Anda di halaman 1dari 38

BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. EJ
Nomor RM : 00390453
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gg. Sumanta, Ciseureuh, Purwakarta, Purwakarta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Pedagang

Tanggal masuk : 7 Juni 2021

Anamnesis awal (7/06/2021)

Keluhan utama : sesak nafas


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluh demam, anosmia, batuk berdahak, nyeri
tenggorokan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh mual dan
nafsu makan menurun.

Riwayat penyakit dahulu:


Pasien tidak memiliki riwayat asma, hipertensi maupun diabetes mellitus.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, maupun penyakit
lainnya.

Riwayat keluarga:
Ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien dengan
hasil PCR positif yaitu anak pasien.

1
Riwayat pengobatan:
Pasien belum berobat untuk keluhan saat ini.

Pemeriksaan Fisik
● Keadaan umum : tampak sakit sedang
● Kesadaran : compos mentis
● Tanda vital
● Tekanan darah : 110/78 mmHg
● Nadi : 109 x/menit
● Respirasi : 28 x/menit
● Suhu : 36,7 0C
● SpO2 : 92% free air

● Status generalis:
• Kepala :

• Mata : Edema palpebral -/-, Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik


-/-
• Mulut : mukosa eritema (-)
• Leher : KGB tidak teraba membesar
• Thorax : Cor S1-S2 murni reguler, murmur (-)
Pulmo vesikular kiri = kanan, rhonchi -/-, wheezing -/-
• Abdomen : datar, Bising usus (+), Nyeri tekan epigastrium (+),
soepel,

Hepar dan lien tidak teraba membesar


• Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

2
Laboratorium 07/06/2021

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hb 15.1 g/dL 14.0 – 17.5
Ht 46.1 % 36 – 47
Leukosit 7.3 10^3 4.4 – 11.3
/µl

Eritrosit 5.36 10^ 4 – 5.2


6

/µl
Trombosit 196 10^ 139 – 403
3

/µl
MCV 86 fL 78 – 95
MCH 28.2 pg 26 – 32
MCHC 32.8 g/dl 32 – 36
HItung Jenis

Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 1 % 2-4
Batang 0 % 3-5
Segmen 77 % 50-70
Limfosit 14 % 25-40
Monosit 8 % 2-8
KIMIA
Gula darah sewaktu 197 mg/dL <140
Ureum 10 mg/dL 10-50
Creatinin 0,75 mg/dL 0,6-1,2
Natrium 135 mmol/L 135-145
Kalium 3,9 mmol/L 3,5-5,5
Clorida 97 mmol/L 96-106
Mikrobiologi

Polimerase Chain Reaction (PCR) Positif - Metode : RT-PCR


SARS CoV-2 Negatif CT >
(CT 21.13)
40 Positif CT
<=40

3
Thorax (7-06-2021)

Kesan : Pneumonia kanan dengan limfadenopati perihiler


kanan

Diagnosis :
Pneumonia et causa Covid 19 terkonfirmasi dengan gejala berat
Gastropati

Tatalaksana :
- Rawat isolasi
- O2 6 lpm
- IVFD RL 20 tpm + neurobion 1 amp/12 jam
- Avigan 2x1600mg hari 1, selanjutnya 2x600mg PO
- Azitromisin 1x500mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO

4
- NAC 3x200mg PO
- Pantoprazole 1x40mg IV
- Vit. C 2x500mg PO

FOLLOW UP

8/6/2021 – Hari I (pk. 13.00), Ruangan Mahkota


S O A P

Sesak (+) anosmia (+) KU : sedang - Pneumonia ec covid - O2 5 lpm nasal canule
19
batuk (+) mual (+) Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 1000CC +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD: 113/79mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 87x/mnt - Paracetamol 3x500mg
RR : 22x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36.5 Vit.C 2x500mg
SpO2 : 96% dengan O2 5 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(+)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

9/06/2021 – Hari II (pk. 15.00), Ruangan Mahkota


S O A P

Demam (+) sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - O2 3-6 lpm nasal
19 canule
batuk (+) anosmia (+) Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:121/71 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 87x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 37 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 97% dengan O2 4 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)

5
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(+)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

10/06/2021 – Hari III (pk. 13.00), Ruangan Mahkota


S O A P

sesak (+) batuk (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - O2 3-6 lpm nasal
19 canule
Kesadaran : CM - gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:120/80 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 104x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 95% dengan O2 4 - Pantoprazol 1x40mg
lpm nasal canule
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

11/06/2021 – Hari IV (pk. 13.00), Ruangan Mahkota


S O A P

sesak (+) berkurang KU : sedang - Pneumonia ec Covid - Aff O2, coba dilepas
batuk (+) 19
Kesadaran : CM - gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:119/79 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 104x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 97% dengan O2 3 lpm - Pantoprazol 1x40mg

6
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh +/+ Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

12/06/2021 – Hari V (pk. 13.00), Ruangan Mahkota


S O A P

Batuk (+) sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - Rontgen thorax ulang,
19 jika perbaikan BLPL
Kesadaran : CM - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:131/71 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 81x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 23x/mnt - NAC 3x200mg
T : 36,1 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 93% dengan O2 nasal - Pantoprazol 1x40mg
Kanul, 96% dengan NRM
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

Thorax (12-06-2021)

7
Kesan : Pneumonia bilateral, perburukan

13/06/2021 – Hari VI (pk. 13.00), Ruangan Mahkota


S O A P

Batuk (+)sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid O2 8 lpm via NRM


19
Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:127/57 mmHg - Azitromisin 1x500mg
HR 100x/mnt Paracetamol 3x500mg
RR : 20x/mnt - NAC 3x200mg
T : 37 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 95% dengan O2 8lpm - Pantoprazol 1x40mg
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)

