Anda di halaman 1dari 24

Minggu 1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Mekanika
Mekanika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menggambarkan
dan meramalkan kondisi benda yang diam atau bergerak karena pengaruh
gaya yang beraksi pada benda. Mekanika dibagi menjadi tiga bagian
yakni mekanika benda tegar, mekanika benda lentuk dan mekanika fluida.
Mekanika benda tegar dibagi menjadi statika dan dinamika.
Statika membahas benda dalam keadaan diam dan dinamika membahas
benda dalam keadaan bergerak. Dalam pembahasan mekanika yang
diuraikan disini benda dianggap tegar sempurna. Struktur dan mesin yang
sesungguhnya tidak pernah benar-benar tegar dan mengalarni deformasi
{pelentukan} akibat pengaruh tekanan beban yang dikeriakan pada benda.
Tetapi umumnya deformasi ini kecil dan tidak mempengaruhi kondisi
keseimbangan atau gerakan struktur yang ditinjau. Masalah deformasi ini
yang berhubungan dengan daya kemampuan suatu kerangka menahan
suatu beban, dipelajari dalam mekanika bahan, yang merupakan sebagian
dari mekanika fluida. Bagian ketiga dari mekanika adalah mekanika
fluida. Mekanika fluida dibagi lagi menjadi studi mengenai fluida
termampatkan dan tak termampatkan, Salah satu bagian penting dari studi
mengenai fluida yans tak termampatkan adalah hidrolika. Sedangkan
studi mengenai fluida yang termampatkan adalah termodinamika.
Mekanika adalah suatu cabang ilmu fisika, karena berhubungan
dengan studi mengenai gejala fisis. Tetapi pada sebagian orang
menghubungkan mekanika dengan matematika dan yang lain menanggap
sebagai ilmu teknik. Kedua pandangan ini sebagian dapat dibenarkan.

1
Mekanika merupakan dasar dari banyak ilmu - ilmu teknik dan
merupakan persyaratan mula yang tidak dapat dihilangkan untuk
mempelajarinya. Tetapi mekanika tidak berdasar pada kaidah empiris
seperti yang terdapat pada ilmu teknik lain, pendekatan lebih di
titikberatkan pada cara deduktif yang menyerupai pendekatan
matematika. Mekanika bukanlah suatu ilmu yang abstrak atau murni,
tetapi ilmu yang terpakai. Tujuan mekanika adalah menerangkan dan
meramalkan gejala fisis dan dengan demikian meletakkan dasar – dasar
aplikasi teknik.
B. Konsep dan Prinsip Dasar Mekanika
Konsep dasar yang digunakan dalam mekanika adalah ruang,
waktu, massa, dan gaya. Konsep ini sukar untuk didefinisikan. Harus
diterima atas dasar instuisi dan pengalaman untuk digunakan sebagai
kerangka referensi (acuan) dalam studi mengenai rnekanika.
Konsep ruang dihubungkan dengan kedudukan suatu titik,
misalnya titik P. Posisi titik P dapat didefinisikan dengan tiga jarak diukur
dari suatu titik referensi atau titik asal dalam tiga arah yang ditentukan,
Jarak ini dikenal sebagai koordinat titik P.
Untuk mendefinisikan suatu kejadian atau peristiwa, tidak cukup
dengan menunjukkan posisinya dalam ruang. Waktu kejadian tersebut
juga perlu diberikan. Konsep massa digunakan untuk menentukan dan
membedakan benda atas dasar suatu percobaan mekanika. Dua benda
dengan massa yang sama, misalnya akan ditarik oleh bumi dengan cara
yaag sama, kedua benda tersebut juga menunjukkan sifat hambatan yang
sama ketika mengalami perubahan gerak translasi.
Suatu gaya menunjukkan aksi suatu benda terhadap benda yang
lain. Gaya ini dapat bereaksi melalui suatu kontak langsung atau dari
suatu jarak tertentu, seperti pada gaya grafitasi dan gaya magnetik. Gaya

