Anda di halaman 1dari 6

Dalam kehidupan, tidak jarang kita melakukan kesalahan dan kekhilafan.

Namun sadarkah bahwa


dosa-dosa yang dilakukan ada beberapa yang dapat menghapus amal-amal kebaikan yang telah kita
perbuat. Begitulah Ucap H. Fatullah Z membuka dakwah mengenai, “6 Perkara yang Merusak Amal”
melalui program Awadah Dakwah Festival. Berikut adalah 6 perkara yang merusak amal :
1. Al istghlal bi’uyubil kholqi (sibuk dengan aib orang lain)
Sehingga lupa pada aib sendiri. Semut di seberang kelihatan sedang gajah dipelupuk mata tidak
kelihatan. Allah Ta’ala berfirman :
‫ﺴﻮﺍ‬ ُ ‫ﺴ‬َّ َ‫ﻦ ِﺇْﺛﻢٌ ۖ َﻭَﻟﺎ ﺗَﺠ‬
ِّ ‫ﺍﻟﻈ‬
َّ ‫ﺾ‬ َ ‫ﻥ َﺑْﻌ‬َّ ‫ﻦ ِﺇ‬ ِّ ‫ﺍﻟﻈ‬
َّ ‫ﻦ‬ َ ِّ‫ﻴﺮﺍ ﻣ‬
ً ‫ﺍﺟَﺘِﻨُﺒﻮﺍ ﻛَِﺜ‬ ْ ‫َﻳﺎ ﺃَُّﻳَﻬﺎ ﺍﻟَِّﺬﻳﻦَ ﺁﻣَُﻨﻮﺍ‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya
sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain” (QS. Al-Hujurat : 12)
2. Qaswatul qulub (hati yang keras)
Kerasnya hati terkadang lebih keras dari batu karang. Sulit menerima nasehat. Allah  subhânahu wa
ta’âlâ berfirman :
‫ﻳﻨُﻬْﻢ‬ ُ ِ‫ﻏ َّﺮ َﻫُﺆَﻟﺎﺀِ ﺩ‬َ ‫ﺽ‬ ٌ َ‫ﻮﺑِﻬ ْﻢ َﻣﺮ‬ِ ُ‫ﻳﻦ ِﻓﻲ ﻗُﻠ‬ َ ِ‫َﻭَّﺍﻟﺬ‬
Artinya : “…Dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, ‘Mereka itu (orang-
orang mu’min) ditipu oleh agamanya.” (QS. Al-Anfâl : 49)
3. Hubbun dunya (cinta terhadap dunia)
Merasa hidupnya hanya di dunia aja maka segala aktifitasnya tertuju pada kenikmatan dunia sehingga
lupa akan hari esok di akhirat. Allah Ta’ala berfirman :
‫ﺼﻴﺐ‬ِ ‫ﻦ َﻧ‬
ْ ِ‫ﺍﻵﺧَﺮﺓِ ﻣ‬
ِ ‫ﺍﻟﺪْﻧﻴَﺎ ﻧُْﺆﺗِ ِﻪ ِﻣﻨَْﻬﺎ ﻭَﻣَﺎ َﻟ ُﻪ ِﻓﻲ‬
ُّ ‫ﺙ‬َ ‫ﺣْﺮ‬ َ ‫ﻳﺪ‬ ُ ‫ﺎﻥ ُﻳِﺮ‬
َ َ‫ﻦ ﻛ‬
ْ ‫ﻧﺰﺩ َﻟ ُﻪ ِﻓﻲ ﺣَْﺮِﺛ ِﻪ ﻭََﻣ‬ ْ ِ‫ﺍﻵﺧَﺮﺓ‬ ِ َ‫ﺣْﺮﺙ‬ َ ‫ﻳﺪ‬
ُ ‫ﻦ َﻛﺎﻥَ ﻳُِﺮ‬ ْ َ‫ﻣ‬
Artinya : ”Barang siapa menghendaki pahala akhirat niscaya Kami tambah pahala itu baginya, dan