8
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

14/06/2021 – Hari VII (pk. 13.30), Ruangan Mahkota


S O A P

Batuk (+)sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid - Mobilisasi


berkurang 19 Aff O2
Kesadaran : CM - Gastropati - IVFD RL 20 tpm +
neurobion 1 amp/12
jam
TTV : - Avigan 2x600mg
TD:116/72 mmHg - Azitromisin 1x500mg
STOP
HR 80x/mnt - Paracetamol 3x500mg
RR : 18x/mnt - Levofloxacin 1x500mg
PO
T : 36,7 C - Vit.C 2x500mg
SpO2 : 97% Free air - Pantoprazol 1x40mg
- NAC 3x200mg
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh +/+ Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

15/06/2021 – Hari VIII, Ruangan Mahkota


S O A P

Batuk (+)sesak (+) KU : sedang - Pneumonia ec Covid BLPL  isolasi


berkurang 19 mandiri
Kesadaran : CM - Gastropati - Levofloxacin 1x750mg
PO
TTV : - Lansoprazol 1X30mg
PO
TD:116/72 mmHg - Neurobion 1x1 PO
HR 80x/mnt - Levofloxacin 1x500mg
PO
RR : 18x/mnt - Vit.C 2x500mg PO
T : 36,7 C - NAC 3x200mg PO
SpO2 : 97% Free air - Xarelto 1x10mg PO

9
Kepala : Mata CA -/- SI -/-
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : pulmo Rh -/- Wh
-/-, VBS +/+
Cor BJM S1-S2 regular
Abdomen : datar, BU (+)
normal, soepel, Nyeri Tekan
(-)
Extremitas : akral hangat,
CRT <2”

10
RESUME MEDIS
Indikasi Rawat Sesak nafas
Inap
Anamnesis sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh demam, hilang penciuman, batuk berdahak, nyeri tenggorokan
sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh mual dan
nafsu makan menurun.

Pemeriksaan KU sedang. CM
Fisik TD 110/78 mmHg, N 109x/mnt, R 28x/mnt, S 36,7, SpO2 92%
Penemuan Klinik Hb 15.1, Ht 46.1, L 7.3, Tr 196
SWAB PCR positif (CT 21.13)
Ro thorax : pneumonia dextra

Diagnosa Pneumonia ec Covid 19 terkonfirmasi


Gastropati

Terapi - IVFD RL 20 tpm + neurobion 1 amp/12 jam


selama di - Avigan 2x1600, selanjutnya 2x600mg
Rumah - Azitromisin 1x500mg
Sakit
- Paracetamol 3x500mg
- NAC 3x200mg
- Vit C 2x500mg
- Pantoprazol 1x40mg

Kondisi Saat membaik


Pulang
Terapi pulang - Levofloxacin 1x750mg
- NAC 3x200mg
- Vit. C 2x500mg
- Lansoprazole 1x30mg
- Neurobion 1x1
- Xarelto 1x10mg

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

CORONAVIRUS DISEASE 19

Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan,
Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, tetapi kasus
pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan.1 Tanggal 18 Desember hingga 29
Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS).2 Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini
meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai
satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand,
Jepang, dan Korea Selatan.3
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China setiap
hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China.7 Tanggal 30 Januari 2020, telah
terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.5
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua
kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528
kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar
8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.5

VIROLOGI
Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini
utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.
Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63,
betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV).4

Virus masuk ke sel inang setelah protein S yang berada di sampul virus berikatan
dengan reseptor sel inang, Angiotensin-Converting Enzyme 2  (ACE-2) yang
umumnya banyak di epitel saluran pernapasan. Selanjutnya, RNA virus masuk dan
direplikasi oleh sel inang.5
Di manusia, SARS-CoV-2 bereplikasi di dalam sel epitel yang melapisi saluran
pernapasan dari atas hingga bawah. Replikasi virus ini diawali dengan translasi RNA
virus yang masuk. Selanjutnya, sistem transkripsi dan translasi sel inang akan

12
berfokus memperbanyak salinan RNA virus dan memproduksi komponen-komponen
penyusun virus sekaligus merakitnya.5

Selanjutnya, terjadi viral shedding atau pelepasan virus dari sel inang ke sel-sel
sekitarnya. Hal ini menyebabkan sel-sel lain, seperti sel-sel pada saluran
gastrointestinal mengeluarkan respon imun didapat (innate imun response ) dan
bermanifestasi sebagai gejala non-respiratorik. 5

Gambar 1. Mekanisme entri dan replikasi virus

Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal


Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1):45-67

Badai Sitokin
Proses replikasi dan shedding virus ini memicu sel mengeluarkan sitokin-sitokin
proinflamasi. Semakin banyak virus, semakin banyak sitokin yang dikeluarkan.
Kondisi terlalu banyak sitokin ini disebut dengan badai sitokin (cytokine storm).
Jumlah sitokin yang berlebihan ini menyebabkan paru memadat dan mengalami
fibrosis sehingga terjadi gangguan oksigenasi hingga gawat napas dan memerlukan
ventilator untuk membantu proses pernapasan.5

Terdapat jumlah sitokin yang bervariasi antar pasien COVID-19. Pada pasien
COVID-19 di ICU, ditemukan GCSF, IP10, MCP1, MIP1A, dan TNF-alfa dengan
konsentrasi lebih tinggi dibanding yang tidak memerlukan ICU. Jumlah sitokin ini
mempengaruhi derajat keparahan penyakit.5

TRANSMISI

Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber


transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2
dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.
Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan
melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam.

