Anda di halaman 1dari 22

No 2

https://www.slideshare.net/itaufiqqurrachman/rakus-uas-etika-hukum-dan-profesionalisme

hadits

https://ahmadbinhanbal.wordpress.com/2012/12/26/konsep-dokter-muslim/

Oleh Ustad Maulana La Eda, Lc*


Seringkali hati ini meringis saat mendengar ceramah atau membaca beberapa tulisan
yang kelewat batas adab islami dan sopan santun. Pasalnya, kadang ceramah/tulisan
tersebut membawa kebenaran dan ingin membuktikannya, namun uslub (cara), kata
dan kalimat yang terangkai dan tergores untuknya sama sekali tidaklah menghiasinya,
atau bahkan cenderung mencoreng dan mengotori kebenaran itu sendiri. Seringkali
pula saya merenung, apakah tidak ada uslub lain yang lebih pantas untuk
menyuarakan yang haq dan menguburkan kebatilan selain uslub celaan dan caci
maki? Tentu, semua orang apalagi ustadz atau penuntut ilmu pasti tahu firman
Allah ta’ala yang ditujukan kepada Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalaam:
‫ى‬ ‫ش‬َ ‫َذ َّك ُر أَ ْو َي ْخ‬ ‫ا ً لَّ َعلَّ ُه َي َت‬ ‫ْوالً لَّ ِّين‬ ‫ُه َق‬ َ‫واَل ل‬ ُ‫ َفق‬.‫ْونَ إِ َّن ُه َط َغى‬ ‫ا إِلَى ف ِْر َع‬ ‫ْاذ َه َب‬
Artinya : “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia telah berbuat
melampui batas. Berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lembut,
mudah-mudahan ia mau ingat atau takut” [Thaha : 43-44]
Kebatilan yang dipertunjukkan dan dibangga-banggakan Fir’aun yang mengaku sebagai
tuhan semesta alam tidaklah menyebabkan adanya sikap keras dan ocehan caci-maki
dalam menyampaikan kebenaran padanya -walaupun ia berhak mendapatkannya-,
namun Allah ta’ala tentunya ingin mengajarkan bahwa sebesar apapun kebatilan,
maka uslub yang diterapkan untuk menentangnya adalah kata-kata yang lembut.
Tujuannya? Allah ta’ala sendiri yang menjawab: “mudah-mudahan ia mau ingat
atau takut”.
Tabiat manusia selalu menerima apapun selama disampaikan padanya dengan etika
dan kelembutan, baik itu kebatilan ataupun kebenaran. Ini tidak menafikan
adanya uslub kekerasan dan celaan, bila diperlukan dan dengan pertimbangan
maslahat dan mafsadat., namun yang seringkali dilupakan bahkan dijahilkan adalah
bahwa uslub dasar dakwah dan penyampaian kebenaran itu adalah dengan lemah
lembut dan sopan santun. Allah ta’ala berfirman Kepada Nabinya:
‫َك‬ ِ‫و ْا مِنْ َح ْول‬ ُّ ‫ب الَن َف‬
‫ض‬ ِ ‫َظ ا ْل َق ْل‬ ‫ا ً َغلِي‬ ‫ْو ُكنتَ َف ّظ‬ َ‫ٍة ِّمنَ هّللا ِ لِنتَ لَ ُه ْم َول‬ ‫ا َر ْح َم‬ ‫َف ِب َم‬
Artinya : “Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka
menjauh dari sekelilingmu” [QS Ali Imran : 159]
Dalam hadis Anas radhiyallahu’anhu: “Mudahkanlah dan jangan kalian persulit,
berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari” (HR Al-
Bukhari no. 69 dan Muslim no. 1734).
Tidak dipungkiri bahwa uslub keras dan kasar ini telah banyak membuat manusia lari
dari dakwah yang haq. Dan ini sangatlah bertentangan dengan ayat dan hadis-hadis
tersebut dan yang akan disebutkan setelah ini.
Awalnya, mungkin yang patut disalahkan adalah institut, atau majelis ilmu yang menjadi
‘mesin’ keluarnya sang penceramah atau penulis ini karena tidak adanya materi
“Metode Dan Cara Dakwah” yang diajarkan didalamnya. Akan tetapi saya disadarkan
bahwa hampir disetiap ma’had, kajian dan majelis ilmu pasti diajarkan materi ini. Dari
sinilah saya ataupun anda bisa mengambil kesimpulan bahwa celah terbesar
dalam lapangan dakwah kita saat ini adalah kurangnya aplikasi
terhadap apa yang kita pelajari. Mungkin inilah sumber ketidaksopanan
sebagian ceramah dan tulisan yang tersebar.
Anda bisa saksikan, sebagian mereka memiliki buku-buku metode dakwah dan akhlak
islami, bahkan menjadi rujukan dan literatur penulisan Fiqh dan Metode Dakwah
Kontemporer, namun literatur-literatur tersebut kadang berbanding terbalik dengan fakta
dan tindak-tanduk penyusunnya, atau pemberi kata pengantarnya. Yang lebih tragis
lagi, kadang seseorang memang memiliki tabiat keras dan kurang dianugerahi sikap
lemah lembut, akan tetapi yang sangat disayangkan adalah sifat ini disebarkan,
ditularkan atau juga (maaf) diajarkan kepada murid-muridnya, sehingga tak
mengherankan bila lahir dari mereka murid-murid yang merupakan “fotocopy” dari
gurunya. Bedanya, sang guru mungkin berilmu, sedangkan sang murid sebagiannya tak
ubahnya laksana penuntut ilmu kerdil yang berlagak ahli ilmu alias “ruwaibidhah”.
Parahnya lagi, sang ruwaibidhah ini tak jarang menuduh orang lain yang
menyelisihinya: bersifat ruwaibidhah tanpa bercermin terlebih dahulu. Tepatnya,
Maling teriak maling.
Sudah saatnya kita kembali ke dasar uslub dakwah kita, yaitu berlemah lembut.
Memberikan kritikan dengan penuh adab dan kesantunan. Agar semua orang paham
bahwa pembawa manhaj ahli sunnah adalah orang-orang yang sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai norma dan etika, sebagai cerminan dari qudwah mereka:
ٍ ِ‫ٍق َعظ‬
‫يم‬ ُ‫َوإِ َّن َك لَ َعلى ُخل‬
Artinya : “Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [QS Al-Qalam : 4]
Bahkan kelembutan merupakan salah satu sifat Allah ta’ala: Dalam HR Muslim no.
2593 Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‫ وم ا ال يعطي على م ا س واه‬،‫ ويعطي على الرف ق م ا ال يعطي على العن ف‬،‫ي ا عائش ة ! إن هللا رفي ق يحب الرف ق‬
Artinya : “Wahai Aisyah, sesunguhnya Allah itu Maha lembut dan mencintai
kelembutan. Allah memberi kepada kelembutan hal-hal yang tidak diberikan
kepada kekerasan dan sifat-sifat lainnya”
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadis ini terdapat motivasi untuk
bersikap lemah lembut, sabar, dan bertutur kata yang lembut kepada
manusia, selama tidak ada sebab/hajat yang membuat kita bersikap keras
terhadap mereka”. (Syarah Muslim: 14/145).
Juga pada no.2594 dari Aisyah radhiyallahu’anha, Nabi bersabda.
«‫انه‬ ‫يء إال ش‬ ‫نزع من ش‬ ‫ وال ي‬،‫ه‬ ‫يء إال زان‬ ‫ون في ش‬ ‫ق ال يك‬ ‫»إن الرف‬
Artinya : “Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak
indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek”
Imam Nawawi juga menyatakan: Dalam hadis-hadis ini terdapat keutamaan
untuk berlemah lembut motivasi untuk berakhlak baik, serta celaan
terhadap sikap keras dan kasar, dan sikap lemah lembut merupakan sumber
segala kebaikan”. (Syarah Muslim: 16/145).
Sekali lagi, bahwa saya tidak meruntuhkan metode sikap keras dalam menghadapi
kesyirikan, bid’ah dan maksiat, sebab ini adalah sikap alternatif yang harus diterapkan
bila memiliki maslahat yang jelas dan tujuan yang lebih baik. Namun yang saya ingin
tegaskan adalah betapa kita tidak bisa mengendalikan otak kita tatkala melihat berbagai
kemungkaran, sehingga dasar uslub dakwah (lemah lembut) dijadikan alternatif,
sedangkan alternatif (kekerasan) dijadikan sebagai dasar uslub dakwah. Orang yang
memutar-balikkan uslub dakwah ini akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki,
bahkan kerusakan yang diakibatkannya, akan lebih parah dari kerusakan yang
diakibatkan oleh “aksi radikal atau terorisme” yang sering dipublikasikan.

