LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. EJ
Nomor RM : 00390453
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gg. Sumanta, Ciseureuh, Purwakarta, Purwakarta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Pedagang
Riwayat keluarga:
Ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien dengan
hasil PCR positif yaitu anak pasien.
1
Riwayat pengobatan:
Pasien belum berobat untuk keluhan saat ini.
Pemeriksaan Fisik
● Keadaan umum : tampak sakit sedang
● Kesadaran : compos mentis
● Tanda vital
● Tekanan darah : 110/78 mmHg
● Nadi : 109 x/menit
● Respirasi : 28 x/menit
● Suhu : 36,7 0C
● SpO2 : 92% free air
● Status generalis:
• Kepala :
2
Laboratorium 07/06/2021
HEMATOLOGI
Hb 15.1 g/dL 14.0 – 17.5
Ht 46.1 % 36 – 47
Leukosit 7.3 10^3 4.4 – 11.3
/µl
/µl
Trombosit 196 10^ 139 – 403
3
/µl
MCV 86 fL 78 – 95
MCH 28.2 pg 26 – 32
MCHC 32.8 g/dl 32 – 36
HItung Jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 2-4
Batang 0 % 3-5
Segmen 77 % 50-70
Limfosit 14 % 25-40
Monosit 8 % 2-8
KIMIA
Gula darah sewaktu 197 mg/dL <140
Ureum 10 mg/dL 10-50
Creatinin 0,75 mg/dL 0,6-1,2
Natrium 135 mmol/L 135-145
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,5
Clorida 97 mmol/L 96-106
Mikrobiologi
3
Thorax (7-06-2021)
Diagnosis :
Pneumonia et causa Covid 19 terkonfirmasi dengan gejala berat
Gastropati
Tatalaksana :
- Rawat isolasi
- O2 6 lpm
- IVFD RL 20 tpm + neurobion 1 amp/12 jam
- Avigan 2x1600mg hari 1, selanjutnya 2x600mg PO
- Azitromisin 1x500mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO
4
- NAC 3x200mg PO
- Pantoprazole 1x40mg IV
- Vit. C 2x500mg PO
FOLLOW UP
Sesak (+) anosmia (+) KU : sedang - Pneumonia ec covid - O2 5 lpm nasal canule
19
batuk (+) mual (+) Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 1000CC +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD: 113/79mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 87x/mnt - Paracetamol 3x500mg
RR : 22x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36.5 Vit.C 2x500mg
SpO2 : 96% dengan O2 5 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(+)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
Demam (+) sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - O2 3-6 lpm nasal
19 canule
batuk (+) anosmia (+) Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:121/71 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 87x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 37 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 97% dengan O2 4 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
5
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(+)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
sesak (+) batuk (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - O2 3-6 lpm nasal
19 canule
Kesadaran : CM - gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:120/80 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 104x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 95% dengan O2 4 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
sesak (+) berkurang KU : sedang - Pneumonia ec Covid - Aff O2, coba dilepas
batuk (+) 19
Kesadaran : CM - gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:119/79 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 104x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 97% dengan O2 3 lpm - Pantoprazol 1x40mg
6
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh +/+ Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
Batuk (+) sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - Rontgen thorax ulang,
19 jika perbaikan BLPL
Kesadaran : CM - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:131/71 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 81x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 23x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 93% dengan O2 nasal - Pantoprazol 1x40mg
Kanul, 96% dengan NRM
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
Thorax (12-06-2021)
7
Kesan : Pneumonia bilateral, perburukan
8
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
9
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”
10
RESUME MEDIS
Indikasi Rawat Sesak nafas
Inap
Anamnesis sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh demam, hilang penciuman, batuk berdahak, nyeri tenggorokan
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh mual dan
nafsu makan menurun.
