Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Shalat Jumat adalah shalat yang unik, karena shalat ini hanya dilakukan
seminggu sekali. Tidak ada shalat yang disyariatkan hanya seminggu sekali
kecuali hanya shalat Jumat saja.
Keutamaan dari shalat jumat yaitu menghapus dosa, saat Allah
menyempurnakan islam dan mencukupkan nikmat, jika bersegera menghadiri
shalat jum’at akan memperoleh pahala yang besar, setiap langkah menuju shalat
jum’at mendapat ganjaran puasa dan shalat setahun. Dasar hukum dari shalat
jumat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Syarat wajib shalat jumat yaitu laki-laki, baligh, sehat. Dan syarat sah sholat
jumat antara lain, masuk waktunya, shalat jumat harus dilaksanakn secara
berjamaah, sebelum melaksanakan shalat jumat harus melaksanakan terlebih
dahulu dua khutbah, shalat jumaat dilaksanakan setelah khatib membaca rukun
khutbah.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa saja keutamaan dan dasar hukum shalat jum’at ?
2. Apa saja pensyariatan shalat jum’at ?
3. Apa saja rukun shalat jum’at ?
4. Apa syarat wajib dan syarat sah shalat jum’at ?
5. Apa saja sunnah melaksanakan shalat jum’at ?

C. Tujuan Penulisan.
1. Mengetahui keutamaan dan dasar hukum shalat jumat.
2. Mengetahui pensyariatan shalat jumat.
3. Mengetahui rukun shalat jumat.
4. Mengetahui syarat wajib dan syarat sah shalat jumat.
5. Mengetahui sunnah melaksanakan shalat jumat.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keutamaan dan Dasar Hukum Shalat Jum’at.

1. Keutamaan sholat jum’at.


Adapun keutamaan dari shalat jum’at sebagai berikut :
1) Menghapuskan dosa.
Dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah, ia mengatakan
bahwa Rasulullah SAW. Bersabda,
“Diantara shalat lima waktu, diantara jum’at yang satu dan jum’at
yang berikutnya, itu dapat dicatatkan dosa di antara yang disediakan
selama tidak dilakukan dosa besar.”(HR. Muslim no. 233).

2) Saat Allah menyempurnakan islam dan mencukupkan nikmat.


Pada hari itu, Allah menyempurnakan bagi orang beriman agama
mereka, dia pun mencukupkan nikmat-Nya, dan itu terjadi pada hari
jum’at. Allah SWT berfirman,
“Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu
jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah : 3).
Ketika Ibnu Abbas membaca ayat di atas, beliau berkata, “Orang
Yahudi mengatakan: “Seandainya ayat ini turun ditengah-tengah
kami, niscaya kami akan merayakan hari turunnya ayat tersebut
sebagai hari raya ‘ied.”1

3) Jika bersegera menghadiri shalat jum’at, akan memperoleh pahala


yang besar.
Dari Abu Hurairah Radhiyaalahuanhu, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa mandi pada hari jum’at sebagaimana mandi janabah,
lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan
seekor unta. Barang siapa yang datang pada kesempatan kedua,

1
Syaikh Mustofa Al’Adawi, Khutobul ‘Aam, (Makkah : Maktabah), hlm. 48-49.

2
3

maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa


yang datang pada kesempatan ketiga, maka dia seolah berkurban
dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang
pada kesempatan keempat maka dia seolah berkurban dengan
seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan
kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila
imam sudah keluar (untuk memberi khutbah), maka para malaikat
hadir mendengarkan dzikir (khutbah tersebut).” (HR. Bukhari no.
881 dan Muslim no. 850).

4) Setiap langkah menuju shalat jum’at mendapat ganjaran puasa dan


shalat setahun.
Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang mandi pada hari jum’at dengan mencuci
kepaladan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia
pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat para imam,
mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya
terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496).

2. Dasar hukum shalat jum’at.


Hukum shalat jum’at bagi laki-laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan
dalil sholat jum’at yang diambil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau
kesepakatan para ulama. Dalilnya adalah surat Al-jumu’ah ayat 9, yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk
menunaikan sholat jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli.”2
Sedangkan hadits nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat
jum’at adalah dari hadits Thariq bin Syihab yang bunyinya, “jum’atan adalah
hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat
(golongan), yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit.”
(HR. Abu Dawud).