Bahkan tersenyum kepada orang-orang yang berperilaku buruk pun dianjurkan selama
dimaknai untuk mudarah.
Dalam dunia pergaulan dikenal “basa-basi” yang bisa (saja) dianggap sebagai bagian
dari adab sopan santun. Bahkan dalam ajaran Islam pun dikenal apa yang
dinamai mudarah yaitu bersikap lemah lembut, menampilkan senyum dan berbicara
halus terhadap seseorang yang sikapnya buruk. Mudarah ini ditampilkan oleh
seseorang yang sebenarnya merasa tidak terlalu simpatik kepada orang yang sedang
dihadapinya.

Diriwayatkan bahwa suatu ketika ada seseorang yang meminta izin menemui Nabi
SAW. Beliau mengizinkannya. Sebelumnya, Nabi menceritakan perangai buruk orang
tersebut kepada sang istri, Aisyah RA. Setelah yang bersangkutan pergi, Aisyah
bertanya: ”Wahai Nabi! Engkau tadi (di hadapanku) telah berucap (buruk) menyangkut
perangai orang itu, tetapi engkau tetap berlemah lembut terhadapnya.“

Nabi menjawab: “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah
adalah siapa yang ditinggalkan oleh manusia karena ingin menjauhi keburukannya.”
(HR.Muslim)

Sangat populer ungkapan yang oleh sementara ulama dinisbahkan kepada Nabi SAW:
“Sungguh, kami menampakkan gigi (tersenyum) di hadapan sekelompok orang,
padahal hati kami mengutuk mereka.”

