Anda di halaman 1dari 7

 Tulisan terkait tujuan 3 berisi tentang :

1. Jelaskan yang anda ketahui tentang realitas ! (manusia, Tuhan, dan Alam Semesta)
 Manusia
Apakah tujuan penciptaan manusia itu untuk Tuhan ataukah untuk seluruh
makhluk? Dalam hal ini apakah Tuhan memiliki tujuan dalam menciptakan manusia ?
Ketika Tuhan memiliki tujuan berarti dia bukan lagi Tuhan. Kita tidak mungkin
mengasumsikan bahwa ada tujuan yang diinginkan tuhan untuk diriNya sendiri dan
juga tidak mungkin kita mempercayai bahwa Tuhan menginginkan sesuatu
kebutuhanNya dalam setiap tindakanNya. Anggapan seperti itu akan memungkinkan
lahirnya asumsi lain bahwa Tuhan melakukan sesuatu karena ingin menyempurnakan
diriNya atau karena mengharapkan sesuatu yang sebelumnya Ia tidak punya, sebuah
asumsi yang tidak mungkin. Akan tetapi, harus dipahami bahwa, tujuan penciptaan
adalah untuk keperluan makhluk itu sendiri, bukan untuk pencipta. Dalam pengertian
yang lain, tujuan penciptaan mencakup dan menjadi bagian dari proses
penyempurnaan makhluk, bukan penyempurnaan pencipta. Sehingga jika kita berfikir
bahwa di dalam penciptaan selalu ada proses penyempurnaan, maka dapat dikatakan
bahwa penciptaan memang memiliki maksud dan tujuan.
a. Definisi Manusia – Akal sebagai Kesempurnaan Manusia
Manusia dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata manusia hanya
diartikan sebagai “makhluk Tuhan yang paling sempurna yang mempunyai akal
dan budi”. Namun, pengertian literal tersebut belum bisa memuaskan keiingintahuan
kita. Oleh sebab itu kita mencoba menelaah lebih dalam mengenai hakikat manusia
itu sendiri yang membedakan dengan makhluk lainnya.
Sesungguhnya proses perkembangan dan kesempurnaan pada tumbuhan itu
bersifat niscaya dan terpaksa karena tunduk kepada terpenuhinya berbagai faktor dan
kondisi diluar diri mereka. Sebuah pohon tidak tumbuh dengan kehendaknya sendiri,
dia tidak menghasilkan buah-buahan sesuai dengan kehendaknya, karena tumbuhan
tidak memiliki perasaan dan kehendak. Berbeda dengan binatang, dia mempunyai
kehendak dan ikhtiar dalam menempuh kesempurnaannya namun kehendak dan
ikhtiar itu timbul dari naluri hewani semata, dimana proses dan aktifitasnya terbatas
pada kebutuhan-kebutuhan alamiahnya saja atas dasar perasaan yang sempit dan
terbatas dengan kadar indra hewaninya.
Adapun manusia, disamping memiliki segala kelebihan yang dimiliki
tumbuhan dan binatang, dia pun memiliki dua keistimewaan lainnya yang bersifat
rohani, dari satu sisi keinginan fitrahnya tidak dibatasi oleh kebutuhan-kebutuhan
alami dan material, dan dari sisi lain dia memiliki kekuatan akal yang dapat
memperluas pengetahuannya sampai pada dimensi-dimensi yang tak terbatas.
Keistimewaan semacam inilah yang membuat kehendak manusia itu dapat melampaui
batasan-batasan materi yang sempit, bahkan dapat terus bergerak ke satu tujuan akhir.
Sebagaimana kesempurnaan yang dimiliki oleh tumbuhan, itu bisa
berkembang dengan perantara potensi yang khas juga kesempurnaan yang dimiliki
oleh binatang itu dapat dicapai dengan kehendaknya yang muncul dari naluri dan
pengetahuannya yang bersifat indrawi, demikian pula halnya dengan manusia.
Kesempurnaan khas manusia pada hakikatnya terletak pada kesempurnaan roh yang
dapat dicapai melalui kehendaknya dan arahan-arahan akalnya yang sehat, yaitu akal
yang telah mengenal berbagai tujuan dan pandangan yang benar ketika dia
dihadapkan pada berbagai pilihan, akalnya akan memilih sesuatu yang lebih utama
dan lebih penting.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa perbuatan manusia itu sebenarnya dibentuk
oleh kehendak yang muncul dari kecendrungan-kecendrungan dan keinginan-
keinginan yang hanya dimililki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal. Adapun
perbuatan yang dilakukan karena motif hewani semata-mata adalah perbuatan yang,
tentunya, bersifat hewani pula. Sebagaimana gerak yang timbul dari kekuatan
mekanik dalam tubuh manusia merupakan sebuah gerak fisik semata.
b. Nilai-nilai kemanusiaan
