Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3
MODUL 2.3

Tutor : dr. Ahmad Muhyi

Disusun Oleh : Wijayanto Bagus Putrawan (20109011040)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
banyak nikmat. Selain itu, penulis juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan
hidayah-Nya baik iman maupun islam.
Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan laporan
ini yang merupakan tugas mata kuliah Fakultas Kedokteran skenario ketiga pada modul 2.3.
Penulis sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing dr. Ahmad Muhyi dan semua
pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik
dari isi, struktur penulisan dan gaya bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan laporan dikemudian hari.
Demikian semoga laporan ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri. Aamiin

Semarang, 14 Juni 2021

Penulis
SKENARIO 3

KESEIMBANGAN CAIRAN

Seorang mahasiswa pendidikan dokter, sedang menjalani masa orientasi mahasiswa


baru. Seharian, ia beraktifitas di luar ruangan di bawah terik panas matahari dan banyak
berkeringat. Karena belum waktu ishoma, ia juga tidak berani makan dan minum. la merasa
haus sekali dan tidak merasa ingin berkemih. Padahal biasanya ia sering berkemih karena suka
minum air putih
STEP 1

Mengidentifikasi Istilah Asing

1. Haus adalah suatu sensasi akibat tubuh kekurangan cairan salah satu tandanya adalah
Kerongkongan terasa kering
2. Berkeringat adalah suatu aktifitas dimana seseorang mengeluarkan air melalui pori-pori
guna untuk mengatur suhu badan tetap normal
3. Berkemih adalah proses pelepasan air urin atau kemih dari vesical urinaria menuju
meatus uretra externus.
4. Keseimbangan cairan adalah Salah satu aspek homesostasis organisme yang diatur
dalam suatu proses osmoregulasi dan perilaku agar cairan didalam tubuh selalu dalam
keadaan konstan
STEP 2

Mengidentifikasi Masalah

1. bagaimana cara menjaga keseimbangan cairan tubuh?


2. apa yang akan terjadi, apabila kita menahan kemih ?
3. mengapa pada suhu panas, dapat berkeringat?
4. mengapa mahasiswa merasa haus dan tidak ingin berkemih?
5. mengapa saat meminum banyak air, volume urin bertambah ?
STEP 3

Menganalisis Masalah

1. cara menjaga keseimbangan cairan tubuh :

a) Dengan mengkonsumsi cairan yang cukup, kira-kira 1,1/2- 3 liter pria dan 2.2 liter pada
wanita
b) Tidak menahan rasa kencing
c) Bias menghindari makana/minuman yang dapat menimbulkan dehidrasi

2. apa yang akan terjadi, apabila kita menahan kemih :

Apabila kita menahan kemih, mengakibatkan menahan buang air kecil bisa


membuat urine pekat kandung kemih dan anyang-anyangan. Terdapat iritasi pada dinding-
dinding urinaria hingga membuat kandung kemih menjadi sensitif akibat koleksi bakteri di
sekitar pembukaan uretra

2 cara :

a. kinetalia, pada liang vagina banyak bakteri, ketika lingkungan tidak sesuai PH maka bakteri
akan patologis, sehingga akan naik terus sampe ke ginjal dan menyebabkan nyeri

b. secara hematogen, terdapat infeksi toksin menyebar

jika zat tertentu terlalu lama maka urine akan pekat akibatnya:

a. menyebabkan retantio urine

b. pembentukan Kristal urine pada vesical urinaria sehingga dapat menyebabkan


pembatuan.

3. mengapa pada suhu panas, dapat berkeringat

pada suhu panas, dapat berkeringat karena Fase osmoregulator, perbandingan suhu
tubuh kita dengan lingkungan. Sehingga ketika terkena panas cairan didalam tubuh mengalami
penguapan dan perbedaan suhu lingkungan menimbulkan cairan keluar tubuh. Pada saat suhu
tubuh meningkat, tubuh akan mengeluarkan panas dengan melebarkan pembuluh darah di kulit
sehingga suhu panas yang muncul akan diikuti oleh keluarnya cairan dari kulit. Panas tubuh
diperoleh dari lingkungan dan dihasilkan melalui metabolisme, tubuh akan bereaksi untuk
memngembalikan suhu tubuh menjadi normal dengan cara termoregulasi untuk
menyeimbangkan dan mengontrol suhu tubuh sebagai akibatnya tubuh mengeluarkan cairan
berupa keringat.

4. mengapa mahasiswa merasa haus dan tidak ingin berkemih :

hormone ADH teraktivasi, mengakibatkan cairan dalam tubuh . konsentrasi lebih,


ADH akan dihambat. Saat disekitar / suhu lingkungan naik, hormone ADH yang di keluarkan
banyak. Sehinngga menghambat system kemih.

5. mengapa saat meminum banyak air, volume urin bertambah :

Saat minum banyak air, cairan tubuh meningkat. Secara ototmatis tubuh akan
mengatur cairan dengan cara homeostasis. Dan proses pembentukan urine akan berjalan cepat
mengakibatkan vesical urinaria penuh dengan cepat. Sehingga seseorang akan berkemih dengan
volume banyak.
STEP 4

PETA KONSEP

Peningkatan aktivitas Kekurangan asupan cairan


Suhu tubuh meningkat

Mahasiswa kekurangan cairan

Sensasi haus berkeringat kemih berkurang


STEP 5

Learning Objective

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Anatomi traktus urinarius


2. Mahasiswa mampu menjelaskan Histologi traktus urinarius
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Fisiologi traktus urinarius (Keseimbangan cairan,
Pembentukan urin oleh ginjal, Peranan rasa haus dalam mengatur osmolaritas cairan
ekstraselular dan konsentrasi natrium)
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Fisiologi pengeluaran urin
STEP 6

SELF STUDY

LEARNIG OBJECTIVE 1.ANATOMI TRAKTUS URINARIUS

REN/GINJAL

Embriologi ren berasal dari mesoderm. Ren terdapat dua buah yaitu pada dexter dan sinister.
Ren terletak retroperitoneale di regio abdomen.