13
Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun, transmisi
secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. Bila
memang dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil.
Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang
positif COVID-19 ditemukan negatif. SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi
saluran cerna berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum.
Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap
terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas.
Kedua fakta ini menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral.

Definisi Kasus

Definisi operasional pada bagian ini, dijelaskan definisi operasional kasus COVID-19
yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat

1. Kasus Suspek

Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:

a. Seseorang yang memenuhi salah satu kriteria klinis DAN salah satu kriteria
epidemiologis:

Kriteria Klinis:

 Demam akut (≥ 380 C)/riwayat demam* dan batuk; ATAU

 Terdapat 3 atau lebih gejala/tanda akut berikut: demam/riwayat demam*,


batuk, kelelahan (fatigue), sakit kepala, myalgia, nyeri tenggorokan, coryza/
pilek/ hidung tersumbat*, sesak nafas, anoreksia/mual/muntah*, diare,
penurunan kesadaran

DAN

Kriteria Epidemiologis:

 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
bekerja di tempat berisiko tinggi penularan**; ATAU

 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat tinggal atau
bepergian di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal***;
ATAU

 Pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala bekerja di fasilitas pelayanan


kesehatan, baik melakukan pelayanan medis, dan non-medis, serta petugas

14
yang melaksanakan kegiatan investigasi, pemantauan kasus dan kontak;
ATAU

b. Seseorang dengan ISPA Berat****,

c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) yang tidak memenuhi kriteria


epidemiologis dengan hasil rapid antigen SARSCoV-2 positif****

2. Kasus Probable

Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut

a. Seseorang yang memenuhi kriteria klinis DAN memiliki riwayat kontak erat
dengan kasus probable; ATAU terkonfirmasi; ATAU berkaitan dengan cluster
COVID19*****

b. Kasus suspek dengan gambaran radiologis sugestif ke arah COVID-19******

c. Seseorang dengan gejala akut anosmia (hilangnya kemampuan indra


penciuman) atau ageusia (hilangnya kemampuan indra perasa) dengan tidak
ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi

d. Orang dewasa yang meninggal dengan distres pernapasan DAN memiliki


riwayat kontak erat dengan kasus probable atau terkonfirmasi, atau berkaitan
dengan cluster COVID-19*****

3. Kasus Konfirmasi: Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19


dengan kriteria sebagai berikut:

a. Seseorang dengan hasil RT-PCR positif

b. Seseorang dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2 positif DAN memenuhi


kriteria definisi kasus probable ATAU kasus suspek (kriteria A atau B)

c. Seseorang tanpa gejala (asimtomatik) dengan hasil rapid antigen SARS-CoV-2


positif DAN Memiliki riwayat kontak erat dengan kasus probable ATAU
terkonfirmasi.

Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:

a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)

b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)

4. Kontak Erat: Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
15
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.

b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti


bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).

c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau


konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.

d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian


risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat

Catatan:

* Gejala/tanda yang dipisahkan dengan garis miring (/) dihitung sebagai satu
gejala/tanda

** Risiko tinggi penularan: Kriteria yang dapat dipertimbangkan:

a. Ada indikasi penularan/tidak jelas ada atau tidaknya penularan pada


tempat tersebut.

b. berada dalam suatu tempat pada waktu tertentu dalam kondisi


berdekatan secara jarak (contohnya lapas, rutan, tempat pengungsian,
dan lain-lain). Pertimbangan ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko
lokal oleh dinas kesehatan setempat.

***Negara/wilayah transmisi lokal adalah negara/wilayah yang melaporkan


adanya kasus konfirmasi yang sumber penularannya berasal dari wilayah yang
melaporkan kasus tersebut. Negara transmisi lokal merupakan negara yang
termasuk dalam klasifikasi kasus klaster dan transmisi komunitas, dapat dilihat
melalui situs https://www.who.int/emergencies/diseases/ novel-coronavirus-
2019 /situation-reports Wilayah transmisi lokal di Indonesia dapat dilihat
melalui situs https://infeksiemerging.kemkes.go.id.

**** ISPA Berat yaitu Demam akut (≥ 380 C)/riwayat demam, dan batuk, dan
tidak lebih dari 10 hari sejak onset, dan membutuhkan perawatan rumah sakit.

**** Perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan RT-PCR. Rekomendasi WHO


terkait pemeriksaan rapid antigen SARS-CoV-2: (1) Memiliki sensitivitas >
80% dan spesifisitas > 97% jika dibandingkan dengan RT-PCR; (2) Hanya
digunakan dalam kondisi RT-PCR tidak tersedia atau membutuhkan hasil
diagnosis yang cepat berdasarkan pertimbangan klinis; dan (3) hanya
dilakukan oleh petugas terlatih dalam 5-7 hari pertama onset gejala.

16
***** Cluster COVID-19 didefinisikan sebagai sekumpulan individu
bergejala (memenuhi kriteria klinis A & B kasus suspek) dilihat dari aspek
waktu, tempat, dan paparan yang sama.

 Paparan terhadap minimal 1 orang yang terkonfirmasi positif dengan RT-


PCR  Paparan terhadap minimal 2 orang bergejala dengan hasil rapid antigen
SARS-CoV2 positif

****** Gambaran radiologis yang sugestif ke arah COVID-19:

 X-Ray toraks: hazy opacities yang terdistribusi di bagian basal dan perifer
paru

 CT Scan toraks: opasitas ground glass multipel bilateral yang terdistribusi


di bagian basal dan perifer paru

 USG paru: penebalan pleural lines, B lines (multifocal, diskret, atau


konfluens), pola konsolidasi dengan atau tanpa air bronchograms

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,


ringan, sedang, berat dan kritis.

