Anda di halaman 1dari 3

SEHARUSNYA KITA MALU

Sahabat yang diridhoi ALLOH, Alangkah butuhnya generasi ini akan sifat malu. Lalu, malu Kepada
Siapa? Zaman di mana banyak orang yang bangga mempertontonkan kebodohannya,
membanggakan dosanya, mengobral aib dirinya, dan memamerkan auratnya. Zaman di mana
pemilik muka tebal dan telanjang dari rasa malu justru menjadi figur-figur publik yang diidolakan.
Sifat malu dipojokkan dengan imej yang tidak mengenakan seperti sebutan, kurang gaul, cemen,
polos, lugu, dan berbagai istilah yang bermaksud menjatuhkan orang yang masih menjaga sifat malu.
Inilah zaman di mana rasa malu telah TERKIKIS NYARIS HABIS, seiring dengan MAKIN TIPISNYA
KEIMANAN yang berhubungan erat dengan rasa malu. Sahabat, pada sisi lain, justru yang
dilestarikan adalah rasa malu yang salah alamat atau salah pengertian. Malu mendatangi majelis
ilmu, malu bergabung dengan para ulama untuk memperlajari Al Qur'an dan hadits, atau malu
dalam mengikuti KEBENARAN. Itu semua bukanlah rasa malu yang benar, tapi lebih pas disebut
minder, pengecut atau penakut. Inilah malu salah sasaran salah pengertian, dan lebih pas bila
disebut dengan gengsi dan kesombongan. Sifat malu yang paling bermanfaat dan diperintahkan
adalah MALU KEPADA ALLOH. Yakni ketika seseorang merasa malu kepada ALLOH tatkala TIDAK
MENGERJAKAN PERINTAH-NYA serta tidak MENJAUHI LARANGAN-NYA. Sementara, nikmat ALLOH
yang tercurah atasnya tak terhitung banyaknya dan tiap tetes nikmat itu menuntut dirinya untuk
mensyukurinya. Bersyukur dengan cara menggunakan semua nikmat sesuai kehendak ALLOH Sang
Pemberi segala kenikmatan. YUK! mari bersemangat dalam menuntut ilmu karena ALLOH dan
menggunakan segala fasilitas yang ALLOH beri sesuai dengan kehendak-Nya yaitu untuk beribadah
kepada-Nya. Dan jadikan rasa malu kita kepada ALLOH sebagai motivasi yang membuat kita
senantiasa menggunakan nikmat-Nya untuk mendekat kepada-Nya dengan memperbanyak ilmu dan
amal. Karena ilmu, seperti barang berharga lainnya, tidak bisa diperoleh dengan mudah. Ilmu harus
diusahakan, dipelajari, dipikirkan, diamalkan dan lebih dari itu, harus selalu disertai doa, Wallahu
a’lam bishowab~

(kalau kepanjangan yang kuning nya hapus aja ya)


NASEHAT YANG DIULANG-ULANG

Sahabat yang diselalu dalam LINDUNGAN ALLOH, Setiap kita BUTUH NASEHAT dan SALING
MENASEHATI. Terkadang kita menyampaikan nasehat, Terkadang kita yang dinasehati. Akan tetapi
perlu diingat bahwa tujuan utama menasehati adalah menghendaki kebaikan dan memperbaiki yang
dinasehati. Maka NASEHAT adalah CINTA. Saling menasehati itu tanda cinta. Karena nasehat berarti
menginginkan kebaikan pada orang lain. Kita ingin saudara kita itu jadi baik ketika dinasehati, bukan
ingin mereka direndahkan atau disalahkan.

Inilah dasar nasehat. Ada sebuah riwayat dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku
pernah berbaiat (berjanji setia) pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya menegakkan shalat,
menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari
no. 57 dan Muslim no. 56).

Maka jangan pernah bosan memberi nasehat maupun mendengar nasehat. Sebagian dari kita
mungkin pernah merasa bosan dalam mendengar nasehat. Maka ambillah hikmah dari kisah berikut,
Ketika ada seorang pemuda yang berkata kepada gurunya, “Aku mendapati sebagian hadits dalam
kajian ilmu serta kisah-kisah yang disampaikan oleh ustad di majelis ilmu ini hanya nasehat yang
disampaikan berulang-ulang” MAKA lihatlah jawaban dari guru tersebut, “Apakah engkau ingin
kami selalu membawakan sesuatu yang baru? Kami bukanlah para penyanyi yang dapat
membawakan sebuah lagu baru setiap hari, kita sedang berinteraksi dengan Al-Quran dan Assunnah.
Bukankah kisah Musa dalam Al-Quran diulang hingga lebih dari dua puluh tiga kali; dalam surat Al-
Baqarah, Al-Araf, Thaha, Asy Syura, dan Al-Qashash.” Lihatlah bagaimana kitab suci kita Al Quran
selalu membawa nasehat (HIKMAH) yang baru tapi dengan ungkapan yang berbeda.