Pemeriksaan KU sedang. CM
Fisik TD 110/78 mmHg, N 109x/mnt, R 28x/mnt, S 36,7, SpO2 92%
Penemuan Klinik Hb 15.1, Ht 46.1, L 7.3, Tr 196
SWAB PCR positif (CT 21.13)
Ro thorax : pneumonia dextra
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CORONAVIRUS DISEASE 19
Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan,
Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus
pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.1 Tanggal 18 Desember hingga 29
Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).2 Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini
meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai
satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand,
Jepang, dan Korea Selatan.3
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap
hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China.7 Tanggal 30 Januari 2020, telah
terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.5
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua
kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528
kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar
8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.5
VIROLOGI
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV).4
Virus masuk ke sel inang setelah protein S yang berada di sampul virus berikatan
dengan reseptor sel inang, Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE-2) yang
umumnya banyak di epitel saluran pernapasan. Selanjutnya, RNA virus masuk dan
direplikasi oleh sel inang.5
Di manusia, SARS-CoV-2 bereplikasi di dalam sel epitel yang melapisi saluran
pernapasan dari atas hingga bawah. Replikasi virus ini diawali dengan translasi RNA
virus yang masuk. Selanjutnya, sistem transkripsi dan translasi sel inang akan
12
berfokus memperbanyak salinan RNA virus dan memproduksi komponen-komponen
penyusun virus sekaligus merakitnya.5
Selanjutnya, terjadi viral shedding atau pelepasan virus dari sel inang ke sel-sel
sekitarnya. Hal ini menyebabkan sel-sel lain, seperti sel-sel pada saluran
gastrointestinal mengeluarkan respon imun didapat (innate imun response ) dan
bermanifestasi sebagai gejala non-respiratorik. 5
Badai Sitokin
Proses replikasi dan shedding virus ini memicu sel mengeluarkan sitokin-sitokin
proinflamasi. Semakin banyak virus, semakin banyak sitokin yang dikeluarkan.
Kondisi terlalu banyak sitokin ini disebut dengan badai sitokin (cytokine storm).
Jumlah sitokin yang berlebihan ini menyebabkan paru memadat dan mengalami
fibrosis sehingga terjadi gangguan oksigenasi hingga gawat napas dan memerlukan
ventilator untuk membantu proses pernapasan.5
Terdapat jumlah sitokin yang bervariasi antar pasien COVID-19. Pada pasien
COVID-19 di ICU, ditemukan GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan TNF-alfa dengan
konsentrasi lebih tinggi dibanding yang tidak memerlukan ICU. Jumlah sitokin ini
mempengaruhi derajat keparahan penyakit.5
TRANSMISI
13
Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun, transmisi
secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. Bila
memang dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil.
Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang
positif COVID-19 ditemukan negatif. SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi
saluran cerna berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum.
Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap
terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas.
Kedua fakta ini menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral.
Definisi Kasus
Definisi operasional pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19
yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat
1. Kasus Suspek
a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN salah satu kriteria
epidemiologis:
Kriteria Klinis:
DAN
Kriteria Epidemiologis:
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
bekerja di tempat berisiko tinggi penularan**; ATAU
Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
bepergian di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal***;
ATAU
14
yang melaksanakan kegiatan investigasi, pemantauan kasus dan kontak;
ATAU
2. Kasus Probable
a. Seseorang yang memenuhi kriteria klinis DAN memiliki riwayat kontak erat
dengan kasus probable; ATAU terkonfirmasi; ATAU berkaitan dengan cluster
COVID19*****
4. Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
15
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
Catatan:
* Gejala/tanda yang dipisahkan dengan garis miring (/) dihitung sebagai satu
gejala/tanda
**** ISPA Berat yaitu Demam akut (≥ 380 C)/riwayat demam, dan batuk, dan
tidak lebih dari 10 hari sejak onset, dan membutuhkan perawatan rumah sakit.
16
***** Cluster COVID-19 didefinisikan sebagai sekumpulan individu
bergejala (memenuhi kriteria klinis A & B kasus suspek) dilihat dari aspek
waktu, tempat, dan paparan yang sama.
X-Ray toraks: hazy opacities yang terdistribusi di bagian basal dan perifer
paru
1. Tanpa gejala
2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia)
atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada
demam.
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien
dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas +
17
napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia
berat). Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,
≥50x/menit ; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia 5 tahun, ≥30x/menit.
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan. ATAU
Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:
5. Kritis
18
Lama masa inkubasi sekitar 3-14 hari dengan rata-rata 5 hari. Pada fase awal, virus
menyebar ke jaringan yang mengekspresi ACE2, seperti paru, jantung, dan saluran
cerna melalui aliran darah. Gejala yang ditimbulkan pada fase ini biasanya ringan.
Gejala dirasa bertambah berat pada hari keempat hingga ketujuh setelah gejala awal.
