TESIS
Oleh :
Syifa Kasyifatussaja
21160110000019
2019 M/1440 H
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
Scanned with CamScanner
ABSTRAK
Syifa Kasyifatussaja (NIM 21160110000019). Pengaruh Sentuhan
Kasih Sayang Orang Tua terhadap Pelaksanaan Disiplin Salat Anak di
SD Islam Al Ikhlas, 2019.
v
ABSTRACT
Syifa Kasyifatussaja (NIM 21160110000019). The Influence of Parents’
Affection to The Implementation of Prayer Discipline for Children in
Al-Ikhlas Islamic Elementary School, 2019.
Prayer for children requires learning and guidance. One of the parents’
responsibilities in prayer is training their children to pray. The purpose of
this study is to find out the influence of affection from working and non-
working mother to the implementation of children prayer. The subject of
this study is the students and the mothers of Islamic Elementary School in
South Jakarta. This study is categorized into quasi experimental research
using the treatment. By stratified random sampling, the sample of this study
is 66 students and mothers. Half of them are children of working mother
and the other half are children of non-working mother. The collections of
the data are from the results of children prayers, questionnaire, and
interview. They were analyzed quantitatively and qualitatively to support
the findings obtained by T-test.
The result of this study showed that: (1) the result of the children’s prayer
of working mother is higher than children’s prayer of non-working mother
after getting affection. (2) the result of the children’s prayer of working
mother increase higher than children’s prayer of non-working mother
before and after getting affection. The achievement of the implementation
of prayer discipline includes the indicator of self-mastery and
responsibility. The affection involves hugging the children with full
affection (at least two times a day before the children pray, after school, and
after they wake up), giving praising while smiling, saying positive things,
and communicating tenderly. The conclusion of this study is working
mother’s affection is more effective than non-working mother’s affection in
improving children’s prayer.
vi
ملخص البحث
شفاء كاشفة الساجا( .رقم .)91101111111112أثر ملس (اعتناق) الوالدين على تطبيق نظام صالة
الطالب يف املدرسة االبتدائية اإلخالص عام .9112
عبادة الصالة حتتاج إىل تدريب ومراقبة .ومن مسؤوليات الوالدين يف الصالة تدريب األوالد
على أداء الصالة .هدفت هذه الدراسة إىل الكشف عن أثر اعتناق األم العاملة واألم غري العاملة
(ربة البيت) على تطبيق التزام الولد للصالة .مدار الدراسة هم األمهات واألوالد يف جاكرتا اجلنوبية،
تعترب هذه الدراسة من الدراسة التجريبية ،بنظام جترييب .وعينة الدراسة 66من األوالد واألمهات.
أخذت العني بطريقة اعتباطية مقسمة 33 .منهن عامالت و 33غري عامالت (ربة البيت) .وتبع
ذلك مجع النتائج لصالة األوالد ،واالستبيانات ،واحلوارات .هذه البيانات الثالثة تعامل على املنهج
الكمي والكيفي حيث أنه سيساعد على معرفة النتائج الكمية اليت مت كشفها باستخدم طريقة
امتحان التفريق مبعدالن (.)uji t
من نتائج البحث علمنا )1 :أن نتيجة صالة الولد لألم العاملة أعلى من صالة األم غري
عاملة بعد أن نال الولد اعتناق األم )2 .أن نتيجة صالة الولد لألم العاملة تزداد أكثر من نتيجة
صالة الولد لألم غري عاملة (ربة البيت) قبل وبعد االعتناق .تطبيق التزام الصالة يشمل مؤشرات
التحكم على النفس ،والشعور باملسؤولية .واالعتناق يف هذه الدراسة اعتناق الولد باحلب واللطف
( على األقل مرتني يف اليوم ،عند القيام للصالة ،بعد الرجوع من املدرسة ،أو عند االستيقاظ من
النوم) .إعطاء املدح مع االبتسام والكالم اإلجيايب مع التوجيهات والتواصل اجليد املليئ باللطف.
خالصة هذه الدراسة ،إن ملس أم عاملة أكثر فعالية يف ترقية نتيجة صالة الولد من ملس أم غري عاملة
(ربة البيت).
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padanan Aksara
viii
ف F Ef
ق Q Ki
ك K Ka
ل L El
م M Em
ن N En
ه H Ha
و W We
ء A Apostrof
ي Y Ye
B. Vokal
C. Vocal Panjang
ix
D. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan arab dilambangkan
dengan huruf ال, dialihaksarakan menjadi huruf (al), baik
diikuti huruf syamsiyah maupun qamariyah. Kata sandang
tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya.
Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contoh : Al-Syamsu
bukan Asy-Syamsu dan Al-Zalzalah bukan Az-Zalzalah.
E. Syaddah/ Tasydid
Syaddah/ tasydid dalam tulisan arab dilambangkan
dengan ّ
◌, dalam alih aksara dilambangkan dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syiddah. Akan tetapi,
hal ini tidak berlaku pada huruf-huruf syamsiyah yang
didahului kata sandang. Misalnya kata ْ اﻟﻨﱠﻮمtidak ditulis An-
naum melainkan Al-naum.
F. Ta’ Marbutah
Ta’ marbutah jika berdiri sendiri dan diikuti oleh kata
sifat (na’at) dialihaksarakan menjadi huruf (h). Namun, jika
huruf tersebut diikuti kata benda (isim) maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi (t). Contoh :
3 َﻣﻜْﺘَﺒَﺔ Maktabah
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala Puji bagi Allah SWT. Dzat yang Maha Alim yang telah
memberikan sedikit dari keilmuan-Nya yang sangat luas sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul “Pengaruh Sentuhan Kasih Sayang Orang Tua
terhadap Pelaksanaan Disiplin Salat Anak”(Studi Kuasi Eksperimen Orang Tua bekerja
dan tidak Bekerja di SD Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan) untuk memperoleh gelar
Magister Pendidikan Agama Islam pada Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Kekasih Allah yang menjadi pusat
keilmuan dunia-akhirat serta penuntun umat, yakni Nabi Muhammad SAW. Harapan dan
doa penulis semoga Tesis ini menjadi bagian dari khazanah kelilmuan dalam kategori
Pendidikan Islam di Masa Mendatang khususnya parenting bagi Orang Tua. Dengan
selesainya penyusunan tesis ini, Penulis sampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Amaniy Lubis, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan izin dan motivasi untuk melanjutkan studi pada program Magister Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag. Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan dorongan dan mempermudah sehingga terselesaikannya tesis ini.
3. Dr. Sapiudin Shidiq, MA. Ketua Prodi Magister Pendidikan Agama Islam FITK yang
selalu memicu dan memacu Penulis, agar dapat menyelesaikan studi dengan baik.
4. Dr. Sururin, M.Ag. Pembimbing dalam penulisan tesis ini yang telah memberikan
arahan keilmuan dengan penuh keikhlasan dan kesabaran sehingga tesis ini menjadi
bermutu, berbobot dan akhirnya bisa selesai.
5. Dr. Lia Kurniawati, M.Pd. Pembimbing dalam penulisan tesis ini yang mengarahkan
konsep metodologi yang baik sehingga alur dan metodologi dalam tesis ini menjadi
sistematis dan teruji secara statistik.
6. Syifa Faridah, M.Pd. Kepala sekolah SD Islam Al-Ikhlas yang telah memberikan izin
penelitian di SD Islam Al-Ikhlas Cipete sehingga peneliti dapat mengambil data secara
valid dan lengkap.
7. Ulfa Amalia, S.Pd dan Handy Hidayat M.Pd selaku Korting di kelas III dan IV serta
semua wali kelas III dan IV yang telah membantu dan memakai sebagian waktunya
untuk mempermudah peneliti melakukan penelitian dengan melibatkan Orang Tua
Siswa sehingga peneliti dapat meneliti dan mendapatkan data yang akurat mengenai
salat 5 waktu anak melalui buku harian monitoring.
8. Ayahanda Moh. Yusuf Soleh M.Pd, Ibunda Sumiati yang selalu memberikan dorongan,
nasihat serta doa yang tak pernah lepas dalam setiap sujudnya, demi kelancaran
terlaksananya penelitian ini.
9. Syahirul Alim, M.Pd Sahabat yang selalu ada menemani dalam penyelesaian tesis ini
serta telah membantu dan memberikan arahan dalam menyelesaikan tesis ini.
xi
10. Arfiyani Tohir, M.Pd serta teman-teman seperjuangan MPAI 2016 yang sudah
memberikan semangat dan masukan yang membangun dalam penyusunan tesis ini.
11. Muslikh Amrullah, S.Pd. Staf Magister FITK yang telah membantu menyiapkan segala
keperluan persyaratan dalam menyelesaikan tesis ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan semua pihak terkait. Semoga tesis ini
menjadi permulaan yang baik untuk pribadi penulis khusunya dan pembaca pada umumnya
untuk terus mencari dan menggali ilmu pengetahuan sampai akhir hayat.
Syifa Kasyifatussaja
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI TESIS ........................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ............................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Deskripsi Penelitian
1. Deskripsi Karakteristik Responden ........................................ 60
B. Temuan Hasil Penelitian
1. Data Hasil Penelitian .............................................................. 61
C. Pengujian Persyaratan Analisis Data
1. Uji Normalitas ........................................................................ 67
2. Uji Homogenitas ..................................................................... 68
D.Pengujian Hipotesis ...................................................................... 70
E. Diskusi Hasil Penelitian .............................................................. 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 82
B. Implikasi .................................................................................... 83
C. Saran ........................................................................................... 83
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel (pelukan) Ibu yang bekerja ............. 62
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel (pelukan) Ibu yang tidak bekerja ... 63
Tabel 4.1 Hasil salat Anak sebelum dipeluk Ibu yang Bekerja ............... 69
Tabel 4.2 Hasil salat Anak sesudah dipeluk Ibu yang Bekerja ................. 70
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas pada hasil salat anak berdasarkan Ibu yang
Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas pada hasil salat anak berdasarkan sebelum
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas pada hasil selisih (peningkatan) nilai salat
Tabel 4.11 Hasil rata-rata salat anak setelah mendapat pelukan dari Ibu
xiv
Tabel 4.12 Hasil uji Hipotesis salat anak setelah mendapatkan pelukan
Tabel 4.13 Hasil rata-rata salat anak sebelum dan setelah mendapat pelukan
dari Ibu bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) ................... 82
Tabel 4.14 Hasil Uji Hipotesis perbedaan peningkatan hasil salat anak sebelum
Tabel 4.15 Presentase hasil kuesioner setelah sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja
dan Ibu yang tidak bekerja ( IRT) terhadap pelaksanaan disiplin salat
anak ........................................................................................... 83
Tabel 4.16 Presentase hasil kuesioner sebelum sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja
dan Ibu yang tidak bekerja ( IRT) terhadap pelaksanaan disiplin salat
anak .......................................................................................... 84
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.5 Histogram Post-Pre Test Salat Anak Pada Ibu (IRT) .............................. 66
Gambar 4.6 Histogram Post-Pre Test Salat Anak Pada Ibu Bekerja .......................... 67
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
kesabaran dari orang tua, selain itu keyakinan atau kepercayaan diri bahwa orang
tua mampu mendisiplinkan anak.
Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam
bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter, jadi suatu karakter melekat
dengan nilai dari perilaku tersebut, tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari
nilai. sejauhmana memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam perilaku
seorang anak atau sekelompok anak memungkinkan berada dalam kondisi tidak
jelas, dalam arti bahwa apa nilai dari suatu perilaku amat sulit dipahami orang lain
daripada oleh dirinya sendiri dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang
ada di dunia ini, sejak dahulu sampai saat ini. Beberapa nilai yang ada di dunia ini,
sejak dahulu sampai saat ini maupun di masa yang akan datang, baik untuk dirinya
maupun untuk kebaikan lingkungan hidup di mana anak hidup saat ini dan di masa
yang akan datang. Dharma Kesuma (2012: 11).
Erie Sudewo (2011: 69-70) berpendapat bahwa manusia yang kuat prinsipnya
pun terkadang terpeleset, apalagi yang hidup tanpa nilai. Sebagai fondasi, sekali
lagi di tegaskan, karakter dasar seharusnya memang ada di tiap diri manusia.
Semakin kuat dilatih, akan semakin kokoh dirinya. Dengan karakter dasar ini,
manusia manapun akan bisa hidup dengan tenang. Jika berkembang, karakter
dasarnya akan menjaga untuk menjadi lebih baik lagi. Bicara nilai atau sifat baik
jumlahnya memang banyak, untuk karakter dasar, sifat baiknya terdiri atas tiga
nilai saja. Tidak egois, jujur, dan disiplin.
Disiplin menggunakan kebijaksanaan untuk mengajarkan nilai-nilai yang
memperlihatkan betapa seorang anak dapat menentukan sendiri pilihannya dengan
baik sesuai dengan perkembangan emosinya saat itu. Oleh karena itu, tak ada “cara
yang benar” yang bisa berfungsi sepanjang waktu untuk semua situasi. Jadi arti
disiplin sesungguhnya adalah proses melatih pikiran dan karakter anak secara
bertahap sehingga menjadi seseorang yang memiliki control diri dan berguna bagi
masyarakat. Orang tua yang memahami hal ini menyadari betul bahwa proses
pendisiplinan adalah proses yang berjalan seiring dengan waktu dan memerlukan
pengulangan serta pematangan kesadaran diri dari kedua pihak, yakni anak dan
orang tua. Ariesandi S (2008:231).
Pentingnya dalam menanamkan karakter disiplin terhadap anak adalah orang
tua menjadi pendidik pertama dan utama. Oleh karena itu, orang tua perlu melatih
anak-anaknya sejak dini.
Menurut Marzuki (2017: 72) Berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadits Nabi,
pembinaan sejak dini bisa dilakukan dengan cara-cara berikut salah satunya adalah
mendorong sejak berumur tujuh tahun untuk melaksanakan salat pada waktunya.
Dalam rangka ini, orang tua (Ayah atau Ibu) menjadi panutan bagi anak untuk
membiasakan salat, baik di rumah maupun di masjid.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam Syaikh Jamal (2017:17), metode melatih
anak merupakan perkara yang terpenting dan paling utama. Anak adalah amanah
bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan perhiasan yang sangat
berharga. Bila ia dilatih untuk mengerjakan kebaikan, ia akan tumbuh menjadi
3
orang yang baik dan bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya bila ia dibiarkan
mengerjakan keburukan dan dibiarkan begitu saja bagaikan hewan, ia akan hidup
sengsara dan binasa.
Apabila metode melatih dikaitkan dalam hal ibadah, maka melatih anak untuk
mendirikan salat 5 waktu dengan continue berarti melatih mereka untuk belajar
mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Setelah anak mampu untuk
continue melaksanakan salat 5 waktu, maka yang selanjutnya adalah melatih dan
mengajak anak untuk melaksanakan salat sunnah, yang dimulai dengan memberi
tahu anak tentang salat sunnah, kemudian memberi pemahaman kepada anak
tentang hikmah salat sunnah, sehingga anak tertarik untuk menjalankan salat
sunnah dan melaksanakan salat sunnah, walaupun hanya 1 kali sehari.
Al-Qur’an menyatakan bahwa salat sebagai bentuk informal pembinaan shalat
melalui keluarga masing-masing, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Thaha
ayat 132 berikut:
ﻚ َواﻟْ َﻌﺎﻗِﺒَﺔُ ﻟِﻠﺘﱠـ ْﻘ َﻮى َ ُاﺻﻄَِ ْﱪ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ ﻻَﻧَ ْﺴﺄَﻟ
َ ُﻚ ِرْزﻗًﺎ َْﳓ ُﻦ ﻧـَ ْﺮُزﻗ
ِ وأْﻣﺮ أَﻫﻠَﻚ ﺑِﺎﻟ ﱠ
ْ ﺼﻼَة َو َ ْ ُْ َ
(132 :)ﻃﻪ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadaMu, kamilah
yang memberi rezeki kepadaMu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertaqwa”. (QS. Thaha: 132)
Menurut Sayuti Rahawarin (2002:111) dalam bukunya tentang bab salat,
sebagaimana Allah berfirman :
ﻚ ِﻣ ْﻦ َﻋ ْﺰِم ْاﻷ ُُﻣ ْﻮِر ِ
َ ﻚ إِ ﱠن َذﻟ
َ ََﺻﺎﺑ
َ اﺻ ْﱪ َﻋﻠَﻰ َﻣﺎأ َ ُ
ِ
ِ ْ ف واﻧْﻪَ َﻋ ِﻦ اﻟْﻤْﻨ َﻜ ِﺮ و ِ ﲏ أَﻗِ ِﻢ اﻟ ﱠ
َ ﺼﻼََة َوأُْﻣ ْﺮ ﺑﺎﻟْ َﻤ ْﻌ ُﺮْو ﻳَﺎﺑـُ َﱠ
(17)
Artinya :
“ Hai Anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat kebaikan dan
laranglah mereka dari kemungkaran dan bersabarlah atas apa-apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan.”