2
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Ringkasan Fikih Lengkap (Jilid I-II), (Bekasi : PT.
Darul Falah), hlm. 244.
4

Jadi, hukum sholat jum’at bagi laki-laki adalah fardhu’ain, yakni wajib
dilakukan bagi setiap laki-laki. Sedangkan bagi wanita tidak diwajibkan,
namun tetap harus melaksanakan sholat dzuhur.

B. Pensyariatan Shalat Jum’at.

Ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kapan pertama


kali shalat jum’at ini disyariaatkan. Sebagian mengatkan bahwa turun perintahnya
di masa Madinah, namun sebagian lainnya mengatakan turun perintahnya di masa
Makkah.
1. Turun Wahyu Di Madinah.
Pendapat pertama mengatakan bahwa pertama kali disyariaatkan shalat
jum’at adalah di Madinah Al-Munawarah, ketika Rasulullah SAW sudah tiba
disana. Saaat itu turunlah ayat kesembilan dari surat Al-Jumu’ah. “Hai orang-
orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat jum’at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(QS. Al-Jumu’ah:9).
Namun shalat jum’at pertama kali dalam sejarah tidak dilakukan di masjid
Nabawi, melainkan di dalam masjid Kabilah Bani Salim bin Auf, yang terletak di
tengah-tengah lembah tempat tinggal kaum itu.
Menurut pendapat pertama ini, tempat kejadiannya adalah ketika Rasulullah
SAW melewati kabilah itu dalam perjalanan beliau menjelang sampai ke tengah
kota Madinah, naum saat itu belum sampai mendirikan masjid An-Nabawi.3
2. Turun Wahyu Di Masa Makkah.
Versi kedua menyebutkan bahwa turunnya perintah untuk mengerjakan
sholat jum’at ini bukan pada saat Rasulullah SAW di Madinah. Justru turunnya
ketika beliau masih di Makkah, namun sebagian dari para sahabat sudah ada yang
mulai berhijrah ke Madinah dan mulai membangun masyarakat islam disana.
Lantas Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat di Madinah untuk
mulai mengerjakan shalat jum’at, yang saat itu dipimpin pertama kali oleh As’ad
bin Zurarah radhiyallahuanhu. Saat itulah disebut-sebut sebagai pertama kali

3
Ahmad Sarwat, Lc., MA, Shalat Jum’at, (Jakarta Selatan : Rumah fikih Publishing), hlm. 9.
5

diselenggarakan shalat jum’at dalam masa kenabian Muhammad SAW,


justru tanpa kehadiran beliau SAW.
Rasulullah SAW sendiri saat itu masih di Makkah tidak dimungkinkan untuk
mengerjakan shalat jum’at dengan para sahabat.
Alasnanya menurut sebagian ulama, seperti yang dituliskan oleh As-Sayyid
Al-Bakri dalam Fathul Mu’in, adalah karena jumlah umat islam yang tersisa di
Makkah saat kurang dari 40 orang, sehingga kewajiban sholat jum’at menjadi
gugur.
Alasan lain menurut seebagian ulama yang lain adalah karena kota Makkah
saat itu belum terhitung sebagai negeri islam, sehingga kewajiban untuk
mengerjakan shalat jum’at tidak berlaku.

C. Rukun shalat Jum’at.

Rukun dalam shalat jum’at tidak berbeda dari rukun shalat maktubah yang
lain. Menurut Imam Syafi’i R.A rukun shalat jumat dibagi menjadi dua klasifikasi
yakni, fi’ilyah dan qauliyah.
Rukun fi’ilyah adalah rukun sholat yang harus dikerjakan oleh anggota tubuh
dengan sempurna, seperti berdiri, ruku’, i’tidal, sujud, duduk antara dua sujud,
duduk pada tasyahud (tahiyat). Sementara rukun qauliyah adalah ucapan-ucapan
tertentu dalam shalat, seperti takbiratul ihram, membaca Al-fatihah, membaca
tasyahud akhir, membaca shalawat nabi, mengucapkan salam.
Adapun rukun-rukun shalat jum’at diantaranya yaitu :
1. Khutbah dua kali.
Seluruh ulama sepakat bahwa dua khutbah itu termasuk syarat sahnya
shalat jum’at. Pelaksanaannya adalah sebelum shalat, sudah massuk
waktunya bukan sebelumnya.4
2. shalat dua rakaat dan dilakukan dengan berjamaah.

