1. Jelaskan yang anda ketahui tentang realitas ! (manusia, Tuhan, dan Alam Semesta)
Manusia
Apakah tujuan penciptaan manusia itu untuk Tuhan ataukah untuk seluruh
makhluk? Dalam hal ini apakah Tuhan memiliki tujuan dalam menciptakan manusia ?
Ketika Tuhan memiliki tujuan berarti dia bukan lagi Tuhan. Kita tidak mungkin
mengasumsikan bahwa ada tujuan yang diinginkan tuhan untuk diriNya sendiri dan
juga tidak mungkin kita mempercayai bahwa Tuhan menginginkan sesuatu
kebutuhanNya dalam setiap tindakanNya. Anggapan seperti itu akan memungkinkan
lahirnya asumsi lain bahwa Tuhan melakukan sesuatu karena ingin menyempurnakan
diriNya atau karena mengharapkan sesuatu yang sebelumnya Ia tidak punya, sebuah
asumsi yang tidak mungkin. Akan tetapi, harus dipahami bahwa, tujuan penciptaan
adalah untuk keperluan makhluk itu sendiri, bukan untuk pencipta. Dalam pengertian
yang lain, tujuan penciptaan mencakup dan menjadi bagian dari proses
penyempurnaan makhluk, bukan penyempurnaan pencipta. Sehingga jika kita berfikir
bahwa di dalam penciptaan selalu ada proses penyempurnaan, maka dapat dikatakan
bahwa penciptaan memang memiliki maksud dan tujuan.
a. Definisi Manusia – Akal sebagai Kesempurnaan Manusia
Manusia dalam kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata manusia hanya
diartikan sebagai “makhluk Tuhan yang paling sempurna yang mempunyai akal
dan budi”. Namun, pengertian literal tersebut belum bisa memuaskan keiingintahuan
kita. Oleh sebab itu kita mencoba menelaah lebih dalam mengenai hakikat manusia
itu sendiri yang membedakan dengan makhluk lainnya.
Sesungguhnya proses perkembangan dan kesempurnaan pada tumbuhan itu
bersifat niscaya dan terpaksa karena tunduk kepada terpenuhinya berbagai faktor dan
kondisi diluar diri mereka. Sebuah pohon tidak tumbuh dengan kehendaknya sendiri,
dia tidak menghasilkan buah-buahan sesuai dengan kehendaknya, karena tumbuhan
tidak memiliki perasaan dan kehendak. Berbeda dengan binatang, dia mempunyai
kehendak dan ikhtiar dalam menempuh kesempurnaannya namun kehendak dan
ikhtiar itu timbul dari naluri hewani semata, dimana proses dan aktifitasnya terbatas
pada kebutuhan-kebutuhan alamiahnya saja atas dasar perasaan yang sempit dan
terbatas dengan kadar indra hewaninya.
Adapun manusia, disamping memiliki segala kelebihan yang dimiliki
tumbuhan dan binatang, dia pun memiliki dua keistimewaan lainnya yang bersifat
rohani, dari satu sisi keinginan fitrahnya tidak dibatasi oleh kebutuhan-kebutuhan
alami dan material, dan dari sisi lain dia memiliki kekuatan akal yang dapat
memperluas pengetahuannya sampai pada dimensi-dimensi yang tak terbatas.
Keistimewaan semacam inilah yang membuat kehendak manusia itu dapat melampaui
batasan-batasan materi yang sempit, bahkan dapat terus bergerak ke satu tujuan akhir.
Sebagaimana kesempurnaan yang dimiliki oleh tumbuhan, itu bisa
berkembang dengan perantara potensi yang khas juga kesempurnaan yang dimiliki
oleh binatang itu dapat dicapai dengan kehendaknya yang muncul dari naluri dan
pengetahuannya yang bersifat indrawi, demikian pula halnya dengan manusia.
Kesempurnaan khas manusia pada hakikatnya terletak pada kesempurnaan roh yang
dapat dicapai melalui kehendaknya dan arahan-arahan akalnya yang sehat, yaitu akal
yang telah mengenal berbagai tujuan dan pandangan yang benar ketika dia
dihadapkan pada berbagai pilihan, akalnya akan memilih sesuatu yang lebih utama
dan lebih penting.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa perbuatan manusia itu sebenarnya dibentuk
oleh kehendak yang muncul dari kecendrungan-kecendrungan dan keinginan-
keinginan yang hanya dimililki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal. Adapun
perbuatan yang dilakukan karena motif hewani semata-mata adalah perbuatan yang,
tentunya, bersifat hewani pula. Sebagaimana gerak yang timbul dari kekuatan
mekanik dalam tubuh manusia merupakan sebuah gerak fisik semata.
b. Nilai-nilai kemanusiaan
Mencari Kebenaran merupakan dorongan untuk menemukan berbagai
hakikat seperti apa adanya atau menalarnya sebagaimana mestinya. Artinya manusia
ingin memperoleh pengetahuan-pengetahuan tentang alam dan wujud benda-benda
dalam keadaan yang sesungguhnya. Pencarian kebenaran menurut kalangan filsuf
adalah kesempurnaan teoritis itu sendiri. Manusia dengan fitrahnya mencari
kesempurnaan teoritis yaitu mengetahui hakikat alam semesta. Fitrah ini terdapat di
dalam diri manusia yang di dalam psikologi disebut dengan “dorongan mencari
kebenaran” atau “rasa ingin tahu”. Dalam diri manusia terdapat sejumlah dorongan
untuk membuat sesuatu yang belum ada dan belum dibuat oleh manusia lainnya.
Benar bahwa manusia melakukan Inovasi atau kreasi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Penerapan ilmu dan teknologi pada dasarnya bertujuan menerapkan
kemampuan rekayasa atau penciptaan untuk membawa suatu keadaan (berupa materi,
energi, gerak dan kemanusiaan secara terpadu) ke keadaan lain yang lebih berdaya
guna dan bermanfaat bagi manusia. Dalam proses pencarian kebenaran, manusia tidak
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari tindakan tersebut atau bukan pula
untuk mencegah terjadinya kerugian, tetapi semata-mata karena adanya pengaruh
Kecendrungan Moral yang merupakan parameter untuk menilai berbagai tindakan
atau perbuatan manusia. Dengan kata lain, manusia melakukan banyak hal
dikarenakan nilai moralnya tanpa harus mempertimbangkan segi materilnya. Hal ini
juga merupakan salah satu sifat manusia dan salah satu dimensi spiritualnya. Makhluk
hidup lainnya tidak mempunyai parameter semacam ini untuk menilai perbuatannya.
Selanjutnya manusia mempunyai kecendrungan yang lain yakni ketertarikan secara
total pada Keindahan atau Estetika, baik keindahan akhlak maupun keindahan
bentuk. Tidak ada seorang manusia pun yang kosong dari rasa suka pada keindahan.
Di dalam diri manusia ditemukan banyak sekali masalah yang jarang kita temukan
pada diri makhluk lain. Di dalamnya terdapat hal-hal yang sangat rumit yang sulit
sekali diinterpetasikan. Supaya manusia mempunyai sebuah kehidupan yang
bermakna dan di bawah suatu kesadaran suci dan tinggi, maka dia harus senantiasa
menjaga amal dan perbuatannya serta menjaga dirinya dengan senantiasa menghisab
dirinya sendiri setiap hari. Kerinduan akan Ibadah adalah manifestasi dari jiwa
manusia dan merupakan salah satu dimensi terpenting dari keberadaan dirinya.
Apabila kita telaah sejarah antopologi, kita akan tahu bahwa dimana pun dan kapan
pun manusia ada, disitu pasti akan ada ritual memuja atau menyembah. Yang berbeda
hanyalah bentuk penyembahan dan Tuhan yang disembah. Bentuk ibadah pun juga
beragam, serta objeknya juga beragam mulai dari batu atau pepohonan hingga Wujud
Abadi Yang Niscaya Ada, Wujud yang bebas dari segala macam batasan ruang dan
waktu, ini merupakan dimensi spiritual manusia, hal inilah yang kemudian
mengantarkan fitrah manusia menuju kebenaran. Kerinduan manusia pada dimensi
spiritualitas menghantarkannya pada kehidupan yang lebih harmonis.
Tuhan
Tuhan bisa dibuktikan dengan akal. Bahkan, pada beberapa kondisi dan situasi
hal itu harus dibuktikan dengan akal, dan tidak mungkin melakukan pembuktian tanpa
akal. Yang menjadikan alam raya ini haruslah sesuatu yang qadim, yang
keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan. Keberadaannya kekal dan abadi,
karena jika sesuatu yang mengadakan alam raya ini ini hadits juga, maka Dia-pun ada
karena ada yang mengadakannya, demikian seterusnya (tasalsul). Tasalsul yang tidak
berujung seperti ini mustahil. Dengan demikian, pasti ada sesuatu yang
keberadaannya tidak pernah mengalami ketiadaan, kaum yang beragama
menyebutnya sebagai Tuhan.
Alam Semesta
bahwa alam semesta ini hadits, artinya mengalami perubahan dari tidak ada
menjadi ada dan akhirnya tidak ada lagi. Segala sesuatu yang asalnya tidak ada
kemudian ada, tidak mungkin ada dengan sendirinya. Pasti dia menjadi ada karena
sebab sesuatu.