1. Tanpa gejala

Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan


gejala.

2. Ringan

Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas
pendek, mialgia. Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan,
kongesti hidung, sakit kepala, diare, mual dan muntah, penghidu (anosmia)
atau hilang pengecapan (ageusia) yang muncul sebelum onset gejala
pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia tua dan
immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada
demam.

3. Sedang

Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak : pasien
dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas +

17
napas cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia
berat). Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan,
≥50x/menit ; usia 1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia 5 tahun, ≥30x/menit.

4. Berat /Pneumonia Berat

Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas >
30 x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara
ruangan. ATAU

Pada pasien anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
kesulitan bernapas), ditambah setidaknya satu dari berikut ini:

 sianosis sentral atau SpO25 tahun, ≥30x/menit.

 distres pernapasan berat (seperti napas cepat, grunting, tarikan


dinding dada yang sangat berat);

 tanda bahaya umum : ketidakmampuan menyusu atau minum,


letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

 Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea : usia <2 bulan,


≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit; usia 1–5 tahun,
≥40x/menit; usia 5 tahun, ≥30x/menit.

5. Kritis

Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan


syok sepsis.

Manifestasi Klinis COVID-19


Manifestasi klinis yang muncul pada pasien COVID-19 bermacam-macam, mulai dari
asimtomatik hingga syok sepsis. Belum diketahui proporsi kasus asimtomatik, namun
telah dilaporkan viral load yang tinggi pada spesimen swab nasofaring dari kasus
asimtomatik. Kemudian, hingga saat ini terhitung 80% kasus menunjukkan gejala
ringan atau sedang, 13,8% menunjukkan gejala sakit berat, dan 6,1% menunjukkan
gejala kritis.
Pada 55.924 kasus, tercatat gejala tersering adalah batuk kering, lemas, dan demam.
Gejala yang menyertainya dapat berupa sesak napas, batuk produktif, sakit
tenggorokan, menggigil, mialgia, nyeri kepala, diare, nyeri abdomen, hemoptisis,
kongesti nasal, dan kongesti konjungtiva. Pada 40% kasus COVID-19 dengan
demam, suhu puncaknya adalah 38,1-39°C.

18
Lama masa inkubasi sekitar 3-14 hari dengan rata-rata 5 hari. Pada fase awal, virus
menyebar ke jaringan yang mengekspresi ACE2, seperti paru, jantung, dan saluran
cerna melalui aliran darah. Gejala yang ditimbulkan pada fase ini biasanya ringan.
Gejala dirasa bertambah berat pada hari keempat hingga ketujuh setelah gejala awal.
Bila tidak teratasi, sitokin yang diproduksi akan terus meningkat hingga terjadi badai
sitokin yang berujung pada sepsis, ARDS, dan komplikasi lainnya. 

Gambar 2. Perjalanan penyakit COVID-19


Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1):45-67

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis,
hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas
tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala.
Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
mengeluhkan diare dan muntah.
Pasien COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah
satu dari gejala:
(1) frekuensi pernapasan >30x/menit
(2) distres pernapasan berat, atau
(3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.
Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada
sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. 1 Berdasarkan data
55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain
yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri

19
kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri
abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva.
Lebih dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-
39°C, sementara 34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.3 Perjalanan penyakit
dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada
masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak
bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah,
diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran
cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi
empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam
dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai
meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS,
sepsis, dan komplikasi lainnya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal,
elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan
sesuai dengan indikasi. Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang
diduga sebagai pasien dengue.

B. Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan Computed
Tomography Scan (CT scan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran
seperti opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal,
efusi pleura, dan atelectasis, seperti terlihat pada Gambar 3. Foto toraks kurang
sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak ditemukan kelainan
pada foto toraks.

Gambar 3. Foto polos toraks pasien COVID-19

Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45-67

20
Gambar 4. CT-scan pasien COVID-19

Sumber: Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2020;7(1):45-67

Studi dengan USG toraks menunjukkan pola B yang difus sebagai temuan utama.
Konsolidasi subpleural posterior juga ditemukan walaupun jarang. Studi lain
mencoba menggunakan 18F-FDG PET/CT, namun dianggap kurang praktis untuk
praktik sehari-hari. Berdasarkan telaah sistematis oleh Salehi, dkk.70 temuan utama
pada CT scan toraks adalah opasifikasi ground-glass (88%), dengan atau tanpa
konsolidasi, sesuai dengan pneumonia viral. Keterlibatan paru cenderung bilateral
(87,5%), multilobular (78,8%), lebih sering pada lobus inferior dengan distribusi
lebih perifer (76%). Penebalan septum, penebalan pleura, bronkiektasis, dan
keterlibatan pada subpleural tidak banyak ditemukan.
Gambaran CT scan yang lebih jarang ditemukan yaitu efusi pleura, efusi perikardium,
limfadenopati, kavitas, CT halo sign, dan pneumotoraks. Walaupun gambaran-
gambaran tersebut bersifat jarang, namun bisa saja ditemui seiring dengan
progresivitas penyakit. Studi ini juga melaporkan bahwa pasien di atas 50 tahun lebih
sering memiliki gambaran konsolidasi.
Gambaran CT scan dipengaruhi oleh perjalanan klinis:
1. Pasien asimtomatis: cenderung unilateral, multifokal, predominan gambaran
ground-glass. Penebalan septum interlobularis, efusi pleura, dan limfadenopati
jarang ditemukan.
2. Satu minggu sejak onset gejala: lesi bilateral dan difus, predominan gambaran
21
ground-glass. Efusi pleura 5%, limfadenopati 10%.
3. Dua minggu sejak onset gejala: masih predominan gambaran ground-glass,
namun mulai terdeteksi konsolidasi
4. Tiga minggu sejak onset gejala: predominan gambaran ground-glass dan pola
retikular. Dapat ditemukan bronkiektasis, penebalan pleura, efusi pleura, dan
limfadenopati.

