Keenam, karena makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti, anjing, babi, alkohol, narkoba dan sebagainya,
atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara
mencarinya dengan berdusta, menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram, seakan ia
makan Tempe tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun min amalisy syaithon". Najis karena
amalnya, atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat, maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya.
Semuanya menjadi hijab hati dan hijab hubungan kepada ALLAH, walhasil sholatnyapun tidak diterima, ALLAH
"SUBBUUHUN" MAHA SUCI hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pd orang yang menangis ta'kala berdoa,
"hampir saja aku mengira doanya diijabah ALLAH, namun Jibril memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas
bagaimana ALLAH menjawab si penipu, pakaian dan makanannya dari hasil menzholimi orang lain?" SADARILAH saat
sholat kita BERHADAPAN ZAT YANG MAHA SUCI!
Ketujuh, karena sholatnya masih disertai "Al fahsyau" berbuat ma' siyat seperti berdusta, mabuk, buka aurat, berjudi, berzina,
dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal sampai zina kemaluan, "adzdzunuubu kaafilatul quluubi"
dosa dosa ma'siyat itu menjadi "cover" penutup hati, Alwaqi, guru imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh
cahaya NUR HIDAYAH ALLAH tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena ma'siyat. Inilah kebanyakan yang
terjadi pada "tukang sholat" bukan "Penegak Sholat", STMJ sholat rajin ma'siyat tekun, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang
berkwalitas, hasilnya lagi lagi kosong, tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang sholat
tetapi sulit khusyu'...ya bagaimana khusyu' ma'siyat terus sich!. Imam Ghazali berkata, "Sungguh, sekali dusta sudah cukup
membuat sholatnya terhijab kepada RABBnya".
Kedelapan, karena sholatnya disertai "al mungkar", berbuat zholim, menganiaya, menipu, menggunjing, memfitnah,
merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain. Ini pun menjadi HIJAB BESAR, karena
ALLAH hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu MENGHINAKAN DIRI dihadapanNYA dan yang MEMBUAT
dirinya BERAHKLAK MULIA kepada MAHLUKNYA. Cukup sholat itu akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan
yatim piatu dan faqir miskin (QS 107:1-3). "Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran"dan sebagainya sudah cukup
dianggap pendusta sholat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya, dan ini semua bukan akhlak hamba ALLAH yang
sholat, orang sholat itu belas kasih, santun, pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati.
Kesembilan, karena "Ath thobiah assayyiah" masih punya sifat tabiat buruk seperti sombong, diam diam merendahkan orang
lain, dengki, dendam, pemarah, buruk sangka, riya, sum'ah, ujub bangga diri dan sebagainya. Sehingga sholatnya tidak
membawa pengaruh apa apa bahkan bisa jadi sholatnya menjadi fitnah karena ia melakukan bukan karena ALLAH, tetapi
"Yurounnaas" riya, karena ingin pujian dan perhatian manusia (QS 107:6) atau diam diam saat sholat karena diangkat sbg
imam atau pandai ilmu atau bacaannya sangat bagus atau karena rajinnya sholat ia bangga diri, dalam hatinya, "tidak ada orang
lebih pantas menjadi imam selain aku", "tidak ada orang sealim aku di musholla ini", "tidak ada suara sebagus bacaanku" dst.
Inilah yang disebut ujub, "innama yataqobbALLAH minal mutawadhiin" ALLAH hanya menerima hamba yang benar-benar
lurus niatnya disertai penuh kerendahan diri dihadapanNYA, SUBHANALLAH.
Kesepuluh, karena "goirul isti'daadi" tidak mempersiapkan diri secara maksimal menghadap ALLAH, seperti pakaian kurang
bersih, kurang rapi padahal ada pakaian bersih dan rapi, mukena yang bau apek atau badan yang masih kotor padahal masih
bisa membersihkan, atau tempat ibadah kurang bersih, atau dengan sengaja mengulur ulur waktu sholat, Imam Ghazali berkata,
"Siapa dengan sengaja mengulur waktu sholat tanpa alasan yang dibenarkan Syar'i maka sungguh setengah kekhusyuan telah
hilang dari sholatnya", berarti orang yang memperhatikan sholat diawal waktu itu sungguh telah meraih setengah kekhusyuan.