Bila tidak teratasi, sitokin yang diproduksi akan terus meningkat hingga terjadi badai
sitokin yang berujung pada sepsis, ARDS, dan komplikasi lainnya.
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,
hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.
Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
mengeluhkan diare dan muntah.
Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah
satu dari gejala:
(1) frekuensi pernapasan >30x/menit
(2) distres pernapasan berat, atau
(3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.
Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada
sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. 1 Berdasarkan data
55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain
yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri
19
kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri
abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.
Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-
39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.3 Perjalanan penyakit
dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada
masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak
bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah,
diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran
cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi
empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam
dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai
meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS,
sepsis, dan komplikasi lainnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal,
elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan
sesuai dengan indikasi. Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang
diduga sebagai pasien dengue.
B. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan Computed
Tomography Scan (CT scan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran
seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal,
efusi pleura, dan atelectasis, seperti terlihat pada Gambar 3. Foto toraks kurang
sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan
pada foto toraks.
Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45-67
20
Gambar 4. CT-scan pasien COVID-19
Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45-67
Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus sebagai temuan utama.
Konsolidasi subpleural posterior juga ditemukan walaupun jarang. Studi lain
mencoba menggunakan 18F-FDG PET/CT, namun dianggap kurang praktis untuk
praktik sehari-hari. Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk.70 temuan utama
pada CT scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa
konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung bilateral
(87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus inferior dengan distribusi
lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan pleura, bronkiektasis, dan
keterlibatan pada subpleural tidak banyak ditemukan.
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi perikardium,
limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks. Walaupun gambaran-
gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja ditemui seiring dengan
progresivitas penyakit. Studi ini juga melaporkan bahwa pasien di atas 50 tahun lebih
sering memiliki gambaran konsolidasi.
Gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:
1. Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan gambaran
ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati
jarang ditemukan.
2. Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan gambaran
21
ground-glass. Efusi pleura 5%, limfadenopati 10%.
3. Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-glass,
namun mulai terdeteksi konsolidasi
4. Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-glass dan pola
retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura, efusi pleura, dan
limfadenopati.
TANPA GEJALA
22
Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis
Pasien :
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
Lingkungan/kamar:
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya
Keluarga:
23
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
c. Farmakologi
DERAJAT RINGAN
24
ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.
b. Non Farmakologis
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologis
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet
kunyah 5000 IU)
- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
25
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
DERAJAT SEDANG
a. Non Farmakologis
c. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis
750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Ditambah
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau
26
a. Isolasi dan Pemantauan
Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting
b. Non Farmakologis
Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis,
LDH, D-dimer.
- Limfopenia progresif,
27
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih
disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar 1)
Terapi oksigen:
- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan
mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92
– 96%.
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal
Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan
klinis.
- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai
dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 - 96%
28
o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai
dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%,
selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1- 2 jam) hingga mencapai 25 L.
29
pressure 10 cmH2O.
o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski
parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama
12-16 jam per hari
o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar
pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi secara
persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang
dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 48 jam dapat
dipertimbangkan.
o Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS
o Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan mode
APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis
anestesi.
ECMO (Extra Corporeal Membrane Oxygenation)
Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe A yang memiliki
layanan dan sumber daya sendiri untuk melakukan ECMO. Pasien COVID-19
kritis dapat menerima terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah
pasien tersebut menerima terapi posisi prone (kecuali dikontraindikasikan) dan
terapi ventilator ARDS yang maksimal menurut klinisi.
Indikasi ECMO :
1. PaO2/FiO2 <60mmHg selama > 6 jam
2. PaO2/FiO2 <50mmHg selama > 3 jam
3. pH <7,20 + Pa CO2 >80mmHg selama >6 jam
C. Farmakologis
Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
Antivirus :
30
Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Atau
Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg
IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-
75)
Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman
tatalaksana syok yang sudah ada.
Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi
klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-
masing apabila terapi standar tidak memberikan respons perbaikan.
Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim
COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma
konvalesen, IVIG atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca,
terapi plasma exchange (TPE) dan lain-lain.
31
Gambar 3. Algoritma penanganan pasien COVID-19
GASTROPATI
Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses inflamasi atau proses
inflamasi yang minimal. Gastropati timbul akibat adanya iritasi oleh zat kimia (seperti
obat anti inflamasi non steroid dan alkohol), refluks cairan empedu, hipovolemia, dan
bendungan kronik.
Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati adalah
sindroma dispepsia, perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium,disertai kembung
dan mual.
Manifestasi klinis gastropati bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan
manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea hingga
gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan dan perforasi. Keluhan lain yang biasa
32
dirasakan pasien adalah mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa
nafsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa. Jika telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi hematemesis dan
melena.
Diagnosis gastropati dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala gastrointestinal
seperti dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun,
perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan dapat
ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat.
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan EGD
(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatologi. Pada EGD dapat
dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan kadang-kadang disertai pendarahan
kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri.7,8 Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi
dan tukak multiple, pendarahan luas dan perforasi saluran cerna.8
Tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab yang mendasari gastropati:
a. Endoskopi, untuk memeriksa bagian atas sistem pencernaan.
b. Tes Helicobacter pylory dengan menggunakan pemeriksaan dari sampel tinja.
c. Seri saluran cerna bagian atas, ini melibatkan mengambil sinar-X setelah
meminum zat yang disebut barium, yang digunakan melihat saluran pencernaan
bagian atas.
d. Ultrasonografi endoskopi, guna memberikan gambar yang lebih jelas dari
lapisan perut.
Untuk pencegahan ulkus primer dapat digunakan misoprostol (4 kali 200 μg per hari)
atau PPI. Dalam studi aplikasi mukosa misoprostol 200 mg 4 kali sehari terbukti
mengurangi tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun,
penggunaan misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain
itu, penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala
dyspepsia.8
Penghambat H2 dosis tinggi (famotidine 2 kali 40 mg per hari) dapat dianjurkan
sebagai pengganti PPI walaupun PPI seperti omeprazole dan pantoprazole lebih
superior. Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk
gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida). Efek
samping sucralfat yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi. Preparat antasida yang
paling banyak digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan
magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare.8
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2 tersedia dalam empat
macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Dua kali sehari
dengan dosis standard dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster. Selain itu,
antagonis reseptor H2 dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan
33
terhadap tukak lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg,
famotidin 40 mg dan nizatidin 300 mg.7,8
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah gastropati
NSAID. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui mekanisme penghambatan
HCl, menghambat pengasaman fagolisosom dari aktivasi neutrofil, dan melindungi
sel epitel serta endotel dari stres oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1).
Enzim HO-1 adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti
inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari
untuk menormalkan kembali sekresi asam lambung setelah pemberian obat
dihentikan.
Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum makan. Obat PPI
menyebabkan pengurangan gejala klinis dispepsia karena NSAID dibanding antagonis
reseptor H2 maupun misoprostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh. secara
klinis menunjukkan efek ekuivalen.
35
Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750
mg/24 jam per iv atau per
oral (untuk 5-7 hari).
Bila terdapat kondisi sepsis
yang diduga kuat oleh karena
ko-infeksi bakteri, pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan
kondisi klinis, fokus infeksi
dan faktor risiko yang ada
pada pasien.
Antivirus :
Favipiravir (Avigan sediaan
200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari
ke 2-5) Atau
Remdesivir 200 mg IV drip
(hari ke-1) dilanjutkan 1x100
mg IV drip (hari ke 2-5 atau
hari ke 2-10)
Antikoagulan LMWH/UFH
berdasarkan evaluasi DPJP
Deksametason dengan dosis
6 mg/24 jam selama 10 hari
atau kortikosteroid lain yang
setara seperti hidrokortison
pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau
kasus berat dengan ventilator.
36
Obat PPI menyebabkan
pengurangan gejala klinis
dispepsia dibanding antagonis
reseptor H2 maupun misoprostol.
Lansoprazol dan misoprostol
dosis penuh. secara klinis
menunjukkan efek ekuivalen.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
37
3. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
4. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical;
2019. p.617-22.
5. Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1):45-67
6. Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 5OP Edisi 3 2020. PDPI, PERKI,
PAPDI, PERDATIN, IDAI 2020.
7. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson LM
(editors). Patofisiologi: konsep klinis prosesproses penyakit Ed.6 Vol.1. Jakarta:
Penerbit ECG. 2002. p.417-35.
8. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-48.
38