Proyeksi ren pada dinding tubuh dorsal:

Ren terletak setinggi TXII di superior dan vertebra LIII di inferior, dengan ren dextra terletak
lebih rendah di bandingkan ren sinistra karena posisinya terhadap hepar.

Ren berbentuk seperti kacang memiliki polus superior dan polus inferior. Untuk polus
superior berdekatan dengan glandula suprarenalis.
Terdapat Hilum Renale sebagai tempat masuknya arteri, nervus, dan keluarnya vena,
pembuluh limfatik dan pelvic renalis. Hilum Renalis terletak di antara polus yang menghadap
ke medial, berhubungan dengan ruangan di dalam ren (Sinus Renalis)

Struktur Ren

Ren memiliki facies anterior dan posterior yang halus dan tertutup oleh suatucapsula
fibrosa, yang dengan mudah dapatdilepaskan kecuali bilaterdapat suatu kelainan Pada margo
medialis ren terdapat hilum renaie, yang merupakan suatu celahverticalis yang dalam.
Melaluinya dilewati oleh vasa renalls, vasa lymphatica, dan nervi yang masuk dan
meninggalkansubstansi ren. Di bagiandalam, hilum berlanjut dengan sinus renalis. Corpus
adiposum perirenale berlanjut hingga kedalam hilum dan sinus dan mengelilingi seluruh
struktur

Masing-masing ren terdiri dari cortex renalis di bagian luar dan medulla renalis di
bagian dalam. Cortex renalis adalah suatu pita berkelanjutan dari jaringan berwarna pucat
yang mengelilingi seluruh medulla renalis. Perpanjangan dari cortex renalis (columna
erenales) berproyeksi ke dalam aspectusinternum ren, membagi medulla renalis menjadi
jaringan agregasi-agregasi terpisah berbentuk segitiga (pyramidesrenales).

Basis pyramidis ren mengarah keluar, menuju cortex renalis. sedangkan apex setiap
pyramidisrenalis mengarah kedalam, menuju sinus renalis. Proyeksi apicalis (papillae
renales) dikelilingi oleh suatu calyx renalis minor.

Calices renales minores menerima urin dan mewakili pars proximal saIuran yang pada
akhirnyamembentuk ureter. Pada sinus renalis, beberapa calices renales minores bergabung
membentuk suatucalyx renalis major, dan 2-3 calices renales majores bergabung
membentuk pelvis renalis, yang merupakan suatu struktur berbentuk corong dan merupakan
ujung superior dari ureter.

Vaskularisasi dan Lymphatici

Arteria :

Satu arteria renalis, yang merupakan cabang lateral aorta abdominalis,


menyuplaimasing-masing ren. Biasanya pembuluh-pembuluh darah ini muncul tepat di
inferior daripangkal arteria mesenterica superior, di antara vertebrae LI dan L.II.Biasanya
arteria renalis sinister muncul pada level yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dextra, dan arteria renalis dextra lebih panjang dan lewat di posterior vena cava
inferior.

Saat setiap arteria renalis mendekati hilum renale, arteria ini terbagi menjadi rami
anteriores dan posteriores, yang menyuplai parenchyma renalis. Arteriae renalis accessories
umum ditemui. Arteriae iniberasal dari aspectus lateralis aorta abdominalis, baik di atas atau
di bawah arteria renalis utama, memasuki hilum renale bersama arteria renalis utama atau
lewat langsung menuju ren pada level yang sedikit berlainan, dan biasanyadisebut sebagai
arteriae extrahilare.

Venae :

Venae renales multiple berperan pada pembentukan venae renalesdextra dan sinistra,
keduanyaterdapat di anterior arteria renalis. Lebihpentinglagi, vena renalis sinistra yang lebih
panjang dari yang dextra menyilang garis tengah tubuh di anterior aorta abdominalis dan di
posterior dari arteria mesenterica superior dan dapat mengalami penekanan oleh suatua
neurisma salah satu dari kedua arteriae tersebut.

Lymphatici :

Drainase lymphatici masing-masing ren bermuara ke nodi aorticilaterales (lumbales) di


sekeliling pangkal arteria renalis.

URETER

Ureter adalah saluran musculorum yang berfungsi untuk mengalirkan urin dari ren
menuju vesica urinaria. Di superior ureter berlanjut dengan pelvis renalis, yang merupakan
struktur berbentuk corong di dalam sinus renalis. Pelvis renalis dibentuk oleh penggabungan
2-3 calices renales majores, yang merupakan gabungan dari beberapa calices renales minores.
Calices renales minores mengelilingisatu papilla renalis.Ureter terdiriatastigabagian : pelvis
renalis, pars abdominalis, pars pelvica.

Pada tigatitik di sepanjanglintasan ureter terdapatpenyempitan-penyempitan (Gambar 4.109):

 Titik penyempitan pertama di pertemuan ureteropelvica:


 Titikpenyempitan kedua adalah saat ureter menyilang arteria iliacacommunis di pintu
peivis
 Titik penyempitan ketigaadalah saat ureter memasuki dinding vesica urinaria.
Arteria :

Ureter menerima suplai dari cabang-cabang arteriae dari vasa di dekatnya saat ureter
menuju vesica urinaria :

 Arteria renalis menyuplai ujung atas.


 Bagian tengah mungkin menerima cabang-cabang dari aorta abdominalis, arteriae
testicularis atau ovarica, dan arteriae iliacacommunis.
 Dalam cavitas pelvis, ureter disuplai oleh satu atau lebih arteriae dari cabang-cabang
arteriae iliacainterna.

Di semua kasus, arteriae yang menuju ureter terbagi menjadi cabang-cabang ascendens dan
descendens, yang membentuk suatu anastomosis longitudinalis.