barang siapa menghendaki pahala dunianya niscaya Kami beri pahala baginya, dan tidak ada bagian
yang dia peroleh di akhirat”. (Asy-Syura: 20)
4. Qillatul haya’ (sedikit rasa malunya) 
Jika seseorang telah kehilangan rasa malu maka akan melakukan apa saja tanpa takut dosa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
‫ﻼ ِﻡ ﺍﻟﺤََﻴﺎﺀ‬ َ ‫ﺍﻹﺳ‬
ْ َ ُ‫ﺧﻠ‬
‫ﻖ‬ ُ ‫ﺇﻥ‬َّ ‫ َﻭ‬، ‫ﺇﻥ ِﻟُﻜ ِّﻞ ِﺩﻳﻦٍ ﺧُُﻠﻘًﺎ‬ َّ
Artinya : “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.” (HR.
Ibnu Majah no. 4181) Thulul amal (panjang angan- angan) Merasa hidupnya masih lama di dunia ini
sehingga enggan untuk taubat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
‫ﺹ َﻭْﺍﻟَﺄَﻣُﻞ‬ ُ ْ‫ﺤﺮ‬ ِ ْ‫ ﺍﻟ‬: ِ‫ﺁﺩ َﻡ َﻭَﻳْﺒﻘَﻰ ِﻣْﻨ ُﻪ ْﺍﺛَﻨَﺘﺎﻥ‬
َ ‫ﻦ‬ ُ ‫َﻳْﻬﺮَ ُﻡ ْﺍﺑ‬
Artinya : “Anak Adam menjadi tua dan dua perkara masih tetap ada padanya: rakus dan angan-
angan.”(QR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas)
5. Thulul amal (panjang angan- angan), merasa hidupnya masih lama di dunia ini sehingga enggan
untuk taubat.
6. Dhulmun la yantahi (kezhaliman yang tak pernah berhenti)
Perbuatan maksiat itu biasanya membuat kecanduan bagi pelakunya, jika tidak segera taubat dan
berhenti maka sulit untuk meninggalkan kemaksiatan tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
‫ﻋَﺬﺍﺏٌ ُﻣِﻬﻴﻦ‬ َ ‫ﻚ َﻟُﻬ ْﻢ‬ َ ‫ﻭﻟِﺌ‬َ ‫ﺎﺗَﻨﺎ ﺷَْﻴًﺌﺎ ﺍﺗَّﺨََﺬَﻫﺎ ﻫُﺰًُﻭﺍ ُﺃ‬ ِ ‫ﻦ َﺁَﻳ‬ْ ‫َﻭِﺇَﺫﺍ ﻋَِﻠ َﻢ ِﻣ‬
Artinya : “Dan apabila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan
olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al-Jaatsiyah 9) Fatullah Z
menjelaskan lebih dalam mengenai, “6 Perkara yang Merusak Amal” pada kajian Awadah Dakwah
Festival 2020 melalui tayangan video berikut ini.