TATALAKSANA PASIEN TERKONFIRMASI COVID-19


PEMERIKSAAN PCR SWAB
 Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila
pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di hari
kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka diperlukan
pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).
 Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga kali
selama perawatan.
 Untuk kasus tanpa gejala, ringan, dan sedang tidak perlu dilakukan pemeriksaan
PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya dilakukan pada pasien
yang berat dan kritis.
 Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah
sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.
 Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan
disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di fasilitas
kesehatan masing-masing.
 Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam selama
tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang positif,
kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan oleh
terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif. Pertimbangkan
nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius atau tidaknya dengan
berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa PCR karena nilai cutt off
berbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat yang digunakan.

TANPA GEJALA

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen


diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah.

 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama (FKTP)

22
 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis

b. Non-farmakologis Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan


(leaflet untuk dibawa ke rumah):

 Pasien :

- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.

- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)

- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah

- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)

- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun

- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum


jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).

- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik /


wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya
sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci

- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)

- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi


peningkatan suhu tubuh > 38o C

 Lingkungan/kamar:

- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara

- Membuka jendela kamar secara berkala

- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar


(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle).

- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin.

- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya

 Keluarga:

23
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.

- Anggota keluarga senanitasa pakai masker

- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien

- Senantiasa mencuci tangan

- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih

- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar

- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien misalnya


gagang pintu dll

c. Farmakologi

 Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap


melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung

 Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ; - Tablet Vitamin C non acidic


500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari) - Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam
oral (selama 30 hari) - Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /
24 jam (selama 30 hari), - Dianjurkan multivitamin yang mengandung
vitamin C,B, E, Zink

 Vitamin D - Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet,


kapsul, tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup) - Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern


Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi
klinis pasien.

 Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

DERAJAT RINGAN

a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak


muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan hingga gejala hilang

24
ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat dilakukan mandiri di rumah
maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah.

 Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien.

 Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.

b. Non Farmakologis

Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).

c. Farmakologis

 Vitamin C dengan pilihan:

- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)

- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

- Multivitamin yang mengandung vitamin c 1-2 tablet /24 jam (selama 30


hari),

- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C, B, E, zink

 Vitamin D

- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)

- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet
kunyah 5000 IU)

 Azitromisin 1 x 500 mg perhari selama 5 hari

 Antivirus : - Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12 jam/oral selama 5- 7 hari


(terutama bila diduga ada infeksi influenza) ATAU

- Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)

 Pengobatan simtomatis seperti parasetamol bila demam.

 Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern


Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan
untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi
klinis pasien.

25
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

DERAJAT SEDANG

a. Isolasi dan Pemantauan

 Rujuk ke Rumah Sakit ke Ruang Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat


COVID-19

 Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang PerawatanCOVID-19/ Rumah Sakit Darurat


COVID-19

a. Non Farmakologis

 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi


cairan, oksigen

 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung jenis,


bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan
foto toraks secara berkala.

c. Farmakologis

 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan

 Diberikan terapi farmakologis berikut:

o Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis
750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari). Ditambah

o Salah satu antivirus berikut :

 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5) Atau

 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg IV drip (hari ke


2-5 atau hari ke 2-10)

 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP

 Pengobatan simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).

 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

DERAJAT BERAT ATAU KRITIS

26
a. Isolasi dan Pemantauan

 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan atau rawat secara kohorting

 Pengambilan swab untuk PCR dilakukan sesuai Tabel 1.

b. Non Farmakologis

 Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen

 Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap beriku dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati, Hemostasis,
LDH, D-dimer.

 Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan

 Monitor tanda-tanda sebagai berikut;

- Takipnea, frekuensi napas ≥ 30x/min,

- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari),

- PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,

- Peningkatan sebanyak >50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan


thoraks dalam 24-48 jam,

- Limfopenia progresif,

- Peningkatan CRP progresif,

- Asidosis laktat progresif.

 Monitor keadaan kritis

- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan


yang memerlukan perawatan ICU.

 Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator


mekanik (alur gambar 1)

 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu sebagai


berikut

27
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi paru luas. HFNC lebih
disarankan dibandingkan NIV. (alur gambar 1)

o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema paru.

o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone position).

 Terapi oksigen:

- Inisiasi terapi oksigen jika ditemukan SpO2 <93% dengan udara bebas dengan
mulai dari nasal kanul sampai NRM 15 L/menit, lalu titrasi sesuai target SpO2 92
– 96%.
- Tingkatkan terapi oksigen dengan menggunakan alat HFNC (High Flow Nasal
Cannula) jika tidak terjadi perbaikan klinis dalam 1 jam atau terjadi perburukan
klinis.

- Inisiasi terapi oksigen dengan alat HFNC; flow 30 L/menit, FiO2 40% sesuai
dengan kenyamanan pasien dan dapat mempertahankan target SpO2 92 - 96%

o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).

o Titrasi flow secara bertahap 5 – 10 L/menit, diikuti peningkatan fraksi


oksigen, jika

 Frekuensi nafas masih tinggi (>35x/menit)

 Target SpO2 belum tercapai (92 – 96%)

 Work of breathing yang masih meningkat (dyspnea, otot bantu nafas


aktif)

o Kombinasi Awake Prone Position + HFNC selama 2 jam 2 kali sehari


dapat memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi
pada ARDS ringan hingga sedang.

o Evaluasi pemberian HFNC setiap 1 - 2 jam dengan menggunakan indeks


ROX.

o Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman


(indeks ROX >4.88) pada jam ke-2, 6, dan 12 menandakan bahwa pasien
tidak membutuhkan ventilasi invasif, sementara ROX <3.85 menandakan
risiko tinggi untuk kebutuhan intubasi.

o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan terapi


oksigen dengan HFNC tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada
pasien, pertimbangkan untuk menggunakan metode ventilasi invasif atau
trial NIV.