Drainase lymphatici ureter mengikuti pola yang serupadengan suplaiarterialnya.

Lymphaticus dari:

 Bagian superior setiap ureter bermuarakenodiaorticilaterales (lumbales):


 Bagian medial setiap ureter bermuarakenodilymphatici yang berhubungandengan
vasa iliacacommunis.
 Bagian inferior setiap ureter bermuarakenodilymphatici yang berhubungandengan
vasa iliaca externa dan interna.

Inervasi

Persarafan ureter berasal dari plexus renalis, aorticus, hypogastricus superior, dan inferior
melalui nervi yang mengikuti pembuluh-pembuluh darah. Serabut-serabut efferentes
viscerales berasal dari sumber-sumber sympathicum dan parasympathicum, sedangkan
serabut-serabut afferents viscerales kembali ke medulla spinalis pada level T11-L2.

KANDUNG KEMIH (VESICA BILLIARIS)

Fundus Vesica biliaris berproyeksi ke Linea medioclavicularis dextra setinggi Costa lX.
Lobus hepatis sinister terletak pada Epigastrium kiri (sampai Linea medioclavicularis
sinistra) di anterior Gaster.
URETHRA

Urethra berawal di basis vesica urinaria dan berakhir dengan sebuah lubang keluar
(ostium urethrae externum) pada perineum. Jalur yang diambil oleh urethra berbeda secara
bermakna pada wanita dan pria.

Pada wanita, urethranya pendek, panjangnya sekitar 4 cm. Urethra melintas dengan
sedikit melengkung ketika berjalan ke inferior melewati dasar pelvis kedalam perineum, di
mana urethra berjalan melewati spatium perinea profundum dan membrane perinea sebelum
bermuara pada vestibulum vaginae yang terletak di antara kedua labium minus pudendi

Ostium urethrae externum terletak di anterior dari ostium vaginae pada vestibulum
vaginae. Aspectus inferior urethra terikat pada permukaan anterior vagina. Dua glandulae
mucosus paraurethrales yang kecil (glandulae Skene) berhubungan dengan ujung bawah
urethra. Masing-masing bermuara melaluisuatu ductus yang terbuka menuju margo lateral
ostium urethrae externum.
LEARNING OBJECTIVE 2. HISTOLOGI TRAKTUS URINARIUS

1. Ginjal
Dalam potongan sagital, ginjal dibagi menjadi korteks terpulas gelap di sebelah luar
dan medulla terpulas-terang di sebelah dalam. Korteks dilindungi oleh kapsul ginjal berupa
jaringan ikat padat tidak teratur.
Korteks mengandung tubulus kontortus proksimal dan distal, glomeruli dan radius
medularis arteri interlobularis dan vena interlobularis juga terdapat pada korteks. Radius
medullaris (3) dibentuk oleh bagian nefron yang lurus, pembuluh darah, dan tubulus koligens
yang menyatu di medulla untuk membentuk ductus koligens yang lebih besar. Radius
medullaris tidak meluas ke kapsul ginjal (1) karena adanya tubulus kontortus subscapular
Medula terdiri dari piramid-piramid ginjal basis setiap pyramid (5) berbatasan dengan korteks
dan apeksnya membentuk papilla renalis (7) yang menonjol kedalam struktur bentuk corong,
kaliks minor yang menggambarkan bagian ureter yang lebar. Area kribosa ditembus oleh
lubang kecil, yang merupakan muara duktus koligens (6) kedalam kaliks minor (16).Ujung
papilla renalis (7) biasanya dilapisi oleh epitel selapis silindris. Saat epitel selapis silindris
papilla renalis (7) berlanjut kedinding luar kaliks minor (16), epitel ini menjadi epitel
transisional. Lapisan tipis jaringan ikat dan otot polos (tidak tampak) di bawah epitel ini
selanjutnya menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis. Di dalam sinus renalis (15) terdapat
cabang-cabang arteri dan vena renalisya itu arteri interlobaris dan vena interlobaris.
Pembuluh interlobaris (17, 18) masuk keginjal dan melengkung di basis piramid (S) di taut
kortiko medular sebagai arteri dan vena arkuata. Pembuluh arkuata (14) membentuk arteri
interlobularis (12) dan vena interlobularis (13) yang lebih kecil dan berjalan secara radial
kedalam korteks ginjal dan membentuk arteri glomerulus aferen yang membentuk kapiler
glomerulus (3).
TUBULUS KONTORTUS PROKSIMAL

♦Dibatasi oleh: Simple cuboidal Epithelium yang bersifat sangat asidofil♦ Brush Border ( + )

♦Selepitel besar, terlihat 3-5 intisferis.

♦Karena T.K Proksimal lebih panjang daripada T.K Distal,maka pada preparat akan terlihat
lebih banyak.

TUBULUS KONTORTUS DISTAL

♦Dibatasi: Simple cuboidal epithelium . ♦Ukuran sel lebih kecil, sehingga lumen lebih besar,
jumlah sel dan intinya terlihat lebih banyak. ♦ Brush Border ( - ) ♦ T.K distal lebih pendek
sehingga terlihat lebih sedikit. ♦T . K distal mengadakan hubungan dengan kutup vaskuler-
vaskuler badan ginjal dari nefronnya sendiri dekat denggan arteriol aferen dan
eferen,mengalami modifikasi dengan arteriol aferen, sel-sel menjadi columnar, inti menjadi
satu, memiliki apparatus golgi dan terlihat lebih gelap, dinamakan Makula Densa
2. Ureter potongan transversal
Lumen ureter yang tidak melebar memperlihatkan banyak lipatan longitudinal
mukosa akibat kontraksi otot. Dinding ureter terdiri atas mukosa, muskularis, dan adventisia.
Mukosa ureter terdiri atas epitel transisional dan lamina popria yang lebar. Epitel
transisional memiliki beberapa lapisan sel, lapisan terluar ditandai oleh sel kuboid yang besar.
.Lamina propria mengandung jaringan ikat fibroelastik, yang lebih padat dengan lebih banyak
fibrolas di bawah epitel dan lebih longgar di dekat muskularis.Jaringanlimfoid difus dan
kadang-kadang nodulus limfoid kecil mungkin terlihat di lamina propria.

