Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

REPRODUKSI BETINA

Disusun Oleh:

Nama/NIM : Affifa Wafiqul Aziza (1908086030)

Zuhriva Ulfi Ernadila (1908086031)

M. Naim Almarham (1908086024)

Kelas/Kloter : Pendidikan Biologi 4A/2

Kelompok :3

Jadwal Praktikum : Selasa, 25 Mei 2021

LABORATORIUM BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG 2021
ACARA XIV

Selasa, 25 Mei 2021

A. Tujuan
1. Mengetahui morfologi gamet betina
B. Dasar Teori
Vaginal smear merupakan metode yang digunakan untuk mengidentifikasi fase
siklus estrus yang sedang dialami oleh individu betina dengan cara mengamati tipe sel
dan proporsi masing-masing sel yang ditemukan pada apusan. Hewan yang dapat diamati
siklus estrusnya melalui metode vaginal smear yaitu hewan betina yang masak kelamin
dan tidak sedang hamil. Periode antara satu fase estrus dengan fase estrus berikutnya
disebut siklus estrus. Satu siklus estrus terdapat empat fase yaitu proestrus, estrus,
metestrus/postestrus, dan diestrus (Caligioni, 2010).
Fase proestrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel sel-sel epitel berbentuk oval
atau poligonal berinti (sel poligonal lebih banyak). Terjadi pembentukan folikel sampai
tumbuh maksimum. Pertumbuahan folikel ini menghasilkan estrogen sehingga dinding
uterus menjadi lebih tebal dan halus serta lebih bergranula. Selain itu digetahkan cairan
yang agak pekat yang dinamakan cairan milk uteria. Struktur histologis epitel vagina
pada fase proestrus adalah berlapis banyak (10-13), stratum korneum kornifikasi aktif,
leukosit sedikit, dan mitosis aktif (Nalbandov, 1990).
Fase estrus ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk, produksi estrogen
akan bertambah dan terjadi ovulasi sehingga dinding mukosa uterus akan menggembung
dan mengandung sel-sel darah, pada fase ini folikel matang dan terjadi ovulasi dan betina
siap menerima sperma dari jantan. Sel-sel epitel menanduk merupakan indikator
terjadinya ovulasi, menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos lapisan mukosa
vagina kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarium dengan pengaruh hormon
progesteron dapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Struktur histologis epitel
vagina pada fase estrus yaitu lapisan superficial berinti, struktur korneum sedikit dan
melepas leukosit di bawah epitel, mitosis berkurang, dan leukosit tidak ada (Yatim,
1982).
Fase Metestrus adalah fase setelah ovulasi dimana korpus luteum mulai berfungsi.
Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya waktu LTH (Lutetropik
Hormon) disekresi oleh adenohipofisis. Selama periode ini terdapat penurunan estrogen
dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovary (Guyton dan Hall, 1997).
Fase Diestrus adalah periode quiescence yang relatif pendek antara siklus estrus
pada hewan hewan yang tergolong poliestrus. Pada fase diestrus ditandai dengan adanya
sel epitel normal dan banyak leukosit. Hormon tidak disekresikan dalam jumlah konstan
sepanjang daur seksual, tetapi dengan kecepatan yang sangat berbeda dalam berbagai
bagian dari daur tersebut. Sistem hormon yang berperan dalam daur pembiakkan adalah
hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu GnRh, hormon yang dikeluarkan oleh
hipofisis anterior yaitu FSH dan LH, dan hormon yang dikeluarkan oleh ovarium yaitu
estrogen dan progesteron (Guyton dan Hall, 1997).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Syringe 5 ml
b. Object glass dan kaca penutup
c. Kertas tisu
d. Kertas saring
e. Pipet tetes
f. Cawan petri
g. Mikrotube 1,5 ml
h. Mikroskop binokuler
2. Bahan
a. Sel ovum dari hewan percobaan
b. Phospat Buffer Saline (PBS) atau NaCl fisiologis
D. Cara Kerja
Langkah pertama yaitu di bersihkan ovarium hewan percobaan dari jaringan –
jaringan yang ada disekitarnya. Kemudian di isi syringe dengan PBS atau NaCl fisiologi
sebanyak 2 ml. selanjutnya, di aspirasi sel – sel ovarium hewan dengan menggunakan
larutan dari syringe. Kemudian diteteskan campuran pada object glass, kemudian di tutup
dengan kaca penutup. Langkah terakhir yaitu di amati sel telur di bawah mikroskop dan
di catat dan di gambar morfologinya
E. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan Gerakan Insang Ikan
No Respirasi Gambar Keterangan
1 Fase Proestrus Ditandai dengan inti sel
yang tampak jelas,
multiplikasi sel epitel
dengan banyak ukuran
dan bentuk, dan regresi
korpus luteum