(Q.S. Luqman: 17)
Penjelasan ayat di atas menurut Allamah Kamal Faqih (2008: 296) dalam
bukunya Tafsir Nurul Qur’an berpendapat bahwa salah satu tugas orang tua kepada
anak-anaknya adalah menyuruh mereka salat. Harus melatih anak-anak untuk
menjadi orang yang beriman dan takwa dengan cara menyuruh mereka salat,
mengerjakan yang baik dan menjauhi yang mungkar. Dengan demikian, orang tua
telah melatih anak-anaknya sebagian dari tanggung jawab pribadi dan sosial.
Melatih anak untuk mendirikan salat yaitu melatih mereka untuk mengingat
Allah SWT dalam waktu-waktu yang berurutan pada pagi hari, siang hari, dan sore
hari juga malam hari. Melatih anak untuk terbiasa mendirikan salat 5 waktu dengan
tertib dan disiplin berarti melatih anak untuk berkomunikasi dan berhubungan
4
secara lebih dekat dengan Allah SWT sekaligus menerapkan kedisiplinan waktu
kepada mereka.
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, anak beradaptasi dengan
lingkungannya dan mengintrepretasikan objek dan kejadian sekitarnya. Piaget
memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas, serta menerima informasi. Pemikiran anak berkembang menurut
tahapan yang kompleks. Setiap anak melewati serangkaian perubahan kualitatif
yang bersifat varian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan
kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Rosley Marliani (2016:
90).
Sesuai dengan tingkat pertambahan usia dan perkembangan kognitif anak, maka
keimanan anak kepada Allah perlu juga ditingkatkan dengan cara melaksanakan
ibadah yang berupa salat 5 waktu. Namun apabila hal itu menjadi kebiasaan, maka
lama-kelamaan anak akan merasakan nikmatnya melaksanakan salat sehingga anak
menganggap bahwa salat tidak lagi sebagai beban atau kewajiban, namun salat
sebagai kebutuhan. Oleh karenanya membiasakan anak memulai salat 5 waktu
tanpa disuruh adalah peran orang tua yang sangat penting dalam membentuk
karakter terutama dalam kedisiplinan anak.
Menurut tahapan perkembangan kognitif menurut piaget yaitu tahap operasi
berpikir konkret yang berada pada rentang usia 7-11 tahun, yang dicirikan dengan
perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis.
Pada tahap ini, anak mampu mengembangkan operasi logis. Rosleny Marliani
(2016: 93).
Harwansyah Putra Sinaga (2018:64-65) mengemukakan bahwa periode usia
Sekolah Dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan
periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak sangat dipengaruhi oleh proses
pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Oleh karena itu, Pendidikan
Agama di Sekolah Dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terkait, bukan
hanya guru agama tetapi juga kepala sekolah dan guru-guru lainnya. Apabila
pendidik telah memberikan suri tauladan kepada anak dalam mengamalkan agama
maka pada diri anak akan berkembang sikap yang positif terhadap agama, dan pada
gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragamanya. Kepercayaan anak
kepada Allah pada usia Sekolah Dasar, bukanlah keyakinan hasil pemikiran, akan
tetapi merupakan sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan
kasih sayang dan perlindungan, maka dalam mengenalkan Allah kepada anak,
sebaliknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih dan penyanyang. Kira-kira sampai usia
10 tahun, ingatan anak masih bersifat mekanis, sehingga kesadaran beragamanya
hanya merupakan sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungannya. Oleh karena itu
pengamalan ibadahnya masih bersifat peniruan, belum dilandasi kesadarannya.
Pada usia 10 tahun ke atas, semakin bertambah kesadaran anak akan fungsi agama
baginya, yaitu berfungsi moral dan sosial.
5
Dengan demikian, semakin besar tingkat kepedulian orang tua dalam hal
mendidik anak khususnya dalam hal ibadah maka semakin meningkat kedisiplinan
salat 5 waktu anak. Oleh karena peran orang tua sangat berdampak positif dalam
kehidupan anak sehari-hari terutama dalam hal ibadah.
Meningkatkan kedisiplinan salat, perlu adanya pengawasan dan bimbingan
dalam melaksanakan salat. Anak diajarkan bagaimana tata cara gerakan salat yang
baik dan benar, serta bacaan dan doa-doa dalam salat.
Imam Abu Daud dalam hadisnya “Rasulullah pernah ditanya “Kapan seorang
anak diwajibkan salat?” Beliau Bersabda: ketika dia mengetahui antara yang kanan
dan kiri”. Jumhur Ulama memaknai kata “kanan dan kiri” disini maksudnya adalah
ketika seorang anak bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil. Dalam
hal ini, bukan hanya orang tua saja yang wajib memerintahkan seorang anak untuk
salat, akan tetapi kakek atau nenek atau uyutnya wajib pula dalam memerintahkan
salat. Dalam pembahasan ini Hukum ini Wajib kifayah, yaitu apabila salah satu
dari mereka sudah memerintahkan anak untuk salat, maka yang lain gugur
kewajibannya. Syekh Abu Bakar dan Syatho Dimyathi (2011: 42).
Jadi, setiap orang tua yang memiliki anak kecil baik laki-laki atau perempuan,
wajib mendidik anaknya untuk melaksanakan salat. Kewajiban tersebut pada saat
anak tersebut bisa makan, minum dan istinja sendiri.
Menurut Syamsu Yusuf LN (2010: 177) berpendapat bahwa pengetahuan anak
tentang agama terus berkembang berkat: (1) mendengarkan ucapan-ucapan orang
tua; (2) melihat sikap dan perilaku orang tua dalam mengamalkan ibadah; (3)
pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orangtuanya. Sesuai dengan
perkembangan intelektualnya (berpikirnya) yang terungkap dalam kemampuan
berbahasa, yaitu sudah dapat membentuk kalimat, mengajukan pertanyaan dengan
kata-kata: apa, siapa, dimana, darimana dan kemana; maka pada usia ini kepada
anak sudah diajarkan syahadat, bacaan dan gerakan salat, doa-doa dan Al-Qur’an.
Mengajarkan salat pada usia ini dalam rangka memenuhi tuntunan Rasulullah,
yaitu bahwa orang tua harus menyuruh anaknya salat pada usia 7 tahun.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad telah
meriwayatkan dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata,
Rasulullah SAW bersabda:
،اﺿ ِﺮﺑـُ ْﻮُﻫ ْﻢ َﻋﻠَْﻴـ َﻬﺎ َوُﻫ ْﻢ أَﺑْـﻨَﺎءُ َﻋ ْﺸ ٍﺮ
ْ َو،ﲔ ِِ ِ ﻣﺮوا أَوَﻻ َد ُﻛﻢ ﺑِﺎﻟ ﱠ
َ ْ ﺼﻼَة َوُﻫ ْﻢ اَﺑْـﻨَﺎءُ َﺳْﺒ ِﻊ ﺳﻨ ْ ْ ُُْ
ِ
.ﻀﺎﺟ ِﻊ َ وﻓَـﱢﺮﻗُـ ْﻮا ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ ِ ْﰲ اﻟْ َﻤ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh
tahun, dan pukullah mereka (Apabila tidak mau melaksanakan salat itu) dan
pisahkan tempat tidur mereka”.
Takhrij Hadits:
Riwayat Ahmad
Abdullah bin Amr bin al-Ash: sahabat 8
Syu’aib bin Muhammad as-Sahmi: shaduq 9
Amr bin Syu’aib As-Sahmi (w. 118): shaduq 10
Sawwar bin Daud al-Muzani: shaduq 11
Waki’ bin al-Jarrah (w. 197 H): tsiqah 12
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H): tsiqah
Kualitas hadis ini adalah hasan, disebabkan ada beberapa rawi yang
kejujurannya (shaduq) tidak sampai kepada kategori terpercaya (tsiqah).
Menurut Ulama fiqh dalam Abu Bakar Syatho (2011: 42) berkata “Dipukul
seorang anak dengan pukulan yang tidak menyakitinya” namun ada yang berselisih
dalam pendapat tentang bilangan pukulannya. Imam Ali Syibromalisi berkata:
“ Pukul tanpa menyakitinya walaupun pukulan itu melebihi dari 3 (banyak) ”.
Berbeda apa yang dinukil Imam Ibnu Sarij bahwa:
“ Jangan dipukul lebih dari 3 pukulan ”.
Menurut Syaikh Musthofa Al-Adawi (2002:192) berpendapat bahwa orang tua
boleh keras terhadap anak bila anak malas beribadah.
Pendapat lainnya menurut Syaikh Musthofa Al-Adawi (2002:191) bahwa
selama jalan perbaikan tidak memerlukan pemukulan maka jangan memukul,
karena Nabi SAW sendiri bila harus memilih antara dua pilihan, maka beliau
memilih yang paling mudah selama bukan dosa. (HR.Bukhari 3560)
Maka sebaiknya menggunakan kata-kata nasihat jika ingin memperbaiki
perilaku anak dan menggunakan beragam bentuk dorongan. Apabila kata-kata yang
berisi teguran dan ancaman sesuai dengan jenis kesalahan anak. apabila tidak juga
1
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, (Riyadh: Dar al-‘Ashimah), h. 530.
2
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 438.
3
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 738.
4
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 422.
5
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 136.
6
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 988.
7
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 404.
8
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 530.
9
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 438.
10
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 738.
11
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 422.
12
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 1037.
7
bermanfaat, maka saatnya memukul. Jadi, kondisi dan tabiat masing-masing anak
berbeda-beda. Diantara mereka ada yang cukup dengan isyarat mata untuk
menghukum dan menegurnya. Isyarat mata ini memberi pengaruh yang kuat pada
dirinya, dan menjadi sebab berhenti dari kesalahan yang dilakukannya. Syaikh
Musthofa Al-Adawi (2002: 192).
Alangkah baiknya jika biasakan anak melakukan salat sewaktu mereka belum
masih baligh. Memotivasi anak untuk melakukannya dengan bahasa yang lembut,
senyum ramah, janji pahala jika dilaksanakan, dan ancaman hukuman jika
ditinggalkan. Syaikh Muhammad Said Mursi (2006: 63).
Jadi kesadaran yang dibentuk dari metode nasehat dan kasih sayang akan
berbeda dengan kesadaran yang dibentuk dari metode hukuman dan kekerasan.
Apapun alasannya, hukuman dan kekerasan tidak boleh digunakan untuk mendidik
anak, terlebih lagi dalam pendidikan ibadah, selama masih dimungkinkan
menggunakan metode yang lain.
Pemberian semangat, dorongan dan anjuran kepada anak untuk berbuat baik
sangat bermanfaat dalam pembinaan mental anak. apakah dengan ucapan yang
bersifat pujian, memberi hadiah, memberi kepercayaan atau selain itu yang menjadi
faktor pendorong dan anjuran kepada kebaikan. Syaikh Musthofa Al Adawi (2005:
113).
Berdasarkan hasil prasurvey, penelitian ini difokuskan pada siswa siswi SD
Islam Al Ikhlas Cipete Jakarta Selatan dengan jumlah siswa 798 terdiri dari laki-
laki dan perempuan. Dari beberapa siswa tersebut memiliki hasil salat yang
berbeda-beda.
Hasil wawancara pada tanggal 15 Februari 2019 dengan Wali Siswa di SD Islam
Al Ikhlas Cipete mengatakan bahwa memerintah anak untuk mengerjakan salat
hanya menggunakan kata-kata dan berupa nasehat saja tidak cukup untuk
memotivasi agar melaksanakan salat 5 waktu.
Penelitian ini menitikberatkan pada aspek ibadah salat yang dinilai merupakan
ibadah yang harus membutuhkan pembelajaran serta bimbingan. Khususnya siswa-
siswi SD Islam Al-Ikhlas Cipete. Berdasarkan hasil pengamatan, data yang
diperoleh dari buku Pakaris (Monitoring Harian Salat Siswa) di SD Islam Al-Ikhlas
kelas 4D tahun pelajaran 2016/2017 yaitu daftar ceklis salat 5 waktu, dari 27 anak
yang melaksanakan salat 5 waktu hanya 11 anak. Anak lebih sering meninggalkan
Salat Subuh, Ashar dan Isya sehingga masih sedikit tingkat kedisiplinan anak
dalam pelaksanaan salat 5 waktu. Hasil dari pengamatan tersebut, peneliti
mendapatkan informasi dari siswa di kelas 4 yaitu:
Pertama, keterbatasan waktu orang tua dalam mendidik anak, kesibukan
pekerjaan orang tua di luar rumah. Orang tua merupakan faktor pembentuk pribadi
atau karakter anaknya, sebab sebagian besar waktu anak bersama mereka terutama
ibunya. Ikatan emosional Ibu dengan anak lebih besar dibandingkan dengan
hubungan kedekatan anak dengan ayahnya. Mulai pagi hingga malam hari waktu
ibu dihabiskan bersama anaknya. Ibu yang baik tidak akan pernah lupa dengan
tanggung jawabnya dalam membentuk kepribadian anaknya.
8
Pada saat ini, Fenomena Ibu yang bekerja memiliki peran ganda yang mampu
melakukan pekerjaannya sebagai Ibu yaitu dalam hal rumah tangga dan wanita
karir yaitu pekerjaan diluar rumah. Peran Ibu dalam hal rumah tangga dituntut
untuk mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus suami dan
mendidik anak-anak terutama dalam hal membentuk karakter yang baik, serta
melatih anak dalam pelaksanaan ibadah salat.
Kedua, ketidakcocokan gaya mendidik orang tua. Fenomena orang tua yang
sibuk bekerja sehingga mengabaikan pendidikan ibadah anaknya. Terlebih
mengkhawatirkan yaitu pengasuhan anak yang seharusnya dilakukan orang tua
kemudian beralih kepada Asisten Rumah Tangga atau baby sitter, sehingga tujuan
pembiasaan beribadah seperti salat yang seharusnya dilakukan oleh orang tua
belum terealisasi. Asisten rumah tangga tidak dapat menggantikan peran ibu
sebagai madrasah pertama di rumah bagi seorang anak, karena keterbatasan yang
mereka miliki, bukan tugas seorang asisten rumah tangga untuk mendidik anak
tersebut. Baik buruk anak tergantung pola asuh dan bimbingan dari orang tuanya,
sebab anak merupakan seorang peniru orang tua yaitu sebagai pembentuk karakter
kepribadian atau akhlak.
Ketiga, kesalahpahaman orang tua dalam dunia pendidikan adanya anggapan
bahwa Sekolah bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Karena
kurangnya interaksi anak-anak dengan orang tuanya, maka pendidikan dan
bimbingan yang didapat lebih banyak mereka dapatkan di sekolah saja. Peneliti
berasumsi bahwa Pendidikan bukan hanya didapatkan di sekolah saja tetapi
pendidikan dapat diperoleh di mana saja, termasuk dalam hal rumah tangga.
Keempat, anak sangat membutuhkan perhatian, pengawasan dan pembiasaan
dari orang tuanya terutama dalam membiasakan anaknya untuk melaksanakan salat.
Namun yang terjadi kebanyakan anak-anak menghabiskan waktunya hanya untuk
bermain atau menonton televisi tanpa ada pengawasan dari orang tua sehingga
pendidikan ibadah pada anak terabaikan. Kebanyakan orang tua melalaikan
tanggung jawabnya dalam memberikan pendidikan pelaksanaan salat karena
mereka menganggap anak-anaknya masih kecil dan tidak ada kewajiban pula bagi
anak-anak untuk melaksanakan salat.
Beranjak dari apa yang dipaparkan di atas dapat dipahami bahwa usaha dalam
membimbing dan membiasakan anak melakukan ibadah salat sejak usia tujuh tahun
perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua, karena akan sangat
berpengaruh untuk kehidupan anak di masa yang akan datang.
Melihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi dari
‘Amr bin Syu’aib, Rasulullah SAW mengatakan:
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil ”.
Jadi kasih sayang itu harus diberikan kepada anak-anak. anak tidak boleh
dihukum ketika melakukan kesalahan. Yang menjadi prinsip ketika berinteraksi
dengan anak adalah kelembutan, kasih sayang dan keramahan. Muhammad Sa’id
Mursi (2001: 102).
