Oleh :
2021
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase Mata
Kelopak mata atau palpebra merupakan lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang
di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Palpebra
memiliki fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjar yang membentuk
film air mata di depan kornea.1 Secara anatomis, palpebra superior dan inferior mempunyai
beberapa berbedaan, walaupun terdapat analogi untuk lapisan tertentu. Beberapa lapisan yang
menyusun palpebra dari anterior ke posterior adalah kulit, jaringan subkutis, otot protaktor,
septum orbita, lemak, otot retraktor, tarsus, dan konjungtiva.2 Pada kelopak mata juga terdapat
berbagai jenis kelenjar. Kelenjar pada kelopak mata terdiri dari kelenjar moll atau kelenjar
keringat, kelenjar zeis pada pangkal rambut, dan meibom pada tarsus..1
Kelenjar meibom adalah sejenis kelenjar sebasea dengan struktur tubuloasinar dan
fungsi holokrin, terletak di lempeng tarsal superior dan inferior.3 Kelenjar Meibom
mengeluarkan meibum, senyawa yang terdiri dari lipid polar (fosfolipid) dan lipid nonpolar
(kolesterol, ester lilin, kolesterol ester).4 Meibum dikirim ke permukaan mata, di mana ia
melapisi lapisan air dan memberikan stabilitas film air mata dan melindungi terhadap agen
mikroba dan bahan organik.
Definisi lain dari MGD atau Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM) adalah
abnormalitas yang kronik dan difus pada kelenjar meibom yang umumnya ditandai
dengan obstrusi duktus terminal dan/atau perubahan kuantitatif atau kualitatif pada
sekretnya sehingga dapat mengakibatkan perubahan pada film air mata, gejala–gejala
iritasi mata, inflamasi yang nampak secara klinis dan adanya penyakit permukaan mata.1
2.2. Epidemiologi
Investigasi epidemiologis dari DKM sendiri sangat terbatas karena tidak adanya
konsensus mengenai definisi juga tidak ada penilaian klinis standar yang menjadi ciri dari
penyakit ini. Hanya ada sedikit bukti tentang penyakit ini yakni berupa proses aktual yang
menyebabkannya, atau kapan gejalanya sebenarnya berkembang dalam proses penyakit.
Prevalensi DKM yang dilaporkan sangat bervariasi. Berdasarkan beberapa pengamatan
menyatakan bahwa prevalensi DKM tampaknya lebih tinggi pada populasi Asia, dengan
60% studi berbasis populasi di Asia sering dilaporkan lebih besar. Sementara itu,
prevalensi di Kaukasia berkisar dari 3,5% hingga 19,9%.1
Banyak orang dengan tanda – tanda klinis DKM tumpang tindih dengan gejala
penyakit mata kering. Beberapa aspek terkait mata, sistemik, dan obat – obatan
berkontribusi pada proses terjadinya DKM. Faktor – faktor oftalmik mungkin termasuk
anterior blepharitis, pemakaian lensa kontak, demodex folliculorum, dan penyakit mata
kering. Faktor sistemik yang dapat menimbulkan DKM, antara lain : defisiensi androgen,
menopause, penuaan, sindrom Sjogren, kadar kolesterol, psoriasis, atopi, rosacea,
hipertensi dan BPH. Obat – obatan yang terkait dengan patogenesis MGD termasuk
antiandrogen, obat yang digunakan untuk mengobati BPH, terapi hormon pascamenopause
(misal estrogen dan progestin), antihistamin, antidepresan dan retinoid. Singkatnya, MGD
tampaknya menjadi masalah umum dengan kerugian yang berpotensi merusak
kesejahteraan. 1
Terdapat kemungkinan yang besar bahwa faktor-faktor yang sama yang berdampak
pada mata kering memegang peran penting pada disfungsi kelenjar meibom. Beberapa
kondisi atau faktor yang meningkatkan frekuensi pada pasien-pasien DKM adalah:
1. Umur, dapat mempengaruhi fungsi dan struktur dari kelenjar meibom itu sendiri.
Dengan bertambahnya umur maka epitel sel glandula acinar akan mengalami atropi
sehingga mengakibatkan menurunnya produksi lemak dan mengubah komposisi lemak
pada kelenjar meibom.