2
ditentuken oleh titik aksi, besar, dan arah gaya yang dinyatakan sebagai
suatu vektor.
Dalam mekanika Newton, ruang, waktu dan massa adalah konsep
yang absolut, saling tidak tergantung satu sama lain. Tetapi konsep gaya
tergantung pada ketiga besaran diatas. Salah satu prinsip dasar mekanika
Newton yang diuraikan disini menunjukkan bahwa gaya resultante yang
bekerja pada sebuah benda berhubungan dengan massa benda dan bentuk
perubahan kecepatan benda terhadap waktu.
Selanjutnya rumusan yang memuaskan dari prinsip dasar
mekanika baru muncul sesudah dilakukan studi oleh Newton (1542 -
1727). Walaupun studi mengenai mekanika telah dimulai oleh Aristoteles
(384 SM - 322 SM) dan Archimedes (287 SM - 212 SM). Kemudian
prinsip dasar ini dinyatakan dalam bentuk yang telah dimodifikasi oleh
D'Alembert, Lagrange, dan Hamilton. Validitas (kesahihan) prinsip
mekanika tidak ada yang menyanggah sampai Einstein (1905) rnuncul
dengan teori relativitasnya. Keterbatasan mekanika Newton telah
diketahui, namun saat ini mekanika ini masih tetap menjadi dasar ilmu
teknik. Studi mekanika pendahuluan bertolak dari enam prinsip dasar
yang diperoleh dari hasil eksprimen, yakni hukum paralelogram dalam
penjumlahan gaya, prinsip tramsimibilitas, tiga hukum dasar.Newton (I, II
, dan III), dan hukum gravitasi Newton.

C. Sistem Satuan
Dengan keempat konsep dasar yang telah diuraikan diatas,
diasosiasikan apa yang disebut satuan kinetik yaitu satuan panjang,
waktu, massa dan gaya. Satuan ini tidak dapat dipilih secara bebas bila
persamaan F – m. a (hukum kedua Newton) harus dipenuhi. Tiga dari
keempat satu ini dapat di definisikan secara bebas. Ketiga satuan tersebut

3
disebut satuan dasar. Satuan keempat harus dipilih sesuai dengan
persamaan F = m . a, dan disebut satuan turunan.
Ada 4 macam prinsip system satuan yang digunakan, yakni:
a. Foot – Pound – Second System
b. Centimetre – Gramme – Second System
c. Metre – Kilogramme – Second System
d. System Internasional d’unite’s
a. Foot – Pound – Second System
Dalam sistem ini satuan panjang adalah kaki (foot), satuan massa
adalah pon (pound) dan satuan waktu detik (second). Satuan ini secara
ringkas ditulis sistem FPS.
b. Centimetre – Gramme – Second System
Dalam sistem ini, satuan panjang centimeter, satuan massa
adalah gram, dan satuan waktu adalah detik. Untuk ringkasnya ditulis
CGS system.
c. Metre – Kilogramme – Second System
Sistem ini sangat erat hubungannya dengan system CGS.
Untuk satuan panjang adalah meter. Satuan massa adalah kilogram
dan satuan waktu adalah detik. Secara ringkas ditulis dengan sistem
MKS dan dinamakan juga dengan system metrik. Dibawah ini
diberikan tabel konversi- untuk system MKS ke sistem FPS.

Tabel 1. Konversi Untuk Sistem MKS ke Sistem FPS


Faktor konversi Dari Ke (Sistem FPS) Ke Dari (Sistem MKS) Faktor Konversi
0,3937 Inchi Centimeter 2,54
3,2809 Kaki (feet) Meter 0,3048
1,0936 Yard Meter 0,9144
0,6208 Mil Kilometer 1,609

4
0,155 Inchi2 Centimeter2 6,4514
10,764 Kaki2 Meter2 0,0929
1,1961 Yard2 Meter2 0,8361
0,061 Inchi3 Centimeter3 16,387
35,31 Kaki3 Meter3 0,0283
1,308 Yard3 Meter3 0,7645
0,263 Gallon Liter 3,79
2,226 Pon Kilogram 0,4536
0,000984 Ton Kilogram 1016,04
0,672 Pon / kaki Kilogram / meter 1,4882