28
o De-eskalasi bertahap pada penyapihan dengan perangkat HFNC, dimulai
dengan menurunkan FiO2 5-10%/1-2 jam hingga mencapai fraksi 30%,
selanjutnya flow secara bertahap 5-10 L/1- 2 jam) hingga mencapai 25 L.

o Pertimbangkan untuk menggunakan terapi oksigen konvensional ketika


flow 25 L/menit dan FiO2 < 30%.

Indeks ROX = (SpO2 / FiO2) / laju napas

 NIV (Noninvasif Ventilation)


o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
o Trial NIV selama 1-2 jam sebagai bagian dari transisi terapi oksigen
o Inisiasi terapi oksigen dengan menggunakan NIV: mode BiPAP atau NIV
+ PSV, tekanan inspirasi 12-14 cmH2O, PEEP 6-12 cmH2O. FiO2 40-
60%.
o Titrasi tekanan inspirasi untuk mencapai target volume tidal 6-8 ml/Kg;
jika pada inisiasi penggunaan NIV, dibutuhkan total tekanan inspirasi >20
cmH2O untuk mencapai tidal volume yg ditargetkan, pertimbangkan
untuk segera melakukan metode ventilasi invasif. (tambahkan penilaian
alternatif parameter)
o Titrasi PEEP dan FiO2 untuk mempertahankan target SpO2 92-96%.
o Evaluasi penggunaan NIV dalam 1-2 jam dengan target parameter;
 Subjektif: keluhan dyspnea mengalami perbaikan, pasien tidak gelisah
 Fisiologis: laju pernafasan 7,25, PaCO2; 30 – 55mmHg, PaO2 >60
mmHg, rasio PF > 200, TV 6-8 ml/kgBB.
o Pada kasus ARDS berat, gagal organ ganda dan syok disarankan untuk
segera melakukan ventilasi invasif.
o Jika pada evaluasi (1–2 jam pertama), parameter keberhasilan dengan
NIV tidak tercapai atau terjadi perburukan klinis pada pasien, lakukan
metode ventilasi invasif.
o Kombinasi Awake Prone Position + NIV 2 jam 2 kali sehari dapat
memperbaiki oksigenasi dan mengurangi kebutuhan akan intubasi pada
ARDS ringan hingga sedang.
NIV dan HFNC memiliki risiko terbentuknya aerosol, sehingga jika
hendak diaplikasikan, sebaiknya di ruangan yang bertekanan negatif (atau
di ruangan dengan tekanan normal, namun pasien terisolasi dari pasien
yang lain) dengan standar APD yang lengkap.
Bila pasien masih belum mengalami perbaikan klinis maupun oksigenasi
setelah dilakukan terapi oksigen ataupun ventilasi mekanik non invasif,
maka harus dilakukan penilaian lebih lanjut.

 Ventilasi Mekanik invasif (Ventilator)


o Tenaga kesehatan harus menggunakan respirator (PAPR, N95).
o Menetapkan target volume tidal yang rendah (4-8 ml/kgBB), plateau

29
pressure 10 cmH2O.
o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami hipoksemia refrakter (meski
parameter ventilasi optimal), dilakukan ventilasi pada posisi prone selama
12-16 jam per hari
o Pada ARDS sedang – berat yang mengalami kondisi; dissinkroni antar
pasien dan ventilator yang persisten, plateau pressure yang tinggi secara
persisten dan ventilasi pada posisi prone yang membutuhkan sedasi yang
dalam, pemberian pelumpuh otot secara kontinyu selama 48 jam dapat
dipertimbangkan.
o Penerapan strategi terapi cairan konservatif pada kondisi ARDS
o Penggunaan mode Airway Pressure Release Ventilation dapat
dipertimbangkan pada pemakaian ventilator. Khusus penggunaan mode
APRV ini harus di bawah pengawasan intensivis atau dokter spesialis
anestesi.
 ECMO (Extra Corporeal Membrane Oxygenation)
Pasien COVID-19 dapat menerima terapi ECMO di RS tipe A yang memiliki
layanan dan sumber daya sendiri untuk melakukan ECMO. Pasien COVID-19
kritis dapat menerima terapi ECMO bila memenuhi indikasi ECMO setelah
pasien tersebut menerima terapi posisi prone (kecuali dikontraindikasikan) dan
terapi ventilator ARDS yang maksimal menurut klinisi.
Indikasi ECMO :
1. PaO2/FiO2 <60mmHg selama > 6 jam
2. PaO2/FiO2 <50mmHg selama > 3 jam
3. pH <7,20 + Pa CO2 >80mmHg selama >6 jam

C. Farmakologis
 Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1
jam diberikan secara drip Intravena (IV) selama perawatan
 Vitamin B1 1 ampul/24 jam/intravena
 Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU)
 Azitromisin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5- 7 hari) atau
sebagai alternatif Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari).
 Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi
bakteri, pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus
infeksi dan faktor risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah
harus dikerjakan dan pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian
khusus) patut dipertimbangkan.
 Antivirus :