3. VESIKA URINARIA
Dinding vesika urinaria
Kandung kemih (vesicaurinaria) memiliki dinding berotot tebal. Dinding ini mirip
dengan yang terdapat di sepertiga bawah ureter, kecuali ketebalannya. Di dinding ditemukan
tiga lapisan otot polos yang tersusun longgar, yaitu lapisan longitudinal dalam, sirkular
tengah, dan longitudinal luar. Namun, miripdengan ureter, lapisan otot sulit dibedakan.Ketiga
lapisan tersebut membentuk anastomosis berkas otot polos dengan jaringan ikat
interstisium ditemukan di antaranya.
Mukosavesikaurinaria
Mukosa dari dinding kandung kemih yang kosong dan berkontraksi digambarkan
pada pembesaran yang lebih kuat. sel-sel superfisial (urotheliocytus superficialis) epitel
transisional adalah kuboid atau kolumnar rendah dan tampak berbentuk kubah. Beberapa sel
superficial mungkin jugabinukleus (mengandung dua inti). Membran plasma luar pada sel
superfisial di epitel tampak jelas. Sel-sel epitel yang lebih di epitel terlihat bulat dan sel basal
lebih kolumnar.

4. Uretra

Uretra pria lebih panjang (15-20 cm) disbanding uretra wanita (4cm), namun struktur
histology keduanya sama. ♦Dinding uretra 3 lapisan, yaitu:

1. Membran mukosa yang dibatasi oleh epitel yang terletak di atas jaringan ikat.

2. Submukosa, terdiri dari jaringan ikat longgar.

3. Lapisan otot polos, tersusun atas lapisan bagian dalam yang longitudinal dan luar yang
sirkuler. Lapisan ini lebih jelas terlihat pada uretra wanita.
LEARNING OBJECTIVE 2. FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS

( KESEIMBANGAN CAIRAN, PEMEBNTUKAN URIN OLEH GINJAL,


PERNANAN RASA HAUS DALAM MENGATUR OSMOLARITASCAIRAN
EKSTRASELULAR DAN KENSENTRASI NATIRUM

Keseimbangan Osmotik Dipertahankan antara Cairan Intraselular dan Cairan


Ekstraselular

Dengan perubahan konsentrasi yang relatif kecil pada zatterlarut dalam cairan
ekstraselular, tekanan osmotik yangbesar dapat terbentuk di sepanjang membran sel.
Sepertiyang telah dibahas sebelumnya, untuk setiap gradienkonsentrasi miliosmol suatu zat
terlarut impermeabel (zatterlarut yang tidak dapat menembus membran sel), dihasilkan
tekanan osmotik sekitar 19,3 mm Hg disepanjang membran sel. Jika membran sel terpajan
airmurni dan osmolaritas cairan intraselular adalah 282mOsm/L, maka tekanan osmotik
potensial yang dapattimbul di sepanjang membran sel adalah lebih dari 5.400mm Hg. Hal ini
memperlihatkan bahwa dibutuhkan dayayang besar untuk memindahkan air agar dapat
melintasimembran sel bila cairan intraselular dan ekstraselular tidakberada dalam
keseimbangan osmotik. Akibat daya tersebut,perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi
zat terlarutimpermeabel dalam cairan ekstraselular sudah dapatmenyebabkan perubahan besar
pada volume sel.

Cairan Isotonik, Hipotonik, dan Hipertonik. Efekperbedaan konsentrasi zat terlarut


impermeabel dalam cairanekstraselular terhadap volume sel terlihat pada Gambar 25-5.Jika
suatu sel diletakkan pada suatu larutan dengan zatterlarut impermeabel yang mempunyai
osmolaritas 282mOsm/L, sel tidak akan mengerut atau membengkak karenakonsentrasi air
dalam cairan intraselular dan ekstrasel adalahsama dan zat terlarut tidak dapat masuk atau
keluar dari sel.Larutan seperti ini disebut isotonik karena tidak menimbulkanpengerutan
maupun pembengkakan sel. Contoh larutanisotonik meliputi larutan 0,9 persen natrium
klorida ataularutan glukosa 5 persen. Larutan-larutan ini penting dalampengobatan secara
klinis karena dapat diinfus ke dalam darahtanpa adanya bahaya yang mengancam
keseimbangan osmotic antara cairan intraselular dan ekstraselular.

Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipotonik yangmempunyai konsentrasi zat
terlarut impermeabel lebih rendah(< 282 mOsm/L), air akan berdifusi ke dalam sel dan
menye-babkan sel membengkak; air akan terus berdifusi ke dalam sel,yang akan
mengencerkan cairan intraselular dan jugamemekatkan cairan ekstraselular sampai kedua
larutanmempunyai osmolaritas yang sama. Larutan natrium kloridadengan konsentrasi
kurang dari 0,9 persen bersifat hipotonikdan menyebabkan pembengkakan sel.

Jika sebuah sel diletakkan dalam larutan hipertonik yangmempunyai konsentrasi zat
terlarut impermeabel yang lebihtinggi, air akan mengalir keluar dari sel ke dalam
cairanekstraselular. Dalam hal ini, sel akan mengkerut sampai keduakonsentrasi menjadi
sama. Larutan natrium klorida yang lebihbesar dari 0,9 persen bersifat hipertonik.