D. Syarat Wajib dan Syarat Sah Shalat Jum’at.

1. Syarat wajib shalat jum’at.

4
Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Khamsah, (Jakarta : Lentera), hlm.
123.
6

Syarat diwajibkannya shalat jumat adalah kewajiban shalat Jumat berlaku


untuk sebagian dari umat Islam. Sebagian lagi tidak diwajibkan, yaitu para
wanita, orang sakit, anak-anak, musafir, budak. 5
Di antara dalil-dalil yang dijadikan sandaran atas hal ini adalah hadits-hadits
berikut ini :
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka wajiblah atas mereka
shalat Jumat, kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak-anak dan hamba
sahaya.”(HR. Ad-Daruqutny).
Dari Thariq bin Syihab radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan
berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas empat orang, yaitu budak, wanita,
anak-anak dan orang sakit." (HR. Abu Daud).
1) Al- Iqamah bi Mishr.
Syarat al-iqamah bi mishr maksudnya adalah shalat Jumat wajib
dilaksanakan oleh orang-orang yang beriqamah atau bermukim pada suatu
negeri, kampung atau wilayah yang lazim dihuni manusia.
a. Al-Iqamah.
Makna al-iqamah maksudnya adalah berdiam, bermukim atau
bertempat tinggal, sebagai lawan dari musafir. Maka yang diwajibkan
untuk shalat Jumat terbatas pada mereka yang statusnya mukim dan
bukan musafir.
Shalat Jumat tidak wajibkan atas musafir yang sedang dalam
perjalanan. Kalau dikatakan tidak diwajibkan maksudnya musafir tidak
harus shalat Jumat. Tetapi bila dalam perjalanan musafir ikut dalam
sebuah shalat Jumat, hukumnya sah dan tidak perlu mengerjakan shalat
Dzuhur.
Batasan musafir adalah orang yang keluar dari negeri atau wilayah
tempat tinggalnya, dengan tujuan tertentu yang pasti dan minimal
berjarak 4 burud, atau kurang lebih 89 km.
Namun bila seorang musafir berniat untuk bermukim atau tinggal di
suatu negeri dalam perjalanannya itu, maka status kemusafirannya pun

5
Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd Al-Hafid jilid 1, hal. 380.
7

berganti menjadi muqim. Dan sejak saat itu dia wajib mengerjakan
shalat Jumat.
Status kemusafiran juga akan habis bila seorang musafir berhenti di
suatu negeri minimal 4 hari, di luar hari kedatangan dan kepulangan.
Seorang yang bertugas ke luar kota lalu menetap di kota lain, dia masih
berstatus musafir selama 4 hari saja, setelah itu bila masih menetap di
kota itu, sudah dianggap bermuqim.
Status kemusafiran juga habis begitu sang musafir kembali ke
negerinya. Oleh karena itu wajiblah atasnya untuk mengerjakan shalat
Jumat bila sudah sampai negerinya.
b. Mishr.
Istilah mishr bukan berarti negara Mesir. Tetapi yang dimaksud
sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab fiqh adalah “Negeri
(kampung) yang besar, di dalamnya ada jalan-jalan dan pasar, serta
adanya wali (hakim atau penguasa) yang mampu untuk membela orang
yang dizalimi dari orang yang menzalimi, dimana orangorang merujuk
kepadanya dalam berbagai masalah.”
Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
mensyaratkan bahwa tempat itu harus ada bangunan yang bersifat
permanen, baik terbuat dari kayu, batu, tanah liat, atau bahan-bahan yang
lazim digunakan untuk perumahan atau pemukiman penduduk.6
Tempat mukim itu bukan tempat yang kadangkadang ditinggal oleh
penghuninya pada musim-musim tertentu, tetapi sepanjang tahun baik di
musim dingin atau musim panas, tetap dijadikan tempat tinggal oleh
penduduknya.
Maka tempat tinggal yang bersifat sementara atau darurat tidak
termasuk kategori tempat bermukim, sehingga tidak wajib diadakan
shalat Jumat, seperti rumah orang penghuni sementara yang berpindah-
pindah seperti di padang pasir, hutan, semak belukar atau pun lautan,
mereka dianggap bukan sebagai tempat bermuqim. Oleh karena itu
mereka tidak diwajibkan untuk mengerjakan shalat Jumat.