Ada tiga jenis amal, yaitu amal jariah, amal ibadah, dan amal saleh. Amal jariah berarti perbuatan
yang berkelanjutan. Amal jariah bisa juga disebut wakaf, berasal dari kata waqafa yang berarti
menghentikan, mengekang, atau menahan. Benda wakaf adalah benda yang disumbangkan untuk
kepentingan umum atau agama. Amal jariah disebut wakaf karena benda yang diamaljariahkan
ditujukan bagi kemaslahatan umum.
Pahala amal jariah tidak akan terputus walaupun pemberinya sudah meninggal, selama benda yang
diamalkan tersebut masih memberikan manfaat bagi kepentingan umum. Hal ini sesuai sabda
Rasulullah SAW, “Bila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga (hal): sedekah
jariah, ilmu yang diambil manfaatnya, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim).
Jariah berasal dari kata jara yang artinya mengalir tidak putus-putusnya. Maka amal jariah agar
manfaatnya berlangsung abadi, harus dikelola dengan baik. pengelola amal jariah adalah badan
wakaf.
Wakaf sebagai amal jariah ada dua macam, yaitu waqaf ahli dan waqaf khairi. Waqaf ahli adalah
wakaf yang pada awalnya ditujukan untuk orang-orang tertentu, namun saat pemberi wakaf
meninggal, benda wakaf dialihkan untuk kepentingan umum. Waqaf khairi adalah wakaf yang sejak
awal sudah ditujukan untuk kepentingan umum, atau waqaf ahli yang penerima pertamanya sudah
tidak ada.
Amal yang kedua, amal ibadah, berarti perbuatan pengabdian. Ibadah berasal dari kata abada yang
berarti melayani, mengabdi, dan menyembah. Perintah untuk beribadah terdapat dalam Alquran
surat Adz Dzaariyaat ayat 56 yang artinya, “Aku tidak jadikan jin dan manusia kecuali agar mereka
mengabdi kepadaku." Ibadah hanya ditujukan kepada Allah SWT sesuai firman Allah SWT dalam
Alquran surat Az-Zumar ayat 11 yang artinya, “Katakanlah, bahwasanya aku diperintahkan
menyembah Allah seraya mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.
Amal yang ketiga adalah amal saleh. amal saleh adalah semua perbuatan, lahir maupun batin, yang
berakibat pada hal positif atau bermanfaat. Amal saleh bisa mencakup pengertian amal jariah dan
amal ibadah.
Amal bisa diterima dan bisa pula tidak diterima oleh Allah SWT. Syarat diterimanya amal ibadah ada
dua. Pertama, amal dilakukan dengan ikhlas tanpa pamrih. Kedua, untuk amal ibadah dalam arti
khusus seperti shalat, zakat, ibadah, haji, puasa, dan sebagainya harus dilakukan sesuai dengan
tuntunan Alquran dan hadis.
Ada beberapa perbuatan yang bisa merusak amal. Pertama adalah riya, yaitu beramal bukan
ditujukan kepada Allah SWT, melainkan agar dilihat orang lain. Kedua tasmi, yaitu menceritakan
amalnya kepada orang lain dengan tujuan yang sama dengan ria. Ketiga, beramal ibadah dalam arti
khusus namun tidak sesuai dengan tuntutan Alquran dan hadis. Keempat, beramal dalam arti umum
yang tidak didasarkan pada ilmu pengetahuan.