Ucapan ini dinisbahkan kepada sahabat Nabi, Abu ad-Darda’. Pakar hadis kenamaan,
Imam Bukhari, termasuk salah seorang yang menisbahkannya kepada sahabat mulia
itu (bukan kepada Rasul). Kendati demikian, kandungan maknanya dapat diterima.

Dari sini pula dapat dimengerti mengapa al-Qur’an menjadikan salah satu ciri hamba-
hamba Allah yang terpuji adalah mengucapkan salam perpisahan demi kedamaian
pasif terhadap orang-orang yang berlaku picik. Bacalah QS. Al-Furqan ayat 63: "Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan."

Hal itu dikarenakan melayani orang picik dapat melahirkan kepicikan baru yang
berkesinambungan, sedangkan mengabaikannya (baca: tidak meladeninya) dapat
mematikan benih keburukan yang bersinambung.

Perlu dicatat bahwa “basa-basi” atau mudarah yang ditampilkan Nabi di atas berbeda


dengan mudahanah yang dilarang oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.

Kata mudarah secara umum dimaknai sebagai upaya meraih manfaat dunia atau


akhirat atau keduanya dengan basa-basi. Sedangkan mudahanah adalah upaya meraih
manfaat duniawi dengan mengorbankan agama atau manfaat akhirat. Kalau Anda
menutup mata, maka itu diperkenankan dan itulah mudarah. Tetapi jika Anda menutup
mata karena kepentingan duniawi semata dan mengesankan menyetujui sikap
salah/keliru pihak lain, maka inilah yang telarang.

Basa-basi yang dibenarkan adalah bersikap lemah lembut pada pihak lain dengan
harapan lahirnya simpati sehingga yang dihadapi dapat menerima kebenaran tak
ubahnya seperti dokter yang melayani pasien yang menderita luka borok yang
terinfeksi. Sang dokter dengan perlahan dan lemah lembut membersihkannya dan
memberinya obat sehingga pada akhirnya yang bersangkutan sembuh. Sedang
yang mudahanah adalah dokter yang mengahadapi pasien serupa sambil berkata: “Ini
ringan, tak mengapa dan tak perlu diobati. Tutupi saja agar boroknya tidak terlihat.”
Demikian lebih kurang penjelasan Ibnu al-Qayyim.

Hal-hal di atas memperlihatkan betapa kedudukan akhlak/sopan santun demikian tinggi


dan amat ditekankan oleh Islam. Bahkan Islam sendiri adalah akhlak yang luhur.
Penekanan ini, antara lain, karena dengan akhlak/sopan santun akan tercipta
keharmonisan hubungan dan kedamaian di bumi. Damai adalah dambaan setiap
makhluk.

Dengan sopan santun, permusuhan dapat dihindari, bahkan permusuhan dapat menjadi
pertemanan yang akrab (QS. Fushshilat ayat 34). Di sisi lain, sopan santunlah yang
lebih mampu meraih simpati dan menciptakan hubungan baik dibandingkan dengan
apa pun selainnya, termasuk materi.

Dalam pendidikan di pesantren, akhlak dan sopan santun bahkan menjadi pondasi
pendidikan. Sebelum belajar ilmu-ilmu agama yang lebih rumit, santri akan dididik lebih
dulu mengenai adab dan sopan santun. Selengkapnya, baca:

Kuli Bangunan yang Menjadi Kiai.


Diriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Kalian tidak dapat menjangkau semua
orang dengan harta benda kalian, tapi mereka dapat terjangkau oleh kalian dengan
wajah yang cerah dan akhlak yang luhur.” (HR. Al-Bazzar dan lain-lain)

Sopan santun adalah yang paling banyak dilihat orang. Tolok ukurnya pun dikenal luas
walau oleh orang yang tidak terpelajar sekali pun. Akidah kepercayaan tidak tampak
karena tempatnya di dalam hati, ibadah pun tidak selalu dapat ditampilkan. Salat hanya
wajib lima kali sehari dan tidak harus di depan umum. Puasa adalah rahasia antara
yang berpuasa dengan Tuhan. Bisa jadi seseorang tidak berpuasa, tapi diduga
berpuasa. Namun, ciri utama sopan santun adalah harus tampak ke permukaan dan
itulah yang dapat menjadi indikator utama tentang baik buruknya agama yang dianut.

Masuknya Islam ke Indonesia, bahkan Asia tenggara, adalah bukti konkret tentang hal
di atas. Para pedagang yang datang dari Timur Tengah/luar Nusantara tidak mampu
menggunakan bahasa lisan penduduk setempat, tetapi mereka berhasil menyebarkan
Islam dengan bahasa sopan santun dan akhlak yang luhur.

Sebaliknya dewasa ini, kendati banyak di antara penganjur agama Islam yang dapat
berbahasa dengan bahasa setempat, tetapi penampilan keras dan teror yang dilakukan
oleh sementara orang yang mengaku Muslim atau yang mengatas namakan Islam telah
mencoreng wajah Islam dan menjauhkan orang dari agama ini.

Oleh karena itu, sekali lagi, sopan santun sangat dibutuhkan, bukan saja untuk
memperkenalkan Islam, tetapi lebih-lebih untuk mewujudkan hubungan harmonis dan
kedamaian di persada bumi ini.