Kemudian membiarkan diri tidak faham sholat dengan tidak mau meningkatkannya untuk belajar, akhirnya sholat hanya
sekedarnya maka hasilnyapun sekedarnya, tidak heran sholatnya tidak berpengaruh dalam kesehariannya. Sahabatku, tentu
beda hasilnya mrk yang sungguh2 belajar dan mempersiapkan diri u sholat dengan yang sekedarnya, atau malas sholat,
sahabatku.
Kesebelas, karena "hubbul mubaahah wal karoohah" membiasakan bersenang senang dengan yang mubah dan yang makruh,
seperti berlama lama nongkrong depan Tv, berlama lama nonton film, berlama lama dengar musik, asyik dengan hobby, seperti
berjam jam main FB, catur, mancing, banyak bicara yang tidak perlu, kuat sekali merokoknya bahkan sudah nyandu, makan
terlalu kenyang, terlalu banyak bercanda dan tertawa, terlalu lama tidur dan sebagainya, hal hal inilah yang membuat hati lupa
dan lalai pada ALLAH, kalau dibiarkan terus hati keras maka semakin sulit merasakan kekhusyuan. Cobalah sahabatku, 3 hari
saja tidak menonton TV, sibukkan diri dengan khatam Alqur'an, tidak bicara kecuali yang penting dengan tetap menjaga
kesantunan, niscaya akan merasakan SUASANA BERBEDA, lebih nikmat beribadah, karena kekhusyuan itu berangkat dari
hati yang lembut, bersih dan terjaga. "Sungguh beruntunglah orang-orang beriman yang selalu menjaga KESUCIAN HATInya
dengan ZIKIR dan SHOLAT (QS 87:14-15),
Lalu bagaimana caranya agar mudah khusyu dalam shalat?
Silahkan menghafal bacaan shalat, tapi lebih baiknya lagi kita mampu meresapi maknanya. Sehingga pemahaman makna akan
menambah ketenangan jiwa dan akan memberi dampak baik disaat sedang shalat atau disaat kita membaca surat lainnya dalam
al Quran.
Keenam: Arahkan pandangan hanya ditempat sujud, dan tidak memalingkan kelainnya
Janganlah kita mengarahkan pandangan kita selain ke tempat sujud, sebab hal tersebut akan mengganggu kekhusyukan kita
dalam shalat. Bahkan terdapat larangan dalam hadits untuk melihat ke atas disaat kita shalat, begitu juga memalingkan seluruh
atau sebagian badan kita karena bisa membatalkan shalat kita, lantaran telah merubah qiblat disaat sedang shalat.
Ketujuh: Hindari segala hal yang bisa menyibukkan saat sedang shalat.
Seperti penggunaan alat-alat elektronik (handphone, tv, , penggunaan pakaian yang kurang pas, serta hal-hal lainnya yang bisa
mengganggu kita dalam shalat. Maka hal-hal tersebut harus kita hindari agar shalat kita senantiasa terjaga dan tidak merusak
kekhusyukan disaat sedang shalat.
Demikianlah beberapa kiat dan cara agar kita mudah khusyu dalam shalat. Dengan menerapkan kiat-kiat diatas, kami berharap
semoga shalat kita senantiasa memberi pengaruh yang baik dalam kehidupan kita sehari-hari.
Ada banyak cara untuk mendapatkan shalat khusyuk yang di sampaikan juga oleh banyak orang melalui banyak media pula,
namun yang perlu kita pahami bahwa cara untuk mendapatkan shalat yang khusyuk yang terpenting itu terletak pada diri kita
sendiri. Kita hanya perlu memahami kiat agar shalat khusyuk dan pelaksanaannya kita sendiri yang menentukan, maka niat
tulus dari dalam hati menjadi kunci utama.
kiat agar shalat khusyuk
Hati
Dalam melakukan ibadah shalat, seharusnya bukan hanya anggota tubuh kita yang mengikuti gerakan demi gerakan shalat. Ini
yang seringkali terjadi sehingga seseorang tidak meraih shalat yang khusyuk. Namun, perlu untuk kita mengikutkan hati kita
dalam setiap shalat, dalam setiap gerakan dan bacaan dalam shalat, menjadikan hati kita ikut melaksanakan shalat bersama
seluruh anggota tubuh kita.
Maka mulailah mempelajari dan memahami satu per satu bacaan shalat kita. Dan mencoba untuk terus menghayatinya dalam
setiap shalat yang kita lakukan.
Fokus
Pandangan saat melakukan shalat itu di tujukan di tempat kita sujud, tidak melirik apalagi menengok kiri dan kanan. Itu agar
kita fokus dalam shalat kita. Namun yang lebih penting lagi pikiran kita juga harus fokus bahwa kita sementara melakukan
shalat, kita sedang menghadap kepada Allah SWT.