2. Stress, dapat menyebabkan kekentalan dari produksi kelenjar meibom meningkat
sehingga dapat mempengaruhi stabilitas film air mata.
3. Aspek hormonal, yang berpengaruh akibat adanya reseptor hormone androgen dan
estrogen pada kelenjar meibom dimana secara luas androgen dapat menstimulasi
sekresi kelenjar meibom dan menekan inflamasi sementara estrogen meningkatkan
proses inflamasi.
4. Pengobatan sistemik dan topikal, yang dapat berpengaruh terhadap perubahan fungsi
dari kelenjar meibom. Obat-obatan tertentu seperti penggunaan epinefrin topikal dapat
menyebabkan hiperkeratinisasi dari epitelium pada duktus kelenjar meibom sehingga
menyebabkan penyumbatan dan dilatasi duktus itu sendiri.
5. Asupan makanan, yang dapat berpengaruh terhadap kualitas produksi kelenjar meibom
dan juga dapat menurunkan mediator inflamasi lemak.
6. Mikrobiologi okular, yang dapat mempengaruhi komposisi dari produksi kelenjar
meibom.
7. Pemakaian kontak lensa, dapat mempengaruhi morfologi dari kelenjar meibom
sekaligus fungsinya akibat dari pemakaian kontak lensa sehingga terjadi penyumbatan
pada kelenjar meibom.
8. Kelainan kongenital, dimana terjadi karena tidak adanya kelenjar meibom sejak lahir
maupun kelainan dimana kelenjar meibom digantikan oleh pertumbuhan bulu mata.
2.4. Patofisiologi
Disfungsi kelenjar meibom terutama disebabkan oleh obstruksi duktus terminal
dan penebalan meibom opak yang mengandung material sel yang mengalami keratinisasi.
Obstruksi ini disebabkan oleh hiperkeratinisasi epitel duktus dan peningkatan viskositas
meibum. Proses obstruksi dipengaruhi oleh faktor endogen seperti umur, jenis kelamin,
dan gangguan hormonal dan faktor eksogen seperti obat-obat topikal. Obstruksi yang
terjadi dapat menyebabkan dilatasi kistik intraglandula, atrofi meibocyte, dan penurunan
sekresi. Hasil akhir DKM adalah penurunan availabilitas dari meibum pada margo
palpebra dan lapisan air mata sehingga menyebabkan evaporasi meningkat,
hiperosmolaritas dan ketidakstabilan lapisan air mata, meningkatkan pertumbuhan bakteri
pada margo palpebra, evaporative dry eye, dan inflamasi serta kerusakan permukaan
okular.1,7
Hiperkeratinisasi merupakan penyebab utama pada DKM dan menyebabkan
dilatasi dan atrofi degeneratif kelenjar tanpa disertai inflamasi. Hiperkeratinisasi
menggambarkan sekelompok area epitel duktus yang mengalami kornifikasi akibat
berbagai macam faktor eksternal dan internal yang telah berlangsung lama. Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan keratinisasi epitel dan obstruksi kelenjar meibom antara lain
bertambahnya usia, gangguan hormonal, efek-efek toksis medikasi dan zat-zat kimia,
produk pecahan dari lipid meibom, serta faktor-faktor eksterna seperti tetes mata epinefrin
dan pemakaian lensa kontak. Disfungsi kelenjar meibom obstruktif yang disebabkan oleh
hiperkeratinisasi pertama kali dijelaskan oleh Korb dan Henriquez pada pasien yang
mengalami gejala minimal. Ekspersi manual dari kelenjar meibom menandakan adanya
obstruksi orifisium kelenjar meibom dan memperlihatkan adanya kelompok hiperkeratotik
yang terdiri dari sel-sel epitel yang mengalami deskuamasi serta penebalan meibom. 7,8
Pada MGD juga dapat ditemukan penebalan sekresi pada kelenjar Meibom serta
dilatasi vascular dengan atau tanpa inflamasi, peningkatan vaskularitas pada bagian
posterior. Obstruksi pada saluran dan muara dari kelenjar Meibom merupakan salah satu
aspek utama terjadinya Disfungsi kelenjar Meibom. Pada permukaan mata, tanda dan
gejala dari dry eye dapat terlihat. Pada perabaan dengan menggunakan jari di region
Kelenjar Meibom di tengah kelopak mata bawah atau atas dapat menunjukkan ada
tidaknya ekskresi dari kelenjar meibom untuk memeriksa pengosongan kelenjar meibom
dan memeriksa kualitas ekskresi.9
2.6. Diagnosis 10
Penegakan diagnosis Disfungsi Kelenjar Meibom (DKM) berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang timbul pada DKM
meliputi : rasa terbakar, sensasi benda asing, nyeri, sensitif terhadap cahaya, gatal,
kemerahan, atau penglihatan kabur. Penggunaan kuesioner seperti Ocular Surface Disease
Index (OSDI) dapat digunakan untuk mengetahui secara lengkap keluhan – keluhan mata
kering yang muncul akibat DKM.