Dalil Naqli Sikap Santun. Allah Swt. mencintai sikap santun sebagaimana tertuang dalam hadis
berikut. Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. bersabda kepada Al Asyaj Al ‘Ashri:"Sesungguhnya
dalam dirimu terdapat dua sikap yang dicintai oleh Allah; yaitu sifat santun dan malu.” (HR. Ibnu
Majah) Allah Swt. memerintahkan agar bertutur kata yang baik kepada sesama manusia,
sebagaimana firman Allah Swt. ‫ِين‬ ِ ‫َوإِ ْذ أَ َخ ْذ َنا مِي َثاقَ َبنِي إِسْ رَ ائِي َل اَل َتعْ ُب ُدونَ إِاَّل هَّللا َ َو ِب ْال َوالِدَ ي‬
ِ ‫ْن إِحْ سَ ا ًنا َوذِي ْالقُرْ ب َٰى َو ْال َي َتام َٰى َو ْالمَسَ اك‬
ُ ْ َ ُ ْ ‫اًل‬ َ ‫اَّل‬ ُ َّ َ ُ َ َّ ُ ‫اَل‬
َ‫ص َة َوآتوا الزكا َة ث َّم ت َول ْيت ْم إِ قلِي ِمنك ْم َوأنت ْم مُعْ ِرضُون‬ َ ً
َّ ‫اس حُسْ نا َوأقِيمُوا ال‬ َّ ُ ُ
ِ ‫ َوقولوا لِلن‬Artinya “Dan (ingatlah) ketika Kami
mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah
kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim, dan orangorang miskin. Dan bertuturkatalah
yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu
berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi)
pembangkang.” (QS. Al-Baqarah:83) Melalui ayat tersebut Allah Swt. memerintahkan kepada kita
untuk bertutur kata yang baik kepada manusia. Teman, kerabat, keluarga, Bapak/Ibu guru, dan
orangtua wajib diperlakukan dengan baik. Berkata dan berperilaku santun kepada mereka akan
membuat harga diri kita meningkat. Kita akan dihargai dan dihormati ketika kita juga menghormati
orang lain. Ibarat sedang bercermin, ketika kita tersenyum maka bayangan yang ada di cermin akan
tersenyum kepada kita. Sebaliknya kalau kita cemberut, maka bayangan yang ada di cermin juga
akan cemberut kepada kita. Sejatinya kalau kita bersikap baik kepada orang lain, sesungguhnya
perbuatan baik itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Sebaliknya, ketika kita bersikap buruk
kepada orang lain, sesungguhnya perbuatan itu akan kembali kepada diri sendiri. Banyak peristiwa
perkelahian dipicu oleh perkataan kotor dan saling menghina. Jika ada orang mengejek dan
menghina kita, sebaiknya kita menahan diri. Kita sikapi dengan bijaksana, sabar dan penuh
kehatihatian. Jika kita terpancing oleh amarah, kita akan rugi. Hidup menjadi tidak nyaman, khawatir
dan gelisah akan menghampiri kita. Manfaat Sikap Santun. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari
sikap santun, di antaranya: a) Mudah diterima oleh orang lain. Sikap santun akan menjadikan
seseorang disenangi orang lain, sehingga mudah diterima oleh orang lain. b) Menunjang
kesuksesan. Banyak pengusaha sukses ditunjang oleh sikap santun yang ditunjukkannya. Pembeli,
pelanggan, karyawan dan rekan sejawat akan senang bergaul dengannya. Relasinya bertambah
banyak, sehingga akan menambah kesuksesannya. c) Dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Allah Swt.
mencintai hamba-Nya yang memiliki sikap santun. Rasulullah saw. juga demikian, bahkan beliau
juga memiliki sikap lemah lembut dan santun yang luar biasa.

Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2017/08/pengertian-santun-dalil-naqli-tentang.html


Terima kasih sudah berkunjung.
Kitab Kebajikan, Silaturahmi Dan
Adab Sopan Santun
 