Shalat Terakhir
Allah SWT berfirman dalam salah satu ayatnya bahwa tidak satupun manusia yang luput dari kematian, maka seharusnya itu
menjadi bahan perenungan yang kuat agar keseharian kita bisa lebih terjaga. Begitupun dalam shalat, kita akan lebih mudah
mendapatkan shalat yang khusyuk ketika kita selalu menanamkan dalam hati bahwa ini adalah shalat kita yang terakhir, setelah
saya melakukan shalat kali ini maka kematian akan menjemput.
Al-Haafidz Ibnu Katsir rahimahullahu Allah SWT berkata, yang dimaksud rang-orang yang lalai dari shalatnya adalah:
1. Orang tersebut menunda shalat dari awal waktunya sehingga selalu mengakhirkan sampai waktu yang terakhir.
2. Orang tersebut tidak melaksanakan rukun dan syarat shalat sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dan
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
3. Orang tersebut tidak khusyu’ dalam shalat dan tidak merenungi makna bacaan shalat.
Khazanahalquran.com – Sebelumnya kita telah menyebutkan 2 tipe pendusta agama. Mereka adalah kelompok yang
meragukan Hari Pembalasan hingga berlaku kasar kepada anak yatim dan tidak saling menganjurkan untuk memberi makan
orang miskin. Selanjutnya kita akan sebutkan tipe-tipe lain dari para pendusta agama.
Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya. ( صاَل تِ ِه ْم َ صلِّينَ الَّ ِذينَ هُ ْم عَن َ فَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُم
ه
ََ ُوناس)
Celakalah orang-orang yang solat ! Sungguh rugi seorang yang menghabiskan waktunya untuk solat tapi masih saja celaka.
Siapakah mereka? Dalam ayat ini Allah menyebut orang-orang yang celaka adalah yang lalai terhadap solatnya bukan yang
lalai di dalam solatnya. Atau dalam bahasa arab Allah menyebutkan
َساهُون َ صاَل تِ ِه ْمَ الَّ ِذينَ هُ ْم عَن
Bukan
َساهُون َ صاَل تِ ِه ْم َ الَّ ِذينَ هُ ْم في
Kenapa demikian?
Kita harus bersyukur karena Allah tidak menyebut celaka kepada orang-orang yang lalai di dalam solatnya. Karena kita sendiri
merasakan bahwa ketika takbir telah terucap, pikiran sudah tidak fokus lagi kepada solat.
Tiba-tiba teringat hutang seseorang yang belum dibayar, ingin pergi keluar kota dan berbagai masalah tiba-tiba memenuhi
pikiran. Bahkan sering kita lupa jumlah rokaat karena memikirkan hal lain diluar solat.
Imam Ja’far As-Shodiq pernah ditanya apakah arti lalai dalam ayat ini? Apakah yang dimaksud adalah was was atau keraguan
dalam solat? Imam menjawab,
“Tidak, jika itu yang dimaksud maka banyak orang yang tidak bisa melewatkannya. (Arti lalai dalam ayat ini) adalah tidak
memperhatikan waktu solat dan menunda-nunda untuk melaksanakannya.”
Jika yang celaka dalam ayat ini adalah orang yang lalai di dalam solat, berapa banyak orang yang akan celaka?
Tentu hampir semua orang merasakan gangguan dalam solat sehingga ia lalai. Namun yang dimaksud dalam ayat ini adalah
mereka yang meremehkan waktu solat. Menunda-nunda ketika ingin melaksanakannya. Mendahulukan urusan lain daripada
solatnya. Merekalah orang yang solat namun celaka, kata Allah swt.
Padahal, sifat malas untuk solat dan mengulur-ulur waktunya adalah sifat orang-orang munafik. Allah berfirman,
١٤٢- ًاس َوالَ يَ ْذ ُكرُونَ هّللا َ ِإالَّ قَلِيال
َ َّسالَى يُ َرآؤُونَ الن َ صالَ ِة قَا ُمو ْا ُك َّ ِإنَّ ا ْل ُمنَافِقِينَ يُ َخا ِدعُونَ هّللا َ َوه َُو َخا ِد ُعهُ ْم َوإِ َذا قَا ُمو ْا ِإلَى ال-
“Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang Menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat
Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa’ 142)
Masalah mengulur waktu memang sudah menjadi penyakit yang merata. Setan tidak akan tinggal diam dan berusaha membuat
solat menjadi beban yang begitu berat. Tapi kita harus selalu sadar bahwa menunda waktu solat sama saja mengundang celaka.