Maka jika engkau membawakan sebuah kisah, ilmu maupun nasehat, maka sampaikanlah dengan
gaya, ungkapan tertentu, dan ulangilah dengan metode yang lain, dan ubahlah dalam ungkapan yang
berbeda pada kali yang ketiga, dan begitu seterusnya, hingga orang-orang dapat menerimanya.
Mengulang-ngulang sesuatu merupakan perbauatan yang terpuji bukan perbuatan yang tercela.
Maka ulangilah ilmu, wahai seseorang yang sedang menuntut ilmu. Ulangilah juga nasehat, wahai
saudaraku yang senantiasa butuh akan nasehat. Dan bertadabburlah (PENAMPILAN), KARENA YANG
TERULANG ITU LEBIH TERASA MANIS DAN LEBIH KUAT DALAM INGATAN. Janganlah engkau merasa
jemu dengan seuatu yang diulang-ulang.

Wallahu a’alam bishowab~

Quotes: “Kalau kita mendengarkan nasehat, kemudian merasa bosan karena yang disampaikan
seakan-akan sama dengan apa yang sering kita dengar, maka berlindunglah kepada ALLOH dan
mintalah pertolongan kepada-Nya. Karena hati kita sudah mulai keras dan dampak hati yang
keras akan dijauhkan dari rahmat ALLOH.”
LAKSANA POHON KURMA

Sahabat, Perumpaan orang yang beriman di tengah-tengah umat manusia laksana pohon kurma.
Segala yang muncul darinya akan mendatangkan manfaat bagi sekelilingnya. Demikianlah
perumpaan yang diberikan oleh Rasulullah Shallalahu alaihi wasallam, yang beliau berbicara bukan
dari hawa nafsunya, namun berdasarkan wahyu yang disampaikan kepadanya. “Sungguh di antara
pepohonan ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur, pohon tersebut merupakan perumpamaan
seorang muslim, maka kabarkanlah kepadaku pohon apakah itu ?” (Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata), maka orang-orang menyebutkan berbagai macam jenis pepohonan yang biasanya
terdapat di perkampungan. Ibnu umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ‘terbesit dalam pikiranku
bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma. Namun, aku merasa malu untuk
mengungkapkannya. Kemudian, mereka berujar, ‘beritahukanlah kepada kami wahai Rasulullah !
pohon apakah yang Anda maksudkan itu ? maka Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab,
pohon tersebut adalah POHON KURMA… (HR. Muslim, 4/2164).

Sahabat, pohon kurma yang dijadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai permisalan
seorang muslim merupakan pohon yang paling utama dan paling baik serta paling banyak
faedahnya. Ia adalah pohon yang istimewa. Sesungguhnya pohon kurma itu tidak akan eksis hidup
melainkan dengan adanya materi yang menyiraminya dan menumbuh kembangkannya. Ia tidak akan
hidup tidak pula akan tumbuh berkembang dengan baik melainkan jika disirami dengan air.
Demikian pula halnya orang yang beriman, tidak akan hidup dengan sebenarnya dan kehidupannya
tidak dapat lurus melainkan jika disirami dengan unsur tertentu, yaitu “WAHYU” ; firman ALLOH
subhanahu wa ta’ala dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena hidupnya hati yang
sebenarnya hanyalah dengan hal tersebut. Ketika hal tersebut tidak ada niscaya manusia akan mati
meskipun di tengah-tengah manusia termasuk makhluk hidup. 

ALLOH subhanahu wa ta’ala berfirman : “Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian ia
Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
ia dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam
kegelapan sehingga ia tidak dapat keluar dari sana Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang
yang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Qs. Al-An’am : 122).

Beberapa hal yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai isyarat keistimewaan pohon
kurma juga menunjukkan atau mengisyaratkan sisi-sisi keserupaan karakter antara seorang muslim -
yang beriman dengan keimanan yang benar, yang taat kepada ALLOH subhanahu wa ta’ala- dengan
pohon kurma. Dan, tidak diragukan bahwa menggali sisi-sisi keserupaan karakter tersebut dan
berupaya untuk memahaminya secara mendalam merupakan perkara yang akan melahirkan banyak
manfaat. Wallahu a’alam bishowab~

Qoutes: “Perumpamaan seorang mukmin seperti pohon kurma, bagian mana pun dari pohon
tersebut yang engkau ambil niscaya memberikan kemanfaatan kepadamu.” (HR. ath-Thabrani di
dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 13514) 

Anda mungkin juga menyukai