Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi Malaria Tropika

Malaria Tropika merupakan malaria yang terjadi akibat infeksi plasmodium falciforum. Ketika
eritrosit yang terinfeksi pecah, toksin juga dibebaskan bersama merozoit, yang mengaktifkan
berbagai sitokin pada pasien. Akibatnya adalah demam dan juga (karena metabolisme
plasmodium) hipoglikemia disertai asidosis laktat. Eritrosit yang pecah diuraikan di limpa
(splenomegaly, icterus), dan TNF-a dibebaskan di sumsum tulang oleh sitokin. Hal ini
menghambat eritropoesis, yang memberat anemia.1

Gambar 1: Gejala dan Efek Malaria Tropika


Sumber: Silbernagl S, Lang F.Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi 3.Jakarta : EGC;2016.45p.1

Pada malaria tropika, trofozoit menghasilkan PfEMP1 (Plasmodium falciparum erythrocyte


membrane protein 1), yang menyebabkan eritrosit yang terinfeksi melekat ke endotel dan ke
eritrosit lain (pembentukan bunga mawar [rosette formation] dan aglutinasi) (cytoadherence).
Bersama dengan penurunan kelenturan eritrosit yang terinfeksi, pelekatan ini menyebabkan
penyumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil, yang berujung pada hipoksia iskemik. Hipoksia
dan hipoglikemia adalah penyebab gangguan SSP serius, khususnya pada anak belia.
Hemoglobin yang dilepaskan dalam jumlah masih ketika eritrosit pecah, umumnya tidak terikat
ke haptoglobin dan karenanya terfiltrasi oleh ginjal: hal ini menyebabkan urin terlihat gelap
(“blackwater fever”) dan terkadang gagal ginjal disertai anuria (ketika tubulus ginjal tersumbat
oleh Hb).1
Referensi:

1. Silbernagl S, Lang F.Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi 3.Jakarta :


EGC;2016.45p.

Anda mungkin juga menyukai