Imam Ali bin Abi tholib pernah berpesan,
“Tidak ada amalan yang lebih dicintai Allah melebihi solat. Maka janganlah kalian disibukkan dengan urusan dunia
sehingga melalaikan waktunya. Karena Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya (yaitu) orang-orang yang lalai
terhadap shalatnya yaitu mereka yang meremehkan waktu solat.”
Bukankah kita merasa tidak enak ketika harus meninggalkan tamu saat waktu solat tiba? Bukankah kita sering menunda solat
karena takut melewatkan acara di tv? Bukankah kita sering mengakhirkan waktu solat karena takut bisnis kita akan gagal jika
pembicaraannya terputus?
Imam Ja’far pernah ditanya, bagaimanakah lalai terhadap solat itu? Beliau menjawab,
“Ketika seorang mendahulukan urusan dunianya atas urusan akhiratnya.”
Padahal mereka adalah orang-orang yang solat, tapi sayang sekali Allah menyebut mereka orang-orang yang celaka. Tidakkah
kita ingat Rasulullah saw di akhir hayatnya berpesan, “Umatku umatku… Jagalah solat…” Bahkan beliau pernah bersabda,
“Kelak tidak akan mendapat syafaatku, orang yang meremehkan (waktu) solat.”
Kenapa memperhatikan waktu solat itu begitu penting?
Karena ketika kita meremehkan waktu solat, kita telah meremehkan sesuatu yang paling dicintai Allah swt. Dan meremehkan
sesuatu yang paling dicintai Allah sama saja meremehkan Allah swt. Bukankah kita akan bangun lebih pagi jika ada janji
dengan orang yang penting bagi kita? Kita akan berangkat lebih awal agar jangan sampai terlambat menemuinya. Akankah
Allah lebih rendah dibandingkan manusia termulia sekalipun?
Kisah
Suatu hari datang seorang wanita kepada Rasulullah saw. Dia meminta untuk berbicara dengan beliau dan meminta agar para
sahabat keluar. Akhirnya Rasulullah memberi isyarat kepada para sahabatnya untuk keluar. Ketika para sahabat telah keluar,
wanita ini berkata, “Wahai Rasululah, aku telah berbuat dosa yang amat besar.”
“Rahmat dan ampunan Allah lebih besar dari dosamu, apa yang kamu lakukan?” Kata beliau Wanita itu menjawab,
“Aku adalah seorang wanita yang bersuami kemudian aku selingkuh. Aku berzina sampai aku hamil. Dan ketika anak itu lahir
aku cekik dan kumasukkan ke dalam cuka. Kemudian setelah beberapa lama aku jual cuka itu untuk orang lain.”
“Sungguh engkau telah melakukan dosa besar.”
Sesaat Rasulullah melihatnya dan dengan spontan berkata, “Aku menduga bahwa engkau telah meninggalkan solat Asar.”
Disaat kita meremehkan solat, senjata untuk melawan hawa nafsu akan melemah. Dengan meninggalkan solat, seorang dapat
kehilangan kontrol pada nafsunya hingga bisa melakukan hal-hal yang kotor semacam itu.
٤٥- َاش ِعينِ يرةٌ إِالَّ َعلَى ا ْل َخ
َ ِصالَ ِة َوإِنَّ َها لَ َكب َّ ست َِعينُو ْا بِال
َّ ر َوالeِ ص ْب ْ َوا-
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-
orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah 45)
Yang berbuat riya’ ( َ)الَّ ِذينَ هُ ْم يُ َراؤُون
Selain meremehkan solat. Riya’ juga termasuk penyakit yang berat. Karena setiap manusia suka dan ingin disanjung orang.
Hanya bagaimana kita harus pintar menata niat agar amal kita hanya ditujukan untuk Allah semata. Orang yang riya’ termasuk
dalam golongan orang yang mendustakan agama. Karena mereka tidak yakin dengan balasan Allah swt, hingga harus berharap
dilihat oleh orang lain. Jika dia yakin, pasti ia akan beramal hanya untuk-Nya.