Tanda klinis DKM ditemukan adanya dropout kelenjar meibom, perubahan sekresi
kelenjar, dan perubahan morfologi palpebral. Dropout kelejar meibom mengacu pada
hilangnya jaringan acinar yang terdeteksi melalui pemeriksaam meibografi. Dropout
kelenjar meibom meningkat seiring dengan bertambahnya usia pada subjek normal.
Jumlah kelenjar yang dropout dapat menunjukan keparahan dari DKM. Kehilangan dapat
terjadi di bagian proksimal, central, distal atau keseluruhan kelenjar.
2.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan DKM disesuaikan dengan derajat keparahan DKM. IWMGD
merekomendasikan algoritma penatalaksanaan DKM berdasarkan pendekatan berbasis
bukti. Algoritma disusun berdasarkan keluhan, tanda klinis DKM yaitu kualitas sekresi
meibom, ekspresibilitas, dan morfologi tepi palpebra serta perwarnaan permukaan mata
seperti yang tertera pada tabel berikut.
8. Hormon sex
Androgen mempengaruhi ekspresi gen pada kelenjar meibom mencit pada
penelitian yang telah dilakukan, terutama berupa supresi gen yang berhubungan
dengan keratinisasi dan stimulasi gen-gen yang mempengaruhi lipogenesis.
Disfungsi reseptor androgen berhubungan secara klinis dengan abnormalitas fungsi
kelenjar meibom dan penggunaan antiandrogen sistemik berkaitan dengan DKM
secara klinis. 11,12,16
9. Asam lemak esensial
Suplemen asam lemak omega-3 semakin populer karena efek anti inflamasi
pada metabolisme prostaglandin. Penelitan yang telah dilakukan menunjukan
adanya perbaikan yang lebih baik pada pasien yang diberikan suplemen oral
omega-3 dibandingan dengan kelompok plasebo yang hanya diberi higiene
palpebra. Omega 3 dapat ditemukan pada ikan dan minyak ikan, biji-bijian,
minyak, sayur-sayuran hijau seperti brokoli dan kacang-kacangan. Omega-3
memiliki peran penting dalam sintesis meibum. Pasien defisiensi omega-3
memiliki meibum yang lebih tebal. Pemberian suplemen omega 3 menunjukkan
adanya meibum yang lebih jernih dan tipis sehingga memperbaiki gejala mata
kering. Omega 3 juga berguna sebagai anti inflamasi dan meningkatkan sekrsesi
air mata. Kelebihan konsumsi omega-3 secara teori dapat menyebabkan perdarahan
karena sifat antitombotiknya, karena itu individu yang memiliki kelainan
perdarahan harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum
mengkonsumsi omega 3. Dosis yang disarankan American Dietetic Association
and the Dieticians of Canada adalah 500mg/hari. 11,12,16,17
10. Pembedahan
Pilihan pembedahan pada penatalaksanaan DKM umumnya terbatas pada
penanganan komplikasi dari penyakit, bukan terhadap penyakit primernya. DKM
dapat berhubungan dengan kondisi patologis seperti konjungtivokhalasis,
enteropion, ektropion, atau horizontal eyelid laxity yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk menperbaiki DKM. Sekresi kelenjar meibom dapat difasilitasi
dengan efek pompa mekanik dari pergerakan palpebra. Metode ini membutuhkan
tekanan yang cukup dari tendon cantus lateral atau medial. Peningkatan tekanan
horizontal palpebra dapat meningkatkan ekskresi meibum. Intraductal probing
dapat menjadi salah satu penangangan DKM. Penelitian Maskin dkk menunjukkan
adanya perbaikan gejala klinis pada penderita yang dilakukan Intraductal probing.