2 Fase Estrus Ditandai dengan adanya


perkembangan folikel
dan degenerasi sel epital
3 Fase Diestrus Ditandai dengan korpus
luteum yang
berkembang sempurna

4 Fase Mesetrus Ditandai dengan adanya


sel superfisial dan
leukosit
polimorfonuklear
2. Pembahasan
Alat reproduksi luar mencit betina terdiri dari vulva dan klitoris. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa pada mamalia termasuk mencit dilengkapi organ kelamin
luar (vulva) dan kelenjar susu (Partodihardjo, 1992). Sistem reproduksi pada mencit
betina tersusun atas sepasang ovarium didalam rongga pelvis yang berisi sel-sel telur
mencit. Setelah ovarium, terdapat saluran berkelok-kelok yang menghubungkan
ovarium dengan uterus, yakni oviduct atau tuba fallopi yang menjadi jalan keluar sel
telur menuju uterus (saluran telur). Ovarium berfungsi sebagai penghasil sel telur.
Oviduk merupakan organ berbentuk tubuler yang bergantung pada kedua sisi ovarium
ke uterus. Oviduk sebagai lumen menghubungkan rongga peritoneum dengan rongga
uterus yang digantungkan pada mesentrium. Menurut Radiopoetro (1998), oviduk
bagian posterior berdilatasi membentuk uterus yang mensekresikan bungkus telur.
Mencit memiliki uterus yang memanjang dan bertipe bicornis dengan 2 tanduk ovary
yang tampak jelas. Pada bagian bawah uterus terdapat serviks. Uterus terdiri atas
sepasang yang terletak di kiri dan kanan dan berfungsi sebagai alat transportasi
sperma ke dalam tuba, pembentuk plasenta serta tempat perkembangan embrio dan
kelahiran mencit. Sistem reproduksi mencit betina berakhir pada suatu muara yang
disebut vagina (Muctharomah,B, 2007).
Siklus reproduksi pada hewan primata umumnya dan manusia khususnya,
dikenal dengan siklus menstruasi. Siklus ini erat hubungannya dengan perkembangan
folikel telur dan endometrium uterus. Siklus ini dikendalikan oleh hormon-hormon
reproduksi yang dihasilkan oleh hipotalamus, hipofisis dan ovarium. Siklus
reproduksi yang lain dan identik dengan hewan mamalia primata juga terjadi pada
hewan mamalia non primata yang dikenal dengan siklus estrus. Siklus ini juga
memiliki empat fase yaitu : diestrus, proestrus, estrus dan metetrus (postestrus). Pada
fase estrus terjadi ovulasi dan pada fase ini juga terjadi puncak birahi pada hewan
betina dan siap menerima hewan jantan untuk kopulasi. Selain fase estrus, hewan
betina tidak mau melayani hewan jantan untuk kopulasi (Rugh, 1968). Dalam satu
siklus berahi terjadi perubahan-perubahan fisiologik dari alat kelamin betina.
Perubahan ini bersifat sambung menyambung satu sama lain, hingga akhirnya
bertemu kembali pada permulaanya. Pada umumnya yang disebut permulaan adalah
timbulnya gejala berahi itu sendiri. Untuk memperoleh dasar yang lebih baik dalam
menerangkan fisiologi kelamin, sering pula peristiwa ovulasi yang mengikuti
kejadian berahi digunakan sebagai titik permulaan dari siklus berahi, sedangkan
untuk dapat menerangkan siklus berahi berdasarkan gejala yang terlihat dari luar
tubuh, satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase, yaitu: proestrus, estrus, metetrus dan
diestrus (Partodiharjo, 1982).
Berdasarkan hasil pengamatan pada 4 gambar, di dapatkan hasil yaitu pada
gambar pertama merupakan gambar fase proestrus. Kemudian pada gambar kedua
merupakan gambar fase estrus. Gambar ketiga merupakan gambar fase diestrus dan
gambar ke empat merupakan gambar fase mesetrus. Pada fase proestrus ditandai
dengan inti sel yang tampak jelas, multiplikasi sel epitel dengan banyak ukuran dan
bentuk, dan regresi korpus luteum. Pada fase estrus, ditandai dengan adanya
perkembangan folikel dan degenerasi sel epitel. Pada fase diestrus ditandai dengan
korpus luteum yang berkembang sempurna. Dan fase mesetrus ditandai dengan
adanya sel superfisial dan leukosit polimorfonuklear.
Proestrus adalah fase persiapan. Fase ini biasanya pendek, gejala yang terlihat
berupa perubahan-perubahan tingkah laku dan perubahan alat kelamin bagian luar.
Tingkah laku betina agak lain dengan kebiasaannya, misalnya menjadi sedikit gelisah,
memperdengarkan suara yang tidak biasa terdengar atau malah diam saja. Alat
kelamin betina luar mulai memperlihatkan tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan
peredaran darah di daerah itu. Meskipun telah ada perubahan yang menimbulkan
gairah sex, namun hewan betina ini masih menolak pejantan yang datang karena
tertarik oleh perubahan tingkah laku tersebut (Partodiharjo, 1982).
Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus berahi, karena dalam fase ini
hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap jenis hewan dan
dalam fase ini pula hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas
dari estrus adalah terjadinya kopulasi (Partodiharjo, 1982).
Metestrus adalah fase dalam siklus berahi yang terjadi segera setelah estrus
selesai. Gejala yang dapat dilihat dari luar tidak terlihat nyata, namun pada umumnya
masih didapatkan sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan estrus ialah bahwa
meskipun gejala estrus masih dapat dilihat tetapi hewan betina telah menolak
pejantan untuk aktivitas kopulasi. Serviks telah menutup, kelenjar- kelenjar serviks
merubah sifat hasil sekresinya dari cair menjadi kental. Lendir kental ini berfungsi
sebagai sumbat lumen serviks (Partodiharjo, 1982).
Diestrus adalah fase dalam siklus berahi yang ditandai dengan tidak adanya
kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dari periode
permulaan diestrus, endometrium masih mempelihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan
kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak
diantaranya yang berkelok hingga membentuk spiral. Tetapi pada pertengahan fase
diestrus kegiatan-kegiatan endometrium ini berdegenerasi yang akhirnya hanya
tinggal kelenjar-kelenjar permukaan yang cetek. Dalam periode permulaan diestrus,
corpus hemorrhagicum mengkerut karena di bawah lapisan hemorhagik ini tumbuh
sel-sel kuning yang disebut luteum. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-
fase yang terdapat dalam siklus berahi (Partodiharjo, 1982).
FSH dan LH merupakan hormon yang berperan dalam siklus reproduksi.
Seperti dijelaskan oleh Leny dkk (2012) dalam penelitiannya tentang interaksi obat
kontrasepsi oral, bahwa hormon yang mengatur siklus haid (siklus reproduksi) adalah
estrogen dan progesteron. Kadar kedua hormon ini di kontrol oleh Gonadotropin
Releasing Hormon (GnRH) yang berasal dari hipotalamus, untuk mengirimkan
isyarat-isyarat ke kelenjar hipofisis, kemudian kelenjar hipofisis terrangsang untuk
mengeluarkan Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Lutenizing Hormon (LH).
FSH merangsang pembentukan folikel primer didalam ovarium yang mengelilingi
satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14
hingga folikel menjadi matang yang disebut dengan folikel de Graaf. Folikel de Graaf
yang matang melepaskan hormon estrogen, adanya hormon estrogen menyebabkan
pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding endometrium (Huda,
dkk., 2017).
Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga
mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifat basa yang berguna
untuk menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup
sperma. Dengan demikian terlihat peran penting FSH dan LH dalam siklus
reproduksi, jika FSH dan LH tidak dilepaskan akan berpengaruh terhadap pelepasan
hormon estrogen oleh folikel de Graaf. Hal tersebut akan mempertahankan sifat asam
pada serviks yang menyebabkan sperma tidak dapat bertahan karena lingkungan
hidup yang tidak cocok, sehingga sperma akan mati dan tidak terjadi pembuahan
(Huda, dkk., 2017).
F. Kesimpulan
Kesimpulan praktikum mengenai reproduksi betina yaitu hewan betina memiliki
sel telur untuk mengalami reproduksi. Reproduksi betina dimulaii dengan 4 fase, yaitu
fase proestrus, estrus, diestrus dan Smesetrus. Keempat fase tersebut memengaruhi
terhadap siap atau tidaknya betina mengalami kehamilan. Hewan yang digunakan untuk
percobaan yaitu mencit (Mus musculus) karena mencit memiliki kesamaan dengan
manusia dalam segalanya termasuk sistem reproduksinya.
G. Daftar Pustaka
Caligioni Assessing Reproductive Status/Stages in Mice. Curr Protoc Neurosci. Author
Manuscript: available in PMC (2010) : 1-11
Guyton, A. C and Hall, J. E Textbook Medical Physiologi. Wb Saunders Company,
Philadelphia.
Huda, Nadayatul Khaira, Ramadhan Sumarmin dan Yuni Ahda. 2017. Pengaruh Ekstrak
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus
musculus L. Swiss Webster). Eksakta Vol.18 No.2
Muchtarromah, B. 2007. Panduan Praktikum Struktur Perkembangan Hewan II. Malang :
Universitas Islam Negeri Malang.
Nalbandov, A. V Reproductive Physiology of Mammals and Birds. W. H. Freeman and
Company, San Fransisco.
Partodihardjo. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber.
Radiopoetro, 1998. Zoologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai