Anda di halaman 1dari 10

Hal hal yang mempengaruhi kekhusyukan sholat

Pikiran
o Faktor tingkat keimanan kita memiliki pengaruh yang sangat vital dan menentukan
dalam upaya menggapai kekhusyukan di dalam setiap shalat
Tingkat keimanan menjadikan dasar bagaimana kita dalam menjalankan sholat. Sebagai
mana semakin tinggi tingkat keimanan seseorang akan semakin baik juga orang tersebut menjaga
sholatnya dan begitu juga sebaliknya. Manusia dalam shalat terbagi menjadi beberapa tingkatan:
Pertama, Tingkatan orang yang zalim terhadap dirinya sendiri dan lalai dengan shalatnya.
Dialah orang yang shalat dengan wudhu yang tidak sempurna, shalat tidak pada waktunya,
batas-batasnya dan tidak menyempurnakan rukun-rukunnya.
Kedua, Orang yang semata-mata menjaga waktu, batas-batas shalat dan rukun-rukunnya
yang lahiriyah dan menjaga waudhu. Namun dia tidak berusaha melawan bisikan-bisikan maka
dia terhanyut dalam bisikanbisikan dan pikiran-pikirannya di dalam shalat.
Ketiga, Barangsiapa yang menjaga batas-batas shalat dan rukun-rukunnya, dan
bersungguh-sungguh mengarahkannya jiwanya dalam melawan bisikan-bisikan dan fikiranfikiran yang menggoda di dalam shalatnya, maka dengan hal tersebut sesungguhnya dia telah
menyibukkan dirinya dalam menghadapi musuhnya agar musuhnya itu tidak mencuri shalatnya,
maka dengan seperti ini dia berada dalam sholat dan jihad.
Keempat, Orang yang apabila bangkit menunaikan shalat maka dia menyempurnakan
hak-hak, rukun-rukun dan aturan-atauran shalat, hatinya dikerahkan untuk menjaga tuntutantuntutan shalat, agar dia tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari ibadah shalatnya. Bahkan, seluruh
potensi dan semangatanya tercurah untuk menyempurnakan penegakan shalat sebagaimana
mestinya, maka dengan ini sungguh hatinya telah terarah pada perkara shalat dan ubudiyahnya
kepada Allah swt.
Kelima, Orang yang bangkit menegakkan shalat dengan cara seperti di atas, bersamaan
dengan itu dia hatinya tertumpah di hadapan Allah Azza Wa Jalla, dia melihat Allah dan
menyadari akan pengawasan Allah, hatinya cinta kepadaNya dan mengagungkanNya sekan dia
melihat Allah. Semua bisikan dan lintasan-lintasan pikiran telah terhapus, telah terangkat dinding
antara dirinya dan TuhanNya, maka orang yang seperti ini di dalam perkara shalat lebih utama
dan lebih agung dari pada jarak yang memisahkan langit dan bumi, orang yang seperti ini sedang
sibuk dengan bermunajat kepada Tuhannya swt di dalam shalatnya

o Faktor tingkat pemahaman kita karena belum faham bacaan, makna, hikmah,
keutamaan, syarat dan rukun sholat sangat berpengaruh, khususnya pemahaman
dan penghayatan terhadap setiap bacaan yang kita ucapkan di dalam shalat kita,
seperti ayat-ayat Al-Qur'an, dzikir-dzikir dan doa-doa.
Maka jadilah "sukaaro" shalat mabuk alias sholat tanpa rasa, tanpa pemahaman, tanpa
penghayatan, tanpa keyakinan, kosong, hampa, seakan robot jasad tanpa ruh. "Alkusaala" malah
terasa beban, buru-buru pengen cepat selesai, senangnya menunda-nunda waktunya, gerak
sholatnya cepat . Lihat orang mabuk berkata berbuat tetapi tidak sadar apa yang dikatakan dan
apa yang diperbuat, lihat orang shalat berdiri, bertakbir, baca ayat, rukuk, sujud, tahiyyat dan
salam, tetapi tidak sadar bahwa ia sedang berdiri, rukuk, sujud menghadap pencipta langit dan
bumi, tidak sadar bahwa ia sedang berdialog dengan pencipta dirinya, yang maha menentukan
segala-galanya.
Qs.4 An-Nisaa':43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kalian benar-benar paham apa-apa yang kalian baca dalam
shalat kalian
Jelas sekali ayat ini menekankan pada arti bacaan shalat, kita dapat melatihnya secara
berlahan. mabuk dalam ayat ini boleh diartikan sebagai mabuk khamr, tapi juga mabuk dunia,
mabuk harta, mabuk tahta, mabuk cinta pun termasuk pulak dalam hal yang mengganggu shalat
sehingga kita lupa/silap/tak sadar bacaan shalat apa yang telah kita baca, bahkan selalu-nya kita
lupa rakaat ke berapa.
Lebih baik membaca surat pendek yang kita tahu arti bacaan setiap kata-kata daripada
membaca surat panjang yang kita tak tahu apa artinya. Ingat, untuk mencapai shalat khusyu
dalam ayat diatas ialah faham apa yang kita ucapkan.
Garis besarnya, dalam ayat ini terdapat 2 hal:
a. Jangan melamun, jangan mabuk, jangan mabuk harta, jangan mabuk cinta, jangan mabuk
tahta, jangan mabuk dunia yang membuat kita tidak sadar & tidak tahu apa yang kita ucapkan

b. Arti bacaan shalat yang harus kita fahami untuk mencapai shalat khusyu
faham arti bacaan shalat itu penting sangat hingga kita tidak hanya dituntut hafal bacaan shalat
tapi juga faham artinya agar lebih khusyuk & menghayati shalat.
o Memikirkan dunia dimana hati kita sibuk dengan memikirkan urusan selain shalat
saat mengerjakan shalat.
"Hubbub dunya" sangat mencintai dunia, "the money is the first and the final of life, no
money no happy" sehingga hati pikirannya selalu dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat
duniawi, duit, dolar, makan minum, keluarga, target-target bisnis, masalah-masalah, berkhayal
dan sebagainya. Dan itulah yang di ingat-ingat dalam shalat, sampai apa yang disebut oleh
Rasulullah, "hatta yansa kam rok atan laka" sampai ia lupa sudah berapa rakaat ia sudah
shalat", maka tidak heran saat sholat yang semestinya hati pikirannya fokus dalam sholat
malah ingat dunia.
Sahabatku, simaklah Kalam Allah surah Al Maa'uun ayat 4 dan 5, "Celakalah orang-orang
yang mengerjakan shalat yang hati pikirannya lalai kepada Allah". Lalai hatinya karena
dunia "ball tu'tsiruunal hayaatad dunya" (QS Al Alaa 16). Karena itu sadarilah hidup kita
tidak lama di dunia yang fana ini, shalatlah seakan shalat terakhir hidup, simaklah sabda
Rasulullah, "Bila engkau melakukan shalat maka shalatlah kamu, seperti orang yang akan
meninggalkan alam fana" (HR Ibnu Majah & Imam Ahmad).
o Selain itu secara tidak langsung ada beberapa hal yang mengganngu kekhusyukan
dalam sholat, seperti perilaku tidak baik, shalat tapi berbuat zalim, shalat tapi berbuat
maksiat, serta makan dan minum dari yang haram secara tidak langsung juga dapat
menyebabkan kita untuk tidak khusyuk dalam sholat.
Shalat disertai "al munkar", berbuat zalim, menganiaya, menipu, menggunjing,
memfitnah, merendahkan orang lain secara terang-terangan atau secara diam diam, dalam
hatinya merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain.
Ini pun menjadi hijab besar, karena Allah hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu

menghinakan diri dihadapanNya dan yang membuat dirinya rendah hati kepada mahlukNya.

Cukup shalat itu akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan yatim piatu dan fakir
miskin (QS Al Maun 1-3). "Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran" dan sebagainya
sudah cukup dianggap pendusta shalat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya. Dan
ini semua bukan akhlak hamba Allah yang sholat, orang shalat itu belas kasih, santun,
pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati, sahabatku
Shalat masih disertai "Al fahsyau" berbuat maksiat seperti berdusta, mabuk, buka aurat,
berjudi, berzina, dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal
sampai zina kemaluan, "adzdzunuubu kaafilatul quluubi" dosa-dosa maksiat itu menjadi
"cover" penutup hati.
Alwaqi, guru Imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh cahaya nur
hidayah Allah tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena maksiat. Inilah
kebanyakan yang terjadi pada "tukang shalat" bukan "penegak shalat", STMJ sholat rajin
maksiat tekun, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang berkualitas, hasilnya lagi lagi kosong,
tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang shalat tetapi
sulit khusyu'. Ya bagaimana khusyu' maksiat terus sich!. Imam Ghazali berkata, "Sungguh,
sekali dusta sudah cukup membuat sholatnya terhijab kepada Rabbnya".
Makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti anjing, babi, alkohol,
narkoba dan sebagainya. Atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun
halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara mencarinya dengan berdusta,
menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram, seakan
ia makan tempe tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun
min amalisy syaithon". Najis karena amalnya atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat,
maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya. Semuanya menjadi
hijab hati dan hijab hubungan kepada Allah, walhasil shalatnyapun tidak diterima, Allah
"subbuuhun" Maha Suci hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pada orang yang
menangis tatkala berdoa, "hampir saja aku mengira doanya diijabah Allah, namun Jibril

memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas bagaimana Allah menjawab si penipu,
pakaian dan makanannya dari hasil menzalimi orang lain?"
Oleh karena itu untuk dapat sholat secara baik dan khusyuk sebaiknya semua harus kita
persiapan karena sadarilah saat shalat kita berhadapan zat Yang Maha Suci. Tentunya kita
harus memperhatikan hal-hal tersebut agar bisa menghindarinya. Dengan menghindarinya
kita akan bisa lebih mudah untuk menjadikan rasa khusyu' lebih merasuk. Dengan rasa
khusyu' yang merasuk maka shalat akan terasa lebih berbekas dalam jiwa. Tujuan shalat pun
akan lebih bisa dijaga. Kita pun akan merasakan sebagai orang yang butuh dengan shalat.

Lain lain
o kegaduhan dan kebisingan
Nabi bersabda, Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat (memohon)

kepada Rabbnya, maka hendaklah ia memperhatikan apa yang ia munajatkan, dan janganlah
sebagian kalian mengeraskan bacaan Al-Quran atas sebagian yang lain (HR Malik).
Rosulullah mempercepat shalatnya ketika beliau mendengar tangisan bayi yang
mengganggu kekhusyukan. Dan Allah juga memerintahkan supaya ketika kita hendak
melaksanakan shalat alangkah baiknya memakai wangi-wangian, karena hal yang menghalangi
kekhusukan bukan hanya dari bisingan melainkan juga dari bau, semua itu tercakup dalam
firman-Nya, yang artinya, Pakailah pakainmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid.
(Al-Araf: 31)
o Menahan buang angin, kencing atau berak
Menahan buang angin (kentut) jugan merupakan hal menghalngi kekhusyukan shalat, ketika
kita shalat apabila kedatanga ingin kencing atau berak, alangkah baiknya kita menghetikan shalat
kita meskipun kita kehilangan shalat jamaah.
Hajat tersebut misalnya mengeluarkan angin, kotoran, dan air seni saat sudah terasa. Tidak
diragukan lagi bahwa, di antara hal yang merusak kekhusyu'an adalah jika seseorang shalat
dalam kondisi menahan buang air kecil ataupun besar. Barangsiapa yang mengalami hal itu,

hendaknya ia pergi ke kamar kecil untuk menunaikan hajatnya, meski ia akan ketinggalan
beberapa gerakan rekaat dalam shalat berjama'ah. Sebab Rasulullah Shollallahu 'alahi wa Sallam
bersabda,


Jika salah seorang di antara kalian hendak pergi ke kamar kecil sementara shalat sedang
ditegakkan (iqamah telah dikumandangkan ), hendaknya ia mendahulukan pergi ke kamar
kecil.. (Abu Dawud 88, Ibnu Majah 616, Muwaththa' 159, dan Ibnu Khuzaimah 1652.
Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' no : 299)
Bahkan seandainya hal tersebut terjadi di tengah shalat, hendaknya ia memutuskan shalatnya
untuk menunaikan hajatnya, lalu bersuci dan mengulangi shalatnya. Sebab Rasulullah
Shollallahu 'alahi wa Sallam bersabda,


Tidak layak shalat di dekat makanan, tidak pula seseorang yang sedang menahan dua bentuk
hadats. (Shahih Muslim no. 560)
Tidak diragukan lagi bahwa menahan dua hadats akan menghilangkan kekhusyu'an. Termasuk
dalam kategori ini pula menahan keluarnya angin dari dubur.
Begitu pula hajat untuk menikmati makanan, akan mengganggu rasa khusyu'.
Hajat lainnya adalah tidur dalam kondisi sangat mengantuk. Anas Bin Malik berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,



Jika salah seorang dari kalian merasa mengantuk dalam shalat, hendaklah ia tidur terlebih
dahulu, sehingga ia betul-betul mengetahui apa yang diucapkannya. (Shahih Muslim no. 1871)
Hadits berlaku umum baik shalat sunah atau wajib siang maupun malam inilah madzhab Syafi'i
dan mayoritas ulamahanya saja pada shalat wajib tidak boleh menyebabkan terlewat dari
waktunya. (Syarh Nawawi atas Shahih Muslim Juz 6 hal. 74)
o Kantuk

Al-Quran dan hadis menerangkan larangan shalat dalam keadaan ngantuk dan mabuk, Allah
berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapakan. (An-Nisa: 43)
Dan demikan juga dari hadis sahih Nabi , yang melarang seseorang shalat dalam keadaan
ngantuk. Anas meriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda, Jika salah seorang kalian mengantuk
, maka tidurlah sampai ia mengerti apa yang ia ucapakan. (HR Al Bukhari)
o Kondisi cuaca yang sangat panas atau dingin
Beliau Rosulullah SAW bersabda, (Tunggulah waktu) dingin pada shalat Zuhur.
Sesungguhnya Rosulullah melarang kita shalat pada waktu cuaca yang sangat panas, karena itu
semua bisa menjadi penghalang kekhusyukan dalam shalat.
o Kelelahan dan keletihan yang sangat akibat dari kerja keras
Kelelahan pada saat kerja keras atau dalam perjalanan jauh itu semua bisa menghalangi
kekhusyukan dalam menjalankan shalat, sebaiknya istirah dulu sebelum mengerjakan shalat.
Nabi juga memberikan keringan pada orang yang musafir supaya untuk shalat sunnah di atas
kendaraannya, dimaksudkan suapaya dipenuhi jasmaninya sehingga orang yang shalat tidak
kehilangan kekhusyukannya.
o Suasana yang tidak nyaman
Shalat membutuhkan kondisi yang ideal sehingga nyaman dan tidak mudah terusik yang
bisa berakibat khusyu' tak bisa muncul. Di antara hal yang menunjukkan hal ini adalah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyingkirkan gambar yang mengganggu. Hal ini
dikisahkan oleh pembantunya, Anas Bin Malik,

) : ( )
(

Adalah Aisyah memiliki selembar kain yang berwarna-warni, digunakan untuk menutup bagian
samping rumahnya. Melihat itu Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda padanya ,
"Hilangkan itu dari pandanganku, sebab gambar-gambarnya selalu terbayang dan menggoda
pandanganku di waktu shalat. (Shahih Al-Bukhari no. 5614, lihat Fathul Bari 10/391)
Begitu pula ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memasuki Ka'bah untuk

melaksanakan shalat, beliau melihat dua tanduk kambing kibas. Ketika selesai shalat beliau
bersabda kepada Utsman bin al-Hujbi,


Sesungguhnya aku lupa tidak menyuruhmu menutupi dua tanduk tersebut, sebab tidak
sepantasnya di dalam rumah ini terdapat sesuatu yang mengganggu orang yang sedang
shalat... (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 2032 tersebut dalam Shahihul Jami' no. 2504)
Suasana yang bisa menghalangi khusyu' adalah melaksanakan shalat di tempat lalu lalang
manusia, di tempat-tempat yang ramai dan gaduh serta suara-suara yang berisik, di dekat orangorang yang sedang bercakap-cakap, di majelis-majelis permainan dan sendau-gurau serta di
setiap tempat yang menyibukkan pandangan.
Begitu juga, hendaknya tidak menunda shalat di saat suasana yang sangat dingin atau sangat
panas, jika memungkinkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sendiri memerintahkan
untuk menunda shalat Zhuhur saat panas terasa sangat terik hingga panas matahari tidak terlalu
menyengat. Tujuannya tentu agar panas tersebut tidak mengganggu.


Sesungguhnya udara yang panas menyengat merupakan bagian dari uap neraka Jahanam, jika
panas menyengat hendaklah tunggu untuk melaksanakan shalat hingga mereda. (Shahih alBukhari no. 514)
Imam Ibnul Qayyim berkata, Sesungguhnya menunaikan shalat di saat kondisi sangat panas
bisa menghalangi orang yang shalat dari khusyu' serta hadirnya hati di dalamnya. Ia akan
menunaikannya dengan perasaan kurang suka dan keluh kesah. Maka termasuk salah satu
kebijaksanaan Sang Pembuat syari'at adalah memerintahkan mereka untuk mengakhirkan
pelaksanaan shalat Zhuhur hingga panas mulai reda. Sehingga hamba bisa shalat dengan hati
yang hadir dan dengan itu pula akan bisa dicapai tujuan shalat yaitu khusyu' dan menghadap
dengan penuh kepasrahan kepada Allah. (Al-Wabilus Shayyib cet. Darul Bayan hal. 22)

o Mengarahkan pandangan ke atas.


Selain menghalangi kekhusyu'an, perbuatan tersebut juga dilarang dengan ancaman.
Rasululullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,




Hendaknya suatu kaum benar-benar menghentikan kebiasaan mendongakkan pandangan ke
arah langit saat melaksanakan shalat atau pandangannya tidak kembali. (Shahih Muslim no.
994)
Para ulama sepakat bahwa orang yang tengah shalat terlarang mendongakkan pandangannya.
Didasarkan pada riwayat Ahmad dari Muhammad bin Sirin bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi
wasallam waktu itu mendongakkan pandangannya ke langit ketika sedang shalat. Hingga
turunlah ayat [1-2 dalam surat Al-Mukminun]. Sejak saat itu beliau tidak mengalihkan
pandangan dari tempat sujud. Inilah pangkal dari ditetapkannya syariat yang selaras dengan
fitrah bahwa orang yang tengah meminta yang diperintah untuk bersikap khusyu' merendah dan
tenang. Kondisi ini tidak akan tercapai jika pandangannya diarahkan kepada yang dimintai,
hendaknya menundukkan pandangan di hadapannya. (Majmu' Fatawa Jilid 22 hal. 559)
o Buru-buru dalam rukuk dan sujud.
Berlaku khusyu' dalam shalat adalah wajib, hal ini berarti mengandung tuntutan untuk
berlaku tenang dan tunduk. Karena itu barangsiapa yang sujud dengan terburu-buru seperti
burung tidak akan mereguk khusyu' dalam sujudnya. Demikian pula barangsiapa yang
mengangkat kepalanya sebelum sempurna melakukan rukuk tidak akan bisa berlaku tenang.
Ketenangan hanya bisa dirasakan dengan thumakninah. Dengan begitu orang yang tidak
thumakninah tidak akan tenang, orang yang tidak tenang tidak akan khusyu' dalam rukuk dan
sujudnya. Orang yang tidak khusyu bisa jadi akan berdosa. (Majmu'ul Fatawa Juz 22 hal. 558)

o Tersibukkan dengan keadaan dirinya atau pakaian

Kadang tanpa disadari atau karena menjadi kebiasaan, ketika tengah menjalankan shalat,
orang tersibukkan memperhatikan atau membenahi keadaan dirinya. Ada yang sibuk dengan
kopiahnya. Ada yang merapi-rapikan pakaiannya. Ada juga yang mengelus-elus janggutnya.
Atau pikirannya berkelana dengan pikiran yang buruk Semua itu menghalangi hadirnya rasa
khusyu' (Al-Iqna' karya Marwadi Juz 1 hal. 45-46)

Anda mungkin juga menyukai