kesehatan fisik, emosional dan kesejahteraan
sosial, dan kepedulian spiritual. Hal ini membuat perawatan paliatif berbeda
dengan spesialisasi penyakit lainnya yang berfokus pada organ, penyakit tertentu
atau kelompok usia tertentu pada pasien HIV atau kanker.
Perawatan paliatif merupakan komponen dari pendekatan komprehensif,
bersifatholistik tercermin disetiapaspek perawatan secara menyeluruh dari klinis,
psikososial, sosial ekonomi hak-hak hukum pada manusia.
1. Tujuan Perawatan Paliatif pada Pasien HIV

12
Perawatan Paliatif pada HIV yaitu perawatan yang diberikan dengan
pendekatan secara koprehensif, mencakup pengobatan sakit, pengobatan gejala,
konsultasi dan pengobatan untuk mengatasi masalah kejiwaan dan psikologis,
dukungan dalam mengatasi stigma dan diskriminasi atau penolakan dari
keluarga, rujukan pada layanan sosial, layanan kesehatan primer, perawatan
rohani dan konsultasi, perawatan akhir-kehidupan, dan dukungan dukacita bagi
keluarga. Pada Perawatan paliatif di samping pengobatan penyakit dasarnya
HIVdan infeksi oportunistik/opportunistic Infections (OI) atau komorbiditas/
co-morbidities, perawatan juga termasuk dalam layanan pencegahan dan
promosi kesehatan seperti keluarga berencana dan layanan air bersih. Layanan
ini dapat diberikan sebagai bagian dari perawatan berkelanjutan oleh sistem
layanan kesehatan atau melalui layanan dari organisasi sosial di
masyarakat.Layanan tsb seperti perawatan masyarakat dan perawatan berbasis
rumah, tempat penitipan anak, atau rumah sakit/klinik yang melaksanakan
perawatan paliatif. Layanan ini dapat dibentuk dan digambarkan sebagai
berikut Perawatanpaliatif pada pasien HIV dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:

13
Berbagai intervensi dapat diberikan untuk pasien HIV pada perawatan Paliatif,
termasuk didalamnya perawatan secara umum, perawatan fisik, perawatan
emosional, sosial dan rohani pada pasien dan keluarga. Intervensi ini secara jelas
digambarkan pada table berikut ini.
Perawatan Paliatif Intervensi
Umum •Penilaian holistik terhadap kebutuhan fisik,
emosi,sosial, dan spiritual dan keluarganya
•Sistem rujukan untuk menghubungkan klien yang
dapat membantu mengatasi masalah yang telah
teridentfikasi
Fisik •Penilaian, pencegahan, dan pengobatan rasa sakit
•Penilaian,pencegahan dan pengobatan gejala lain
•Pengajaran kemampuan perawatan diri untuk
mengelola gejala efek samping di rumah dan
mengetahui tanda-tanda bahaya
•Pemperhatikan kebutuhan fisik dalam masa ahir
kehidupan
•Perwatan oleh pengasuh kelompok dukungan
konsultasi
•Dukungan dalam berdukacita, konsultasi untuk
membantu keluarga dala kesedihan dan perencana
masa depan
Sosial •Bantuan dalam pengelolaan stigma dan diskriminasi
•Dukungan dengan isu-isu hukum seperti
mempersiapkan surat wasiat
•Bantuan terhadap kebutuhan keuangan, kebutahan
gizi perumahan dan pendidika
Rohani •Konsultasi spiitual
•Konsultasi harian untuk aktifitas ruhani
•Pemakanan dan tugas-tugas kehidupan

C. Prinsip Asuhan Keperawatan Paliatif


14
Berikut ini adalah prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan
asuhan keperawatan paliatif pada pasien HIV/Aids :
1. Melakukan pengkajian secara cermat, mendengarkan keluhan dengan
sungguh-sungguh
2. Menetapkan diagnosis/masalah keperawatan dengan tepat sebelum
bertindak
3. Melakukan tindakan asuhan keperawatan secara tepat dan akurat
4. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat

Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan melihat


kebutuhan ODHA secara holistik yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan, meliputi pengkajian keperawatan, penegakan diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

D. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Fisik
Perawat melakukan pengkajian kondisi fisik secara keseluruhan dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Masalah fisik yang sering dialami ODHA
biasanya diakibatkan oleh karena penyakitnya maupun efek samping dari
pengobatan yang diterimanya. Diantaranya adalah nyeri, nutrisi, kelemahan
umum, eliminasi luka dekubitus serta masalah keperawatan lainnya.

2. Pengkajian Psiko sosio spiritual dan kultural


Perawat mekakukan pengkajian kemampuanfungsi sosial, kondisi
mental/emosional, hubungan interpersonal, kegiatan yang dilakukan oleh
pasien HIV/Aids, konflik dalam keluarga yang dialami pasien jika ada, peran
sistem budaya, spiritual dan aspek religius, sumber keuangan, komunikasi,
kepribadian.personality, adat istiadat budaya/pembuat keputusan, aspek

15
religius/kepercayaan, pertahanan koping, sistem nilai, hubungan antar
keluarga dan stres yang dihadapi oleh ODHA.

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada perawatan paliatif pada ODHA
adalah :
1. Harga diri rendah b.d perubahan pada citra tubuh (D.0087)
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/ bentuk tubuh (D.0083)
3. Koping tidak efektif b.d ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri
mengatasi masalah (D.0096)
4. Nyeri b.d agen pencidera biologis (D.0077)
5. Diare b.d proses infeksi (D.0020)
6. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019)
7. Deficit perawatan diri b.d kelemahan (D.0109)
8. Risiko Infeksi d.d AIDS (D.0142)

F.Intervensi Keperawatan
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan pada intervensi keperawatan
pada perawatan paliatif pada ODHA :
1. Strategi pencapaian tujuan dari asuhan keperawatan
2. Memberikan prioritas intervensi keperawatan dan sesuai dengan masalah
keperawatan : nyeri, intake nutrisi, dan lain-lain
3. Modifikasi tindakan dengan terapi komplementer (hipnoterapi, yoga,
healing touch dan lain-lain)
4. Melibatkan keluarga ODHA

Sedangkan intervensi keperawatan pada aspek psiko sosio kultural dan spiitual
adalah :

16
1. Berikan informasi dengan tepat dan jujur
2. Lakukan komunikasi terapeutik, jadilah pendengar yang aktif
3. Tunjukkan rasa empati yang dalam
4. Support ODHA, meskipun ODHA akan melewati hari-hari terakhir,
pastikan ODHA sangat berarti bagi keluarganya
5. Tetap menghargai ODHA sesuai dengan perannya dalam keluarga
6. Selalu melibatkan ODHA dalam proses keperawatan
7. Tingkatkan penerimaan lingkungan terhadap peubahan kondisi ODHA
8. Lakukan pendampingan spiritual yang intensif

Berikut dijabarkan intervensi keperawatan pada ODHA :