1. Berbakti terhadap kedua orang tua dan bahwa mereka adalah


yang paling berhak menerima kebaktian tersebut
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya:
Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan
baik? Rasulullah saw. menjawab: Ibumu. Dia bertanya lagi:
Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu.
Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab:
Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah
saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu. (Shahih Muslim No.4621)
 Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:
Seseorang datang menghadap Nabi saw. memohon izin untuk
ikut berperang. Nabi saw. bertanya: Apakah kedua orang tuamu
masih hidup? Orang itu menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda: Maka
kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada
mereka). (Shahih Muslim No.4623)
2. Mengutamakan kebaktian kepada kedua orang tua daripada
salat sunat dan perkara sunat lainnya
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seorang yang bernama Juraij sedang salat di sebuah tempat
peribadatan, lalu datanglah ibunya memanggil. (Kata Humaid:
Abu Rafi` pernah menerangkan kepadaku bagaimana Abu
Hurairah ra. menirukan gaya ibu Juraij memanggil anaknya itu,
sebagaimana yang dia dapatkan dari Rasulullah saw. yaitu
dengan meletakkan tapak tangan di atas alis matanya dan
mengangkat kepala ke arah Juraij untuk menyapa.) Lalu ibunya
berkata: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku! Kebetulan
perempuan itu mendapati anaknya sedang melaksanakan salat.
Saat itu Juraij berkata kepada diri sendiri di tengah keraguan: Ya
Tuhan! Ibuku ataukah salatku. Kemudian Juraij memilih
meneruskan salatnya. Maka pulanglah perempuan tersebut.
Tidak berapa lama perempuan itu kembali lagi untuk yang kedua
kali. Ia memanggil: Hai Juraij, aku ibumu, bicaralah denganku!
Kembali Juraij bertanya kepada dirinya sendiri: Ya Tuhan! Ibuku
atau salatku. Lagi-lagi dia lebih memilih meneruskan salatnya.
Karena kecewa, akhirnya perempuan itu berkata: Ya Tuhan!
Sesungguhnya Juraij ini adalah anakku, aku sudah memanggilnya
berulang kali, namun ternyata dia enggan menjawabku. Ya
Tuhan! Janganlah engkau mematikan dia sebelum Engkau
perlihatkan kepadanya perempuan-perempuan pelacur. Dia
berkata: Seandainya wanita itu memohon bencana fitnah atas diri
Juraij niscaya ia akan mendapat fitnah. Suatu hari seorang
penggembala kambing berteduh di tempat peribadatan Juraij.
Tiba-tiba muncullah seorang perempuan dari sebuah desa
kemudian berzinalah penggembala kambing itu dengannya,
sehingga hamil dan melahirkan seorang anak lelaki. Ketika
ditanya oleh orang-orang: Anak dari siapakah ini? Perempuan itu
menjawab: Anak penghuni tempat peribadatan ini. Orang-orang
lalu berbondong-bondong mendatangi Juraij. Mereka membawa
kapak dan linggis. Mereka berteriak-teriak memanggil Juraij dan
kebetulan mereka menemukan Juraij di tengah salat. Tentu saja
Juraij tidak menjawab panggilan mereka. Akhirnya mulailah
mereka merobohkan tempat ibadahnya. Melihat hal itu Juraij
keluar menemui mereka. Mereka bertanya kepada Juraij:
Tanyakan kepada perempuan ini! Juraij tersenyum kemudian
mengusap kepala anak tersebut dan bertanya: Siapakah
bapakmu? Anak itu tiba-tiba menjawab: Bapakku adalah si
penggembala kambing. Mendengar jawaban anak bayi tersebut,
mereka segera berkata: Kami akan membangun kembali tempat
ibadahmu yang telah kami robohkan ini dengan emas dan perak.
Juraij berkata: Tidak usah. Buatlah seperti semula dari tanah.
Kemudian Juraij meninggalkannya. (Shahih Muslim No.4625)
3. Silaturahmi (menyambung hubungan kekeluargaan) dan haram
memutuskannya.
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra. dia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan
makhluk sehingga setelah selesai menciptakan mereka,
bangkitlah rahim (hubungan kekeluargaan) berkata: Ini adalah
tempat bagi orang berlindung (kepada-Mu) dengan tidak
memutuskan tali silaturahmi. Allah menjawab: Ya. Apakah kamu
senang kalau Aku menyambung orang yang menyambungmu,
dan memutuskan orang yang memutuskanmu? Ia berkata: Tentu
saja. Allah berfirman: Itulah milikmu. Kemudian Rasulullah saw.
bersabda: Bacalah ayat berikut ini kalau kalian mau: Maka
apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat
kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah
dan ditulikan telinganya dan dibutakan matanya. Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka
terkunci. (Shahih Muslim No.4634)
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Rahim (tali persaudaraan) itu
digantungkan pada arsy, ia berkata: Barang siapa yang
menyambungku (berbuat baik kepada kerabat), maka Allah akan
menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan aku, maka
Allah pun akan memutuskannya. (Shahih Muslim No.4635)
 Hadis riwayat Jubair bin Muth`im ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Tidak akan masuk surga
orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan. (Shahih
Muslim No.4636)
 Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa
yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan
dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung
hubungan kekeluargaan (silaturahmi). (Shahih Muslim No.4638)
4. Pengharaman saling mendengki, saling membenci dan saling
bermusuhan
 Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kamu saling
membenci, saling mendengki dan saling bermusuhan, tetapi
jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak halal
