Anda di halaman 1dari 3

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian penting yang tak


terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya
pelayanan kefarmasian di Puskesmas yang merupakan sarana kesehatan di
kabupaten/kota. Dengan makin kompleksnya upaya pelayanan kesehatan
khususnya masalah terapi obat, menuntut para farmasis/apoteker untuk
memberikan perhatian dan orientasi pelayanan farmasi kepada pasien
bukan hanya berorientasi pada obat. Salah satu pelayanan kefarmasian
yang penting dan harus dilakukan di Puskesmas adalah Pelayanan
Informasi Obat (PIO). Menurut Julianti dan Widayanti definisi pelayanan
informasi obat merupakan suatu kegiatan untuk memberikan pelayanan
informasi obat yang akurat dan objektif dalam hubungannya dengan
perawatan pasien (Julianti dan Widayanti, 1996).
Di Indonesia pelayanan informasi obat sebenarnya sudah banyak
dilakukan di rumah sakit, maupun di Puskesmas. Namun kebanyakan
informasi obat yang diberikan kurang lengkap. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Baroroh pada tahun 2011 yang melaporkan bahwa pelayanan
informasi obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kota Yogyakarta sudah
terlaksana, meskipun realisasinya belum sesuai dengan target yang ingin
dicapai. Pelayanan informasi obat yang diberikan meliputi, khasiat obat
(84,33%), cara penggunaan obat (99,33%), aturan pakai (99,33%), lama
penggunaan obat (60,33%), efek samping obat (18,00%), dan cara
penyimpanan obat (16,67%). Sedangkan informasi yang tidak
disampaikan yaitu informasi mengenai jadwal pengobatan dan tanda-tanda
toksisitas (Baroroh, 2011). Sedangkan diluar negeri misalnya di United
Kingdom (UK), pemberian informasi obat anastetik dilakukan
menggunakan leaflets, dan Pelayanan informasi obat yang diberikan
meliputi nama obat, cara penggunaan obat, efek yang timbul apabila obat

1 1

Pengaruh Keberadaan Apoteker..., Nur Ardiyati Kamilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2013
2

digunakan, kontraindikasi, dan efek samping yang mungkin muncul dari


obat (Oldman et al, 2004).
Pemberian informasi obat ini sangat penting diberikan kepada
pasien di Puskesmas, karena sebagian besar masyarakat yang datang ke
Puskesmas adalah masyarakat di pedesaan yang memiliki latar belakang
pendidikan rendah, sehingga kemungkinan mereka belum sepenuhnya
mengerti mengenai informasi yang berkaitan dengan obat yang mereka
gunakan. Disinilah dibutuhkan peran apoteker dalam pelayanan informasi
obat agar pasien dapat menggunakan obat secara rasional, dan untuk
mencegah terjadinya medication error pada pasien.
Apabila peran dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan
pelayanan informasi obat dapat dijalankan dengan benar, maka akan
membentuk suatu penilaian di mata masyarakat, penilaian tersebut salah
satunya ada dalam bentuk kepuasan (Nita et al, 2008). Menurut Supranto
sebagai tolak ukur kepuasan atas pelayanan jasa, terdapat 5 dimensi
kualitas jasa yang dinilai yaitu kehandalan (Reliability), katanggapan
(Responsiveness), jaminan (Assurance), empati (Empathy), dan
berwujud/bukti langsung (Tangibles) (Supranto, 2011).
Di Indonesia telah banyak dilakukan penelitian mengenai tingkat
kepuasan pasien terhadap pemberian informasi obat, diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Lidianto pada tahun 2012 yang melaporkan
bahwa sebagian besar pasien di Puskesmas wilayah kabupaten Banyumas
sudah merasa puas dengan pelayanan informasi obat yang diberikan oleh
pihak puskesmas, dengan persentase tingkat kepuasan sebesar 5,3% sangat
puas, 33% cukup puas, 52,8% merasa puas, 6% kurang puas, dan hanya
3% yang merasa tidak puas. Namun untuk Kabupaten Cilacap sendiri
masih sangat sedikit informasi yang bisa diperoleh mengenai pelayanan
informasi obat di puskesmas, salah satunya mengenai tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh pihak
Puskesmas, untuk itu dalam penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh keberadaan apoteker terhadap tingkat kepuasan

Pengaruh Keberadaan Apoteker..., Nur Ardiyati Kamilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2013
3

pasien dalam Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas wilayah Kabupaten


Cilacap, dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis
(IPA). Metode IPA ini digunakan untuk mendeskripsikan perbedaaan
tingkat kepuasan pasien yang terjadi di Puskesmas dengan apoteker dan
Puskesmas tanpa apoteker.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas terdapat permasalahan yaitu :
1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepuasaan pasien dalam pelayanan
informasi obat antara puskesmas yang memiliki apoteker dengan
puskesmas yang tidak memiliki apoteker.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai apakah terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan informasi obat antara puskesmas yang
memiliki apoteker dengan puskesmas yang tidak memiliki
apoteker.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak
Puskesmas dalam upaya peningkatan Pelayanan Kefarmasian, khususnya
Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas sehingga akan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

Pengaruh Keberadaan Apoteker..., Nur Ardiyati Kamilah, Fakultas Farmasi, UMP, 2013

Anda mungkin juga menyukai