NO Dx.
Tujuan Keperawatan Intervensi Keperawatan
. Keperawatan
1 Harga diri Setelah dilakukan asuhan Promosi Harga Diri
rendah b.d keperawatan selama 3 x 24 Observasi
perubahan pada jam harga diri pasien adekuat 1.1 Monitor verbalisasi
citra tubuh dengan kriteria hasil : merendahkan diri sendiri
(D.0087) Harga Diri (L.09069) 1.2 Monitor tingkat harga diri
1. Penilaian diri positif setiap waktu, sesuai
meningkat kebutuhan terapeutik
2. Perasaan memiliki Terapeutik
kelebihan atau 1.3 Motivasi terlibat alam
kemampuan positif verbalisasi positif untuk diri
meningkat sendiri
3. Penerimaan penilaian 1.4 Diskusikan persepsi
positif terhadap diri negative diri
sendiri meningkat Edukasi
4. Tidur meningkat 1.5 Jelaskan kepada keluarga
5. Kontak mata meningkat pentingnya dukungan dalam
6. Percaya diri berbicara perkembangan positif diri
meningkat pasien
17
7. Perasaan malu menurun 1.6 Latih cara berpikir dan
8. Perasaan bersalah berperilaku positif
menurun
9. Perasaan tidak mampu
melakukan apapun
menurun
2 Gangguan citra Setelah dilakukan asuhan Promosi Citra Tubuh
tubuh b.d keperawatan selama 3 x 24 (I.09305)
perubahan jam citra tubuh meningkat Observasi
struktur/ bentuk dengan kriteria hasil : 2.1 Identifikasi perubahan citra
tubuh (D.0083) Citra Tubuh tubuh yang mengakibatkan
1. Verbalisasi perasaan isolasi social
negative tentang 2.2 Monitor frekuensi
perubahan tubuh menurun pernyataan kritik terhadap
2. Verbalisasi kekhawatiran diri sendiri
pada reaksi orang lain Terapeutik
3. Melihat bagian tubuh 2.3 Disukusikan perubahan
membaik tubuh dan fungsinya
4. Menyentuh bagian tubuh 2.4 Diskusikan perbedaan
membaik penampilan fisik terhadap
harga diri
2.5 Diskusikan kondisi stress
yang mepengaruhi citra
tubuh
2.6 Diskusikan cara
mengembangkan harapan
citra tubuh secara realistis
2.7 Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
Edukasi
18
2.8 Anjurkan pengungkapan
gambaran diri terhadap citra
tubuh
2.9 Latih peningkatan
penampilan diri (mis.
Berdandan)
3 Koping tidak Setelah dilakukan asuhan Dukungan Pengembilan
efektif b.d keperawatan selama 3 x 24 Keputusan
ketidakpercayaan jam diharapkan koping Observasi
terhadap membaik dengan kriteria 3.1 Identifikasi persepsi
kemampuan diri hasil : mengenai masalah saat
mengatasi Status Koping pembuatan keputusan
masalah 1. Perilaku koping adaptif kesehatan
(D.0096) meningkat Terapeutik
2. Verbalisasi kemampuan 3.2 Fasilitasi klarifikasi nilai dan
mengatasi masalah harapan yang membantu
meningkat membuat pilihan
3. Verbalisasi pengakuan 3.3 Diskusikan kelebihan dan
masalah meningkat kekurangan dari setiap solusi
4. Perilaku asertif meningkat 3.4 Fasilitasi melihat situasi
5. Verbalisasi menyalahkan secara realistic
orang lain menurun 3.5 Motivasi mengungkapkan
6. Verbalisasi rasionalisasi tujuan perawatan yang
kegagalan menurun diharapkan
3.6 Hormati hak pasien untuk
menerima atau menolak
informasi
3.7 Fasilitasi hubungan antara
pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya
Edukasi
19
3.8 Informasikan alternative
solusi secara jelas
3.9 Berikan informasi yang
diminta pasien