11,12,16
BAB III
KESIMPULAN
Meibomian Gland Disease (MGD) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sekelompok kelainan, baik bawaan maupun didapat, yang dihubungkan
dengan kelainan fungsional kelenjar meibom. Penegakan diagnosis Disfungsi Kelenjar
Meibom (DKM) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan
penunjang. Keluhan yang timbul pada DKM meliputi : rasa terbakar, sensasi benda asing,
nyeri, sensitif terhadap cahaya, gatal, kemerahan, atau penglihatan kabur. Terapi yang
direkomendasikan pada DKM adalah dengan penghangatan kelopak mata dan
pembersihan kelopak mata. Terdapat berbagai cara dalam pengobatan DKM seperti
pemberian topikal lapisan lipid air mata, higiene palpebra, kompres hangat, antibiotika,
steroid, siklosporin, hormon seks, dan asam lemak esensial. Tindakan pembedahan hanya
dilakukan pada kondisi patologis kelopak mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti Sr. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit FK UI;2015.
2. Sitorus Rita, Sitompul Ratna, Widyawati Syska, Bani Anna. Buku Ajar Oftalmologi.
Badan Penerbit Fkui, Jakarta. 2017.
3. Nichols KK, Foulks GN, Bron AJ, et al. The international workshop on meibomian
gland dysfunction: executive summary. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2011;52(4):1922-
1929.
4. Foulks GN, Bron AJ. Meibomian gland dysfunction: a clinical scheme for description,
diagnosis, classification, and grading. Ocul Surf. 2003;1(3):107-126.
5. Marsetio M. Efektivitas vitamin A topikal, vitamin A oral dan doksisiklin oral pada
pengobatan penderita disfungsi kelenjar meibom. Penelitian multisenter. 2001.
6. Priyanka Chhadva et al., Meibomian gland disease: the role of gland dysfunction in dry
eye disease. 2017. Ophthalmology; 124 (11).
7. Enus S dan Ardy D. Disfungsi Kelenjar Meibom. Bandung: Celtics Press; 2012. Hlm
8-24, 37, 56-63,79-80-7, 188-213.
8. Knop E, Knop N, Millar T, Obata H, Sullivan DA. The International Workshop on
Meibomian Gland Dysfunction: Report of the Subcommittee on Anatomy, Physiology,
and Pathophysiology of the Meibomian Gland. Invest. Ophthalmol. Vis. Sci.
2011;52(4):1938-78.
9. Turgut B, Çatak O, Demir T. Meibomian gland dysfunction: an overlooked eyelid
disease. Adv Ophthalmol Vis Syst. 2018;8(3):168‒172
10. Tomlinson A, et al. The International Workshop on Meibomian Gland Dysfunction:
Report of The Diagnosis Subcommittee. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2011;52:2006–
2049.
11. Enus S dan Ardy D. Disfungsi Kelenjar Meibom. Bandung: Celtics Press; 2012. Hlm
8-24, 37, 56-63,79-80-7, 188-213.
12. Geerling G, Tauber J, Baudouin C, Goto E, Matsumoto Y, O’Brien T, et al. The
International Workshop on Meibomian Gland Dysfunction: Report of the
Subcommittee on Management and Treatment Meibomian Gland Dysfunction. Invest.
Ophthalmol. Vis. Sci. 2011;52(4);2050-64.
13. Foulks GN dan Lemp MA. Meibomian Gland Dysfunction and Seborrhea. Dalam :
Krachmer JH, Mannis MJ, Holland EJ, editor. Cornea. Philadelphia: Elsevier; 2011.
hlm 407-13.
14. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course (BSSC).
External Disease and Cornea. Section 8. San Fransisco : AAO; 2011. Hlm 65-8.
15. Rao NK, Goldstein MH, Tu EY. Dry Eye. Dalam : Myron Yanoff and Jay S. Duker
Opthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier;2014. Hlm 274-9.
16. Efron N. Meibomian gland dysfunction. Dalam : Contact Lens Complications. Edisi
Ke-3. Philadelphia : Elsevier; 2012. hlm 56-66.
17. Roncone M, Bartlett H, Eperjesi F. Essential fatty acids for dry eye: A review. Contact
Lens & Anterior Eye 33 (2010) 49–54.