seorang muslim mendiamkan (tidak menyapa) saudaranya lebih
dari tiga hari. (Shahih Muslim No.4641)
5. Haram mendiamkan lebih dari tiga hari tanpa alasan syara
 Hadis riwayat Abu Ayyub Al-Anshari ra.:
Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal seorang
muslim mendiamkan (tidak mau menyapa) saudaranya lebih dari
tiga malam di mana keduanya bertemu lalu yang ini berpaling
dan yang itu berpaling. Yang terbaik di antara keduanya ialah
orang yang memulai mengucapkan salam. (Shahih Muslim
No.4643)
6. Haram berburuk sangka, mencari-cari aib orang lain, saling
bersaing dalam kehidupan dunia, saling menjerumuskan dan
sebagainya
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Hindarilah oleh kamu sekalian
berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling
dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain,
janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu
saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling
mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah
kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara. (Shahih Muslim No.4646)
7. Pahala yang diterima seorang mukmin dari penyakit, kesedihan
dan lainnya bahkan dari duri yang menusuknya
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Aku tidak pernah melihat seorang pun yang paling banyak
menanggung penderitaan daripada Rasulullah saw.. (Shahih
Muslim No.4662)
 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Aku masuk menemui Rasulullah saw. ketika beliau sedang
menderita penyakit demam lalu aku mengusap beliau dengan
tanganku dan berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau
benar-benar terjangkit demam yang sangat parah. Rasulullah
saw. bersabda: Ya, sesungguhnya aku juga mengidap demam
seperti yang dialami oleh dua orang di antara kamu. Aku berkata:
Itu, karena engkau memperoleh dua pahala. Rasulullah saw.
bersabda: Benar. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada
seorang muslim pun yang tertimpa suatu penyakit dan lainnya
kecuali Allah akan menghapus dengan penyakit tersebut
kesalahan-kesalahannya seperti sebatang pohon yang
merontokkan daunnya. (Shahih Muslim No.4663)
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada seorang
muslim pun yang tertusuk duri atau tertimpa bencana yang lebih
besar dari itu kecuali akan tercatat baginya dengan bencana itu
satu peningkatan derajat serta akan dihapuskan dari dirinya satu
dosa kesalahan. (Shahih Muslim No.4664)
 Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra.:
Bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Tidak ada satu kepedihan pun atau keletihan atau penyakit atau
kesedihan sampai perasaan keluh-kesah yang menimpa seorang
muslim kecuali akan dihapuskan dengan penderitaannya itu
sebagian dari dosa kesalahannya. (Shahih Muslim No.4670)
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Ketika turun ayat: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan,
niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, kaum
muslimin merasa sangat sedih sekali, lalu Rasulullah saw.
bersabda: Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah
berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa
seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam
bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang
menusuknya. (Shahih Muslim No.4671)
 Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Dari Atha bin Abu Rabah ia berkata: Ibnu Abbas ra. pernah
berkata kepadaku: Maukah kamu aku perlihatkan seorang wanita
penghuni surga? Aku menjawab: Mau. Ia berkata: Wanita berkulit
hitam ini pernah mendatangi Nabi saw. dan berkata:
Sesungguhnya aku menderita penyakit ayan dan auratku
terbuka, maka mohonlah kepada Allah demi kesembuhanku. Nabi
saw. bersabda: Kalau kamu mau bersabar, maka bagimu adalah
surga. Dan kalau kamu mau sembuh, maka aku akan
memohonkan kepada Allah semoga Dia menyembuhkan
penyakitmu. Wanita itu berkata: Baiklah aku akan bersabar.
Wanita itu berkata lagi: Sesungguhnya auratku selalu terbuka,
maka mohonkanlah kepada Allah agar aku tidak terbuka aurat.
Lalu Rasulullah berdoa untuknya. (Shahih Muslim No.4673)
8. Haram berbuat zalim
 Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya kezaliman itu akan
mendatangkan kegelapan-kegelapan pada hari kiamat kelak.
(Shahih Muslim No.4676)
 Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Seorang muslim itu adalah
saudara muslim lainnya, dia tidak boleh menzaliminya dan
menghinakannya. Barang siapa yang membantu keperluan
saudaranya, maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barang
siapa yang melapangkan satu kesusahan seorang muslim, maka
Allah akan melapangkan satu kesusahan di antara kesusahan-
kesusahan hari kiamat nanti. Dan barang siapa yang menutupi
aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari
kiamat. (Shahih Muslim No.4677)
 Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia
lagi Maha Agung akan mengulur-ulur waktu bagi orang yang
zalim. Tetapi ketika Allah akan menyiksanya, maka Dia tidak akan
melepaskannya. Kemudian beliau membaca firman Allah: Dan
begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk
negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu
adalah sangat pedih lagi keras. (Shahih Muslim No.4680)
9. Menolong saudara muslim yang zalim dan yang dizalimi
 Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Dua orang pemuda, yang satu dari golongan Muhajirin dan yang
lain dari kaum Ansar, saling berbaku-hantam. Seorang dari kaum