Cairan Isosmotik, Hiperosmotik, dan Hipo-osmotik. Istilah isotonik, hipotonik,


dan hipertonik merujuk pada dapat-tidaknya suatu larutan menyebabkan perubahan volume
sel.Kekentalan larutan bergantung pada konsentrasi zat terlarutimpermeabel. Namun,
beberapa zat terlarut dapat menembusmembran sel. Larutan dengan osmolaritas yang sama
dengan seldisebut isosmotik, tanpa memperhatikan zat terlarut tersebutdapat menembus
membran sel atau tidak.

lstilah hiperosmotik dan hipo-osmotik secara berturut-turut, merujuk pada larutan


yang mempunyai osmolaritaslebih tinggi atau lebih rendah, dibandingkan dengan
cairanekstraselular normal tanpa memperhatikan kemampuan zatterlarut tersebut untuk
menembus membran sel. Zat-zat yangsangat permeabel, seperti ureum, dapat menyebabkan
pergeseran sementara volume cairan antara cairan intraselular danekstraselular, tetapi
memberikan cukup waktu, sampaiakhirnya konsentrasi zat-zat ini menjadi sama pada
keduakompartemen dan memberi sedikit efek pada volume intraseldalam keadaan mantap.
Keseimbangan Osmotik antara Cairan Intraselular dan Ekstraselular Dicapai
dengan Cepat. Perpindahan cairanyang melintasi membran sel terjadi sedemikian cepat
sehinggasetiap perbedaan osmolaritas antara kedua kompartemen inibiasanya akan dikoreksi
dalam waktu beberapa detik atau,umumnya dalam beberapa menit. Pergerakan air yang
cepatini tidak berarti bahwa keseimbangan lengkap yang terjadiantara kompartemen ekstrasel
dan intrasel di seluruh tubuh,timbul dalam waktu yang singkat secara bersamaan.
Alasannyaadalah bahwa cairan biasanya memasuki tubuh melalui ususdan harus
ditransportasi oleh darah ke seluruh jaringansebelum terjadi keseimbangan osmotik lengkap.
Biasanyadibutuhkan waktu sekitar 30 menit sebelum tercapainyakeseimbangan osmotik di
seluruh tubuh setelah minum air

Pentingnya Rasa Haus dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstraselular dan


Konsentrasi Natrium

Ginjal menekan kehilangan cairan selama kekurangan air,melalui sistem umpan balik
osmoreseptor-ADH. Akantetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untukmengimbangi
kehilangan cairan yang terjadi melaluikeringat dan napas serta melalui saluran
pencernaan.Asupan cairan diatur oleh mekanisme rasa haus, yang,bersama dengan
mekanisme osmoreseptor-ADH,mempertahankan osmolaritas cairan ekstraselular
dankonsentrasi natrium secara tepat.

Banyak faktor sama yang merangsang sekresi ADH jugaakan meningkatkan rasa
haus, yang didefinisikan sebagaikeinginan sadar terhadap air.
Pusat Rasa Haus di Sistem Saraf Pusat

Dengan merujuk kembali pada Gambar 28-10, daerah yang samadi sepanjang dinding
anteroventral ventrikel ketiga yangmeningkatkan pelepasan ADH juga merangsang rasa haus.
Adajuga suatu daerah kecil yang terletak anterolateral nucleus preoptik, yang bila dirangsang
secara listrik, segeramenyebabkan kegiatan minum yang berlanjut selamarangsangan
berlangsung. Semua daerah ini disebut pusat rasahaus.

Neuron-neuron di pusat rasa haus memberi respons terhadappenyuntikan larutan


garam hipertonik dengan cara merangsangperilaku minum. Sel-sel ini hampir pasti berfungsi
sebagaiosmoreseptor untuk mengaktivasi mekanisme rasa haus, dengancara yang sama saat
osmoreseptor merangsang pelepasan ADH.

Peningkatan osmolaritas cairan serebrospinal di ventrikelketiga memberi pengaruh


yang pada dasarnya sama, yaitumenimbulkan keinginan untuk minum. Organum
vaskulosumlamina terminalis yang terletak tepat di bawah permukaanventrikel pada ujung
inferior daerah AV3V, agaknya ikutmemperantarai respons tersebut.

Rangsang terhadap Rasa Haus

Tabel 28-3 merangkum beberapa rangsang rasa haus yangdiketahui. Salah satu yang
terpenting adalah peningkatanosmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan
dehidrasiintrasel di pusat rasa haus, yang akan merangsang sensasi rasahaus. Kegunaan
respons ini sangat jelas: membantumengencerkan cairan ekstraselular dan
mengembalikanosmolaritas ke keadaan normal.
Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arteri juga merangsang rasa
haus melalui suatu jalur yang tidakbergantung pada jalur yang dirangsang oleh
peningkatanosmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melaluiperdarahan akan
merangsang rasa haus walaupun mungkintidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini
mungkinterjadi akibat masukan saraf dari baroreseptor kardiopulmonaldan baroreseptor arteri
sistemik di sirkulasi.

Rangsang rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II.Penelitian pada
binatang menunjukkan angiotensin II bekerjapada organ subfornikal dan pada organum
vaskulosum laminaterminalis. Daerah-daerah ini berada di luar sawar darah otak,dan peptida-
peptida seperti angiotensin II berdifusi ke dalamjaringan. Oleh karena angiotensin II juga
dirangsang oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan
tekanandarahrendah, pengaruhnya pada rasa haus membantumemulihkan volume darah dan
tekanan darah kembali normal,bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal
untukmenurunkan ekskresi cairan.

Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapatmemberi sensasi rasa
haus. Akibatnya, seseorang yang kehausandapat segera melepaskan rasa dahaganya setelah
dia minum air,walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran pencernaandan belum
memberi efek terhadap osmolaritas cairan ekstraselular.