Dari tabel 1 di atas dapat dilihat untuk satuan panjang 1 inchi = 2,54
cm atau 1 Cm = 0,3937 lnchi. Cara yang sama juga dapat diterapkan
untuk satuan luas, volume, dan berat.
d. System International d’Unite’s
SI adalah singkatan dari System International d’ Unite’s (International
System of Units). Sistem ini disepakati pada konferensi Internasional
barat dan ukuran di Paris tanggal 11 Oktober 1960, Sistem ini
didasarkan pada enam satuan dasar, yakni ;
a. meter standart satuan panjang
b. kilogram standart satuan massa
c. detik standart satuan waktu
d. Ampere standart satuan arus listrik
e. Kelvin standart satuan temperature
d. Kadela standart satuan intensitas cahaya
Sistem ini juga menggunakan satuan radian (rad) untuk mengukur
sudut, baik sudut di bidang datar maupun di dalam ruang. Dalam
system ini, kilogram merupakan satuan massa dan bukan satuan gaya.
Satuan gaya ini berasal dari massa (kilogram) dikalikan dengan

5
percepatan (m/det2). Berikut ini diberikan beberapa satuan utama yang
digunakan dalam system SI (Tabel 2)

Tabel 2. Beberapa Satuan Utama Yang Digunakan Dalam Sistem SI


Kuantitas Nama Satuan Lambang Satuan yg dinyatakan
dalam besaran dasar
atau satuan pelengkap
Luas Meter kuadrat m2 m2
m3
Volume Meter kubik m3 det-1
kg/m3
Frekuensi Hertz, putaran/detik Hz m/det

Density Kilogram/meter Kg/m3 rad/det


kubik
Kecepatan m/det
meter per detik m/det2
Kecepatan rad/det
Sudut radian perdetik rad/det2
kuadrat
Percepatan m/det2
m3/det
Percepatan meter perdetik rad/det2
Sudut kuadrat
kgm/det2
Volume radian perdetik m3/det
aliran rata2 kuadrat kg/det2
kg/m.det2
Gaya N
meter kubik kg/m.det
Tegangan perdetik N/m
Permukaan J/m2
m2/det
Tekanan, Newton N/m2
tegangan Pa
Newton permeter, kg.m2/det
Kekentalan Joule permeter N.det/m2
dinamik kuadrat Pa

6
Kekentalan Newton permeter m2/det
kinematik kuadrat, pascal

Kerja, Newton detik per J, Nm Kg.m2


Momen meter kuadrat, W. det
Puntir poisville J/m2

Energi, Meter kuadrat per


Panas detik Kgm/det2

Daya W Kg.m2/det
Joule, Newton
Kekuatan meter, watt J/m2
Tumbukan Kg.m2

Momentum Detik Kg.m/det


Momentum Kg.m2/det Nm
Sudut
Watt °C
Momen Kgm2
Inersia Joule permeter °K, °C
kuadrat
Momen Nm

Temperatur Kilogram meter °C


Kilogram meter
Beda kuadrat perdetik °K, °C
Temperatur
Kilogram meter
kuadrat

Newton meter

Derajat Celsius

Derajat Kelvin, dan


celcius

Dalam system SI ada faktor kelipatan dan sub-kelipatan. Faktor itu


dapat diperoleh dengan menggunakan awalan seperti didefinisikan

7
dalam Tabel 3. Kelipatan dan sub kelipatan satuan panjang, massa dan
gaya yang sering digunakan dalam teknik adalah kilometer (km) dan
millimeter (mm), Mega gram (Mg), dan kilo Newton (kN). Menurut
Tabel 3 diperoleh misalnya: 1 km = 1000 m, 1 Mg = 1000 kg, 1 kN =
1000 N, 1 mm = 0,001 m, 1 gram = 0,001 kg, dan seterusnya.

Tabel 3. Awalan Dalam Sistem SI

Awalan Lambang Faktor Pengali


Tera T 1012
Giga G 109
Mega m 106
Kilo k 103
Hecto h 102
Deca da 10
Deci d 10-1
Centi c 10-2
Multi m 10-3
Micro 10-6
Nano n 10-9
Pico p 10-12
Femto f 10-15
Atto a 10-18

Hanya ada satu awalan pengali yang diizinkan pada setiap simbul
(lambang), yakni simbul 1 milli micrometer adalah tidak diizinkan,
dan dapat disebut 1 nanometer ( 1 nm). Selanjutnya hasil dari dua
satuan, yakni dari newton dan meter ditulis secara simbul sebagai N-
m atau Nm. Kemudian dapat ditambahkan, sebagai mana telah

8
diuraikan diatas bahwa satuan dasar dalam sistem SI adalah meter,
kilogram dan detik yang merupakan satuan panjang, massa dan waktu.
Meter ditentukan berdasarkan 1650763,73 panjang gelombang sinar
oranye kripton. Kilogram ditentukan berdasarkan massa silinder
platinum lridium yang di simpan di Serves Perancis. Detik ditentukan
berdasarkan 9192631770 cycles radiasi hyperfine.