Berikut ini 7 perbuatan yang dapat menghilangkan amalan.


1. Mendatangi Dukun dan Peramal
2. Tathayyur: Menganggap sial melihat sesuatu
3. Tamaim (Jimat)
4. Tanjim (Zodiak/Ramalan)
5. Riya
6. Murtad

Adapun 6 perkara yang dapat merusak amalan, di antaranya:


1. Sibuk mencari aib manusia,
2. Kerasnya hati atau sombong,
3.Mengungkit-ungkit amalan (sedekah) yang telah dilakukan serta menyakiti perasaan si penerima
ketika sedang bersedekah (QS 2:264)
4. Melakukan amalan dengan niat duniawi semata
5. Terlalu cinta dunia,
6. Sedikit malu atau hilang rasa malu kepada Allah,
7. Panjang angan-angan,
8. Tamak (rakus).

Tanda-tanda kerasnya hati


1. Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu
kemaksiatan.
2. Tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Alquran yang dibacakan
3. Tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allah
4. Tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allah Azza wa Jalla
5. Bertambahnya kecintaan terhadap dunia dan mendahulukannya di atas akhirat
6. Tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah
7. Bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya
8. Tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar.
Tanda-Tanda Hati yang Keras dan Penyebabnya, Anda Termasuk?

Alief Sappewali
Konten Redaksi Rakyatku.Com

ILUSTRASI
Anda sulit menangis? Tidak ada penyesalan setelah melakukan kemaksiatan dan dosa?
Mungkinkah hati Anda mulai mengeras atau bahkan sudah keras?
RAKYATKU.COM - Anda sulit menangis? Tidak ada penyesalan setelah melakukan kemaksiatan dan
dosa? Mungkinkah hati Anda mulai mengeras atau bahkan sudah keras?
Ustaz Abu Ahmad Said Yai sebagaimana dikutip dari Almanhaj.or.id menguraikan panjang lebar
tentang hati yang keras dan penyebabnya.
Hati yang keras ini disebutkan dalam firman Allah subhanahu wata'ala dalam surat Az-Zumar ayat 22.
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang
nyata."
Setiap manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Sifat-sifat tersebut pun bisa berubah-ubah setiap
waktu. Begitu pula hati, dia pun memiliki sifat. Hati bisa menjadi sehat dan juga bisa menjadi sakit. 
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya ….
(QS. Al-Baqarah:10)
Hati juga bisa menjadi lunak dan juga bisa menjadi sekeras batu. Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (QS. Al-
Baqarah: 74)
Ayat di atas dengan jelas menerangkan bahwa orang yang hatinya keras sangat tercela dan dalam
kesesatan yang nyata. Malik bin Dinar rahimahullah pernah berkata, "Seorang hamba tidaklah
dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang dijadikan keras. Tidaklah
Allah Azza wa Jalla marah terhadap suatu kaum kecuali Dia akan mencabut rasa kasih sayang-Nya dari
mereka. 

TANDA-TANDA HATI YANG KERAS


Hati yang keras atau mulai mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
1. Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu
kemaksiatan.
2. Tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Alquran yang dibacakan. Berbeda dengan kaum
mukminin, hati mereka akan bergetar jika dibacakan ayat-ayat Alquran atau diingatkan akan Allah
Azza wa Jalla.
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfal:2)
3. Tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allah
Azza wa Jalla. Allah berfirman, "Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa
mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula)
mengambil pelajaran?" (QS. At-Taubah:126)
4. Tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allah Azza wa Jalla
5. Bertambahnya kecintaan terhadap dunia dan mendahulukannya di atas akhirat
6. Tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah
7. Bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya. Allah Azza wa Jalla berfirman,
"Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang fasik." (QS. Ash-Shaf:5)
8. Tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar.
SEBAB-SEBAB KERASNYA HATI
Hati menjadi keras tentu ada penyebabnya. Penyebab-penyebab kerasnya hati di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kesyirikan, Kekufuran, dan Kemunafikan
Inilah sebab yang paling besar yang dapat menutupi hati seseorang dari menerima kebenaran. Allah
Azza wa Jalla berfirman, "Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, karena
mereka telah mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allâh sendiri tidak menurunkan
keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat
tinggal orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran:151)
2. Melanggar Perjanjian yang Dibuat Kepada Allah Azza wa Jalla
Allah Azza wa Jalla berfirman, "(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka kami laknat mereka,
dan kami jadikan hati mereka keras membatu." (QS. Al-Ma'idah:13)
3. Tertawa Berlebihan
Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kalian banyak tertawa! Sesungguhnya banyak
tertawa dapat mematikan hati." (HR. Ibnu Majah)
4. Banyak Berbicara dan Banyak Makan
Bisyr bin al-Hârits pernah berkata, “(Ada) dua hal yang dapat mengeraskan hati: banyak berbicara dan
banyak makan.” (Hilyatul-Auliya’ VIII/350)
5. Banyak Melakukan Dosa
Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan dosa,
maka akan ada bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berhenti (dari dosa tersebut) serta
memohon ampunan, maka hatinya akan mengkilap. Apabila dia terus melakukan dosa, maka
bertambah pula noktah hitam itu. Itu adalah ar-ran (penutup) yang disebutkan oleh Allah di kitab-Nya:
‘Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka."
(QS. Al-Muthaffifin:14)
6. Lalai Dari Ketaatan
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang-binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raf:179)
7. Nyanyian dan Alat Musik
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, "Lagu-laguan menumbuhkan kemunafikan di dalam
hati." (HR. Al-Baihaqi)
8. Suara Wanita yang Menggoda
Allah Azza wa Jalla berfirman, "Maka janganlah kamu tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara
sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang
baik." (QS. Al-Ahzab:32)
9. Melakukan Hal-Hal yang Merusak Hati
Hal-hal yang merusak hati sangatlah banyak. Akan tetapi, dari semua itu ada lima hal yang menjadi
faktor perusak hati. Kelima hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah:
“Adapun lima hal yang merusak hati adalah banyak bergaul (berkumpul dengan manusia), (banyak)
berangan-angan, tergantung kepada selain Allah Azza wa Jalla, kekenyangan (banyak makan), dan
(banyak) tidur. Inilah kelima hal utama yang dapat merusak hati”.
Renungan malam yang membuatku tersentak. Kuliah tujuh menit yang cukup membuat diriku berkaca
diri tentang motivasi apa yang selama ini aku cantumkan dalam beribadah. Dari kuliah yang amat
singkat ini, aku menyimak minimalnya ada