Rangsang gastrointestinal dan faring memengaruhi timbulnya rasa haus. Pada


binatang yang esofagusnya membuka ke arah luar,sehingga air tidak pernah diabsorbsi ke
dalam darah, ada kepuasansebagian setelah minum, walaupun kepuasan itu bersifatsementara.
Distensi saluran pencernaan juga dapat sedikitmengurangi rasa haus; contohnya, peniupan
sebuah balon dalamlambung dapat menghilangkan rasa haus. Akan tetapi, penurunansensasi
rasa haus melalui mekanisme gastrointestinal atau faringealhanya bertahan singkat; keinginan
untuk minum hanya dapatdipuaskan sepenuhnya bila osmolaritas plasma dan/atau
volumedarah kembali normal.

Kemampuan binatang dan manusia untuk "mengukur" asupancairan sangat penting


karena dapat mencegah hidrasi yangberlebihan. Setelah seseorang minum air, mungkin
dibutuhkanwaktu 30 sampai 60 menit agar air direabsorbsi dandidistribusikan ke seluruh
tubuh. Bila sensasi rasa haus tidakhilang sementara setelah minum air, orang tersebut akan
terusminum lebih banyak lagi, yang akhirnya menimbulkan hidrasi danpengenceran cairan
tubuh yang berlebihan. Penelitian danpercobaan berulang kali menunjukkan binatang
meminum jumlahair yang hampir sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
untukmengembalikan osmolaritas dan volume plasma ke keadaan normal

Ambang Rangsang Osmol untuk Minum

Ginjal harus terus-menerus mengekskresikan sejumlah air yangbersifat obligatorik,


bahkan pada seseorang yang dehidrasipun,untuk membersihkan tubuh dari kelebihan zat
terlarut yangdikonsumsi atau yang dihasilkan oleh metabolisme. Air jugahilang melalui
evaporasi dari paru dan saluran pencernaan sertamelalui evaporasi dan keringat dari kulit.
Oleh karena itu, selaluada kecenderungan dehidrasi, dengan akibat peningkatanosmolaritas
dan konsentrasi natrium cairan ekstraselular.

Bila konsentrasi natrium hanya meningkat sekitar 2 mEq/L diatas normal, mekanisme rasa
haus diaktifkan, yang menimbulkan keinginan untuk minum air. Keadaan ini disebut ambang
rangsang untuk minum. Jadi, peningkatan osmolaritas plasma yang sedikit saja biasanya
diikuti oleh asupan air, yang akan memulihkan osmolaritas dan volume cairan ekstraselular
kembali normal. Dengan cara ini, osmolaritas cairan ekstraselular dan konsentrasi natrium
diatur dengan tepat.

Integrasi Respons Osmoreseptor-ADH dan MekanismeRasa Haus dalam Pengaturan


Osmolaritas CairanEkstraselular dan Konsentrasi Natrium

Pada seseorang yang sehat, mekanisme osmoreseptor-ADH danrasa haus bekerja


secara paralel untuk mengatur osmolaritascairan ekstraselular dan konsentrasi natrium
dengan tepat,walaupun rangsangan dehidrasi bersifat konstan. Bahkan denganperangsangan
tambahan, seperti konsumsi garam tinggi, system umpan balik ini mampu mempertahankan
osmolaritas plasmaagar tetap konstan. Gambar 28-12 menunjukkan peningkatanasupan
natrium sampai enam kali normal hanya memberi sedikitpengaruh terhadap konsentrasi
natrium plasma selamamekanisme ADH dan rasa haus berfungsi normal.

Bila mekanisme ADH atau mekanisme rasa haus gagal,mekanisme yang lain biasanya
masih dapat mengatur osmolaritasekstrasel dan konsentrasi natrium dengan cukup efektif,
selamatersedia asupan cairan yang cukup untuk mengimbangi volumeurine obligatorik dan
kehilangan air melalui pernapasan, keringat,atau saluran pencernaan. Akan tetapi, bila
mekanisme ADH danrasa haus sekaligus gagal, konsentrasi natrium dan osmolaritasplasma
tidak dapat dikontrol dengan baik; jadi, bila asupannatrium meningkat setelah menghambat
sistem ADHrasa haus,terjadi perubahan konsentrasi natrium plasma yang relatif besar.

Bila mekanisme ADH-rasa haus tidak ada, tidak ada mekanismeumpan balik lain
yang mampu mengatur konsentrasi natrium danosmolaritas plasma secara cukup baik.

Peran Angiotensin II dan Aldosteron dalamMengatur Osmolaritas Cairan


Ekstraselular danKonsentrasi Natrium

Angiotensin II danaldosteron memainkan peran penting dalam mengaturreabsorpsi


natrium oleh tubulus ginjal. Bila asupan natriumrendah, peningkatan kadar kedua hormon itu
akanmerangsang reabsorpsi natrium oleh ginjal, sehingga akanmencegah kehilangan natrium
dalam jumlah yang besar,walaupun asupan natrium mungkin menurun sampai 10persen dari
normal. Sebaliknya, dengan asupan natrium yangtinggi, penurunan pembentukan kedua
hormon inimemungkinkan ginjal mengekskresikan natrium dalam jumlah besar.