D. Vektor
Vektor didefinisikan sebagai pernyataan matematis yang
mempunyai besaran dan arah yang penjumlahannya mempunyai besaran
dan arah yang penjumlahannya mengikuti hukum jajaran genjang.
Besaran yang dinyatakan sebagai vektor misalnya gaya, kecepatan,
momentum, percepatan, dan lain –lain. Sedangkan besaran yang tidak
mempunyai arah dinamakan scalar misalnya: massa, kerja, energi, daya,
dan lain – lain.
Vektor dinyatakan dengan anak panah dalam gambar. Dalam
bentuk tulisan tangan sebuah vektor dapat digambarkan dengan suatu
garis panah di atas huruf yang memiliki vektor itu, misalnya: vektor a
dapat ditulis a . Besaran suatu vektor sesuai dengan panjang anak panah
yang menyatakan vektor tersebut.
Suatu vektor menyatakan suatu gaya yang beraksi pada sebuah
partikel mempunyai suatu titik tangkap yang pasti, yaitu partikel itu
sendiri. Vektor r sedemikian disebut tertentu atau terikat dan tidak dapat
dipisahkan tanpa merubah kondisi soal yang ditinjau. Besaran fisis lain,
misalnya kopel gaya dinyatakan oleh vektor yang dapat dirubah dengan
bebas dalam ruang, dan vektor demikian disebut vektor bebas. Ada
besaran lain seperti gaya yang beraksi pada sebuah tegar dinyatakan oleh

9
vektor yang dapat dipindahkan atau mengeser sepanjang garis aksi
disebut vektor geser.
a. Penjumlahan dua buah vektor
Dua vektor dinyatakan dengan garis ab dan cd seperti gambar
1 dan diperlukan untuk menghitung Jumlahnya. Untuk menghitung
jumlahnya, tarik garis pq sama dan sejajar dengan ab dan garis qr

sama dan sejajar dengan cd pada titik q. Kemudian vektor pr


menyatakan jumlah vektor dari vektor ab dan cd, seperti dalam
gambar 2.
Hasil yang sama dapat diperoleh dengan menarik ps

Gambar 1. Vektor ab dan cd


Sama dan sejajar dengan cd dan sr sama dan sejajar dengan ab
pada titik s, hasilnya tidak tergantung dari manakah mengambil mula-
mula, apakah mengambil dari vektor ab yang pertama atau cd yang
pertama. Metoda ini dari penjumlahan vektor disebut hukum segitiga
dari penjumlahan vektor.

Gambar 2. Penjumlahan dua vector


b. Penjumlahan tiga vektor atau lebih

10
Perhatikanlah beberapa vektor yang ditunjukkan dalam gambar
3a. Untuk menentukan jumlah vektor dapat dilakukan lebih baik
dengan metode polygon (method of polygon law of vector addition).
Tarik garis pq sama dan sejajar dengan vektor ab.
Pada titik q, tarik qr sama dan sejajar dengan vektor cd. Pada
titik r tarik rs sama dan sejajar dengan ef dan teruskan sampai titik t.
Hubungkan garis p dan t sehingga resultan vektor (gambar 3b).

Gambar 3. Penjumlahan beberapa vektor


Metoda di atas dari penjumlahan vektor dapat diperluas untuk
menambahkan beberapa buah vektor dengan hukum umum (general
rule) dibawah ini. Tarik vektor pertama pq (gambar 3.b) dan pada
ujungnya merupakan awal dari vektor kedua qr. Selanjutnya pada
ujung vektor kedua tempatkan awal vektor ketiga rs dan pada ujung
vektor ketiga merupakan awal dari vektor keempat, dan seterusnya.
Teruskan proses ini sampai vektor terakhir. Jumlah vektor dinyatakan
dengan menghubungkan arah vektor pertama dan ujung dari vektor
terakhir, sehingga diperoleh pt (seperti dalam kasus gambar 3.b).
Contoh Soal:

11
4 (empat) buah gaya bekerja pada sebuah bidang vertical di atas
sebuah balok kayu. Besar dan arah gaya adalah sebagai berikut:
i. 20 kg membentuk sudut 0°
ii. 15 kg membentuk sudut 90°
iii 9 kg membentuk sudut 135°
iv 22 kg membentuk sudut 115°
Tentukanlah sebuah gaya pengganti di bidang vertikal yang
mempunyai pengaruh yang sama pada balok, bila empat gaya bekerja
bersama – sama.
Penyelesaian:
Masalah (soal) terdiri dari menghitung jumlah vektor dari empat
buah gaya yang berkerja pada balok. Untuk menghitung ini, pertama
gambarkanlah posisi vektor dengan benar seperti ditunjukkan dalam
gambar 4 di bawah ini

Gambar 4. Posisi empat buah vektor


Untuk menghitung jumlah (gaya penganti), maka digunakan
hukum umum di atas, yakni: tarik vektor pertama dari tempat
permulaan untuk masing-masing vektor pada ujung dari vektor yang
mendahuluinya sampai diperoleh resultan vektor. Resultan vektor
dinyatakan dengan vektor pt ( dilihat gambar 5)
Setelah diukur : pt = 41,66 N

12
= 84°

Gambar 5. Penjumlahan empat buah vector


Contoh Soal 1 – 2
Sebuah vektor panjangnya 12 cm dan sebuah vektor lain yang
belum diketahui panjangnya. Resultan vektor 16 cm yang membuat
sudut 28° dengan vektor 12 cm. Hitung vektor yang belum diketahui
panjangnya tersebut.
Perhatikan arah vektor 12 cm yang berada pada posisi horizontal
(gambar 5.a) dan resultan vector 16 cm yang membuat sudut 28°
dengan garis horizontal (gambar 5.b). Masalah yang pokok
menentukan beda vektor dari dua vektor (vektor 12 cm dengan sudut
0° dan vektor 16 cm dengan sudut 28° terhadap garis referensi
horizontal).

Gambar 6. Penjumlahan dua vector berlainan

13
Untuk menentukan ini, garnbarlah OA menyatakan vektor 12 cm
(gambar 5.c). Pada titik O gambar OB menyatakan vektor 16 cm yang
membentuk sudut 28° terhadap referensi horizontal. Selanjutnya AB
merupakan beda vektor yang dibutuhkan (gambar 5.c). Setelah diukur
diperoleh beda vektor = 7,81 cm dan sudut yang dibuat dengan
referensi horizontal (0) adalah 74°10’.

Soal – soal latihan


1. Apakah yang dimaksud dengan mekanika terpakai (terapan)? Dan
sebutkan bagian – bagian dari mekanika.
2. Apakah yang dimaksud dengan vector dan skalar?? Besaran
berikut ini, apakah termasuk skalar atau vector
a. Kuat arus
b. Temperatur
c. Gaya Grafitasi
d. Gaya magnit
e. Kecepatan sudut
3. Dua buah gaya F1 dan F2 besarnya 4 N dan bekerja arah selatan
dan gaya F2 sebesar 2√2 N bekerja arah timur laut. Hitunglah gaya
penganti yang mempunyai pengaruh sama dengan gaya F1 dan F2.
(Key : 2 2 N; arah tenggara)
4. Dua buah vektor mempunyai besaran yang sama, bila dijumlahkan
menghasilkan sebuah resultan yang sama dengan kedua gaya
tersebut. Berapakah besar sudut antara kedua gaya tersebut. (Key:
120°)
5. Gunakanlah hukum polygon vektor. Tentukanlah besar dari
resultan gaya dari sistem gaya sebagai berikut: (1) 10N mengarah

14
45° ke Timur Laut, (2) 25 N mengarah ke Utara, (3) 30 N
mengarah 60° ke Barat Daya, dan (4) 20 N mengarah ke
Tenggara. (key: 20,4 N mengarah 33° ke Tenggara)

15
Minggu 6
BAB VI
MOMEN INERSIA

A. Pengertian Momen Inersia


Apabila dikalikan luas ∆A dengan jarak x dari sumbu, maka
diperoleh momen pertama dari luas x∆A terhadap sumbu. Apabila hasil
itu dikalikan lagi dengan x, maka diperoleh momen kedua dari luas ditulis
dengan simbul I, biasanya didampingi dengan akhiran yang menunjukkan
terhadap mana momen kedua dari luas diambil.
Perhatikan sebuah gambar yang tidak beraturan di bawah ini
dengan respek terhadap sumbu OX dan OY. Posisi dari centroid
ditunjukkan pada G.