6
Ahmad Sarwat, Lc., MA, Shalat Jum’at, (Jakarta Selatan : Rumah fikih Publishing), hlm. 19.
8

Bila seorang muslim berada di tempat yang bukan tempat bermukim


yang lazim seperti itu, maka tidak ada kewajiban untuk mengerjakan
shalat Jumat.
2) Laki-laki.
Yang diwajibkan untuk mengerjakan shalat Jumat sebatas hanya yang
berjenis kelamin laki-laki saja, sedangkan wanita tidak diwajibkan untuk
shalat jumat. Namun bila seorang wanita mengerjakan shalat Jumat, maka
kewajiban shalat zuhurnya telah gugur dan tidak perlu shalat zuhur lagi.
Di beberapa negara Islam, wanita pergi ke masjid untuk mengerjakan shalat
Jumat dianggap lazim. Namun di Indonesia memang lazimnya para
wanita tidak ikut shalat Jumat. Ada beberapa pertimbangan yang melatar-
belakangi kecenderungan ini. Misalnya yang paling utama adalah faktor tidak
cukupnya ruangan masjid bila harus menampung jamaah wanita. Khususnya bila
kita lihat di perkotaan.7
3) Sehat.
Yang diwajibkan untuk mengerjakan shalat Jumat hanya mereka yang
dalam keadaan sehat secara fisik. Sedangkan orang sakit dan tidak mampu
untuk datang ke masjid, mereka tidak diwajibkan untuk shalat jumat. Untuk
itu mereka tetap wajib mengerjakan shalat Dzhuhur, karena tetap merupakan
kewajiban.
4) Baligh.
Yang diwajibkan untuk mengerjakan shalat Jumat hanya mereka yang
sudah berusia baligh. Sedang anakanak yang belum baligh, tidak diwajibkan
untuk datang ke masjid mengerjakan shalat jumat. Namun bila anak-anak
yang belum baligh ini ikut dalam shalat Jumat dengan memenuhi rukun dan
ketentuannya, shalatnya sah.
2. Syarat sah Sholat Jum’at.
1) Masuk waktunya. Karena shalat jum’at adalah fardhu, maka
dipersyaratkan atasnya masuk waktunya sebagaimana shalat-shalat yang
lain. Tidak sah jika dilakukan sebelum atau sesudah waktunya. Hal itu
berdasarkan firman Allah SWT. “sesungguhnya shalat itu adalah

7
Drs. Supiana, M.Ag., Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya),
hlm.42.
9

2) kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”


(An-Nisa : 103).
3) Sholat jumat dilakukan harus secara berjamaah, dengan jumlah jamaah
minimal harus 40 orang, dimana masing-masing harus memenuhi syarat
wajib sholat jum’at.
4) Sebelum melaksanakan sholat dua rakaat, di dahului dulu dengan dua
khutbah dan juga membaca rukun khutbah. Hal ini karena Nabi SAW
selalu melakukannya.
5) Sholat jumat dapat dilakukan setelah khatib selesai membaca rukun dua
khutbah.8