Oleh karena pentingnya angiotensin II dan aldosteron dalammengatur ekskresi


natrium oleh ginjal, seseorang dapat salahmenduga bahwa kedua hormon tersebut juga
memainkan peranpenting dalam mengatur konsentrasi natrium cairan ekstraselular.Walaupun
hormon-hormon ini meningkatkan jumlah natrium dalam cairan ekstraselular, hormon-
hormon itu juga meningkatkanvolume cairan ekstraselular dengan meningkatkan reabsorpsi
airbersama dengan natrium. Oleh karena itu, angiotensin II danaldosteron mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap konsentrasi natrium, kecuali dalam kondisi-kondisi ekstrem.
Ketidakpentingan relatif aldosteron dalam mengatur konsentrasinatrium cairan
ekstraselular diperlihatkan melalui percobaan pada Gambar 28-13. Gambar ini menunjukkan
pengaruh perubahanasupan natrium lebih dari enam kali lipat pada dua keadaankonsentrasi
natrium plasma: (1) pada kondisi normal dan (2) sesudahsistem umpan balik aldosteron
dihambat dengan mengangkatkelenjar adrenal, dan binatang tersebut diberi aldosteron
padakecepatan konstan sehingga kadar plasma tidak berubah naik atauturun. Perhatikan
bahwa sewaktu asupan natrium mencapai enamkali lipat, konsentrasi plasma hanya berubah
sekitar 1 sampai 2 persenpada kedua kasus. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
tanpasistem umpan balik aldosteron yang fungsional, konsentrasi natriumplasma dapat diatur
dengan baik. Jenis percobaan yang sama telahdilakukan setelah menghambat pembentukan
angiotensin II, denganhasil yang sama.

Ada dua alasan utama mengapa perubahan angiotensin II danaldosteron tidak


memberi pengaruh besar terhadap konsentrasinatrium plasma. Pertama, seperti yang
didiskusikan sebelumnya,angiotensin II dan aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium
danair oleh tubulus ginjal, yang menghasilkan peningkatan volumecairan ekstraselular dan
jumlah natrium tetapi sedikit perubahanpada kadar natrium. Kedua, selama mekanisme ADH-
rasa hausberfungsi, kecenderungan apapun yang meningkatkan konsentrasinatrium plasma
akan dikompensasi oleh peningkatan asupan airatau peningkatan sekresi ADH plasma, yang
cenderungmengencerkan cairan ekstraselular kembali ke arah normal. SistemADH-rasa haus
mengalahkan sistem angiotensin II dan aldosterone dalam mengatur konsentrasi natrium pada
kondisi normal. Bahkanpada pasien dengan aldosteronisme primer, yang memiliki
kadaraldosteron sangat tinggi, konsentrasi natrium plasma biasanya hanyameningkat sekitar 3
sampai 5 mEq/L di atas normal.
Dalam kondisi ekstrem, yang disebabkan oleh hilangnya sekresialdosteron secara
menyeluruh akibat adrenalektomi atau padapasien dengan penyakit Addison (gangguan
sekresi aldosterone yang berat atau tidak ada aldosteron sama sekali), terdapatkehilangan
natrium yang sangat hebat oleh ginjal, yang dapatmenimbulkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Salah satualasannya adalah kehilangan natrium yang banyak, pada
akhirnyaakan menyebabkan penurunan volume dan penurunan tekanandarah yang hebat,
yang dapat mengaktifkan mekanisme rasa hausmelalui refleks kardiovaskular. Hal ini
menimbulkan pengencerankonsentrasi natrium plasma lebih lanjut, walaupun
peningkatanasupan air membantu memperkecil penurunan volume cairantubuh dalam kondisi
tersebut.

Jadi, terdapat keadaan-keadaan ekstrem yang mungkinmenyebabkan perubahan


konsentrasi natrium plasma secarabermakna, bahkan dengan mekanisme ADH-rasa haus
yangfungsional. Walaupun demikian, mekanisme ADH-rasa hausmerupakan sistem umpan
balik yang terbaik di tubuh untukmengatur osmolaritas cairan ekstraselular dan konsentrasi
natrium.

Pembentukan Urin

Keterangan :
Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin: fltrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.

1. FILTRASI GLOMERULUS
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai
filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata,
725 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari
seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5
galon) setiaphari. Dengan memperrimbangkan bahwa volume rerara plasma pada
orang dewasa adalah 2,75 liter, maka ha1 ini berarti bahwa ginjal menyaring
keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar
sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah
jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus
berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan
antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.
2. REABSORPSI TUBULUS
Sewaktu filtrate mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat
bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-
bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) kedalam darah ini disebut
reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui
urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung
untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter
direabsorpsi. Sisa 1,5 iiter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dan harus
dikeluarkan tetap berada di urin.
3. SEKRESI TUBULUS
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-
bahan dari kapiler peritubulus kedalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute
kedua bagi masuknya bahan kedalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang
pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang
mengalir melaiui kapiler glomerulus difiltrasi kedalam kapsul Bowman; sisa 80%
mengalir melalui arteriol eferen kedalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus
merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan
mengekstraksi sejumlah tertentu bahandari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di
kapiler peritubulus dan memindahkannya kebahan yang sudah ada di tubulus
sebagai hasil filtrasi.
LEARNING OBJECTIVE 4. FISIOLOGI PENGELUARAN URIN

Miksi ( Berkemih)

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi melibatkan
dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada
dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap
kedua, yaitu adanya refleks saraf disebut refleks miksi yang akan mengosongkan kandung
kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari.
Meskipun refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, refleks ini dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang otak.

 Transpor Urine dari Ginjal melalui Ureter Menuju Kandung Kemih

Urine yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi yang
sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligens; tidak ada perbedaan
komposisi urine yang bermakna selama urine mengalir melalui kalises ginjal dan ureter
menuju ke kandung kemih.

Urine mengalir dari duktus koligens menuju kalises ginjal. Urine meregangkan kalises
dan meningkatkan aktivitas pacemaker yang ada, yang kemudian akan memicu kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang ureter, dengan
demikian memaksa urine mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung kemih. Pada orang
dewasa, ureter normal panjangnya 25 sampai 35 cm (10 sampai 14 inci).
Dinding ureter terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
serta pleksus neuron dan serat saraf intramural sepanjang ureter. Seperti otot polos viseral
lainnya, kontraksi peristaltik pada ureter diperkuat oleh rangsang parasimpatis dan dihambat
oleh rangsang simpatis.

Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area trigonum
kandung kemih, seperti yang terlihat pada Gambar 26-6. Biasanya, ureter berjalan miring
sepanjang beberapa sentimeter ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot
detrusor di dalam kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dengan demikian
mencegah aliran balik (refluks) urine dan kandung kemih ketika tekanan di dalam kandung
kemih meningkat selama miksi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap gelombang
peristaltik di sepanjang ureter meningkatkan tekanan di dalam ureter sehingga daerah yang
menuju kandung kemih membuka dan memungkinkan aliran urine ke dalam kandung kemih.

Pada beberapa orang, jarak yang ditempuh ureter di dalam dinding kandung kemih
lebih pendek dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama miksi tidak selalu
menyebabkan oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya, sebagian urine dalam kandung
kemih didorong ke belakang ke arah ureter, kondisi ini disebut refluks vesikoureter. Refluks
semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika berat, dapat meningkatkan
tekanan dalam kalises ginjal dan struktur medula ginjal, menyebabkan kerusakan di daerah
ini.

Sensasi Nyeri dalam Ureter, dan Refleks Ureterorenal. Ureter banyak dipersarafi oleh
serat saraf nyeri. Bila ureter terbendung (misalnya, oleh batu ureter), terjadi refleks konstriksi
kuat, disertai dengan nyeri hebat. Impuls nyeri juga menyebabkan refleks simpatis balik ke
ginjal untuk mengonstriksi arteriol ginjal, sehingga menurunkan keluaran urine dari ginjal.
Efek ini disebut refleks ureterorenal dan penting untuk mencegah aliran cairan yang
berlebihan ke pelvis ginjal pada keadaan ureter terbendung.
 Refleks Miksi

Seiring dengan pengisian kandung kemih, tampak tumpang tindih kurva


peningkatan kontraksi miksi, seperti yang ditunjukkan oleh kurva berbentuk runcing
terputus-putus. Kontraksi ini dihasilkan dari refleks regang yang dipicu oleh reseptor
regang sensorik di dalam dinding kandung kemih, terutama oleh reseptor di uretra
posterior ketika daerah ini mulai terisi dengan urine pada tekanan kandung kemih
yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke
segmen sakralis dari medula spinalis melalui nervus pelvikus, dan kemudian
dikembalikan secara refleks ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis
dengan menggunakan persarafan yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi miksi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus
terisi, refleks miksi menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor
yang lebih kuat.
Sekali refleks miksi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri." Artinya,
kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang
menyebabkan peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak dari kandung kemih
dan uretra posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks kontraksi kandung
kemih selanjutnya; jadi, siklus ini akan berulang terus-menerus sampai kandung
kemih mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian, setelah beberapa detik
sampai lebih dari semenit, refleks yang beregenerasi sendiri ini mulai kelelahan dan
siklus regeneratif pada refleks miksi menjadi terhenti, memungkinkan kandung kemih
berelaksasi.
Jadi, refleks miksi merupakan siklus yang lengkar; yang terdiri atas (1)
kenaikan tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3)
kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks miksi yang telah
terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih, persarafan pada refleks ini
biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga 1 jam
atau lebih, sebelum terjadi refleks miksi berikutnya. Bila kandung kemih terus-
menerus diisi, akan terjadi refleks miksi yang semakin sering dan semakin kuat
Bila refleks miksi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan
melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini
lebih kuat di dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna,
maka akan terjadi pengeluaran urine. Jika tidak, pengeluaran urine tidak akan terjadi
hingga kandung kemih terus terisi dan refleks miksi menjadi lebih kuat lagi.

 Fasilitasi atau Inhibisi Proses Miksi oleh Otak


Refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, tetapi
dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1) pusat
fasilitasi dan inhibisi kuat di batang otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa
pusat yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapi dapat
berubah menjadi eksitasi.

Refleks miksi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang
lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk proses miksi sebagai berikut:
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks miksi tetap terhambat sebagian,
kecuali bila miksi diinginkan.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah miksi, bahkan jika terjadi refleks miksi,
dengan cara sfingter kandung kemih eksterna melakukan kontraksi tonik hingga
saat yang tepat datang.
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat miksi sakral
untuk membantu memulai refleks miksi dan pada saat yang sama menghambat
sfingter eksterna sehingga pengeluaran urine dapat terjadi.

Pengeluaran urine secara volunter biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-
mula, orang tersebut secara volunter mengontraksikan otot perutnya, yang akan
meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memungkinkan urine tambahan
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior akibat tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan refleks
miksi dan sekaligus menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urine
akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5 sampai 10 ml urine di dalam
kandung kemih.
STEP 7

Kesimpulan

Dari scenario di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang terkena terik matahari
pada suhu panas, dapat menyebabkan keringat karena Fase osmoregulator, perbandingan
suhu tubuh kita dengan lingkungan. Sehingga ketika terkena panas cairan didalam tubuh
mengalami penguapan dan perbedaan suhu lingkungan menimbulkan cairan keluar tubuh
yang menyebabkan hormone adh teraktivasi, mengakibatkan cairan dalam tubuh
terkonsentrasi lebih, ADH akan dihambat. Saat suhu lingkungan naik, hormone ADH yang di
keluarkan banyak. Sehinngga menghambat system kemih. Sistem urinarius berperan penting
dalam metabolisme tubuh dikarenakan zat yang tidak berfungsi bagi tubuh akan di buah
dalam bentuk urin.

DALIL

Al Waaqi’ah Ayat 68

َ‫أَفَ َرأَ ْيتُ ُم ْال َما َء الَّ ِذي تَ ْش َربُون‬

Artinya,

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.


DAFTAR PUSTAKA

 Gray, Basic Anatomy 39th


 Mescher, Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas. 13 th edition
EGC. Jakarta.
 Sherwood L. Fisiologimanusiadariselkesistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012 HAL 557-
9.
 Guyton AC. Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penerjemah : Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2011

Anda mungkin juga menyukai