4 tingkatan motivasi seseorang untuk melakukan ibadah.


Pertama, dia melaksanakan ibadah karena ia takut dosa apabila dia tidak mengerjakannya. Dampak
motivasi pertama ini adalah seseorang menganggap ibadah ini hanya sebagai beban, ia melakukannya
hanya karena untuk menggugurkan kewajibannya. Motivasi ini ibaratnya seperti seorang budak,
ketika dia disuruh, baru dia mengerjakannya.
Kedua, dia melaksanakan ibadah karena ia mengharapkan pahala dari apa yang ia kerjakan.
Dampak motivasi kedua ini adalah seseorang melakukan ibadah hanya pada waktu tertentu saja,
contohnya di Bulan Ramadhan yang dijanjikan berkali-kali lipat pahalanya, ketika bulan Ramadhan
telah lewat, maka ia mengurangi ibadahnya, bahkan meninggalkannya naudzubillah.. Motivasi ini
ibaratnya seperti seorang anak-anak, yang ketika mengerjakan sesuatu, pasti ingin mendapatkan
imbalan.
Ketiga, dia melaksanakan ibadah karena ia mengharapkan ridho Allah SWT. Apa itu ridho? Ridho
artinya rela, mengharapkan Ridho Allah SWT artinya kita mencari apa yang membuat Allah SWT rela
kepada kita. Seseorang yang memiliki motivasi ini memiliki semangat untuk menjamin kualitas
ibadahnya, bukan kuantitas. Ia mencoba untuk merenungi setiap makna dari ibadah, apa makna
setiap gerakan dalam solat, apa makna setiap bacaan Al Qur’an. Banyak saudara kita yang hanya
membaca Al Qur’an (mungkin termasuk saya) tanpa memahami atau bahkan tidak mengetahui apa
artinya (memang benar, membaca saja kita sudah mendapatkan pahala). Tetapi, implementasi atau
pengaplikasian dalam kehidupan sehari lah yang seharusnya kita tanamkan dalam diri kita melalui
pemahaman ibadah-ibadah yang kita lakukan setiap hari.
Keempat beribadah karena ia cinta kepada Allah SWT dan agama yang di ridhoi-Nya, agama Islam.
Seseorang yang cinta pada sesuatu pasti akan melakukan segala sesuatu demi apa yang dicintainya.
Begitu pun seseorang yang beribadah karena cinta kepada Allah SWT dan Islam, ia melakukannya
karena pikiran dan tubuhnya tergerak oleh yang namanya cinta. Ibarat bobotoh yang cinta kepada
Persib, dimanapun Persib bertanding, pasti akan ada bobotoh yang akan setia menonton dan
mendukung Persib. Begitu pula seseorang yang beribadah karena telah merasakan cinta kepada Allah
SWT dan Islam, semua yang dilakukan oleh dirinya semata-mata hanya untuk Allah SWT dan Islam.
Sebenarnya, apapun motivasi kita dalam beribadah tidak masalah, selama ibadah yang kita lakukan
tidak diniatkan hanya untuk riya. Namun, terdapat keutamaan yang dapat kita peroleh ketika kita
menaikan kadar motivasi kita dalam beribadah. Karena, sesungguhnya yang hanya bisa menilai ibadah
kita diterima atau tudak, ialah hanya Allah SWT, dan kita berharap dan saling mendoakan agar ibadah
kita dapat diterima oleh Allah SWT dan hidup kita ini senantiasa diberikan petunjuk agar
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin ya Rabbal Alamiin.

Anda mungkin juga menyukai