Muhajirin berteriak: Wahai kaum Muhajirin! Dan seorang dari
Ansar juga berteriak: Wahai orang-orang Ansar! Kemudian
keluarlah Rasulullah saw. dan berkata: Ada apa ini? Kenapa harus
berteriak dengan seruan jahiliah? Mereka menjawab: Tidak ada
apa-apa wahai Rasulullah! Kecuali ada dua pemuda yang
berkelahi sehingga seorang dari keduanya memukul tengkuk
yang lain. Rasulullah saw. bersabda: Kalau demikian, tidak apa-
apa! Tapi hendaklah seseorang itu menolong saudaranya yang
lain baik yang zalim maupun yang dizalimi. Kalau ia berbuat
kezaliman hendaklah dicegah karena begitulah cara memberikan
pertolongan kepadanya dan apabila dizalimi maka hendaklah ia
membelanya. (Shahih Muslim No.4681)
10. Saling kasih, saling menyayang dan saling membantu di antara
orang-orang mukmin
 Hadis riwayat Abu Musa ra. dia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Seorang mukmin terhadap mukmin
yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana bagiannya
saling menguatkan bagian yang lain. (Shahih Muslim No.4684)
 Hadis riwayat Nukman bin Basyir ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin
dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah
seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit,
maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur
dan demam. (Shahih Muslim No.4685)
11. Membujuk orang yang ditakuti kejahatannya
 Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa seorang lelaki minta izin menemui Nabi saw. lalu beliau
berkata: Persilakanlah dia masuk! Karena dia itu adalah anak
paling buruk sebuah keluarga atau lelaki paling buruk pada
sebuah keluarga. Ketika lelaki itu masuk, Nabi saw. melembutkan
perkataan kepadanya. Aisyah lalu mengatakan: Wahai Rasulullah!
Engkau telah mengatakan tentangnya apa yang telah engkau
katakan tetapi kemudian engkau melembutkan perkataan
kepadanya? Beliau bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya orang
yang kedudukannya paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat
kelak ialah orang yang dijauhi atau ditinggalkan orang lain karena
mereka takut akan kejahatannya. (Shahih Muslim No.4693)
12. Keutamaan bersikap lembut
 Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.:
Rasulullah saw. bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu
Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan
memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang
tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada
yang lainnya. (Shahih Muslim No.4697)
13. Barang siapa yang dikutuk atau dicaci-maki atau didoakan jelek
oleh Nabi saw. sedang sebenarnya dia tidak layak diperlakukan
seperti itu, maka itu adalah suatu zakat atau pahala serta rahmat
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Ya Allah! Sesungguhnya aku hanyalah
manusia biasa, maka siapa dari kaum muslimin yang aku caci
atau aku laknat atau aku pukul, maka jadikanlah itu sebagai
zakat dan rahmat baginya. (Shahih Muslim No.4706)
14. Pengharaman dusta dan dusta yang mubah
 Hadis riwayat Ummu Kaltsum binti Uqbah ra.:
Bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Bukanlah
termasuk pendusta orang yang berdusta untuk mendamaikan
antara manusia. Dia berkata yang baik dan menyampaikan yang
baik pula. (Shahih Muslim No.4717)
15. Haram mengadu-domba di antara manusia
 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra.:
Sesungguhnya Muhammad saw. pernah bersabda: Maukah kamu
sekalian aku beritahukan tentang apa itu adhhu? Adhhu adalah
perkataan adu-domba yang selalu diucapkan di antara orang
banyak. Dan sesungguhnya Muhammad saw. juga pernah
bersabda: Sesungguhnya seseorang selalu berkata jujur sehingga
dia tercatat sebagai orang jujur dan seseorang selalu berdusta
sehingga dia dicatat sebagai seorang pendusta. (Shahih Muslim
No.4718)
16. Keutamaan orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah,
dan cara meredahkan kemarahan
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Bukanlah orang kuat itu dengan
menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat
menguasai dirinya ketika marah. (Shahih Muslim No.4723)
 Hadis riwayat Sulaiman bin Shurad ra., ia berkata:
Dua orang pemuda saling mencaci di hadapan Rasulullah saw.
lalu mulailah mata salah seorang dari mereka memerah dan urat
lehernya membesar. Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
aku tahu suatu kalimat yang apabila diucapkan, maka akan
hilanglah kemarahan yang didapati yaitu “Aku berlindung kepada
Allah dari godaan setan yang terkutuk”. Lelaki itu berkata:
Apakah engkau menyangka aku orang gila?. (Shahih Muslim
No.4725)
17. Larangan memukul wajah
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Apabila salah seorang kamu
bertengkar dengan saudaranya, maka hindarilah pemukulan
wajah. (Shahih Muslim No.4728)
18. Perintah bagi orang yang lewat dengan membawa senjata di
mesjid atau di pasar atau di tempat-tempat umum lainnya, agar dia
memegangi atau menutupi bagian yang tajam
 Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:
Seseorang berlalu di mesjid dengan membawa anak panah lalu
Rasulullah saw. berkata kepadanya: Peganglah mata panahnya.
(Shahih Muslim No.4736)
 Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Rasulullah saw. bersabda: Apabila salah seorang kamu lewat di
suatu majlis atau di sebuah pasar, sedang ia membawa anak
panah, hendaklah dia memegang mata panahnya itu, kemudian
hendaklah dia memegang mata panahnya itu, kemudian
hendaklah dia memegang mata panahnya itu. (Shahih Muslim
No.4739)