Gambar 109. Posisi Dari Centroid


Keterangan:
A = Luas total dari gambar
∆A = Elemen luas terkecil dengan jarak X dari OY dan Y dari OX
X = Jarak Centroid gambar dari OY

16
Y = Jarak Antroid gambar dari OX
Momen luas SA terhadap OY = X∆A
Momen luas SA terhadap OX = Y∆A
Momen kedua dari luas terhadap OY = Σx2∆A
Momen kedua dari luas terhadap OX = ΣY2∆A
Secara umum, satuan dari panjang adalah meter. Ini berarti satuan
dari momen kedua dari luas atau momen inersia adalah m4.
B. Metode Inersia segi empat
1. Terhadap sumbu sepanjang alasnya (gambar 104)

Gambar 110. Momen Inersia Segi Empat


Perhatikanlah irisan kecil dengan tebal ∆x pada jarak x dari sumbu
xx. Luas irisan
kecil = b ∆ x
Momen pertama luas irisan kecil terhadap xx = bx ∆x
Momen kedua luas dari irisan ini terhadap xx = bx2 ∆x
Total momen kedua luas dari segi empat terhadap xx
d
 
o
bx 2 dx ( Nilai x bervariasi dari x = 0 sampai x = d )

d
 bx 3  bd 3
I XX   
 3 0 3

17
1
Momen kedua dari luas dari segi empat terhadap alasnya = bd 3
3
2. Terhadap sumbu melalui titik berat segi empat ( gambar 105 )

Gambar 111. Momen Inersia Segi Empat Melalui Titik Berat


b = lebar segi empat
d = tinggi segi empat
Perhatikanlah irisan kecil dengan tebal ∆x pada jarak x dari sumbu
GG. Luas irisan b ∆x. Momen kedua luas dari irisan ini terhadap sumbu
GG = bx2∆x. Total momen kedua luas dari segi empat terhadap GG:
d
 2
d bx 2 dx

2

d
Dalam kasus ini, nilai x bervariasi dari  di atas GG sampai
2

d
 di bawah GG:
2
d

 bx 3  2
I GG  
 3  d
2

1 d   d 
3 3

I GG  b   b   
3   2   2  

18
1  bd 3 bd 3 
 
3  8 8 

1
 bd 3
12
Jadi momen inersa dari segi empat terhadap sumbu centroid yang

1
sejajar dengan alas adalah bd 3
12
C. Teorema penting melibatkan momen intarsia
1. Torema sumbu sejajar
Kita telah membahas bahwa momen inersia sebuah segi empat
terhadap sumbu melalui titik berat berbeda dari terhadap sumbu dengan
alasnya. Ini merupakan dua sumbu sejajar. Kita perlu tahu nilai momen
inersia dari suatu penampung terhadap sejumlah sejajar melalui titik berat.
Teorema sumbu sejajar adalah suatu cara convenient untuk memperoleh
nilai momen inersia terhadap suatu sumbu, jika kita tahu hubungan nilai
terhadap sebuah sumbu sejajar melalui titik berat.
Sumbu GG melalui titik berat dari penampang seperti pada
gambar , luas dari penampang ini A dan momen inersia terhadap GG
adalah IGG
Kita ingin mengetahui momen inersia dari penampang terhadap X,
yang paralel dengan GG dan pada jarak dari GG.
Perhatikan elemen kecil dari luas ∆A, jarak X dari GG. Elemen ini
dengan jarak (x + h) dari XX momen inersia dari XX = (X +h)2 ∆A.
Momen Inersia keseluruhan penampang terhadap XX