9
B. Permasalahan Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
a. Anak umur 9 tahun belum terbiasa melaksanakan salat 5 waktu, akibatnya
rendahnya motivasi anak dalam melaksanakan salat 5 waktu.
b. Keterbatasan waktu orang tua dalam membimbing anak di rumah terutama
dalam hal salat, akibatnya kurangnya disiplin pelaksanaan salat anak.
10
c. Sedikit sekali waktu interaksi antara orang tua dengan anak, akibatnya
pengasuhan anak yang seharusnya dilakukan orang tua, kemudian beralih
kepada Asisten rumah tangga.
d. Orang tua hanya sekedar memerintah anak untuk melaksanakan salat tanpa
adanya reward, akibatnya kurangnya pemahaman orang tua tentang
manfaatnya sentuhan kasih sayang.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah-masalah yang telah di identifikasi di atas, maka hal
yang akan dibatasi dalam penelitian ini mencakup:
a. Disiplin yang dibatasi adalah Self Inposed Discipline yaitu disiplin yang
timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas
dasar paksaan terutama dalam hal mengerjakan salat 5 waktu.
b. Sentuhan yang dibatasi adalah kategori cinta-keintiman, yaitu memeluk
anak dengan penuh rasa kasih sayang.
c. Pelaksanaan disiplin salat pada siswa-siswi kelas III dan kelas IV serta
Orang tua (Ibu) yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) yang berada
di SD Islam Al-Ikhlas Cipete, Tahun Pelajaran 2018/2019.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apakah terdapat perbedaan rata-rata hasil salat anak pada Ibu yang
bekerja dengan Ibu yang tidak bekerja di SD Islam Al Ikhlas setelah
mendapatkan sentuhan kasih sayang ?
b. Apakah terdapat perbedaan peningkatan hasil salat anak pada Ibu yang
bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) sebelum dan sesudah
mendapatkan sentuhan kasih sayang ?
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk menjadi bahan kajian para
akademis untuk mengkritisi hasil penelitian atau meneliti bagian yang bisa
diteliti dan menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
b. Secara terapan penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
sebagai pengalaman bagi peneliti sesuai dengan disiplin ilmu, bermanfaat
khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi para pembaca dan orang tua
sehingga hasil tulisan ini dapat diaplikasikan dalam mendidik dan mendorong
putra-putrinya agar disiplin beribadah sesuai dengan ajaran islam serta dapat
dijadikan pertimbangan acuan atau referensi orang tua khususnya Ibu dalam
mendidik anak dalam pelaksanaan salat melalui cara sentuhan kasih sayang,
khususnya anak-anak yang masih belajar salat.
BAB II
SENTUHAN KASIH SAYANG ORANG TUA DAN DISIPLIN SALAT
ANAK
penghargaan dari orang tua setelah membantu orang tua atau melaksanakan
perintah orang tua, pastilah anak itu senang membantu orang tuanya atas
inisiatifnya sendiri-sendiri setiap kali ia bisa melakukannya. Sedangkan anak yang
tidak diberi cinta ataupun penghargaan oleh orang tua biasanya akan mengandalkan
kenakalan demi mendapat perhatian orang tua agar kebutuhannya untuk dicintai
dan mencintai terpenuhi.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 90) mengemukakan bahwa apapun
bentuk penghargaan yang digunakan, penghargaan itu harus sesuai dengan
perkembangan anak. Bila tidak, ia akan kehilangan efektivitasnya. Sebagai contoh,
sebelum anak mampu mengerti kata-kata, pujian hanya mempunyai sedikit arti,
kecuali bila disertai senyuman, pelukan atau bentuk komunikasi nonverbal lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa sentuhan
merupakan salah satu cara yang harus dimiliki oleh setiap orang tua dalam
mendidik dan mengarahkan anaknya sebagai rasa kasih sayang sehingga anak
merasa dihargai dan dihormati.
Menurut Heslin dalam jurnal Riadi dan Diani (2014:2) terdapat lima kategori
sentuhan yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal hingga sangat
personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut:
a) Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis,
misalnya pelayan toko membantu pelanggan memilih pakaian.
b) Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh
pengharapan, aturan, dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabat tangan.
c) Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan
afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling merangkul
setelah mereka lama berpisah.
d) Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan
emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orang tua dengan lembut;
orang yang sepenuhnya memeluk orang lain; dua orang yang “bermain kaki” di
bawah meja; orang Eskimo yang saling menggosokkan hidung.
e) Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya,
hanya saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna
cinta atau keintiman.
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa sentuhan dapat diartikan berbagai
macam, salah satunya adalah kategori cinta-keintiman yaitu ada rasa keterikatan
emosional seperti mencium pipi orang tua dengan lembut, serta memeluk orang
lain dengan sepenuhnya misalnya memeluk anak dengan penuh rasa kasih sayang.
Menurut Hannan Athiyah Ath-Thuri (2007: 342) dalam bukunya
mengemukakan bahwa dengan ajaran-ajarannya yang lurus dan kekal, Islam
memerintahkan semua orang yang memegang tanggung jawab mengarahkan dan
mendidik, terlebih lagi orang tua untuk menghiasi diri dengan akhlak yang luhur
dan cara bergaul yang penuh kasih sayang, sehingga anak tumbuh sebagai pribadi
yang istiqamah. Lebih dari itu anak juga terdidik menjadi pemberani dan memiliki
15
kepribadian yang merdeka sehingga mereka merasa bahwa dirinya dihormati dan
dihargai.
Anas RA bercerita: “Nabi SAW pernah memegang Ibrahim (putra beliau)
lalu menciumnya.” (HR. Al Bukhari).
Abi Isa Muhammad bin Isa dalam Kitab Al Jamiu Ashohih wa huwa Sunan
At-Tirmidzi (285):
:ﻋﺒﺪاﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ وﻗﺎل ِ ﺣ ّﺪﺛﻨﺎ ﺳﻔﻴﺎن ﻋﻦ ﻋﻤﺮ و ﺑﻦ دﻳﻨﺎر ﻋﻦ أﰊ ﻗﺎﺑﻮس ﻋﻦ.ﺣ ّﺪﺛﻨﺎ اﺑﻦ أﰊ ﻋﻤﺮ
ِ ْار َﲪُْﻮا َﻣ ْﻦ ِ ْﰲ اْﻷ ْر، اﻟﱠﺮ ِاﲪُْﻮ َن ﻳـَ ْﺮ َﲪُ ُﻬ ُﻢ اﻟﱠﺮ ْﲪ ُﻦ:ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ
ض ﻳـَ ْﺮ َﲪُ ُﻜ ْﻢ َﻣ ْﻦ ِ ْﰲ
ِ اﻟ ﱠﺴﻤ
.ﺂء َ
Artinya : Orang-orang yang suka menyayangi itu disayang Allah yang Maha
Pengasih; maka sayangilah penghuni bumi niscaya kalian akan disayangi penghuni
yang tinggal di langit. (HR. At-Tirmidzi)
Takhrij Hadits:
Riwayat Tirmidzi
Takhrij Hadits:
Riwayat Muslim
1
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 530.
2
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 1192.
3
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 734.
4
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 395.
5
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 907.
6
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 886.
16
2. Konsep Pelukan
Menurut KBBI pelukan (pe-luk-an) kata nomina (kata benda) dari kata dasar:
peluk. Arti: dekapan dengan dua tangan. Pelukan merupakan salah satu bagian dari
sentuhan.
7
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 549.
8
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 236.
9
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 1099.
10
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 268.
11
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 977.
12
Ahmad bin Hajar al-‘Asqolani, Taqrib at-Tahdzib, h. 404.
17
Melly Puspita (2013: 78) berpendapat bahwa pelukan merupakan magnet yang
membuat hubungan jauh menjadi dekat, membuat rasa marah menjadi rasa tenang,
membuat rasa takut menjadi rasa nyaman melindunginya.
Menurut E.Widijo Murdoko (2017: 140) dengan pelukan, anak akan merasa
bahwa orang tua membuka pintu kehadiran anak, terutama apabila anak sedang
mengalami masalah-masalah yang berdampak pada emosinya. Pelukan yang tepat
sasaran akan membuat anak merasa berada di lingkungan keluarga yang aman.
Pelukan dapat diberikan kepada anak yang sedang mengalami hal-hal yang
menakutkan, menjijikkan, mengerikan, mengkhawatirkan, menyedihkan atau
peristiwa dramatic yang dialami oleh anak.
Menurut Fuadd Hasan dalam bukunya Danny I Yatim dan Irwanto (1993: 99)
pola asuhan dengan hadiah yang yang berupa pujian bagi anak yang berhasil
memenuhi harapan orang tua akan lebih menghasilkan hal-hal yang positif bagi
anak. dengan ini ia merasa adanya pengakuan dan penghargaan terhadap
keberadaan pribadinya.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
dengan memberikan pelukan seolah-olah anak mempunyai sandaran untuk
mencurahkan semua yang dirasakan sehingga anak merasa ada figur yang siap
membentengi dan yang paling penting anak merasa diterima secara emosional. Hal
ini penting bagi kenyaman anak. Pelukan dapat diartikan merangkul bagian
pundak, sentuhan yang lembut pada kepala, punggung dan pundak, salaman
maupun pegangan tangan. Pelukan atau secara lebih luas kontak fisik, telah
terbukti mampu membuat seseorang merasa lebih baik.
Definisi peluk atau pelukan dalam artikel Al-Maghribi Cendekia (2017), adalah
sebuah bentuk keintiman fisik yang biasanya dilakukan dengan menyentuh atau
memegang erat seputar bagian badan seseorang. Pelukan merupakan tanda dari
perasaan cinta atau kasih sayang maupun penghargaan. Pelukan adalah hal yang
sangat indah meskipun hanya dipandang dan pelukan merupakan sebuah bentuk
kemesraan yang sejati yang tidak dapat diukur dengan materi.
Jackie Silberg (2004: 30) berpendapat bahwa pelukan menumbuhkan rasa
percaya. Pada saat ada bahaya, makna pelukan bahkan lebih penting lagi. Jika si
kecil bertanya-tanya mengapa ia tidak boleh bermain di suatu tempat, gendong dan
peluk sambil jelaskan, “kamu tidak boleh ke sana karena berbahaya”. Dia akan
mengerti dengan mendengarkan nada suara bahwa yang ia lakukan adalah tidak
boleh. Melalui cara memeluk dan mengatakan kalimat tersebut, dia juga akan
mengerti bahwa menyayangi dan ingin.
Dikutip dalam www.selasar.com jurnal 36323 tentang kekuatan pelukan,
Suzanne Degges-White, PhD, LPC, LMHC, NCC, seorang profesor dan kepala
konselor di departemen Adult and Higher Education Univeristas Northern Illinois,
Amerika, telah melakukan penelitian yang mendalam tentang kekuatan
tersembunyi di balik sebuah pelukan. Dalam sebuah jurnalnya, ia menyebutkan
bahwa saat seseorang dilanda stres atau menangis disebabkan oleh emosi negatif
18
seperti sedih dan marah, secara biologis tubuh akan bekerja dengan mengeluarkan
hormon kortisol, atau yang sering disebut dengan hormon stres.
Saat produksi hormon ini meningkat. Uniknya, meskipun efektif
memperlambat proses penyembuhan, hormon ini akan menyebabkan individu
mencari seseorang yang lain untuk mendapatkan dukungan sosial. Hal ini menjadi
salah satu pemicu berkembangnya hubungan persahabatan pada manusia. "Stress
drives us to seek supportive alliances with those who can protect us, or at least
comfort us" Komienko, et al,. (2016).
Menurut Kenty Martiastuti (2013) dalam artikelnya tentang hasil penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti dari University of North Carolina, Amerika Serikat
menyatakan bahwa pelukan yang sederhana bisa:
a. menurunkan tekanan darah dan mengurangi stress. Mereka mengeluarkan
teori bahwa pelukan bisa menahan hormon stress atau kortisol dan
meningkatkan level oksitosin, yaitu hormon yang mampu mengurangi
tekanan darah dan risiko penyakit jantung.
b. pada anak-anak pelukan dapat meningkatkan kecerdasan otak, juga
merangsang keluarnya hormon oksitosin pada anak. hormon oksitosin
mampu memberikan perasaan tenang pada anak serta mengurangi racun
dari zat derifat glutamate di otak. Zat derifat glutamate adalah zat zat yang
berbahaya. Kalau anak stress, zat derifat glutamate terpicu untuk keluar dan
dapat berujung pada penyempitan otak sehingga mengakibatkan fungsi
intelegensi, perilaku, serta mental anak terganggu.
c. Pelukan membawa manfaat psikologis karena anak tahu bahwa ia berada
dalam dekapan perlindungan dari seseorang yang mengasihinya. Selain itu
pelukan ibu juga bisa membantu pembentukan daya tahan anak terutama
ketika masih bayi. Saat dipeluk, mikroorganisme yang ada di badan anak
akan berpindah pada ibu. Daya tahan Ibu akan mengenalinya sebagai benda
asing dan segera membentuk antibody spesifik untuk melawannya.
Mengingat antibody akan ikut bersama ASI, antibody spesifik ini pun akan
juga diteruskan kepada si buah hati.
d. Buah hati akan mempunyai senjata terhadap mikroorganisme yang
mengenainya. Berada dalam pelukan ibu merupakan saat yang penting bagi
anak. Hal itu mampu memberikan perasaan aman dan terjaga pada mereka.
Cinta dan kasih sayang yang diberikan pada saat anak sedih dapat
memperkuat hubungan psikologis diantara ibu dan anak. kemampuan ibu
untuk menenangkannya dengan sebuah pelukan dan ciuman hangat saat dia
merasa marah akan membantunya lebih rileks dan tenang.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa saling
berpelukan dapat memberikan energi-energi positif baik dalam hal
psikologis, baik kesehatan maupun mental. Khususnya bagi tumbuh
kembang pribadi anak, semakin anak diberikan pelukan terutama dari orang
tua maka akan semakin mudah untuk membentuk dan mendidik anak,
19
3) Dengan pelukan memberikan stimulasi kepada otak sehingga daya kecerdasan anak
akan semakin meningkat. Anak-anak yang rutin dan sering mendapatkan pelukan
dari orangtuany akan lebih siap untuk menunjukkan kemampuannya baik itu di
sekolah ataupun ketika anak sedang di rumah.
4) Dengan pelukan akan membantu meningkatkan semangat belajar anak, dan
sisipkan pesan-pesan lembut kepada anak manakala sedang memeluk anak.
Menurut Kenty Martiastuti (2013) dalam artikel yang berjudul manfaat pelukan
yaitu saat berpelukan tubuh memproduksi hormon oksitoksin, yang terproduksi
sebagai respon atas fisical touch. Hormon ini sangat baik untuk kesehatan karena
dapat menjauhkan tubuh dari penyakit. Namun tidak hanya itu manfaat pelukan.
Sejatinnya, pelukan mempunyai manfaat bagi kesehatan psikologis dan fisik.
Berikut ini manfaat pelukan bagi kesehatan fisik, antara lain:
a) Meningkatkan Kesehatan Fisik
Pada saat berpelukan tubuh memproduksi hormon oksitoksin yang baik bagi
kesehatan, maka salah satu hal baik yang timbul sebagai efek dari terproduksinya
hormon tersebut adalah terjadinya reaksi fisik di mana tubuh mengeluarkan zat
kimia alami yang menyehatkan tubuh. Hal ini akan berdampak pada
terminimalisirnya resiko serangan jantung, mengurangi stress, perlawanan terhadap
rasa capek, infeksi, bahkan penyembuhan depresi. Bahkan kontak fisik yang
intensif melalui pelukan pada bayi diyakini dapat meningkatkan berat badan bayi
terutama bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah. Dalam dunia medis,
inilah yang disebut dengan metode Kangaroo Care.
" Kangaroo Care, a program of skin-to-skin contact between parent and child, is
part of the revolution in the care of premature infants. First researched in latin
America, kangaroo care was tested around the world during the 1980s, and it is
quickly becoming a popular alternative for the treatment of premature infants.
Neonatologists like myself are seeing great improvements in newborns who
participate in Kangaroo care. Not only do the sleeping and breathing patterns of
premature infants improve, the babies appear to relax and become content from the
touch of their parents skin. Parents also benefit psychologically because they are
allowed to play an active rather than a passive role in the recovery of their infant"
(Susan M. Ludington-Hoe and Susan K.Golant, 1993).