E. Sunnah Melaksanakan Shalat Jum’at.

1. Memotong kuku dan kumis.


Amalan ini sesuai dengan apa yang selalu dilakukan oleh Rasulullah
SAW. “Adalah Rasulullah SAW memotong kuku dan mencukur kumis pada
hari jum’at sebelum beliau pergi shalat jum’at.” (HR. Al-Baihaqi dan At-
Thabrani).
2. Mandi.
Mandi pada hari jum’at wajib hukumnya bagi setiap muslim yang baligh,
berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah SAW bersabda
Yang artinya, “mandi pada hari jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang
baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Adapun tata cara mandi jum’at ini seperti mandi janabah biasa.
Rasulullah bersabda yang artinya, “barangsiapa mandi jum’at seperti mandi
janabah” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Menggososk gigi.
Dari Abu Sa’id Al khudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “mandi
hari jumat diperintahkan lagi setiap yang sudah bermimpi atau baligh,
bersiwak dan menggunakan minyak wangi jika dia memilikinya.” (HR.
Muslim).

8
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Ringkasan Fikih Lengkap (Jilid I-II), (Bekasi : PT.
Darul Falah), hlm. 256.
10

Bersiwak adalah membersihkan gigi dengan menggunakan batang kayu


siwak yang diantara hikmahnya adalah untuk membersihkan dan
menghilangkan bau mulut.
Apabila kita tidak mendapatkan kayu siwak, bisa juga menggunakan
sikat gigi dengan pasta gigi, karena inti hikmah dari ajaran bersiwak adalah
membersihkan gigi dan menghilangkan bau mulut.
4. Menggunakan pakaian bersih.
Sebagian orang berpendapat pakaian yang terbaik adalah pakaian yang
berwarna putih. “kenakan pakaian-pakaian putih, karena pakaian putih adalah
sebaik-baik pakaian kalian. Dan kafanilah dengan kain putih orang yang mati
dari kalian.” (Hadist sahih diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3878, At
Tirmidzi no. 994, An Nasa; VII/205, Ibnu Majah no. 1472 dan Ahmad
I/247).
5. Memakai parfum.
Nabi SAW bersabda yang artinya, “barangsiapa mandi pada hari jumat
dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi
kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu
shalat yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khutbah, ia diam
dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai
jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Shalat sunnah.
“Apabila seseorang masuk masjid maka hendaklah dia mengerjakan
shalat dua rakaat ia duduk.(HR.Abu Dawud dari Abu Qatadah).
7. Memperbanyak shalawat nabi .
Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya hari yang paling utama bagi
kalian adalah hari jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku.”
8. Membaca surat Al-Kahfi.
Dari Abu Sa’id al khudri R.A, bahwa nabi SAW bersabda, “barang siapa
yang membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at, maka Allah akan
menyinarinya dengan cahaya di antara dua jum’at.’ (HR. Hakim dan Al-
Mustadrok).9

9
Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Sahih Fiqih Sunnah, (Jakarta : Pustaka At-Tazkia,
2006), hlm.306.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.
Keutamaan dari shalat jumat yaitu menghapus dosa, saat Allah
menyempurnakan islam dan mencukupkan nikmat, jika bersegera menghadiri
shalat jum’at akan memperoleh pahala yang besar, setiap langkah menuju shalat
jum’at mendapat ganjaran puasa dan shalat setahun. Dasar hukum dari shalat
jumat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Syarat wajib shalat jumat yaitu laki-laki, baligh, sehat. Dan syarat sah sholat
jumat antara lain, masuk waktunya, shalat jumat harus dilaksanakn secara
berjamaah, sebelum melaksanakan shalat jumat harus melaksanakan terlebih
dahulu dua khutbah, shalat jumaat dilaksanakan setelah khatib membaca rukun
khutbah.
Sunnah dalam melaksanakan shalat jum’at yaitu memotong kuku dan kumis,
mandi, menggososk gigi, menggunakan pakaian bersih, memakai parfum, shalat
sunnah, memperbanyak shalawat nabi, tidak duduk dengan memeluk lutut ketika
khatib berkhotbah, membaca surat Al-Kahfi.

B. Saran.
Dengan belajar tentang shalat jum’at, saya berharap kita dapat lebih
mengetahui tentang shalat jum’at, dan bagi kaum laki-laki dapat
mengamalkannya dengan benar.

11

Anda mungkin juga menyukai