19. Larangan menghunus senjata ke arah seorang muslim
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Abul Qasim saw. pernah bersabda: Barang siapa yang
menghunuskan senjata ke arah saudaranya, maka malaikat akan
terus mengutuknya sampai ia melepaskannya meskipun dia itu
adalah saudara kandungnya sendiri. (Shahih Muslim No.4741)
20. Wasiat terhadap tetangga dan berbuat baik kepadanya
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Jibril
senantiasa mewasiatkan aku tentang tetangga sampai aku
menduga bahwa ia akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris.
(Shahih Muslim No.4756)
 Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Jibril senantiasa mewasiatkan
kepadaku mengenai tetangga sampai aku mengira bahwa dia
akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris. (Shahih Muslim
No.4757)
21. Anjuran memberikan pertolongan dalam perkara yang tidak
haram
 Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata:
Apabila Rasulullah saw. didatangi seseorang untuk suatu
keperluan, maka beliau menghampiri para sahabat yang sedang
berkumpul dan berbincang-bincang lalu bersabda: Bantulah,
niscaya kalian akan memperoleh pahala dan Allah akan
memenuhi apa yang Dia suka melalui lisan nabi-Nya. (Shahih
Muslim No.4761)
22. Anjuran mempergauli orang-orang saleh dan menjauhi kawan-
kawan yang jahat
 Hadis riwayat Abu Musa ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya perumpamaan
berkawan dengan orang saleh dan berkawan dengan orang jahat
adalah seperti seorang penjual minyak wangi (misk) dan seorang
peniup dapur tukang besi. Penjual minyak wangi, dia mungkin
akan memberikan kamu atau kamu akan membeli darinya atau
kamu akan mendapatkan aroma harum darinya. Tetapi peniup
dapur tukang besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu atau
kamu akan mencium bau yang tidak sedap. (Shahih Muslim
No.4762)
23. Keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Seorang perempuan bersama dua orang putrinya datang
kepadaku untuk meminta-minta, namun dia tidak mendapatkan
sesuatu apapun dariku kecuali satu buah kurma. Lalu aku pun
memberikan buah korma itu kepadanya yang segera ia ambil dan
dibagikan kepada kedua orang putrinya sedangkan ia sendiri
tidak memakan sedikit pun dari buah korma itu. Kemudian dia
pun bangkit dan beranjak pergi bersama kedua putrinya. Lalu
Rasulullah saw. datang menemuiku dan aku ceritakan kepada
beliau tentang perilaku wanita tadi. Lalu beliau bersabda: Barang
siapa mendapat suatu cobaan berupa anak-anak perempuan
kemudian ia berbuat baik terhadap mereka, maka mereka akan
menjadi penghalang baginya dari api neraka. (Shahih Muslim
No.4763)
24. Keutamaan orang yang ditinggal mati anaknya kemudian ia
bersabar mengharapkan keridaan Allah
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Nabi saw., beliau bersabda: Seorang muslim yang ditinggal
mati oleh tiga orang anaknya tidak akan disentuh oleh api neraka
kecuali hanya sekedar berlalu saja (sebentar). (Shahih Muslim
No.4766)
 Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah saw. dan berkata:
Wahai Rasulullah! Kaum lelaki dapat pergi mendengarkan
hadismu, maka berikanlah kami satu hari dari waktumu agar
kami mendatangimu untuk engkau ajarkan kepada kami dari ilmu
yang telah Allah ajarkan kepadamu. Rasulullah saw. bersabda:
Berkumpullah kamu sekalian pada hari ini dan ini! Kemudian
mereka pun berkumpul pada hari itu lalu Rasulullah saw.
mendatangi mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang
telah Allah ajarkan kepada beliau. Kemudian beliau melanjutkan
sabdanya: Tidak seorang wanita pun dari kamu sekalian yang
ditinggal mati tiga orang anaknya kecuali mereka akan menjadi
penghalang baginya dari api neraka. Lalu salah seorang wanita
bertanya: Dan dua orang anak, dan dua orang anak dan dua
orang anak? Rasulullah saw. menjawab: Dan dua orang anak, dan
dua orang anak, dan dua orang anak. (Shahih Muslim No.4768)
25. Apabila Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan
membuat hamba-hamba-Nya yang lain mencintainya
 Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya apabila Allah mencintai
seorang hamba, maka Dia akan memanggil Jibril dan berkata:
Sesungguhnya Aku mencintai si polan maka cintailah dia! Jibril
pun mencintainya. Kemudian dia menyeru para penghuni langit:
Sesungguhnya Allah mencintai si polan, maka cintailah dia! Para
penghuni langitpun mencintainya. Kemudian dia pun diterima di
bumi. Dan apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia
memanggil Jibril dan berkata: Sesungguhnya Aku membenci si
polan, maka bencilah pula dia! Jibril pun membencinya. Kemudian
dia menyeru para penghuni langit: Sesungguhnya Allah
membenci si polan, maka bencilah kepadanya. Para penghuni
langit pun membencinya. Kemudian kebencianpun merambat ke
bumi. (Shahih Muslim No.4772)
26. Seseorang itu bersama orang yang dicintai
 Hadis riwayat Anas bin Malik ra.:
Bahwa seorang Arab badui bertanya kepada Rasulullah saw.:
Kapankah kiamat itu tiba? Rasulullah saw. bersabda: Apa yang
telah kamu persiapkan untuk menghadapinya? Lelaki itu
menjawab: Cinta Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda:
Kamu akan bersama orang yang kamu cintai. (Shahih Muslim
No.4775)
 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang
mencintai suatu kaum namun dia belum dapat bertemu dengan
mereka? Rasulullah saw. menjawab: Seorang akan bersama
orang yang dicintai. (Shahih Muslim No.4779)

Sumber: http://hadith.al-islam.com/bayan/Tree.asp?Lang=IND 

Anda mungkin juga menyukai