Kangaroo care, sebuah program kontak antar kulit orang tua dan anak, yaitu
bagian dari sebuah revolusi perawatan bayi prematur. Pertama kali diteliti di
Amerika Latin, kangaroo care telah dicoba di seluruh bumi selama tahun 1980,
secara cepat menjadi alternatif popular sebagai sebuah pengobatan bagi bayi
premature. Dokter spesialis bayi melihat perkembangan besar terhadap bayi yang
berpartisipasi atau mengikuti program kangaroo care. Tidak hanya pola tidur dan
bernafas bayi premature yang meningkat, bayi juga merasa nyaman dan senang
akan sentuhan kulit orang tuanya. Orang tua memberikan manfaat secara psikologis
21
Menurut Miami dikemukakan bahwa orang tua adalah pria dan wanita yang
terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai
ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Ny Singgih D. Gunarsa
mengatakan bahwa orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup
bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan sehari-hari.
Sehubung dengan penelitian penulis memberikan batasan pengertian
bahwa yang dimaksud orang tua adalah Ayah dan Ibu, sebagai orang yang
dianggap tua dalam sebuah keluarga yang mempunyai hubungan darah.
Menurut Nafia Wafiqni dan Asep Ediana (2015: 68) Bersama orang tua
anak dapat berkembang secara optimal pada semua aspek perkembangan seperti
intelegensi, bahasa, emosi dan lain sebagainya. Mekanismenya pengaruh yang
ditimbulkan oleh orang tua sekurang-kurangnya melalui mekanisme asuhan atau
pola asuh.
Menurut Syaikh Mustofa Al Adawi (2005:155) Orang tua harus memiliki
kewibawaan dirumahnya sehingga perintah-perintah dan larangan-larangannya
didengar dan ditaati. Ayah adalah pemimpin di rumahnya dan akan dimintai
pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya dan Ibu adalah pemimpin di
rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi (2001: 471) mengungkapkan bahwa Ayah
penyayang, Ibu penyayang dan guru penyayang mempunyai andil besar dalam
upaya menjauhkan anak dari kelainan perilaku dan jiwa. Berikan senyuman cerah
atau ciuman di keningnya, usapan di kepalanya, pelukan hangat, bahasa yang
lembut, megutamakan hadiah daripada hukuman, dan hukuman diberikan dengan
cara yang paling lunak. Perlakuan-perlakuan ini sangat bermanfaat bagi anak.
betapa anak sangat membutuhkan kasih sayangnya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah
orang yang mempunyai aliran darah juga sebagai Pembina yang pertama dan utama
dalam mendidik anak-anaknya serta menjadi contoh teladan bagi anak-anaknya.
oleh karena itu, pentingnya pola asuh orang tua dalam menjalankan sistem
pendidikan di keluarga agar anak dapat berkembang secara optimal pada semua
aspek perkembangan.
b. Peran Ibu
Ibu adalah orang tua yang paling berhak mendapatkan bakti dan perhatian.
Ulama berpendapat sebab didahulukannya Ibu karena banyaknya penderitaan,
pelayanan yang dia berikan, perasaan lelah berkepanjangan, beban berat yang
dialami selama mengandung, melahirkan, menyusui. Ditambah lagi harus
mendidik, merawat dan membesarkan anaknya. begitu seterusnya tanpa henti
23
pelayanan yang diberikan oleh seorang Ibu. Syaikh Musthofa Al-Adawi (2012:
159-158).
Menurut Suharsono (2004:39-40) dalam bukunya bahwa ibu pada dasarnya
adalah kurikulum yang hidup (living curriculum), ketika anak dalam usia dini dan
belum tercemar. Ibu yang bijak akan memberikan pendidikan yang terbaik bagi
anak-anaknya. oleh sebab itu peran ibu begitu dominan dalam mewarnai
kecerdasan dan kepribadian anak. Peranan seorang ibu bagi anak-anaknya sangat
besar artinya, karena anak-anak lebih dekat hubungannya kepada ibu daripada
kepada ayahnya dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu seorang ibu harus
benar-benar berfungsi dalam menunaikan tugasnya, antara lain meliputi:
1) Pemeliharaan pendidikan anak-anak agar mereka menjadi anak yang
berguna dan menjadi anak yang shaleh.
2) Pembinaan pendidikan seorang Ibu terhadap anaknya merupakan
pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu,
seorang ibu hendaknya bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya.
Nyatalah betapa berat tugas seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur
rumah tangga. Baik buruknya pendidikan seorang ibu terhadap anaknya
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anaknya
dikemudian hari, karena ibu adalah seseorang yang pertama berkomunikasi
langsung dengan anaknya.
3) Pernyataan rasa kasih sayang dan perlindungan merupakan hal sangat
penting bagi anak untuk mengembangkan rasa percaya diri dan terhindar
dari rasa takut. Gelisah yang akan mengganggu perkembangan jiwa anak.
4) Peranan Ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah sumber dan pemberi
rasa kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat mencurahkan isi hati
pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pendidik dalam segi-segi
emosional.
Gambar 1
Pandangan dan Kepedulian Ibu kepada Anaknya
Ibu
peduli
Catatan:
Pandangan Ibu terhadap anaknya akan memberikan pengaruh secara
signifikan terhadap pola interaksi, bimbingan, penyikapan dan dukungan
terhadapnya. Lihat misalnya kasus Thomas Alfa Edison: Apakah yang
terjadi jika Ibunya juga beranggapan bahwa Edison itu bodoh, sebagaimana
dikatakan guru-guru disekolahnya.
c. Peran Ayah
Islam telah menegaskan bahwa Ayah adalah pemimpin keluarga.
Tugas pemimpin keluarga adalah member dan mengatur ke mana arah
biduk rumah tangga ini akan dituju. Dalam pendidikan anak, Ayah
menempati posisi yang sangat penting. Seorang Ayah tidak boleh
melepaskan tanggung awab mendidik anak kepada istrinya (Ibu) saja,
sedangkan Ia cukup menyibukkan diri dengan bekerja. Seorang Ayah tidak
cukup menyibukkan diri dengan bekerja. Dalam al-Quran, penanaman nilai-
nilai lebih banyak dilakukan oleh ayah. Hal ini mengisyaratkan pentingnya
kedudukan ayah dalam pendidikan anak. Wendi Zarman (2012: 8-9).
Peran ayah memegang peranan penting yang sangat penting pula
ayah sebagai kepala keluarga merupakan penanggung jawab dalam
perkembangan anak-anaknya, baik secara fisik maupun secara psikis.
Dengan demikian di samping memenuhi kebutuhan secara fisik seperti
makan, minum, sandang dan sebagainya, juga ayah aktif membina
perkembangan pendidikan anak. Hary Hoer Aly (1999:2). Anak
memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi prestasinya, berarti ayah
merupakan Pimpinan yang sangat patut dijadikan cermin bagi anaknya atau
dengan kata lain ayah merupakan figure yang terpandai dan berwibawa.
Dengan demikian, setiap perilaku ayah merupakan contoh dorongan bagi
anak untuk mengikutinya.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa dapat disimpulkan setiap
Orang tua perlu menyadari bahwa anak selalu membutuhkan perhatian dan
bimbingan orang tuanya, baik Ayah maupun Ibu, oleh karena itu setiap
25
orang tua harus mengerti betul ciri-ciri pertumbuhan yang dilalui oleh anak,
begitu pentingnya peran Ayah terhadap keluarga karena Ayah menjadi
pemimpin keluarga dan cerminan dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan
sehari-hari bagi anak, sehingga peran dan dorongan Ayah bagi anak sangat
dominan dan setiap perilaku Ayah memberikan pengaruh bagi anak untuk
mengikutinya.
e. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anak antara
lain:
1) Pembinaan Pribadi Anak
Setiap orang tua ingin membina anak agar menjadi anak yang baik
mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak
yang terpuji. Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup
anak. Setiap pengalaman yang dilalui anak, baik melalui penglihatan,
pendengaran maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan
pembinaan pribadinya.
Orang tua yang tidak sengaja tanpa di sadari mengambil suatu sikap
tertentu, anak melihat dan menerima sikap orang tuanya dan
memperhatikan suatu reaksi dalam tingkah lakunya yang dibiasakan,
sehingga akhirnya menjadi suatu pola kepribadian. Kepribadian orang tua,
sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak
langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang
sedang tumbuh. Di sini tugas orang tua untuk menjadi pembimbing
anaknya, supaya perkembangan anak yang dialami pada permulaan hidup
dapat berlangsung sebaik-baiknya, tanpa gangguan yang berarti.
Hubungan orang tua sesama anak sangat mempengaruhi pertumbuhan
jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang akan
membawa anak kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan mudah
dididik, karena anak mempunyai kesempatan yang baik untuk tumbuh
berkembang.
Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari
antara orang tua dan anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula
oleh adanya tanggung jawab yang benar sehingga sangat memungkinkan
pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar rasa cinta kasih sayang
yang murni, rasa cinta kasih sayang orang tua terhadap anaknya, tetapi
hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan
akan membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk,
karena anak tidak mendapat suasana yang baik untuk berkembang, sebab
selalu terganggu oleh suasana orang tuanya, dan banyak lagi faktor-faktor
tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi pembinaan pribadi
anak. Banyak pula pengalaman-pengalaman yang mempunyai nilai
pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan
oleh orang terhadap anak, baik melalui latihan-latihan atau pembiasaan,
semua itu merupakan unsur pembinaan pribadi anak.
28
5) Contoh Tauladan
Keteladanan adalah ruh pendidikan. Dengan keteladanan,
pendidikan menjadi bermakna dan tanpa keteladanan pendidikan hanyalah
suatu indoktrinasi dan kemunafikan. Wendi Zarman (2012: 167).
Suatu sikap keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif yang
dilaksanakan oleh orang tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses
29
pendisiplinan diri anak sejak dini, agar anak kelas terbiasa berbuat baik
sesuai dengan aturan dan norma yang ditetapkan di masyarakat berdasarkan
kaidah yang berlaku orang tua yang dapat memberi contoh tauladan yang
baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang mampu dan dapat
membimbing anak-anaknya ke jalan yang baik sesuai dengan yang
diharapkan.
Seorang anak pada dasarnya dilahirkan dalam kondisi putih bersih
laksana kertas. Melalui interaksi dengan lingkungannya seorang anak akan
belajar hidup. Baik interaksi melalui mata terhadap setiap peristiwa yang
dilihatnya, melalui telinga berdasarkan suara yang didengar juga melalui
panca indra lainnya seorang akan beraksi dan merespon. Orang tualah yang
menentukan coretan atau lukisan hidup seorang anak.
Menurut Nurul Afifah (2019: 122), Orang Tua harus memberikan
contoh dan penjelasan agar anak memahami manfaat dari apa yang
disampaikan. Namun bila hanya memberi contoh tanpa menerangkan
maksudnya, anak tidak akan mengerti mengapa ia harus bertingkah laku
baik. Anak hanya sekedar mengikuti orang tuanya sehingga terkadang
menjadi salah mengartikan contoh yang dilihat.
6) Ganjaran (reward)
Menurut Elizabeth B Hurlock (1978: 90) apapun bentuk
penghargaan yang digunakan, penghargaan itu harus sesuai dengan
perkembangan anak. Bila tidak, ia akan kehilangan efektivitasnya. Sebagai
contoh, sebelum anak mampu mengerti kata-kata, pujian hanya mempunyai
sedikit arti, kecuali bila disertai senyuman, pelukan atau bentuk komunikasi
nonverbal in digunakan bagi anak yang lebih besar, bentuk ini kurang
efektif dibandingkan kata-kata pujian.
Menurut Muhammad Sa’id Mursi dalam bukunya (2001: 97)
Memberikan dorongan kepada anak merupakan hal yang penting dengan
memperhatikan keseimbangan antara pemberian dorongan yang bersifat
materi dengan dorongan yang bersifat moral (non materi). Ganjaran yang
bersifat moral seperti pujian didepan orang lain memiliki peran yang besar
pula dalam memberikan dorongan kepada anak. diantara beberapa cara-
caranya adalah:
1. Berbicara dengan anak sesuai kemampuan akalnya
2. Memanggilnya dengan nama yang paling ia sukai
3. Menceritakan kisah-kisah
4. Hadiah dalam bentuk barang
5. Kalimat-kalimat yang baik
6. Memaafkannya apabila ia berbuat salah
7. Memuji dan menyanjungnya di depan orang lain
30
Disiplin secara umum menunjuk pada suatu gaya hidup di mana telah menjadi
internalisasi, transformasi, ideal-ideal keteraturan dan kendali diri; juga menunjuk
khusus pada suatu pendekatan, aliran, mencakup teknik yang berdasarkan dan
berorientasi kepada ideal-ideal dan berupaya mengajarkan atau
mentransformasikan gaya hidup dan budaya keteraturan dan kendali diri, atau
dengan kata lain suatu pembatasan latar dan penyediaan bimbingan dalam upaya
mendesakkan atau melatih perilaku arah diri dan bersosialisasi. Andi Mappiare
(2006: 90).
Secara etimologis disiplin berasal dari bahasa Inggris “disciple” yang berarti
pengikut atau penganut pengajaran, latihan dan sebagainya. Sedangkan secara
terminologi, disiplin berasal dari bahasa latin “Discipline” (yang berawal dari kata
“discipulus” yang berarti siswa atau murid).
Menurut Muchdarsyah (2000: 145-146) Disiplin dapat diartikan sebagai
sesuatu keadaan di mana seseorang tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan
yang ada dengan senang hati, latihan yang mengembangkan pengendalian diri,
watak, atau ketertiban dan efisiensi, kepatuhan atau ketaatan (obedience) terhadap
ketentuan dan peraturan pemerintah atau etik, norma dan kaidah yang berlaku
dalam masyarakat, penghukuman (punishment) yang dilakukan melalui koreksi dan
latihan untuk mencapai perilaku yang dikendalikan/control behavior.
Discipline is a tool for teaching responsibility. The ultimate goal of discipline
is self-discipline-the kind of self-control that underlies voluntary compliance with
expected standars. This is Discipline that is a mark of mature character and that a
civilized society expects of its citizens. John Goodlad, one of my former professors,
said that the first public purpose of schooling is to develop civility in the young.
Civility can only be achieved with self-discipline. Marvin (2007: 67).
Pakar psikologi Yaumil Agoes Achir maupun pakar pendidikan J. Drost dalam
Agus (2002: 83), sepakat bahwa penanaman nilai disiplin merupakan tugas orang
tua dalam keluarga yang akan dilanjutkan oleh institusi sekolah.
Charles schaefer dalam bukunya Muhaimin dkk (1996: 21), mengemukakan
pendapatnya bahwa disiplin itu adalah ruang lingkup setiap penyajian, bimbingan,
atau dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa.
Arti disiplin sesungguhnya adalah proses melatih pikiran dan karakter anak
secara bertahap sehingga menjadi seseorang yang memiliki control diri dan
berguna bagi masyarakat. Orang tua yang memahami hal ini menyadari betul
bahwa proses pendisiplinan adalah proses yang berjalan seiring waktu dan
memerlukan pengulangan serta pematangan kesadaran diri dari kedua pihak, yakni
anak dan orang tua. Ariesandi (2008: 231).
Disiplin adalah proses bimbingan yang bertujuan menanamkan pola perilaku
tertentu, kebiasaan - kebiasaan tertentu atau membentuk manusia dengan ciri-ciri
tertentu. Terutama, yang meningkatkan kualitas mental dan moral.
Jadi inti dari disiplin ialah membiasakan anak untuk melakukan hal-hal yang
sesuai dengan aturan yang ada dilingkungannya. Untuk itu disiplin dapat diartikan
32
secara luas. Disiplin dapat mencakup pengajaran, bimbingan atau dorongan yang
dilakukan orang tua kepada anaknya. Menerapkan disiplin kepada anak bertujuan
agar anak belajar sebagai mahluk sosial. Sekaligus, agar anak mencapai
pertumbuhan serta perkembangan yang optimal. Rose Mini (2011:7-8).
Menurut Erie Sudewo (2011: 101), harusnya disiplin dimiliki tiap orang.
Orang disiplin tidak gentar tidak ber-ISO. Siapa yang disiplin, pekerjaan cenderung
beres. Disiplin jadi bagian penting rapihnya pekerjaan, tertatanya jadwal serta jadi
cikal bakal lancarnya pekerjaan yang lain. Disiplin akan memotivasi pihak lain.
Karena disiplin memperlihatkan kualitas seseorang. Satu disiplin akan lahirkan
kedisiplinan lain.
