Penghalang Pahala
Penghalang Pahala
Ada tiga jenis amal, yaitu amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh. Amal jariah berarti perbuatan
yang berkelanjutan. Amal jariah bisa juga disebut wakaf, berasal dari kata waqafa yang berarti
menghentikan, mengekang, atau menahan. Benda wakaf adalah benda yang disumbangkan untuk
kepentingan umum atau agama. Amal jariah disebut wakaf karena benda yang diamaljariahkan
ditujukan bagi kemaslahatan umum.
Pahala amal jariah tidak akan terputus walaupun pemberinya sudah meninggal, selama benda yang
diamalkan tersebut masih memberikan manfaat bagi kepentingan umum. Hal ini sesuai sabda
Rasulullah SAW, “Bila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (hal): sedekah
jariah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).
Jariah berasal dari kata jara yang artinya mengalir tidak putus-putusnya. Maka amal jariah agar
manfaatnya berlangsung abadi, harus dikelola dengan baik. pengelola amal jariah adalah badan
wakaf.
Wakaf sebagai amal jariah ada dua macam, yaitu waqaf ahli dan waqaf khairi. Waqaf ahli adalah
wakaf yang pada awalnya ditujukan untuk orang-orang tertentu, namun saat pemberi wakaf
meninggal, benda wakaf dialihkan untuk kepentingan umum. Waqaf khairi adalah wakaf yang sejak
awal sudah ditujukan untuk kepentingan umum, atau waqaf ahli yang penerima pertamanya sudah
tidak ada.
Amal yang kedua, amal ibadah, berarti perbuatan pengabdian. Ibadah berasal dari kata abada yang
berarti melayani, mengabdi, dan menyembah. Perintah untuk beribadah terdapat dalam Alquran
surat Adz Dzaariyaat ayat 56 yang artinya, “Aku tidak jadikan jin dan manusia kecuali agar mereka
mengabdi kepadaku." Ibadah hanya ditujukan kepada Allah SWT sesuai firman Allah SWT dalam
Alquran surat Az-Zumar ayat 11 yang artinya, “Katakanlah, bahwasanya aku diperintahkan
menyembah Allah seraya mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.
Amal yang ketiga adalah amal saleh. amal saleh adalah semua perbuatan, lahir maupun batin, yang
berakibat pada hal positif atau bermanfaat. Amal saleh bisa mencakup pengertian amal jariah dan
amal ibadah.
Amal bisa diterima dan bisa pula tidak diterima oleh Allah SWT. Syarat diterimanya amal ibadah ada
dua. Pertama, amal dilakukan dengan ikhlas tanpa pamrih. Kedua, untuk amal ibadah dalam arti
khusus seperti shalat, zakat, ibadah, haji, puasa, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan
tuntunan Alquran dan hadis.
Ada beberapa perbuatan yang bisa merusak amal. Pertama adalah riya, yaitu beramal bukan
ditujukan kepada Allah SWT, melainkan agar dilihat orang lain. Kedua tasmi, yaitu menceritakan
amalnya kepada orang lain dengan tujuan yang sama dengan ria. Ketiga, beramal ibadah dalam arti
khusus namun tidak sesuai dengan tuntutan Alquran dan hadis. Keempat, beramal dalam arti umum
yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com
ILUSTRASI
Anda sulit menangis? Tidak ada penyesalan setelah melakukan kemaksiatan dan dosa?
Mungkinkah hati Anda mulai mengeras atau bahkan sudah keras?
RAKYATKU.COM - Anda sulit menangis? Tidak ada penyesalan setelah melakukan kemaksiatan dan
dosa? Mungkinkah hati Anda mulai mengeras atau bahkan sudah keras?
Ustaz Abu Ahmad Said Yai sebagaimana dikutip dari Almanhaj.or.id menguraikan panjang lebar
tentang hati yang keras dan penyebabnya.
Hati yang keras ini disebutkan dalam firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat Az-Zumar ayat 22.
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata."
Setiap manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Sifat-sifat tersebut pun bisa berubah-ubah setiap
waktu. Begitu pula hati, dia pun memiliki sifat. Hati bisa menjadi sehat dan juga bisa menjadi sakit.
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya ….
(QS. Al-Baqarah:10)
Hati juga bisa menjadi lunak dan juga bisa menjadi sekeras batu. Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (QS. Al-
Baqarah: 74)
Ayat di atas dengan jelas menerangkan bahwa orang yang hatinya keras sangat tercela dan dalam
kesesatan yang nyata. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, "Seorang hamba tidaklah
dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang dijadikan keras. Tidaklah
Allah Azza wa Jalla marah terhadap suatu kaum kecuali Dia akan mencabut rasa kasih sayang-Nya dari
mereka.