30
 Favipiravir (Avigan sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12
jam/oral hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
Atau
 Remdesivir 200 mg IV drip (hari ke-1) dilanjutkan 1x100 mg
IV drip (hari ke 2-5 atau hari ke 2-10)
 Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP (lihat halaman 66-
75)
 Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau
kortikosteroid lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
 Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
 Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman
tatalaksana syok yang sudah ada.
 Obat suportif lainnya dapat diberikan sesuai indikasi
 Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan, sesuai dengan kondisi
klinis pasien dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-
masing apabila terapi standar tidak memberikan respons perbaikan.
Pemberian dengan pertimbangan hati-hati dan melalui diskusi dengan tim
COVID-19 rumah sakit. Contohnya anti-IL 6 (tocilizumab), plasma
konvalesen, IVIG atau Mesenchymal Stem Cell (MSCs) / Sel Punca,
terapi plasma exchange (TPE) dan lain-lain.

Tabel 1. Pilihan terapi dan rencana pemeriksaan untuk pasien terkonfirmasi

31
Gambar 3. Algoritma penanganan pasien COVID-19

GASTROPATI

Gastropati adalah suatu keadaan mukosa lambung tanpa proses inflamasi atau proses
inflamasi yang minimal. Gastropati timbul akibat adanya iritasi oleh zat kimia (seperti
obat anti inflamasi non steroid dan alkohol), refluks cairan empedu, hipovolemia, dan
bendungan kronik.
Gejala klinis yang sering dikeluhkan oleh pasien gastropati adalah
sindroma dispepsia, perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium,disertai kembung
dan mual.
Manifestasi klinis gastropati bervariasi dari tanpa gejala, gejala ringan dengan
manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea hingga
gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan dan perforasi. Keluhan lain yang biasa

32
dirasakan pasien adalah mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa
nafsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa. Jika telah terjadi pendarahan aktif dapat bermanifestasi hematemesis dan
melena.
Diagnosis gastropati dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan gejala gastrointestinal
seperti dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea nafsu makan menurun,
perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pada daerah epigastrium dan dapat
ditemukan distensi abdomen pada gejala yang berat.
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan EGD
(Esofagogastroduedenoscopy) dan pemeriksaan histopatologi. Pada EGD dapat
dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil dan kadang-kadang disertai pendarahan
kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri.7,8 Lesi yang lebih berat dapat berupa erosi
dan tukak multiple, pendarahan luas dan perforasi saluran cerna.8

Tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab yang mendasari gastropati:
a. Endoskopi, untuk memeriksa bagian atas sistem pencernaan.
b. Tes Helicobacter pylory dengan menggunakan pemeriksaan dari sampel tinja.
c. Seri saluran cerna bagian atas, ini melibatkan mengambil sinar-X setelah
meminum zat yang disebut barium, yang digunakan melihat saluran pencernaan
bagian atas.
d. Ultrasonografi endoskopi, guna memberikan gambar yang lebih jelas dari
lapisan perut.

Untuk pencegahan ulkus primer dapat digunakan misoprostol (4 kali 200 μg per hari)
atau PPI. Dalam studi aplikasi mukosa misoprostol 200 mg 4 kali sehari terbukti
mengurangi tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun,
penggunaan misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain
itu, penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala
dyspepsia.8
Penghambat H2 dosis tinggi (famotidine 2 kali 40 mg per hari) dapat dianjurkan
sebagai pengganti PPI walaupun PPI seperti omeprazole dan pantoprazole lebih
superior. Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk
gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida). Efek
samping sucralfat yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi. Preparat antasida yang
paling banyak digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan
magnesium hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare.8
Dengan struktur serupa dengan histamin, antagonis reseptor H2 tersedia dalam empat
macam obat yaitu simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Dua kali sehari
dengan dosis standard dapat menurunkan angka kejadian ulkus gaster. Selain itu,
antagonis reseptor H2 dapat menurunkan risiko tukak duodenum tetapi perlindungan

33
terhadap tukak lambung rendah. Dosis malam yang sesuai adalah ranitidin 300 mg,
famotidin 40 mg dan nizatidin 300 mg.7,8
Proton pump inhibitors merupakan pilihan komedikasi untuk mencegah gastropati
NSAID. Obat ini efektif untuk penyembuhan ulkus melalui mekanisme penghambatan
HCl, menghambat pengasaman fagolisosom dari aktivasi neutrofil, dan melindungi
sel epitel serta endotel dari stres oksidatif melalui induksi haem oxygenase-1 (HO-1).
Enzim HO-1 adalah enzim pelindung jaringan dengan fungsi vasodilatasi, anti
inflamasi, dan antioksidan. Waktu paruh PPIs adalah 18 jam dan dibutuhkan 2-5 hari
untuk menormalkan kembali sekresi asam lambung setelah pemberian obat
dihentikan.
Efikasi maksimal didapatkan pada pemberian sebelum makan. Obat PPI
menyebabkan pengurangan gejala klinis dispepsia karena NSAID dibanding antagonis
reseptor H2 maupun misoprostol. Lansoprazol dan misoprostol dosis penuh. secara
klinis menunjukkan efek ekuivalen.