Menurut Ariesandi (2008: 234), Jenis disiplin secara sederhana terbagi 2,
yaitu:
a. Proses pengajaran yang membangun harga diri atau biasa disebut “disiplin
positif”.
b. Proses pengajaran yang merusak harga diri/menggunakan rasa bersalah atau
biasa disebut “disiplin negatif”.
Jadi, ketika hendak menertibkan anak. Sebaiknya, selalu pertimbangkan
akibat jangka panjang yang bisa ditimbulkan dari sikap dan tindakan tersebut.
Bentuk-bentuk disiplin antara lain disiplin karena paksaan dan disiplin tanpa
paksaan. Disiplin dengan paksaan (otoriter) adalah pendisiplinan secara paksa,
anak harus mengikuti aturan yang telah ditentukan. Jika anak tidak melakukan
maka anak akan dihukum. Sedangkan disiplin tanpa paksaan (permisif) adalah
disiplin dengan membiarkan anak mencari batasan sendiri. Sutirna (2013: 115-
116).
Disiplin tidak bisa terbangun secara instan. Dibutuhkan proses panjang agar
disiplin menjadi kebiasaan yang melekat kuat dalam diri seorang anak. oleh karena
itu, penanaman disiplin harus dilakukan sejak dini. Tujuannya adalah untuk
mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan
persiapan bagi masa dewasa. Jika sejak dini sudah ditanamkan disiplin, mereka
akan menjadikannya sebagai kebiasaan dan bagian dari dirinya. Ngainun Naim
(2012: 143).
Menurut Sutirna (2013: 116), Tujuan disiplin pada anak terbagi atas tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu membuat
anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan bentuk perilaku yang pantas
dan tidak pantas bahkan yang masih asing bagi mereka. Tujuan jangka panjang
antara lain untuk membentuk perkembangan pengendalian diri, anak-anak dapat
mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar.
Tujuan awal dari disiplin ialah membuat anak terlatih dan terkontrol. Untuk
mencapai itu, orang tua harus mengajarkan kepada anak bentuk tingkah laku yang
pantas dan tidak pantas. Disiplin pada anak atau yang masih asing bagi anak.
Sampai pada akhirnya, anak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Ketika sudah
berdisiplin, anak dapat mengarahkan dirinya sendiri tanpa pengaruh atau pun
33
disuruh oleh orang lain. Dalam pengaturan diri ini berarti anak sudah mampu
menguasai tingkah lakunya sendiri dengan berpedoman pada norma-norma yang
jelas, standar-standar dan aturan-aturan yang sudah menjadi milik sendiri.
Disiplin juga mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam diri. Untuk
itu, orang tua harus secara aktif dan terus menerus melakukan pendisiplinan secara
bertahap dan mengembangkan pengendalian dan pengarahan diri sendiri kepada
anak.
Menurut E. Widijo Murdoko (2017: 22) kedisiplinan merupakan sikap mental
yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk membentuk pribadi-pribadi yang selalu
mempunyai komitmen dalam menjalankan suatu tindakan. Dengan kedisiplinan
maka anak akan belajar untuk menjadi pribadi yang dapat bertanggung jawab atas
dirinya sendiri. anak akan belajar untuk menghargai setiap waktu yang digunakan.
Dan lebih penting lagi, dengan kedisiplinan anak akan belajar untuk menetapkan
apa yang menjadi prioritas hidupnya.
2. Unsur-unsur Disiplin
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978: 84-89) dalam bukunya perkembangan
anak, mengemukakan bahwa:
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut
mungkin ditetapkan orang tua, guru atau teman bermain. Tujuannya
adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam
situasi tertentu. Fungsinya sebagai membantu anak menjadi makhluk
bermoral. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak
diinginkan.
b. Hukuman
Hukuman berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu
kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau
pembalasan. Fungsi hukuman adalah menghalangi, mendidik member
motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.
c. Penghargaan
Penghargaan berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang
baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa
kata-kata pujian, senyuman, atau tepukan di punggung. Fungsi
penghargaan adalah mempunyai nilai mendidik, motivasi untuk
mengulangi perilaku yang dsetujui secara sosial, memperkuat perilaku
yang disetujui secara sosial.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penghargaan
memiliki peran penting dalam disiplin, bukan berarti menggantikan
posisi hukuman.
34
3. Aspek-aspek Kedisiplinan
Menurut G.r Tery (1993: 218), mengatakan bahwa jenis untuk menciptakan
sebuah kedisiplinan yang akan dapat timbul baik dari diri sendiri maupun dari
perintah, yang terdiri dari:
a. Self Inposed Discipline yaitu disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar
kerelaan, kesadaran dan bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbul
karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa telah menjadi
bagian dari organisasi sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan
sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku.
b. Command Discipline yaitu disiplin yang timbul karena paksaan, perintah
dan hukuman serta kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan timbul karena
perasaan ikhlas dan kesadaran akantetapi timbul karena adanya
paksaan/ancaman dari orang lain.
Berdasarkan penjelasan aspek-aspek kedisiplinan di atas dapat
disimpulkan bahwa menciptakan kedisiplin harus dilandasi pengertian
yang intinya menanamkan kepatuhan yang didasarkan atas pemahaman dan
kesadaran, rasa tanggung jawab serta kesanggupan menguasai diri.
5. Konsep Salat
1. Pentingnya disiplin Salat
Disiplin salat akan terasa manfaatnya pada hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keTuhanan. Salat adalah ceriminan kedisiplinan dalam islam.
35
3. Hikmah Salat
Hikmah dari salat itu sendiri banyak dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an diantaranya
adalah:
a. Menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar seperti tersebut dalam surat Al
Ankabut ayat 45:
ﺼﻠﻮاة ان اﻟﺼﻠﻮاة ﺗﻨﻬﻰ ﻋﻦ اﻟْ َﻔ ْﺤ َﺸ ِﺎء َواﻟْ ُﻤْﻨ َﻜﺮ
َواَﻗِﻢ اﻟ ﱠ
Dan dirikanlah salat, karena sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji
dan munkar.
b. Memperoleh ketenangan jiwa sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ra’du ayat
28:
اﻟﱠ ِﺬﻳْ َﻦ َآﻣﻨُﻮا َوﺗَﻄْ َﻤﺌِ ﱡﻦ ﻗُـﻠُ ْﻮﻬﺑﻢ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮاﷲ اﻻﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮاﷲ ﺗَﻄْ َﻤﺌِ ﱡﻦ اﻟْ ُﻘﻠُ ْﻮب
(yaitu) orang-orang yang beriman dan merasa tenteram hati mereka karena mengingat
Allah. Ingatlah, sesungguhnya hanya dengan mengingat Allah lah hati akan menjadi
tenang.
a. Bagi jasmani
Mementingkan kesucian dan kebersihan. Salah satu syarat salat
adalah bersuci karena salat ditujukan kepada Allah yang Maha suci.Bersuci
dengan berwudhu, mandi dan lalin-lain sangat besar pengaruhnya bagi
kesehatan dan kesegaran tubuh, sehingga memungkinkan mencapai prestasi
kerja yang lebih baik. Menguatkan tubuh. Salat adalah latihan jasmani atau
senam. Gerakan dalam salat seperti berdiri, angkat tangan, ruku, tegak
kembali, sujud, duduk dan lain-lain adalah merupakan gerakan dasar dalam
olahraga. Gerakan tersebut sangat berpengaruh untuk menguatkan otot, urat,
persendian, melancarkan peredaran darah, dan lain-lain (M. Ardani, 2008:
22-23).
b. Bagi rohani
Semakin dekat seseorang kepada Tuhan dan semakin banyak
ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin mampu ia
menghadapi kesukaran dalam hidup. Salat merupakan cara-cara pelegaan
batin yang akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman jiwa bagi
orang-orang yang melakukannya. Zakiah Darajdjat (1982: 79).
Berdasarkan pengertian diatas, salat yang sempurna akan
memberikan dampak bagi seseorang. Diantara dampak positif dari segi
kesehatan juga ruhhaniyahnya.
3) Kemauan atau kehendak. Tanpa adanya kehendak yang kuat dari dorongan internal,
maka tidak ada motivasi untuk melaksanakan sesuatu dan mudah terpengaruh oleh
faktor eksternal.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin
dalam pelaksanaan salat dapat diartikan apabila sikap disiplin dalam menjalankan
ibadah salat 5 waktu dilaksanakan dengan memiliki rasa tanggung jawab yang
penuh terhadap kewajiban menjalankan perintah salat 5 waktu. Oleh karena itu
ketepatan salat 5 waktu ada kaitannya terhadap ketepatan waktu dalam
menjalankan hal-hal lain, semakin disiplin dalam melaksanakan salat maka
semakin disiplin dalam menjalankan aktivitas yang lain.
D. Kerangka Berpikir
Memberikan sentuhan seperti memberikan pelukan kepada anak sedikit banyak
akan mempengaruhi hasil pencapaian disiplin pelaksanaan salat anak. maka sangat
penting bagi Orang Tua terutama bagi Ibu yang bekerja dan Ibu Rumah Tangga
dalam mendidik harus mengetahui serta memiliki ilmu parenting yang dapat
membuat anak tumbuh menjadi anak yang baik dari segi ilmu umum maupun ilmu
agamanya terutama dalam hal ibadah salat 5 waktu.
Keberhasilan proses pencapaian disiplin salat 5 waktu yang berdampak pada
hasil yang baik tidak timbul dengan sendirinya, disamping dengan adanya kemauan
dan usaha anak untuk disiplin salat 5 waktu, hasil tersebut timbul dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang dapat membantu proses pencapaian disiplin salat 5
waktu. Salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin pelaksanaan salat 5 waktu
adalah pemberian sentuhan Ibu yang bekerja dan Ibu Rumah Tangga yang dalam
hal ini pemberian pelukan kasih sayang yang dapat mendorong anak untuk mau
melaksanakan salat 5 waktu. Meskipun faktor ini penting dan besar pengaruhnya
dalam meningkatkan pencapaian hasil salat 5 waktu anak, tetapi masih banyak Ibu
yang enggan mendidik anaknya menggunakan bentuk sentuhan kasih sayang
dengan alasan anak tidak perlu dibimbing dalam melaksanakan salat sejak usia SD
dan belum menyadari bahwa setiap anak bukan hanya mendapatkan kebutuhan
fisik melainkan juga kebutuhan non-fisik (seperti perhatian, empati dan kasih
sayang).
Tujuan pemberian sentuhan adalah untuk menunjang dan meningkatkan proses
pelaksanaan disiplin salat 5 waktu sehingga membuat hasil pencapaian salat 5
waktu menjadi maksimal. Apabila sentuhan (pelukan) kasih sayang yang diberikan
membuat nyaman dan mengajak anak bukan menyuruh maka didapati hasil disiplin
dalam pelaksanaan salat 5 waktu karena anak dapat merasakan kasih sayang dari
orang tuanya. Berdasarkan uraian di atas dapat diduga bahwa pengaruh sentuhan
antara Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) terhadap pelaksanaan
disiplin salat anak.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian kerangka pikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan hasil rata-rata pelaksanaan salat 5 waktu anak antara Ibu yang
bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) setelah dipeluk.
2. Terdapat perbedaan peningkatan hasil rata-rata pelaksanaan salat 5 waktu anak
antara anak sebelum dan sesudah mendapatkan pelukan pada Ibu yang bekerja dan
Ibu yang tidak Bekerja (IRT).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research (penelitian
lapangan), yaitu dengan tinjauan lapangan demi memperoleh data yang valid agar
kebenarannya dapat dipertanggung-jawabkan.
Bentuk Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif lapangan. Penelitian
kuantitatif sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari
hasilnya. Suharsimi Arikunto (2010:27).
Adapun sifat dari penelitian ini adalah bersifat pengaruh. Pendekatan yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan korelasional yang
bertujuan untuk menemukan ada atau tidaknya pengaruh. Arikunto (2010:270).
Penelitian ini didesain untuk mendapatkan informasi tentang pengaruh antara
variabel independent (bebas) dengan variabel dependent (terikat) dalam populasi.
Variabel bebas/ memengaruhi dalam penelitian ini ada dua yaitu :sentuhan
(pelukan) Ibu yang bekerja, sentuhan (pelukan) Ibu yang tidak bekerja (IRT).
Variabel terikat/dipengaruhi adalah pelaksanaan disiplin salat 5 waktu anak.
Pengaruh antar variabel tersebut dapat digambarkan dengan desain sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kelompok Pre Treatment Post
A O₁ O₂
X
B O₁ O₂
Keterangan :
A : Anak yang Ibunya bekerja
B : Anak yang Ibunya tidak bekerja (IRT)
X : Treatment (Pemberian Sentuhan (Pelukan) kepada anak bagi Ibu
yang bekerja dan tidak bekerja (IRT)
O₁ : Pre-Test (data hasil salat sebelum treatment)
O₂ : Post-Test (data hasil salat setelah treatment)
Desain ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok ibu yang bekerja dan
kelompok ibu yang tidak bekerja (IRT). Sebelum melakukan penelitian melakukan
pre test terlebih dahulu untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan disiplin salat anak
sebelum dipeluk. Setelah itu baru kelompok Ibu bekerja dan tidak bekerja (IRT)
diberi suatu perlakuan (Treatment) berupa sentuhan (pelukan) kepada anak. setelah
itu baru dapat diketahui apakah terdapat peningkatan hasil pelaksanaan disiplin
salat anak setelah dipeluk oleh Ibu yang bekerja dan tidak bekerja (IRT).
43
44
penelitian ini adalah siswa siswi kelas III dan IV tahun ajaran 2018/2019 sebanyak
9 kelas yang berjumlah 211 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sekelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian dari
populasi sehingga sifat dan karakteristik populasi juga dimiliki oleh sampel.
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat (2011: 124).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau
sekelompok dari sesuatu yang akan diteliti dan sudah mewakili semua populasi.
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan teknik stratified
random sampling atau sampling acak berstrata, yaitu proses memilih sampel
berdasarkan strata atau kelompok dalam suatu populasi. Prasetyo dan Jannah
(2011: 130).
Adapun penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berpedoman pada
rumus slovin pada margin kesalahan 10%. Riduwan (2009:65) sebagai berikut:
n = N
1+ Ne2
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = batas toleransi kesalahan
D. Sumber Data
Dalam pengumpulan bahan dan data yang akan digunakan dalam tesis ini
terdiri dari dua macam, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
a. Sumber primer penelitian ini adalah Siswa-siswi SD Islam Al-Ikhlas
Cipete. Sumber primer dapat dilakukan berupa hasil ceklist salat siswa
yaitu buku harian monitoring siswa di SD Islam Al-Ikhlas.
b. Sumber sekunder penelitian ini adalah orang tua siswa, guru kelas serta
kepala sekolah yang diperoleh melalui observasi, wawancara serta
literatur yang terkait dengan sentuhan (pelukan) ibu yang bekerja dan
tidak bekerja terhadap pelaksanaan disiplin salat 5 waktu anak.
46
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara. Sudijono (2009:301). Wawancara yang
digunakan adalah wawancara terpimpin (Duided Interview) yaitu wawancara yang
47
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Suharsimi Arikunto (2010:202). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil
peningkatan salat 5 waktu anak dalam penilitian ini berbentuk lembar observasi
yaitu daftar ceklist salat 5 waktu siswa melalui buku mentoring siswa SD Islam Al
Ikhlas. Sedangkan untuk mengukur pengaruh sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja
dan Ibu Rumah Tangga melalui wawancara dan kuesioner.
1. Variable Terikat
a. Definisi Konseptual
Kedisiplinan melaksanakan salat 5 waktu adalah suatu kepatuhan dan
kesanggupan menjalankan ibadah shalat dalam sehari semalam sebanyak lima kali
dan harus dikerjakan pada waktunya masing-masing dan tidak satupun yang
ditinggalkan yaitu salat subuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya’ yang timbul
karena penuh kesadaran, penguasaan diri dan rasa tanggung jawab.
b. Definisi Operasional
Pelaksanaan disiplin salat dalam penelitian ini adalah tentang anak dapat
melaksanakan salat 5 waktu dengan cara disiplin yang timbul dari diri sendiri
48
karena kesadaran bahwa salat adalah hukumnya wajib bagi umat islam.
Pelaksanaan disiplin salat 5 waktu dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:
a) Penguasaan diri (timbul dari diri sendiri karena kesadaran)
b) Memiliki rasa tanggung jawab
2. Variabel bebas
a. Definisi Konseptual
Sentuhan (pelukan) adalah sentuhan kasih sayang orang tua (Ibu) berikan yang
bertujuan untuk menjadikan hubungan yang jauh menjadi dekat, membuat rasa
marah menjadi rasa tenang dan membuat rasa takut menjadi rasa nyaman. Pelukan
orang tua (Ibu) merupakan tanda dari perasaan cinta atau kasih sayang maupun
penghargaan orang tua kepada anaknya.
Orang tua (Ibu) bekerja dalam penelitian ini adalah Ibu yang memiliki waktu
bekerja selama 8 jam diluar rumah. Sedangkan Ibu yang tidak bekerja adalah Ibu
Rumah Tangga yang memiliki waktu lebih lama dirumah bersama anak dari pagi –
malam hari.
b. Definisi Operasional
Sentuhan (pelukan) dalam penelitian ini adalah tentang perlakuan orang tua
(Ibu) yang memberikan sentuhan kasih sayangnya salah satunya dengan
memberikan pelukan kasih sayang kepada anak agar disiplin dalam melaksanakan
salat 5 waktu. cara memeluk yang diterapkan orang tua (Ibu) dalam menanamkan
disiplin salat yaitu dengan memberikan pujian kepada anak bahwa Ibu yakin,
anaknya akan menjadi anak yang rajin salat 5 waktu dan menjadi kebanggaan
orang tua. Kemudian Ibu memberikan arahan dengan mengomunikasikannya
dengan penuh kelembutan bahwa salat adalah kewajiban umat muslim , tentunya
dengan tata-cara salat yang baik dan benar.
Instrumen untuk mengukur pengaruh sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja dan
tidak bekerja dalam penelitian ini dikembangkan dalam bentuk angket/kuesioner.
Item-item yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan
indikator tentang pengaruh sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja dan tidak bekerja
terhadap pelaksanaan disiplin salat anak. setiap pertanyaan terdiri dari 2 alternatif
jawaban, untuk jawaban “ya” dan “tidak”.
c. Rancangan/kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi Instrumen adalah sebuah tabel yang menunjukkan hubungan antar
hal-hal yang disebutkan dalam kolom. Kisi-kisi Instrumen menunjukkan kaitan
antara variabel yang diteliti dengan sumber data, darimana data akan diambil,
metode yang akan di gunakan dan instrumen yang akan disusun. Suharsimi
Arikunto (2010:71).
Jadi, Instrumen penelitian adalah suatu gambaran pokok yang dilakukan
peneliti untuk memperoleh data melalui kolom atau tabel yang telah dibuat untuk
memperjelas alat dan sekaligus item yang digunakan dalam penelitian.
49
Adapun metode dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari kisi-kisi umum dan kisi-kisi khusus:
a. Kisi-kisi umum adalah kisi-kisi yang disebut untuk menggambarkan semua
variabel yang akan diukur, dilengkapi dengan semua kemungkinan responden,
semua metode dan instrumen yang dipakai.
b. Kisi-kisi khusus adalah kisi-kisi yang dibuat untuk menggambarkan rancangan
butir-butir yang akan disusun untuk suatu instrumen.
Peneliti menyusun sebuah rancangan instrumen berupa kisi-kisi agar dapat
menunjukkan pengaruh sentuhan (pelukan) Ibu terhadap pelaksanaan disiplin salat
anak. Pernyataan-pernyataan dalam mengukur sentuhan (pelukan) Orang Tua (Ibu
yang bekerja) dan Ibu yang tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga) menggunakan skala
dikotomi dengan memberikan nilai “Ya” atau “Tidak”. Skala penelitian konstruksi
item dapat dilihat pada kisi-kisi sebagai berikut:
Tabel 3.2:
Kisi-kisi Umum
No Variabel
Responden Metode Instrumen
Penelitian
1 Variabel Terikat Siswa-siswi
Cheklist
(Pelaksanaan kelas III dan
salat
Disiplin Salat) IV SD
melalui
Islam Al- Observasi
buku
Ikhlas tahun
monitoring
ajaran
siswa
2018/2019
2 Variabel Bebas
Orang tua Kuesioner
(Sentuhan
karier (Ibu dan Pernyataan
(pelukan) Ibu yang
bekerja) wawancara
bekerja)
3 Variabel Bebas Orang tua
(Sentuhan murni (Ibu
(pelukan) Ibu yang tidak Kuesioner
tidak bekerja) bekerja) dan Pernyataan
yaitu Ibu wawancara
Rumah
Tangga
50
Tabel 3.3:
kisi-kisi khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel
No Indikator Nomor Soal Item
Penelitian
1 Variabel Volume Ibu bekerja serta peran 1, 2, 3, 15, 8
Bebas Ibu dalam mendidik anak 18,19, 38, 44,
(Pelukan Ibu
yang bekerja Aktivitas Ibu bersama anak 4, 9, 26 3
terhadap ketika di rumah
disiplin salat
anak) Intensitas waktu pada saat Ibu 6, 7, 8, 24 4
memeluk anak
11, 12, 13, 21, 6
Pentingnya pelukan bagi anak 24, 30,
Dari pengertian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, validitas adalah
alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan suatu gejala yang sebenarnya
yaitu valid atau tidak valid. Kevalidan penelitian dapat dilihat dengan
menggunakan rumus product moment.
Untuk menguji validitas butir instrumen, dilakukan uji coba instrumen kepada
58 Orang Tua diluar sampel penelitian. Validitas butir pernyataan instrument
didasarkan atas uji korelasi product momentPearson, yaitu melihat korelasi antara
skor butir instrument dengan skor total seluruh butir instrument yang bersangkutan.
r hitung > r tabel berarti butir soal tersebut dinyatakan valid.
Hasil uji validitas instrumen sentuhan (pelukan) Ibu yang Bekerja yang telah
peneliti lakukan terdapat pada tabel seperti berikut:
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
rxy =
[N ∑ X 2
− (∑ X )
2
][N ∑ Y 2
−(∑ Y )
2
]
Keterangan:
r xy : Angka Indeks korelasi “r” product moment
N : Number of cases
∑ XY : Jumlah hasil perkalian skor X dan skor Y
bekerja maka diketahui bahwa, hasil pengujian validitas dari 45 butir pernyataan
instrumen sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja variabel didapatkan 22 butir
pernyataan yang valid yaitu nomor 1,2, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 19, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 40, 41, 43, 44. dan 23 pernyataan yang tidak valid yaitu nomor 4, 5, 9,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20, 21 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 29, 42, 45.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa soal-soal yang valid tersebut dapat
digunakan sebagai alat pengumpulan data pada sampel kelompok penelitian, karena
telah memenuhi syarat untuk melakukan penelitian, sehingga soal-soal tersebut
dapat digunakan sebagai penelitian.
Tabel 3.4
Hasil Uji Reliabilitas Variabel sentuhan (pelukan) Ibu yang bekerja
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0,862 45
55
Sumber: Data primer yang diolah menggunakan SPSS pada tanggal 6 Februari
2019
Sumber: Data primer yang diolah menggunakan SPSS pada tanggal 6 Februari
2019
56
a. Mendeskripsikan data
1) Rata-rata
Nilai rata-rata dapat dirumuskan dengan :
=
2) Standar deviasi
Sandar deviasi atau penyimpangan standar didasarkan pada konsep penyimpangan
yang diakarkan dari rata-rata. Rumus standar deviasi adalah sebagai berikut:
s=
Keterangan :
S = Standar populasi deviasi
Xl = Rata-rata dari populasi
n = Banyak data populasi ataupun sebuah sampel
f = Frekuensi
3) Modus
Modus adalah nilai pada tabel distribusi frekuensi yang kemunculannya tertinggi
4) Median
Median adalah merupakan indeks dari kecenderungan terpusat (central tendency),
jika sebuah angka menempati posisi tengah dalam tiap distribusi yang telah
diurutkan.
57
5) Histogram
Histogram dibangun oleh baris-baris yang lebarnya saling bersinggungan antar
interval kategori variabel dan tingginya menyatakan frekuensi. (Arikunto dan
Safrudin. 2013 . 111-115).
1) Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk melihat sampel-sampel yang diambil
mempunyai data yang berdistribusi normal atau tidak. Uji norrnalitas yang sering
digunakan dalam program SPSS versi 20 yaitu uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu
untuk mengetahui apakah data sampel yang diperoleh dari populasi tersebut
berdistribusi normal atau tidak. Adapun dasar pengambilan keputusan
Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
1) Jika Sig. > 0,05 maka data berdistibusi normal
2) Jika Sig. < 0,05 maka data tidak berdistibusi normal
(Siregar, 256)
Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut:
H ̥ : Data berasal dari populasi yang terdistribusi
normal
Ha : Data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi
normal
Pengujian hipotesis kriteria untuk menolak atau menerima Ho berdasarkan
P-value adalah sebagai berikut:
Jika P-value < α, maka H ̥ ditolak.
Jika P-value > α, maka H ̥ diterima.
Program SPSS digunakan istilah significance (disingkat Sig) untuk P-value
dengan kata lain P-value= Sig.
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian
populasi adalah sama atau tidak. Asumsi yang mendasari dalam analisis varians
uji-t adalah bahwa varian dari populasi adalah sama dengan menggunakan uji
levene statistic pada SPSS versi 20. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai
signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih
kelompok data adalah sama, dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Jika Sig. > 0,05 maka data homogen
58
c. Pengujian Hipotesis
1. Uji hipotesis pertama dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji t Sampel
Independen. Adapun ketentuannya aadalah sebagai berikut:
a. Taraf signifikasi (α) = 0,05 atau 5%
b. Kriteria yang digunakan dalam uji-t adalah:
Ho diterima apabila Sig > 0,05 atau t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel
Ho ditolak apabila Sig < 0,05, atau t-hitung > t-tabel
2. Uji hipotesis kedua dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji t sampel
Independen. Adapun ketentuannya aadalah sebagai berikut:
a. Taraf signifikasi (α) = 0,05 atau 5%
b. Kriteria yang digunakan dalam uji-t adalah:
Ho diterima apabila Sig > 0,05 atau t-tabel ≤ t-hitung ≤ t-tabel
Ho ditolak apabila Sig < 0,05, atau t-hitung > t-tabel
η² = t̥
t ̥ + db
Keterangan:
t̥ : t hitung
db : derajat bebas
tabel 3.6
Kriteria Effect Size
Nilai effect size Kriteria
0,01 < r² ≤ 0,09 Efek kecil
0,09 < r² ≤ 0,25 Efek sedang
r² > 0,25 Efek besar
59
I. Hipotesis Statistik
Hipotesis Pertama
1. Ho : μ₁ ≡ μ₂
Ha : μ ₁ ≠ μ₂
Artinya:
Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil pelaksanaan salat 5
waktu anak antara Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja ( IRT)
setelah perlakuan (dipeluk).
Ha : Terdapat perbedaan hasil pelaksanaan salat 5 waktu anak
antara Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja ( IRT) setelah perlakuan
(dipeluk).
Hipotesis Kedua
2. Ho : μ₁ ≡ μ₂
Ha : μ ₁ ≠ μ₂
Artinya:
Ho : Tidak terdapat perbedaan peningkatan hasil rata-rata pelaksanaan salat 5
waktu anak sebelum dan sesudah ada perlakuan (dipeluk) Ibu yang bekerja
dan Ibu yang tidak bekerja (IRT).
Ha : Terdapat perbedaan peningkatan hasil rata-rata pelaksanaan salat 5 waktu
anak sebelum dan sesudah ada perlakuan (dipeluk) Ibu yang bekerja dan
Ibu yang tidak bekerja (IRT).
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
1. Deskripsi Karakteristik Responden
Pada penelitian ini responden diteliti berdasarkan jenis kelamin, pendidikan
dan umur responden.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin
Tabel 4.1
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1. Laki-laki 28 42,3 %
2. Perempuan 38 57,7%
Jumlah 66 100%
Tabel di atas menunjukkan responden yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 28 orang dan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah
38 orang. Dengan demikian responden berjenis kelamin kelamin perempuan
lebih dominan.
60
61
100,61; median = 111,00; modus= dan simpangan baku = 33,332. Adapun penjelasan
secara sistematis melalui SPSS dapat dilihat berikut:
Tabel 4.5
Hasil salat Anak sebelum dipeluk Ibu yang Bekerja
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 100.61
Std. Error of Mean 5.802
Median 111.00
Mode 111
Std. Deviation 33.332
Variance 1.111E3
Range 121
Minimum 29
Maximum 150
Sum 3320
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 8 Maret 2019
Diperoleh histogram skor hasil salat anak sebelum dipeluk Ibu yang
Bekerja dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.1
Tabel 4.6
Hasil Salat Anak sesudah dipeluk Ibu yang Bekerja
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 130.24
Std. Error of Mean 4.123
Median 142.00
Mode 150
Std. Deviation 23.687
Variance 561.064
Range 80
Minimum 70
Maximum 150
Sum 4298
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 8 Maret 2019
Diperoleh histogram skor hasil salat anak sesudah dipeluk Ibu yang Bekerja
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.2
c. Hasil Pelaksanaan Salat Anak sebelum mendapatkan pelukan Ibu yang Tidak
Bekerja (IRT)
Data tentang hasil pelaksanaan salat anak sebelum dipeluk Ibu yang tidak
bekerja (IRT) dijabarkan sebagai berikut. Rentang skor yang diperoleh adalah
64
121,00; dengan skor minimum = 29,00; dan skor maksimum = 150,00; sedangkan
rata-rata (mean) =89,42; median =96,000; modus = 29 ͣ dan simpangan baku =
33,059. Adapun penjelasan secara sistematis melalui SPSS dapat dilihat berikut:
Tabel 4.7
Hasil salat Anak sebelum dipeluk Ibu yang Tidak Bekerja (IRT)
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 89.42
Std. Error of Mean 5.755
Median 96.00
a
Mode 29
Std. Deviation 33.059
Variance 1.0933
Range 121
Minimum 29
Maximum 150
Sum 2951
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 8 Maret 2019
Diperoleh histogram skor hasil salat anak sebelum dipeluk Ibu yang tidak
Bekerja (IRT) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.3
d. Hasil Pelaksanaan Salat Anak sesudah mendapatkan pelukan Ibu yang tidak
Bekerja (IRT)
Data tentang hasil pelaksanaan salat anak sesudah dipeluk Ibu yang tidak
bekerja (IRT) dijabarkan sebagai berikut. Rentang skor yang diperoleh adalah
96,00; dengan skor minimum = 54,00; dan skor maksimum = 150,0; sedangkan rata-
rata (mean) = 109,3636; median =121,00; modus = 150,0 dan simpangan baku =
31,53254. Adapun penjelasan secara sistematis melalui SPSS dapat dilihat berikut:
65
Tabel 4.8
Hasil salat Anak sesudah dipeluk Ibu yang Tidak Bekerja (IRT)
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 113.58
Std. Error of Mean 4.902
Median 121.00
Mode 150
Std. Deviation 28.163
Variance 793.127
Range 96
Minimum 54
Maximum 150
Sum 3748
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 8 Maret 2019
Diperoleh histogram skor hasil salat anak sesudah dipeluk Ibu yang tidak
bekerja (IRT) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.4
e. Hasil selisih (Post – Pre Test) pelaksanaan salat anak pada Ibu yang tidak
bekerja (IRT)
66
Data tentang hasil selisih (post- pre test) pelaksanaan salat pada Ibu yang
tidak bekerja (IRT) dijabarkan sebagai berikut. Rentang skor yang diperoleh adalah
78; dengan skor minimum = 0 ; dan skor maksimum = 78 ; sedangkan rata-rata
(mean) =24,15; median =17,00 ; modus =11 dan simpangan baku =19,386. Adapun
penjelasan secara sistematis melalui SPSS dapat dilihat berikut:
Tabel 4.9
Post – Pre test Ibu Rumah Tangga
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 24.15
Std. Error of Mean 3.375
Median 17.00
Mode 11
Std. Deviation 19.386
Variance 375.820
Range 78
Minimum 0
Maximum 78
Sum 797
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 13 Maret 2019
Diperoleh histogram skor hasil (post- pre test) pelaksanaan salat pada Ibu
yang tidak Bekerja (IRT) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.5
f. Hasil selisih (Post – Pre Test) pelaksanaan salat anak pada Ibu yang bekerja
Data tentang hasil selisih (post- pre test) pelaksanaan salat pada Ibu yang
bekerja dijabarkan sebagai berikut. Rentang skor yang diperoleh adalah 83; dengan
skor minimum = 0; dan skor maksimum = 83 ; sedangkan rata-rata (mean) = 29,64 ;
median = 23,00 ; modus = 0 dan simpangan baku = 19,734. Adapun penjelasan
secara sistematis melalui SPSS dapat dilihat berikut:
67
Tabel 4.10
Post – Pre test Ibu Bekerja
Statistics
N Valid 33
Missing 0
Mean 29.64
Std. Error of Mean 3.435
Median 23.00
Mode 23
Std. Deviation 19.734
Variance 389.426
Range 83
Minimum 0
Maximum 83
Sum 978
Sumber:Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada 28 Februari 2019
Diperoleh histogram skor hasil (post- pre test) pelaksanaan salat pada Ibu
yang Bekerja dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.6
2. Uji Homogenitas
Selain uji normalitas salah satu syarat yang perlu dilakukan dalam
menganalisis data dengan menggunakan analisis uji T Paired dan uji T Sample
Independent untuk mengetahui apakah antar populasi bersifat homogen.
Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah sama, dengan
dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
a. JIka Sig. > 0,05 maka data homogen
b. Jika Sig.< 0,05 maka data tidak homogen
Ringkasan hasil perhitungan uji homogenitas masing-masing kelompok
sampel dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
69
Tabel 4.12: Hasil Uji Homogenitas pada hasil salat anak berdasarkan
Ibu yang bekerja dan Ibu tidak bekerja (IRT)
Test of Homogeneity of Variance
Tabel 4.13: Hasil Uji Homogenitas pada hasil salat anak berdasarkan sebelum
dan sesudah mendapatkan pelukan
Test of Homogeneity of Variance
Tabel 4.14: Hasil Uji Homogenitas pada hasil selisih (peningkatan) nilai salat
berdasarkan pelukan
Selisih nilai salat
Test of Homogeneity of Variance
D. Pengujian Hipotesis
Sesudah uji normalitas, uji homogenitas dan uji t dilakukan, data penelitian
berdistribusi normal mempunyai varians yang homogen. Maka dapat dilakukan
pengujian hipotesis penelitian. Hipotesis dapat dikatakan sebagai jawaban
sementara atas permasalahan yang dirumuskan. Maka dari itu, pengujian hipotesis
diperlukan untuk menjawab kebenaran tersebut secara empirik.
Data hasil pelaksanaan disiplin salat anak dihitung dengan menggunakan uji
Independent sample test. Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Tabel 4.15: Hasil rata-rata salat anak setelah mendapat pelukan dari
ibu bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT)
Group Statistics
Berdasarkan Tabel di atas jika dibandingkan skor rata-rata hasil salat anak
setelah mendapat pelukan antara ibu yang bekerja lebih tinggi dibandingkan skor
rata-rata hasil salat anak pada Ibu yang tidak bekerja (IRT). Adapun uji
hipotesisnya bisa dilihat di tabel sebagai berikut:
71
Tabel 4.16: Hasil Uji Hipotesis pelaksanaan disiplin salat anak setelah
mendapatkan pelukan dari Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja
(IRT)
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
4. Memberikan arahan dengan komunikasi yang baik serta penuh kelembutan bahwa
salat adalah kewajiban setiap umat muslim.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pelukan Ibu yang
bekerja lebih berpengaruh daripada Ibu yang tidak bekerja. Hal ini diperkuat
berdasarkan hasil wawancara bahwa ada perasaan rindu Ibu yang bekerja terhadap
anaknya karena keterbatasan waktunya, dengan waktu yang terbatas itu ada waktu
dan momen yang berkualitas bagi Ibu yang bekerja dengan anaknya.
2. Hipotesis Kedua: Perbedaan peningkatan hasil salat anak pada Ibu yang
bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) sebelum dan sesudah mendapatkan
pelukan.
Secara keseluruhan data yang diperoleh dari perhitungan Independent sample
T-Test menunjukan bahwa peningkatan hasil salat anak pada Ibu yang bekerja
sebelum dan setelah mendapatkan pelukan memiliki skor rata-rata 29,64 dengan
simpangan baku 19,734 sedangkan hasil salat anak pada Ibu yang tidak bekerja
(IRT) sebelum dan setelah mendapatkan pelukan memiliki skor rata-rata 24,15
dengan simpangan baku 19,386. Adapun keterangan lengkapnya dapat dilihat
dalam Tabel berikut:
Tabel 4.17:
Hasil rata-rata salat anak sebelum dan sesudah mendapatkan pelukan pada
ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT)
Group Statistics
Berdasarkan Tabel di atas jika dibandingkan skor rata-rata hasil salat anak
sebelum dan setelah mendapat pelukan antara ibu yang bekerja lebih meningkat
dibandingkan skor rata-rata hasil salat anak pada Ibu yang tidak bekerja (IRT).
Adapun uji hipotesisnya bisa dilihat di tabel sebagai berikut:
73
Tabel 4.18:
Hasil Uji Hipotesis perbedaan peningkatan hasil salat anak sebelum dan
sesudah dipeluk ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT)
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Std.
Interval of the
Mean Error
Difference
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t Df tailed) ce ce Lower Upper
Nilai Equal variances assumed .065 .799 1.139 64 .049 5.485 4.816 -4.135 15.105
Equal variances not 63.98
1.139 .049 5.485 4.816 -4.135 15.105
assumed 0
Sumber: Data primer yang diolah menggunakan aplikasi SPSS pada tanggal 11 Maret 2019
Hasil perhitungan Uji-T independent Sample untuk hasil salat anak antara
Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) sebelum dan setelah
mendapatkan pelukan bahwa nilai Sig.(2-tailed) sebesar 0,049 < 0,05, karena nilai
Sig. (2-tailed) sebesar 0,049 lebih kecil 0,05 maka dapat disimpulkan hipotesis nol
(Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Hal ini membuktikan bahwa
terdapat perbedaan peningkatan antara nilai rata-rata salat anak sebelum dan setelah
mendapat pelukan dari ibu bekerja dan IRT karena nilai Sig 2-tailed 0.049 < 0.05.
Besarnya pengaruh hasil salat anak pada Ibu yang bekerja dan Ibu yang
tidak bekerja (IRT) sebelum dan sesudah medapatkan pelukan sebesar 0,019868
(1,986%) atau effect size tergolong sedang.
Dengan demikian, mengacu pada data di atas dapat disimpulkan bahwa cara
sentuhan kasih sayang seperti pelukan Ibu dapat merubah hal-hal baik yang
diharapkan Ayah dan Ibu, contoh dalam hal pelaksanaan disiplin salat anak. Hasil
temuan diperkuat berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa Ibu yang bekerja
maupun Ibu yang tidak bekerja (IRT) mengatakan bahwa sebelum melakukan
treatment ini yaitu memeluk anak, biasanya Ibu hanya memerintah anak salat
hanya berupa nasehat saja. Namun, setelah melakukan dengan sentuhan kasih
sayang yaitu peluk-cium, anak tersebut menunjukkan perubahan yang berarti.
Artinya memerintah anak dengan cara sentuhan kasih sayang seperti memeluk
dengan dorongan memberikan pemahaman salat dan mengajak anak untuk wudhu
bersama dan salat berjama’ah lebih mudah.
74
g. Sebelum Sentuhan Kasih Sayang Ibu yang Bekerja dan Ibu tidak bekerja
(IRT)
Skor variabel sebelum sentuhan kasih sayang Ibu yang bekerja dan Ibu
yang tidak bekerja (IRT) dikumpulkan melalui metode angket dengan skala
dikotomi yaitu ya atau tidak yang terdiri dari 45 butir pernyataan.
Skor variabel sebelum sentuhan kasih sayang Ibu yang bekerja dan Ibu
yang tidak bekerja (IRT) jika disajikan pada tabel dengan presentase adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.19
Presentase hasil kuesioner sebelum sentuhan (Pelukan)
Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) terhadap
pelaksanaan disiplin salat anak
Skor
No Responden N Jumlah Soal Presentase
total
1 Ibu Bekerja 33 45 1304 87,81
2 Ibu tidak bekerja (IRT) 33 45 1268 85,38
Sumber: Hasil Kuesioner kepada Ibu yang bekerja dan Ibu tidak Bekerja (IRT) di SD
Islam Al-Ikhlas pada 8 Juni 2018
h. Setelah Sentuhan Kasih Sayang Ibu yang Bekerja dan Ibu tidak bekerja
(IRT)
Skor variabel setelah sentuhan kasih sayang Ibu yang bekerja dan Ibu yang
tidak bekerja (IRT) dikumpulkan melalui metode angket dengan skala dikotomi
yaitu ya atau tidak yang terdiri dari 45 butir pernyataan.
Skor variabel setelah sentuhan kasih sayang Ibu yang bekerja dan Ibu yang
tidak bekerja (IRT) jika disajikan pada tabel dengan presentase sebagai berikut:
75
Tabel 4.20
Presentase hasil kuesioner setelah sentuhan (Pelukan)
Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT) terhadap
pelaksanaan disiplin salat anak
Jumlah Skor
No Responden N Presentase
Soal total
1 Ibu Bekerja 33 45 1412 95,08
2 Ibu tidak bekerja (IRT) 33 45 1403 94,47
Sumber: Hasil Kuesioner kepada Ibu yang bekerja dan Ibu tidak Bekerja (IRT) di SD
Islam Al-Ikhlas pada 22 Desember 2018
dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan peningkatan antara nilai
rata-rata salat anak sebelum dan setelah mendapat pelukan dari ibu bekerja dan IRT
karena nilai Sig 2-tailed 0.049 < 0.05. Sedangkan pada hasil perhitungan yang
diperoleh dari nilai selisih mean hasil salat anak pada ibu yang bekerja sebesar
29,64. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai selisih mean hasil salat anak pada
ibu yang tidak bekerja (IRT) 24,15 melalui buku harian monitoring siswa.
Besarnya pengaruh hasil salat anak pada Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak
bekerja (IRT) sebelum dan sesudah medapatkan pelukan sebesar 0,019868
(1,986%) atau effect size tergolong sedang.
Dengan demikian berdasarkan hasil perhitungan pelaksanaan salat anak
sebelum dan sesudah dipeluk Ibu yang bekerja lebih meningkat dibandingkan hasil
salat anak sebelum dan sesudah dipeluk Ibu yang tidak bekerja (IRT).
Berdasarkan hasil temuan satu dan temuan dua, hal-hal tersebut didukung
dengan hasil kuesioner tentang pengaruh sentuhan (pelukan) Ibu terhadap
pelaksanaan disiplin salat anak yang menunjukkan persentase lebih besar yaitu
sebesar 95,08 % pada Ibu yang bekerja dibandingkan persentase pada Ibu yang
tidak bekerja (IRT) sebesar 94,47 %. Hasil wawancara kepada responden yang
menyatakan bahwa Ibu yang bekerja memiliki waktu yang tidak lama bersama
anak setiap harinya di rumah. Mereka menghabiskan waktu bekerja di luar rumah
selama kurang lebih dari 8 jam hingga 10 jam. Mengingat waktu yang terbatas,
timbul rasa rindu Ibu yang bekerja terhadap anaknya yaitu ingin selalu memeluk
anak setiap harinya, maka timbul-lah pernyataan bahwa dengan kesibukan ibu
yang bekerja selalu menginginkan untuk meluangkan waktu yang lebih lama
bersama anaknya, sehingga Ibu yang bekerja selalu berusaha mendidik anaknya
dengan baik dan penuh kasih sayang. Salah satunya adalah selalu menyempatkan
memeluk anaknya setiap hari. Hal tersebut mereka lakukan pada pagi hari yaitu
saat bangun tidur, ketika akan berangkat ke sekolah, dan malam hari saat pulang
bekerja dan sebelum tidur.
Hal tersebut sejalan dengan teori menurut Wendi Zarman (2012: 5) dalam
bukunya bahwa secara nurani, seorang Ibu yang bekerja tidak mungkin dapat
memungkiri perasaan bersalahnya karena tidak dapat memberi perhatian penuh
kepada anaknya. apalagi bila anaknya masih terhitung balita. Hal ini karena
memang fitrah seorang Ibu yang telah Allah karuniakan dalam dirinya telah
tertanam sifat penyayang terhadap anak.
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa responden yaitu Ibu yang
bekerja bahwa Ibu yang bekerja memiliki visi-misi yang sama dengan suami dalam
hal mendidik anak terutama dalam hal Ibadah. Artinya Istri yang bekerja selalu
mendapatkan dukungan penuh dari Suami dalam hal mendidik anak, sehingga Ibu
yang bekerja tidak pernah merasa terbebani dalam hal mendidik anak karena suami
juga ikut mendukung dan ikut berperan.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa Ayah Ibu adalah
menjadi pendidik utama yang pertama untuk anak. tidak hanya Ibu, tetapi ayah juga
mempunyai andil. Hal tersebut penting, karena Ayah Ibu yang dekat dengan
77
anaknya akan lebih mudah untuk memasukkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
positif lainnya serta hasil salat 5 waktu anak.
Hal tersebut sejalan dengan teori yang menyebutkan bahwa peran ayah
memegang peranan penting yang sangat penting pula. Ayah sebagai kepala
keluarga merupakan penanggung jawab dalam perkembangan anak-anaknya, baik
secara fisik maupun secara psikis. Dengan demikian di samping memenuhi
kebutuhan secara fisik seperti makan, minum, sandang dan sebagainya, juga ayah
aktif membina perkembangan pendidikan anak (Hary Hoer Aly, 1999:2). Anak
memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi prestasinya, berarti ayah
merupakan Pimpinan yang sangat patut dijadikan cermin bagi anaknya atau dengan
kata lain ayah merupakan figure yang terpandai dan berwibawa. Dengan demikian,
setiap perilaku ayah merupakan contoh dorongan bagi anak untuk mengikutinya.
Berdasarkan hasil kuesioner, hasil wawancara serta hasil salat anak yang
telah dijelaskan diatas dapat ditentukan oleh:
Pertama, Teladan. Berdasarkan hasil wawancara kepada Responden yaitu
Ibu yang bekerja maupun Ibu yang tidak bekerja (IRT) mengatakan bahwa Ibu
yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja (IRT) mempunya peran terhadap
pelaksanaan salat 5 waktu anak. Diperoleh temuan bahwa Responden berusaha
memberikan contoh dan teladan terlebih dahulu dengan cara mengajak anak wudhu
bersama dan salat berjamaah, tentunya memberikan penjelasan dan pemahaman
istilah-istilah yang mudah dipahami anak tentang salat serta fungsinya bahwa salat
adalah kewajiban, dan selalu mengingatkan anak pada saat azan berkumandang
sudah waktunya untuk salat.
Konteks ini sependapat dengan yang disebutkan oleh Nurul Afifah (2019:
122), orang tua harus memberikan contoh dan penjelasan agar anak memahami
manfaat dari apa yang disampaikan, namun bila hanya memberi contoh tanpa
menerangkan maksudnya, anak tidak akan mengerti mengapa ia harus bertingkah
laku baik. Anak hanya sekedar mengikuti orang tuanya sehingga terkadang menjadi
salah mengartikan contoh yang dilihat.
Hal tersebut diperkuat dengan teori yang menyebutkan bahwa orang tua
merupakan teladan bagi anak-anaknya. anak-anak yang sering melihat orang tuanya
berdzikir, bertahlil, bertahajud, bertasbih dan bertakbir akan meniru uacapan
tersebut dari orang tuanya. Ajaran islam mendorong umatnya, orang tua, agar terus
meningkatkan ketakwaan kepada Allah, menjadi teladan bagi anaknya dalam hal
Agama, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, akhlak, perangai dan tutur kata
(Abdullah dan safarina, 2016: 142).
Hal ini menunjukkan dalil Agama adalah benar dapat dibuktikan secara
empiris bahwa anak-anak perlu diarahkan untuk mengidolakan atau meneladani
Nabi Muhammad serta orang-orang terbaik yang mengikuti teladannya seperti para
Ulama dan Mujahidin. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab:21:
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (Qs: Al-Ahzab:21)
78
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Nailul Falah (2004) yang berjudul
Aplikasi teori Modeling dalam pembinaan salat pada anak. Dalam jurnalnya
dijelaskan bahwa, salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengajarkan
salat kepada anak-anak adalah dengan mengaplikasikan teori modeling, pembinaan
salat pada anak hendaknya disesuaikan dengan perkembangan jiwa agama anak
dan kemampuan intelektualnya. Dengan menggunakan pendekatan teori modeling,
ibadah salat dapat diajarkan kepada anak-anak sejak dini dengan menjadikan orang
tua dan atau guru sebagai model atau suri tauladan.
Kedua, Lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara, salah satu faktor
pendukung bagi responden dalam hal mendidik Anak terutama pelaksanaan salat 5
waktu adalah lingkungan keluarga yaitu mendapat support atau dukungan penuh
dari Suami. Suami-Istri yang memiliki visi yang sama dalam mendidik anak-anak
agar disiplin salat 5 waktu. Tentunya keduanya sama-sama konsisten saling
mengingatkan anak untuk salat. Juga pengenalan dan penanaman salat kepada anak
sejak TK secara perlahan. Sebagai contoh, posisi Ibu yang bekerja dalam
mengingatkan salat bisa digantikan dengan posisi Suami, Nenek, Kakek maupun
ketika di rumah. Terdapat masjid yang tidak jauh letaknya dari rumah, sehingga
terdengar jelas pada saat adzan. Pendidikan di sekolah Islam yang selalu
membiasakan salat sunnah (Qobliyah, Ba’diyah dan Dhuha) maupun salat wajib di
sekolah.
Hal ini didukung berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD
Islam Al Ikhlas bahwa visi misi sekolah adalah ingin melahirkan jiwa pemimpin,
cerdas dan berakhlakul karimah salah satunya adalah pelaksanaan salat 5 waktu ini.
Yaitu tergambar dalam program sekolah di kegiatan yang terangkum salam
kegiatan akhlakul karimah. Harapannya adalah seluruh siswa dapat melaksanakan
salat 5 waktu. salah satu bentuk dukungan orang tua dengan mengisi buku harian
monitoring dengan parafnya yang menyatakan orang tua memonitor kegiatan
pelaksanaan salat 5 waktu anak dimanapun sang anak berada.
Data diatas dapat diperkuat oleh teori dalam bukunya Harwansyah Putra
Sinaga (2018:64-65) Bahwa Periode usia Sekolah dasar merupakan masa
pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas
keagamaan anak sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan
yang diterimanya. Oleh karena itu, Pendidikan Agama di Sekolah Dasar harus
menjadi perhatian semua pihak yang terkait, bukan hanya guru agama tetapi juga
kepala sekolah dan guru-guru lainnya. Apabila pendidik telah memberikan suri
tauladan kepada anak dalam mengamalkan agama maka pada diri anak akan
berkembang sikap yang positif terhadap agama, dan pada gilirannya akan
berkembang pula kesadaran beragamanya. Kepercayaan anak kepada Allah pada
usia Sekolah Dasar, bukanlah keyakinan hasil pemikiran, akan tetapi merupakan
sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan
perlindungan, maka dalam mengenalkan Allah kepada anak, sebaliknya ditonjolkan
sifat-sifat pengasih dan penyanyang. Kira-kira sampai usia 10 tahun, ingatan anak
masih bersifat mekanis, sehingga kesadaran beragamanya hanya merupakan
sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungannya. Oleh karena itu pengamalan
79
Artinya : Sesungguhnya Allah Maha Lembut yang mencintai kelembutan dan Dia
memberi pada kelembutan apa yang tidak diberikan-Nya pada kekerasan. (HR.
Muslim)
Dalil-dalil di atas dapat menjadi contoh mendidik yang sangat berharga dan
teladan nyata bagi kedua orang tua yang ingin menjalankan sistem pendidikan yang
tepat seperti Nabi dalam rangka mendidik anak-anaknya, bersabar menghadapi
kelakuan mereka dan memperhatikan kondisi mereka. Dalil tersebut juga sebagai
pengarahan yang bernilai islami dalam aspek kelembutan, perkataan yang baik dan
perlakuan yang utama sekaligus menentukan cara berperilaku orang tua yang
penting ketika menghadapi anak-anak mereka. Hanya dengan kasih sayang dan
cinta kasih terhadap anak mereka dapat menjadi manusia dewasa yang lurus dan
penuh kasih sayang dalam pergaulan mereka bersama orang lain. Hannan Athiyah
Ath-Thuri (2007: 344-345).
Jika dikaitkan pelukan dengan menyemangati anak agar disiplin salat yaitu
apabila teori pelukan dilakukan secara konsisten maka akan berpengaruh signifikan
terhadap salat anak. Faktanya, apabila Orang tua (Ibu) selalu berusaha menerapkan
teori pelukan ini dalam hal menyemangati anak untuk salat 5 waktu secara continue
dan konsisten anak akan memperlihatkan perubahan yang berarti. Dengan pelukan
dapat meningkatkan mood anak kearah yang lebih baik, contoh jika menyuruh salat
sambil menyentuh atau memeluk anak sambil menggendong dan menuntun ke
kamar mandi dan berwudhu itu lebih mudah daripada hanya dengan sekedar
menyuruh tanpa ada feedback. Dengan pelukan anak akan merasa sangat nyaman
dan lebih mengerti serta memahami maksud orang tua terutama dalam hal
menyemangati salat 5 waktu. selain pelukan tentunya orang tua harus menjadi
teladan untuk anak-anak yaitu sebagai peniru ulung yang memberikan pengertian
terus menerus sehingga yang tertanam di benak anak adalah pentingnya melakukan
salat sehingga anak semangat dalam melaksanakan salat. Dengan menerapkan
pelukan untuk menyamangati anak agar salat 5 waktu manfaatnya sangat banyak,
selain meningkatkan kepercayaan dri anak, Orang tua bisa mengetahui isi perasaan
anak, serta dapat meyakinkan anak dengan berbicara pelan untuk menasehatinya
agar anak takut pada Allah dan tetunya meyakinkan anak dapat melakukan
kewajibannya sebagai umat muslim.
Paparan di atas juga diperkuat dengan teori bahwa salah satu langkah
menerapkan disiplin anak adalah memuji anak jika anak telah melakukan perintah
Orang Tua. Nurul Afifah (2019: 120). Dan didukung oleh teori Melly Puspita
dalam bukunya The Miracle of Hug, bahwa pelukan memberikan manfaat yang luar
biasa terhadap kita. Salah satunya adalah pelukan mampu menyelesaikan banyak
persoalan di dalam keluarga, bahkan menumbuhkan suasana serta kelekatan baru
anatara ayah, ibu dan anak.
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan didukung hasil analisis dikemukakan serta
mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada latar belakang
masalah, maka dapat disimpulkan bahwa:
Terdapat perbedaan antara rata-rata hasil salat anak pada Ibu yang bekerja
dengan Ibu yang tidak bekerja (IRT) setelah mendapatkan sentuhan kasih sayang.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil salat
anak setelah mendapatkan sentuhan kasih sayang pada Ibu yang bekerja memiliki
skor rata-rata 130,24 sedangkan hasil salat anak setelah mendapatkan sentuhan
kasih sayang pada Ibu yang tidak bekerja (IRT) memiliki skor rata-rata 113,58.
Besarnya pengaruh hasil salat anak pada Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak
bekerja sesudah mendapatkan sentuhan kasih sayang sebesar 0,00956 (9,56 %) atau
effect size tergolong sedang.
Terdapat perbedaan peningkatan hasil salat anak pada Ibu yang bekerja dan
Ibu yang tidak bekerja (IRT) sebelum dan sesudah mendapatkan sentuhan kasih
sayang. Hasil salat anak pada Ibu yang bekerja sebelum dan setelah mendapatkan
pelukan memiliki skor rata-rata 29,64 sedangkan hasil salat anak pada Ibu yang
tidak bekerja (IRT) sebelum dan setelah mendapatkan pelukan memiliki skor rata-
rata 24,15. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa secara keseluruhan terdapat
peningkatan hasil salat anak sebelum dan setelah mendapatkan sentuhan kasih
sayang Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja (IRT). Besarnya pengaruh hasil
salat anak pada Ibu yang bekerja dan Ibu yang tidak bekerja sebelum dan sesudah
mendapatkan sentuhan kasih sayang sebesar 0,019868 (1,986%) atau effect size
tergolong sedang.
Berdasarkan hasil kuesioner, hasil wawancara serta hasil salat anak SD
Islam Al Ikhlas bahwa pengaruh sentuhan kasih sayang Ibu yang bekerja lebih
dominan daripada Ibu yang tidak bekerja terhadap pelaksanaan disiplin salat anak,
sehingga terdapat temuan bahwa semakin anak diberikan sentuhan kasih sayang
(pelukan) oleh Ibunya secara konsisten dan continue terhadap pelaksanaan salat,
maka semakin meningkat hasil salat anak. salah satu faktornya adalah Ibu yang
bekerja tidak mungkin dapat memungkiri perasaan bersalahnya karena tidak dapat
memberikan perhatian penuh kepada anaknya, namun karena fitrahnya setiap
seorang Ibu tertanam sifat penyayang terhadap anaknya maka muncul kerinduan
yang begitu besar terhadap anak sehingga Ibu yang bekerja memiliki waktu yang
berkualitas bersama anak. Hal lainnya juga didukung bahwa Ibu yang bekerja
mendapatkan dukungan penuh dan motivasi dari suami artinya Ayah dan Ibu saling
berperan dalam mendidik anak terutama dalam hal ibadah salat. Pendidikan Ibu
yang bekerja yang lebih tinggi, semakin tinggi tingkat pendidikan Ibu maka
semakin tinggi pola pikir Ibu dalam mendidik anak-anaknya.
82
83
B. Implikasi
1. Perbedaan antara hasil salat anak pada Ibu yang bekerja lebih tinggi
dibandingkan hasil salat anak pada Ibu yang tidak bekerja (IRT) setelah
mendapatkan sentuhan kasih sayang, karena Ibu yang bekerja memiliki waktu
yang terbatas tetapi berkualitas bersama anak. Oleh karena kesibukan Ibu yang
bekerja bukanlah salah satu faktor penghambat kedekatan antara Ibu dan anak
dan sudah seharusnya Ibu yang bijak dan berpendidikan tidak melupakan
tugasnya sebagai sekolah pertama bagi anak, juga sebagai tempat pemberi rasa
kasih sayang.
2. Sentuhan kasih sayang orang tua ternyata berpengaruh dalam hal-hal baik yang
diharapkan orang tua kepada anaknya, salah satunya adalah terhadap
pelaksanaan disiplin salat anak. Ini terbukti bahwa memberikan sentuhan kasih
sayang dapat menunjukkan perubahan yang berarti bagi anak khususnya dalam
melaksanaan disiplin salat. Hal ini akan menjadi catatan khusus bagi orang tua
khususnya Ibu bahwa membiasakan anak ketika memerintah pada saat salat
tidak hanya menggunakan kata-kata berupa nasehat saja, melainkan ajakan/
dorongan, teladan juga cara berupa sentuhan kasih sayang. Implikasi dari
penelitian ini adalah dengan sentuhan kasih sayang orang tua terutama Ibu perlu
dipraktikkan sehari-hari sehingga dapat menciptakan hubungan lahir batin yang
baik antara orang tua dengan anak agar memudahkan dalam berkomunikasi
terutama dalam hal memerintah anak untuk melaksanakan salat.
C. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, beberapa saran dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Bagi Orang Tua, diharapkan pelaksanaan disiplin salat anak harus ditanamkan
sejak usia TK maupun SD baik di lingkungan keluarga, Sekolah maupun rumah,
sehingga disiplin salat anak akan terbentuk dengan proses dan pembiasaan tersebut.
pada pembiasaan tersebut tugas orang tua tidak sekedar menyuruh anak untuk salat,
melainkan membimbing, mengarahkan juga memberikan pemahaman tentang arti,
fungsi dari salat tersebut, tentunya dalam menyampaikan memakai istilah-istilah
yang dipahami oleh anak. Salah satu cara yang mudah dan tidak membutuhkan
biaya adalah dengan memberikan sentuhan berupa peluk dan cium kepada anak
setiap harinya, khususnya bagi Ibu, diharapkan agar selalu meluangkan waktu
disela kesibukan pekerjaan untuk anak-anaknya, maka anak selalu merasa
terpenuhi dari segi kebutuhan materinya, melainkan juga kebutuhan psikologisnya
salah satunya yaitu mendapatkan sentuhan kasih sayang seperti peluk cium dari
Ibunya. Ibu juga diharapkan lebih rajin dan tidak pernah merasa bosan dalam
memotivasi anak agar tidak meninggalkan salat dengan cara menjelaskan tujuan
dari salat itu sendiri.
2. Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan untuk dapat meningkatkan program-program
sekolah salah satunya adalah pembiasaan salat dzuhur berjamaah maupun salat
sunnah (qabliyah, ba’diyah dan dhuha) di Sekolah, serta memaksimalkan visi-misi
sekolah yang melahirkan dan mencetak generasi yang berakhlakul karimah sesuai
84
dengan tujuan pendidikan Nasional menurut UU No.20 tahun 2003, maka karakter
disiplin pelaksanaan salat anak akan melahirkan disiplin pada aspek kegiatan yang
lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan Islamic
Parenting, sehingga cara pelukan dapat diimplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari terutama yang berkaitan dengan penanaman disiplin terhadap pelaksanaan
salat anak.
85
DAFTAR PUSTAKA
Mappiare, Andi. Kamus Istilah Konseling dan Terapi, Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada. 2006.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010.
Marliani, Rosleny. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Pustaka
Setia. 2016.
Marshall, Marvin. Discipline Without Stress Punshments or Rewards, U.S.A: Piper
Press. 2007.
Martono, Nanang. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder, Jakarta: Rajawali Pers. 2016.
Mini, Rose. Disiplin Pada Anak, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian
Pendidikan Nasional. 2011.
Muhammad, Abu Isa bin Isa bin Surah. Al Jamius sohih wa huwa sunan tirmidzi,
Beirut: Darul Fikr.
Murdoko, E Widijo Hari. Parenting with Leadership (peran orang tua dalam
mengoptimalkan dan memberdayakan potensi anak), Jakarta: PT Gramedia.
2017.
Mursi, Muhammad Sa’id. Melahirkan Anak Masya Allah, Jakarta: Cendekia sentra
Muslim. 2001.
Papalia, Diane E. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi
kesembilan, Jakarta: Prenadanedia Group. cet ke-3. 2015.
Putra Sinaga, M. Harwansyah. Bersahabat dengan Anak (panduan praktis bagi
Orang Tua Muslim), Jakarta: Kompas Gramedia. 2018.
Rezky, Bunda. Be A Smart Parent Cara Kreatif megasuh Anak ala Supernanny,
Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. 2010.
Saam, Zulfan. Psikologi Konseling, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2013.
Saleh, Akh. Muwafik. Membangun karakter dengan Hati Nurani, Jakarta:
Erlangga. 2012.
Santoso, Singgih. SPSS 20 Pengolahan data statistik di Era Informasi, Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. 2015.
Sari, Melly Puspita. The Miracle of Hug, Jakarta: PT. Gramedia. Cet-2, 2012.
Shihab, M.Quraish. Al-Lubab makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah Al-
Qur’an), Tangerang: Lentera Hati. 2012. Cet-1
Shihab, Quraish. Membumikan Alqur’an jilid 2, Tangerang: Lentera hati. 2011.
Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group. cet ke-. 2013.
Sjarkawi. Pembentukan kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara 2008.
87
Sudewo, Erie. Best Practice Character Building Menuju Indonesia Lebih Baik,
Jakarta: Republika Penerbit. 2011.
Suharsono. Mencerdaskan anak, Depok: Inisiasi Press. Cet-1. 2004.
Susan, M Ludington-Hoe and Susan K.Golant, Kangaroo Care: The best you can
do to help your preterm infant, Bantan Books. 1993.
Sutirna. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik, Yogyakarta: CV.Andi
Offset. 2013.
Syah, Muhibbin. Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:Rajawali
Press. cet-2. 2016.
Syantut, Khalid Ahmad. Rumahku Madrasah pertamaku, Jakarta: Maskana Media.
2018.
Syarifuddin, Amir. Garis-garis Fiqh, Jakarta: Kencana. 2003.
Syatho, Abu Bakar. Kitab I’anatu Thalibin Juz 1, Daruk kutub Ilmiyah. Cet-8.
2011.
Tri, Ryu. Info tentang salat for kids, Bandung: PT Mizan Pustaka. 2010.
Wafiqni, Nafia dan Asep Ediana. Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD,
Jakarta: UIN PRESS. cet-1, 2015.
Willis, Sofyan Prof. Dr. Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung:
Alfabeta. 2013.
Yatim, Danny I dan Irwanto. Kepribadian, Keluarga dan Narkotika (tinjauan
sosial-psikologis), Jakarta: ARCAN. Cet-ke IV. 1993.
Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. cet-9, 2008.
Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung:
RosdaKarya. cet-11, 2010.
Zarman, Wendi. Ternyata Mendidik Anak cara Rasulullah itu mudah dan lebih
efektif, Bandung: Ruang Kata, 2011.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Group. Cet-3.2013.
website
www.selasar.com