١١٠- ًش ِركْ بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه أَ َحدا َ ًفَ َمن َكانَ يَ ْر ُجو لِقَاء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل َع َمال-
ْ ُ َواَل يeًصالِحا
“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhan-nya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia
mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya.” (Al-Kahfi 110)
Riya’ termasuk dalam syirik yang tersembunyi. Ketika orang yang riya’ ini menghadap pada Allah di Hari Pembalasan, Allah
akan berkata padanya “Hai fulan, mintalah pahalamu kepada mereka yang kau tujukan niatmu padanya.”
Karenanya, jangan heran jika banyak orang yang sudah memiliki amal kebaikan yang banyak, ternyata sampai di akhirat
dengan tangan kosong. Semua itu karena amal mereka tidak ditujukan untuk Allah semata.
٢٣- ً َوقَ ِد ْمنَا ِإلَى َما َع ِملُوا ِمنْ َع َم ٍل فَ َج َع ْلنَاهُ َهبَاء َّمنثُورا-
“Dan Kami akan Perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan Jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
beterbangan.” (Al-Furqon 23)
Seorang datang kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya beramal untuk Allah tapi orang lain memuji saya, apakah itu riya’?
Rasul menjawab, “Pujian seorang itu tidak masalah selagi niatmu hanya untuk Allah. Ketika ada orang yang memujimu, itu
adalah kabar baik yang didahulukan (sebelum mendapat ganjarannya)”
Beramal untuk orang lain sama saja dengan meremehkan Allah swt. Apakah Allah tidak bisa memberi yang kita harapkan
hingga harus berharap pada makhluk-Nya?
Tanda-Tanda Riya’
Imam Ali bin Abi tholib pernah menjelaskan tentang tanda-tanda orang yang riya’. Beliau berkata, “Orang yang Riya’ itu:
1. Malas ketika sendirian
2. Rajin ketika banyak orang.
3. Menambah amalnya ketika dipuji.
4. Mengurangi amalnya ketika tidak ada yang memujinya.
Sebab Riya’
Sebab-sebab orang yang riya’ itu bermacam-macam. Ada sebagian karena gila sanjungan, takut di kritik, tamak dan ingin
menutupi keburukannya.
Dan enggan (memberikan) bantuan ( َ)ويَ ْمنَعُونَ ا ْل َماعُون َ
Sampailah kita pada ayat terakhir pada surat ini. Tipe pendusta agama yang terakhir adalah mereka yang enggan memberi
bantuan walaupun berupa hal-hal yang remeh.
Al-Ma’un dalam bahasa arab bermakna sesuatu yang kecil dan remeh. Sesuatu yang tidak berharga yang bisa dipinjamkan
kepada orang lain. Seperti air, garam, panci dan alat-alat remeh lainnya. Rasulullah saw bersabda,
“Siapa yang menahan Al-Ma’un (hal-hal yang remeh) ini dari tetangganya maka Allah akan menahan kebaikannya di
Hari Kiamat. Dan Allah akan memasrahkannya pada dirinya sendiri. Dan betapa buruk keadaan orang itu”
Ketika Allah tidak mau lagi memperhatikan hamba-Nya, Dia akan memasrahkannya pada dirinya sendiri. Apa daya seorang
hamba yang tidak lagi diperhatikan oleh Allah swt. Apa yang dapat dia lakukan sendiri tanpa bantuan Allah swt?
Rasulullah pun dalam tangisannya di kala sujud selalu berdoa, “Ya Allah, benahilah seluruh urusanku. Jangan kau pasrahkan
aku pada diriku sendiri dan pada makhluk-Mu sekejap mata pun. ”
Untuk menutup kajian ini, ada poin penting yang harus kita perhatikan dalam Surat ini. Islam bukanlah agama yang
memperhatikan kehidupan akhirat saja. Hubungan kepada sesama manusia pun sangat diperhatikan.
Terbukti dengan orang-orang yang disebut pendusta agama. Siapa mereka? Pertama Allah menyebutkan orang yang keras
kepada anak yatim dan tidak saling menganjurkan untuk memberi orang miskin. Keduanya adalah urusan yang berhubungan
dengan sesama manusia. Baru kemudian Allah menyebutkan tipe orang yang melalaikan solat dan Riya’.
Disini Allah mendahulukan hubungan antar manusia sebelum menyebutkan hubungan dengan alam akhirat. Jelas, hal ini
menunjukkan betapa pentingnya menjaga keharmonisan hubungan antar manusia dalam islam.
Semoga Allah swt menjauhkan kita dari sifat-sifat para pendusta agama ini. Dan semoga Rasulullah berkenan memberi
syafaatnya setelah kita berusaha menjaga waktu solat.