Tabel 2. Perbandingan Teori dan klinis

Temuan Klinis Teori


Gejala Pneumonia berat: pasien dengan
Sesak nafas,
tanda klinis pneumonia (demam,
demam, anosmia,
batuk berdahak, batuk, sesak, napas cepat) ditambah
nyeri tenggorokan, satu dari: frekuensi napas > 30
mual dan nafsu x/menit, distres pernapasan berat,
makan menurun. atau spo2 < 93% pada udara
RR: 28x/mnt, ruangan.
SpO2: 92%
Pemeriksaan Ro thorax: Pada foto toraks dapat ditemukan
Penunjang pneumonia dextra gambaran seperti opasifikasi
ground-glass, infiltrat, penebalan
PCR: positif (CT
peribronkial, konsolidasi fokal,
21.13)
efusi pleura, dan atelectasis.
Diagnosis - Pneumonia et Kasus Konfirmasi:
causa Covid 19
- Seseorang dengan hasil RT-
terkonfirmasi
PCR positif

- Seseorang dengan hasil rapid


antigen SARS-CoV-2 positif
DAN memenuhi kriteria definisi
kasus probable ATAU kasus
suspek

- Seseorang tanpa gejala


(asimtomatik) dengan hasil rapid
antigen SARS-CoV-2 positif
DAN Memiliki riwayat kontak
34
erat dengan kasus probable
ATAU terkonfirmasi.
- Gastropati Anamnesis: dapat ditemukan
gejala gastrointestinal seperti
dispepsia, heartburn, abdominal
discomfort, dan nausea nafsu
makan menurun, perut kembung
dan perasaan penuh di perut,
mual, muntah dan bersendawa.
Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan nyeri tekan pada
daerah epigastrium dan dapat
ditemukan distensi abdomen pada
gejala yang berat.

Terapi - Rawat isolasi Isolasi di Rumah Sakit ke Ruang


Perawatan COVID-19/ Rumah
- O2 3-6 lpm,
Sakit Darurat COVID-19
Nasal kanul,
target SpO2
>93%  Inisiasi terapi oksigen jika
ditemukan SpO2 <93%
- IVFD RL 20 dengan udara bebas dengan
tpm + neurobion mulai dari nasal kanul sampai
1 amp/12 jam NRM 15 L/menit, lalu titrasi
- Avigan 2x1600, sesuai target SpO2 92 – 96%.
selanjutnya
 Vitamin C 200 – 400 mg/8
2x600mg
jam dalam 100 cc NaCl 0,9%
- Azitromisin habis dalam 1 jam diberikan
1x500mg secara drip Intravena (IV)
- Paracetamol selama perawatan
3x500mg
 Vitamin B1 1 ampul/24
- NAC 3x200mg jam/intravena
- Vit C 2x500mg  Vitamin D
Obat pulang: - Suplemen: 400 IU-1000
- Levofloxacin IU/hari (tersedia dalam
1x750mg bentuk tablet, kapsul, tablet
- NAC 3x200mg effervescent, tablet kunyah,
tablet hisap, kapsul lunak,
- Vit. C 2x500mg
serbuk, sirup)
- Lansoprazole
- Obat: 1000-5000 IU/hari
1x30mg
(tersedia dalam bentuk tablet
- Neurobion 1x1 1000 IU dan tablet kunyah
- Xarelto 1x10mg 5000 IU)
 Azitromisin 500 mg/24 jam
per iv atau per oral (untuk 5-
7 hari) atau sebagai alternatif

35
Levofloksasin dapat
diberikan apabila curiga ada
infeksi bakteri: dosis 750
mg/24 jam per iv atau per
oral (untuk 5-7 hari).
 Bila terdapat kondisi sepsis
yang diduga kuat oleh karena
ko-infeksi bakteri, pemilihan
antibiotik disesuaikan dengan
kondisi klinis, fokus infeksi
dan faktor risiko yang ada
pada pasien.
 Antivirus :
 Favipiravir (Avigan sediaan
200 mg) loading dose 1600
mg/12 jam/oral hari ke-1 dan
selanjutnya 2 x 600 mg (hari
ke 2-5) Atau
 Remdesivir 200 mg IV drip
(hari ke-1) dilanjutkan 1x100
mg IV drip (hari ke 2-5 atau
hari ke 2-10)
 Antikoagulan LMWH/UFH
berdasarkan evaluasi DPJP
 Deksametason dengan dosis
6 mg/24 jam selama 10 hari
atau kortikosteroid lain yang
setara seperti hidrokortison
pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau
kasus berat dengan ventilator.

 Pengobatan komorbid dan


komplikasi yang ada
 Obat suportif lainnya dapat
diberikan sesuai indikasi

- Pantoprazol Untuk pencegahan ulkus primer


1x40mg dapat digunakan misoprostol (4
kali 200 μg per hari) atau PPI.

Penghambat H2 dosis tinggi


(famotidine 2 kali 40 mg per hari)
dapat dianjurkan sebagai
pengganti PPI walaupun PPI
seperti omeprazole dan
pantoprazole lebih superior.

36
Obat PPI menyebabkan
pengurangan gejala klinis
dispepsia dibanding antagonis
reseptor H2 maupun misoprostol.
Lansoprazol dan misoprostol
dosis penuh. secara klinis
menunjukkan efek ekuivalen.

BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus


disease (COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published online March 3.
DOI: 10.1016/j.jaut.2020.102433.
2. Ren L-L, Wang Y-M, Wu Z-Q, Xiang Z-C, Guo L, Xu T, et al. Identification of
a novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study.
Chin Med J. 2020; published online February 11. DOI:
10.1097/CM9.0000000000000722.

37
3. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497-506.
4. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s
Medical Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical;
2019. p.617-22.
5. Susilo A, et al. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia. 2020;7(1):45-67
6. Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 5OP Edisi 3 2020. PDPI, PERKI,
PAPDI, PERDATIN, IDAI 2020.
7. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson LM
(editors). Patofisiologi: konsep klinis prosesproses penyakit Ed.6 Vol.1. Jakarta:
Penerbit ECG. 2002. p.417-35.
8. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-48.

38

Anda mungkin juga menyukai