4 Nyeri b.d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


pencidera keperawatan selama 3 x 24 Observasi
biologis jam diharapkan nyeri dapat 4.1 Identifikasi lokasi,
(D.0077) dikontrol dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas, intensitas
Status nyeri nyeri
1. Frekuensi nadi membaik 4.2 Identifikasi skala nyeri
2. Pola napas membaik 4.3 Identifikasi respon nyeri non
3. Keluhan nyeri menurun verbal
4. Meringis menurun 4.4 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4.5 Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
4.6 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
4.7 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
4.8 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4.9 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
4.10 Fasilitasi istirahat dan tidur
20
4.11 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
memilih strategi
meredakan nyeri
Edukasi
4.12 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
4.13 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
4.14 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4.15 Anjurkan penggunaan
analgetik secara tepat
4.16 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
4.17 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
5 Diare b.d proses Setelah dilakukan asuhan Manajemen Diare (I.03101)
infeksi (D.0020) keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam diare teratasi dengan 5.1 Identifikasi penyebab diare
kriteria hasil : 5.2 Monitor tanda dan gejala
Eliminasi Fekal hipovolemia
1. Control pengeluaran feses 5.3 Monitor iritasi dan ulserasi
meningkat kulit di daerah perineal
2. Konsistensi feses 5.4 Monitor frekuensi BAB
membaik Terapeutik
3. Peristaltic usus membaik 5.5 Berikan asupan cairan oral
4. Hidrasi membaik 5.6 Pasang jalur intravena
5.7 Berikan cairan intravena
21
Edukasi
5.8 Anjurkan makan porsi
kecil dan sering secara
bertahap
5.9 Anjurkan menghindari
makanan pembentuk gas,
pedas, dan mengandung
laktosa
Kolaborasi
5.10 Kolaborasi pemberian obat
antimotilitas
5.11 Kolaboasi pemberian obat
antispasmodic/spasmolitik
5.12 Kolaborasi pemberian obat
pengeras feses
6 Deficit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Gangguan Makan
b.d keperawatan selama 3 x 24 Observasi
ketidakmampuan jam status nutrisi terpenuhi 6.1 Monitor asupan dan
mengabsorbsi dengan kriteria hasil : keluarnya makanan dan
nutrien (D.0019) Status Nutrisi cairan serta kebutuhan
1. Porsi makanan yang kalori
dihabiskan meningkat Terapeutik
2. Berat badan atau IMT 6.2 Diskusikan perilaku makan
cukup meningkat dan jumlah aktivitas fisik
3. Frekuensi makan 6.3 Berikan penguatan positif
meningkat terhadap keberhasilan target
4. Nafsu makan meningkat dan perubahan perilaku
5. Perasaan cepat kenyang Edukasi
menurun 6.4 Anjurkan pengaturan diet
yang tepat
6.5 Ajarkan keterampilan
22
koping untuk penyelesaian
masalah perilaku makan
Kokaborasi
6.6 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang berat badan,
kebutuhan kalori, dan
pilihan makanan
7 Deficit Setelah dilakukan asuhan Dukungan Perawatan Diri
perawatan diri keperawatan selama 1 x 24 Observasi
b.d kelemahan jam diharapkan perawatan 7.1 Monitor tingkat
(D.0109) diri meningkat dengan kemandirian
kriteria hasil: 7.2 Identifikasi kebutuhan alat
Perawatan Diri bantu kebersihan diri
1. Kemampuan mengenakan berpakaian, berhias, dan
pakaian meningkat makan
2. Kemampuan makan Terapeutik
meningkat 7.3 Sediakan lingkungan yang
3. Verbalisasi keinginan terapeutik
melakukan perawatan diri 7.4 Dampingi dalam melakukan
meningkat perawatan diri
4. Mempertahankan Edukasi
kebersihan mulut 7.5 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
8 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi
d.d AIDS keperawatan selama 3 x 24 Observasi
(D.0142) jam risiko infeksi dapat 8.1 Monitor tanda gejala infeksi
dicegah dengan kriteria hasil : local dan sistemik
Tingkat Infeksi Terapeutik
1. Demam menurun 8.2 Batasi jumlah pengunjung
23
2. Kemerahan menurun 8.3 Cuci tangan sebelum dan
3. Nyeri menurun sesudah kontak dengan
4. Kadar sel darah putih pasien dan lingkungan
membaik pasien
8.4 Pertahankan teknik aseptic
Edukasi
8.5 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
8.6 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
8.7 Kolaborasi pemberian obat