19
IXX = IGG + Ah2
Gambar 112. Teorema Sumbu Sejajar
IXX = ∑ (x + h)2 ΔA
= ∑(x2 + h2 + 2xh) ΔA
= ∑ x2 ΔA + h2 ∑ ΔA + 2h ∑ x ΔA
∑x2 ΔA = Momen Inersia dari penampang terhadap GG atau IGG
∑ ΔA = Jumlah dari semua luas kecil, yang sama dengan A dari
penampang
∑xΔA = Jumlah momen pertama terhadap sumbu melalui titik
berat
Subsitusikan nilai dalam persamaan diatas, maka diperoleh:
IXX = ∑x2ΔA + h2∑ΔA + 2h ∑x ΔA
= IGG + h2A + 2 h.0
= IGG + Ah2
Dalam kata-kata, momen inersia dari suatu penampang terhadap
sebuah sumbu sejajar melalui titik berat penampang, adalah sama dengan
momen inersia dari penampang melalui titik berat ditambah hasil kali luas
dengan kuadrat jarak antara sumbu.
Teorema ini dapat digunakan untuk memperoleh momen inersia
segiempat terhadap alasnya ( gambar 107 )

20
Gambar 113. Momen Inersia Segiempat Terhadap Alasnya
Luas penampang = bd
1
Momen Inersia terhadap sumbu GG = bd3
12
IXX = IGG + Ah2
1
= bd3 + Ah2
12
1 bd 3
= bd3 +
12 4
1
= bd3
3
2. Teorema Sumbu tegak Lurus

21
Gambar 114. Teorema 3 Sumbu
OX, OY, dan OZ (gambar ) merupakan tiga sumbu yang satu
sumbu tegak lurus dengan kedua sumbu lainnya. Dalam kenyataannya,
bentuk ketiga ujung suatu sudut dari suatu kotak. Pada bidang vertikal
dibatasi oleh sumbu OX dan OY adalah sebuah penampang dengan
elemen luas ΔA. Elemen ini memiliki jarak
Y dari OX
X dari OY
Z dari OZ
Momen Inersia dengan luas terhadap OZ
= Z2 ΔA
= ( x2 + y2 ) ΔA
= x2 ΔA + y2 ΔA
Yang sama dengan jumlah momen inersia dari elemen terhadap
OX dan OY. Konsekwensinya diperoleh hubungan.
IOZ = IOY + IOX
Dengan kata lain, momen inersia dari suatu penampang terhadap
sebuah sumbu yang tegak dengan kedua sumbu tegak lurus dalam bidang
dari penampang adalah sama dengan jumlah momen inersia dari
penampang terhadap dua sumbu ini.
3. Momen Inersia Polar
Momen Inersia terhadap suatu sumbu melalui centroid, tegak lurus
terhadap penampang dinamakan sebagai momen inersia polar.
Perhatikanlah suatu lingkaran pada gambar dengan jarak R1 dan R2, serta
elemen ring dengan tebal Δr pada jarak r dari sumbu polar.
Luas elemen ring = keliling x tebal
= 2 π r x Δr
Momen Inersia dari ring terhadap O

22
= luas x jarak kuadrat
= 2 π Δr x r2
= 2 π2 Δr
Total momen inersia dari terhadap ( r bervariasi dari R1 ke R2 )
R1
= R2
2r 2 r

r4 
= 2  
4

 R14  R2 4 
= 2  
 4 

J=

2

4
R1  R2
4

Oleh karena R1 = D1/2 dan R2 = D2/2 diperoleh :

  D1 D2 
4 4

J=   
2  16 16 

J=

32
D 1
4
 D2
4

Dalam kasus ini suatu lingkaran, D2 = 0 maka momen inersia polar

D 4
adalah sama dengan , dimana D adalah diameter dari lingkaran:
32
Catatan: Biasanya pemakaian simbol γ untuk momen inersia polar dari
suatu penampang berbentuk lingkaran.
Suatu sifat yang unik dari lingkaran adalah momen inersianya
terhadap suatu diameter akan memiliki sumbu yang sama. IXX akan sama
dengan IYY, dimana XX dan YY merupakan dua diameter pada sudut siku.
IXX + IYY = IZZ

= D4
32
Oleh karena IXX = IYY, maka dapat ditulis

23
IXX + IYY = IZZ

IXX = IYY = D4
64
Dengan demikian momen inersia dari penampang berbentuk


lingkaran terhadap suatu diameter sama dengan D 4 , dimana D
64
merupakan diameter lingkaran.

24

Anda mungkin juga menyukai