Mencari Kebenaran merupakan dorongan untuk menemukan berbagai
hakikat seperti apa adanya atau menalarnya sebagaimana mestinya. Artinya manusia
ingin memperoleh pengetahuan-pengetahuan tentang alam dan wujud benda-benda
dalam keadaan yang sesungguhnya. Pencarian kebenaran menurut kalangan filsuf
adalah kesempurnaan teoritis itu sendiri. Manusia dengan fitrahnya mencari
kesempurnaan teoritis yaitu mengetahui hakikat alam semesta. Fitrah ini terdapat di
dalam diri manusia yang di dalam psikologi disebut dengan “dorongan mencari
kebenaran” atau “rasa ingin tahu”. Dalam diri manusia terdapat sejumlah dorongan
untuk membuat sesuatu yang belum ada dan belum dibuat oleh manusia lainnya.
Benar bahwa manusia melakukan Inovasi atau kreasi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Penerapan ilmu dan teknologi pada dasarnya bertujuan menerapkan
kemampuan rekayasa atau penciptaan untuk membawa suatu keadaan (berupa materi,
energi, gerak dan kemanusiaan secara terpadu) ke keadaan lain yang lebih berdaya
guna dan bermanfaat bagi manusia. Dalam proses pencarian kebenaran, manusia tidak
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari tindakan tersebut atau bukan pula
untuk mencegah terjadinya kerugian, tetapi semata-mata karena adanya pengaruh
Kecendrungan Moral yang merupakan parameter untuk menilai berbagai tindakan
atau perbuatan manusia. Dengan kata lain, manusia melakukan banyak hal
dikarenakan nilai moralnya tanpa harus mempertimbangkan segi materilnya. Hal ini
juga merupakan salah satu sifat manusia dan salah satu dimensi spiritualnya. Makhluk
hidup lainnya tidak mempunyai parameter semacam ini untuk menilai perbuatannya.
Selanjutnya manusia mempunyai kecendrungan yang lain yakni ketertarikan secara
total pada Keindahan atau Estetika, baik keindahan akhlak maupun keindahan
bentuk. Tidak ada seorang manusia pun yang kosong dari rasa suka pada keindahan.
Di dalam diri manusia ditemukan banyak sekali masalah yang jarang kita temukan
pada diri makhluk lain. Di dalamnya terdapat hal-hal yang sangat rumit yang sulit
sekali diinterpetasikan. Supaya manusia mempunyai sebuah kehidupan yang
bermakna dan di bawah suatu kesadaran suci dan tinggi, maka dia harus senantiasa
menjaga amal dan perbuatannya serta menjaga dirinya dengan senantiasa menghisab
dirinya sendiri setiap hari. Kerinduan akan Ibadah adalah manifestasi dari jiwa
manusia dan merupakan salah satu dimensi terpenting dari keberadaan dirinya.
Apabila kita telaah sejarah antopologi, kita akan tahu bahwa dimana pun dan kapan
pun manusia ada, disitu pasti akan ada ritual memuja atau menyembah. Yang berbeda
hanyalah bentuk penyembahan dan Tuhan yang disembah. Bentuk ibadah pun juga
beragam, serta objeknya juga beragam mulai dari batu atau pepohonan hingga Wujud
Abadi Yang Niscaya Ada, Wujud yang bebas dari segala macam batasan ruang dan
waktu, ini merupakan dimensi spiritual manusia, hal inilah yang kemudian
mengantarkan fitrah manusia menuju kebenaran. Kerinduan manusia pada dimensi
spiritualitas menghantarkannya pada kehidupan yang lebih harmonis.
 Tuhan
Tuhan bisa dibuktikan dengan akal. Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi
hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak mungkin melakukan pembuktian tanpa
akal. Yang menjadikan alam raya ini haruslah sesuatu yang qadim, yang
keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi,
karena jika sesuatu yang mengadakan alam raya ini ini hadits juga, maka Dia-pun ada
karena ada yang mengadakannya, demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak
berujung seperti ini mustahil. Dengan demikian, pasti ada sesuatu yang
keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan, kaum yang beragama
menyebutnya sebagai Tuhan.
 Alam Semesta

bahwa alam semesta ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada
menjadi ada dan akhirnya tidak ada lagi. Segala sesuatu yang asalnya tidak ada
kemudian ada, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena
sebab sesuatu.

2. Jelaskan yang anda ketahui mengenai Kebenaran !


Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-
nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
a) Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi:
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan
pertama yang dialami manusia.
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping
melalui indara, diolah pula dengan rasio.
3. Tingkat filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha
Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan
kepercayaan.
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami
kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan
konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis.
Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan
kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan
untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh
kebanaran.
b) Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat :
1) Teori Corespondence, menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan
benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan
atau pendapat tersebut.
2) Teori Consistency, Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang
berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test
eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.
3) Teori Pragmatisme, Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang
dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai
dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna
mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika
mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa
persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya
manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu
melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4) Kebenaran Religius, Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi
seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
3. Jelaskan yang anda ketahui mengenai Cara berpikir benar !
Hal yang digunnakan dalam berpikir benar adalah logika. Logika itu sendiri
adalah Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip umum untuk
diterapkan dalam proses berpikir benar. Sebagai ilmu terapan, Logika tidak
dimaksudkan untuk dipelajari dan dikuasai semata-mata, tetapi pada tahapan
berikutnya semestinya digunakan dalam menjelaskan dan membuktikan berbagai
masalah dalam ilmu lain. Oleh karena itu, Logika disebut juga sebagai ilmu
pelayan (al-‘ilm al-khadim) atau ilmu alat (instrumental science). Ada banyak
manfaat mempelajari ilmu, di antaranya:
a. Sudah jelas bahwa semua ilmu merupakan hasil pemikiran manusia. Tidak kalah
jelasnya pula bahwa ketika manusia berpikir, kadang dia mendapatkan kesimpulan
yang benar dan dapat diterima dan kadang juga berakhir pada kesimpulan yang
salah dan tidak dapat diterima. Pemikiran manusia secara alami cenderung
mengarah kepada kebenaran dan, dalam keadaan sekunder, cenderung keliru.
Supaya pemikiran itu dapat selamat dari kesalahan dan supaya kesimpulannya
benar, manusia memerlukan prinsip-prinsip umum yang menyediakan ladang
berfikir yang benar baginya selama dia mengikuti petunjuk prinsip-prinsip
tersebut. Ilmu yang berperan dalam menetapkan dan memberikan prinsip-prinsip
umum supaya dapat berpikir benar adalah Logika. Dengan demikian, keperluan
kita dalam mempelajari Logika merupakan sesuatu yang penting dan harus
dipenuhi supaya pemikiran ilmiah kita bisa menjadi benar dan menghasilkan
kesimpulan yang dapat diterima. Atas dasar ini, Logika dianggap sebagai satu-
satunya dasar dan landasan awal bagi seluruh pengetahuan manusia.
b. Di samping itu, dengan mempelajari prinsip-prinsip Logika, kita mampu
melakukan kritik terhadap pemikiran dan teori-teori ilmiah hingga berbagai
macam kesalahan yang terdapat pada pemikiran atau teori tersebut menjadi jelas
pada kita dan kita bisa mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan
mereka.
c. Bukan hanya berguna dalam mengkritik, Logika juga amat membantu kita dalam
mengidentifikasi kesalahan dalam berpikir. Layaknya seorang dokter, seorang
yang berpikir logis juga akan memeriksa suatu pemikiran dengan mendiagnosa
‘penyakit’ apa saja yang merusak pemikiran tersebut, lalu meluruskannya dan
mengajukan solusi yang benar. Maka itu, Logika bukan semata-mata ilmu yang
mengajarkan bagaimana berpikir benar, tetapi juga mengajarkan bagaimana
terhindar dari berpikir keliru. Dalam Logika, bagian yang mempelajari pola-pola
berpikir keliru disebut dengan falasi (fallacy/al-mughalathah).
d. Dengan adanya pengetahuan akan prinsip-prinsip Logika, kita juga mampu
membedakan antara metode metode ilmiah yang benar atau menghasilkan
kesimpulan yang benar dan metode-metode ilmiah yang salah atau menghasilkan
kesimpulan yang salah.
e. Melalui pemahaman akan prinsip-prinsip Logika, kita mampu membedakan
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang beraneka ragam dan kita juga bisa
membandingkan prinsip-prinsip tersebut dengan memperhatikan titik temu atau
kesamaannya dan titik beda atau ketidaksamaannya.

Anda mungkin juga menyukai