G. Implementasi Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada ODHA terdapat hal-
hal yang arus diperhatikan yaitu :
1. Memberikan asuhan keperawatan sesuai masalah keperawatan
2. Hak pasien adalah untuk menerima atau menolak tindakan keperawatan
3. Rasa empati, support, motivasi dari berbagai pihak khususnya perawat
4. Kolaborasi dengan tim perawatan paliatif

H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan
keperawatan paliatif, namun bukan berarti asuhan keperawatan akan berhenti
pada tahapan ini, melainkan lebih menekankan pada tahapan mengevaluasi
perkembangan ODHA dengan melakukan analisa perkembangan kondisi yang
ada pada ODHA, melakukan reasesment dan replanning melihat perkembangan
kondisi yang ada pada ODHA. Hal-hal yang harus menjadi perhatian perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah :
1. Asuhan keperawatan paliatif berarti asuhan intensif dan komprehensif
24
2. Selalu pelajari dan observasi hal yang baru dari ODHA
3. Semua anggota tim sepakat untuk emndukung rencana tindakan yang
telah disusun
4. Melibatkan keluarga ODHA
5. Gunakan bahasa yang mudah difahami
6. Beri kesempatan bertanya dan jawab dengan jujur
7. Jelaskan perkembangan, keadaan dan rencana tindak lanjut
8. Jangan memberikan janji kosong pada ODHA
9. Melakukan konseling, pelatihan kepada ODHA, keluarga dan care giver
10. Mempermudah kelancaran perawatan di rumah dalam pelaksanaan
asuhan
11. Memperhatikan aspek religius pasien
12. Tunjukkan rasa empati, keseriusan serta sikap yang mendukung untuk
siap membantu
13. Pertimbangkan latar belakang ODHA dan keluarga
14. Hindarkan memberi ramalan tentang waktu kematian
15. Bila ODHA tidak ingin diberi tahu tentang kondisinya, tunggu dengan
sabar sampai menemukan waktu yang tepat untuk menyampaikan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa hal yang bisa penulis simpulkan dalam perawatan paliatif pada
ODHA adalah :
1. Perubahan status pengobatan dari status kuratif menjadi status paliatif
merupakan masalah yang tidak mudah diterima oleh ODHA ataupun
keluarga
2. Tujuan utama perawatan paliatif adalah meningkatkan kualitas hidup
ODHA
3. Masalah yang muncul pada ODHA bukan semata-mata karena
HIV/Aids, namun juga termasuk masalah enyakit yang menyertai

25
ODHA (penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal dan hati, malignansi
dan lain-lain)
4. Perlu diperhatikan gejala putus ART yang dikarenakan rasa
keputusasaan ODHA sehubungan dengan penyakitnya
5. Dibutuhkan organisasi, koordinasi, dan manajemen dari berbagai
aktivitas dan sumber untuk menjamin pelayanan perawatan paliatif
pada ODHA yang lebih efisien
6. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif adalah
memberikan kenyamanan pada ODHA tanpa menimbulkan
kecemasan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada ODHA
7. Kompetensi yang dibutuhkan oleh perawat dalam memberikan
perawatan paliatif pada ODHA adalah meliputi ketrampilan
komunikasi, psikososial, bekerja dalam tim, perawatan fisik dan
ketrampilan intrapersonal.
8. Pendekatan model asuhan keperawatan paliatif diberikan dengan
melihat kebutuhan ODHA secara holistik yang meliputi kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural pada ODHA dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian
keperawatan, penegakan diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
B. Saran
Hendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat mengerti
dan memahami tentang keperawatan paliatif pada pasien dengan HIV-AIDS
sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan keperawatan kepada
pasien, juga mampu mengerti mengerti mrngenai asuhan keperawatan
menjelang ajal pada pasien dengan HIV-AIDS.

26
DAFTAR PUSTAKA

Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam Edisi V. Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan IPD FKUI.

Nasronudin. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang.


Surabaya: Airlangga.

Rampengan dan Laurentz. 1995. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan
kedua. EGC: Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

27
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

28

Anda mungkin juga menyukai