Anda di halaman 1dari 2

Agama Islam itu Indah, Tapi Mengapa Umatnya Tidak Seindah itu?

Oleh : Haris Fatwa Dinal Maula

Apakah pertanyaan tersebut sering mengganggu batin kita sehari-hari? Atau bahkan kita
adalah umat yang dimaksud? Jika iya, maka bersyukurlah karena kita masih diberi nurani
untuk tetap berusaha menjaga agama yang damai ini. Berbicara mengenai kedamaian, ia
adalah salah satu dari nilai-nilai universal ajaran agama Islam. Yap, Islam mempunyai nilai-
nilai universal yang dapat dilaksanakan oleh siapapun termasuk orang non-muslim sekalipun.

Sehingga wajar saja jika kita sering melihat daerah mayoritas non-muslim namun nilai-nilai
Islam hidup di sana atau sebaliknya juga bisa terjadi di tempat yang mayoritas muslim tapi
gersang dari nilai ajaran Islam. Lihat saja, bagaimana beberapa negara Timur Tengah masih
bergelut dengan perang dan masih jauh dari kata damai. Sedangkan negara-negara Barat
sedang asyik menikmati serunya Liga Champions 2020 yang akhirnya dimenangkan oleh
klub Jerman, Bayern Munchen.

Kembali lagi, nilai Islam yang lain yang sama esensialnya dengan perdamaian adalah
kebersihan. Kita langsung ambil contoh saja, misalnya kota-kota di Indonesia yang
mendapatkan penghargaan Adipura dalam bidang kebersihan lingkungan, ternyata tingkat
kebersihannya tidak lebih baik dari kota-kota di Australia. Contoh lainnya adalah di bidang
pendidikan, sekolah kita banyak yang berlabel sekolah model, sekolah favorit, sekolah
percontohan, sekolah binaan namun standar kualitasnya masih belum mengimbangi sekolah
di negara-negara Skandinavia. Apalagi sekolah-sekolah kita yang tanpa label spesial yang ada
di pelosok negeri ini.

Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, ungkapan Muhammad Abduh abad 19 silam
sepertinya terasa relevan, ia berkata, “saya pergi ke negara Barat (non-muslim), saya melihat
Islam tapi tidak melihat orang Islam, saya pergi ke negara kaum muslimin, saya melihat
orang Islam tapi tidak melihat Islam”.

Ungkapan Abduh di atas pernah dinilai kontroversial oleh banyak kalangan. Berbagai
argumentasi pun disampaikan baik yang pro maupun yang kontra sebagai bentuk konsekuensi
dari ungkapan tersebut. Bagi yang membantah ungkapan itu mengatakan bahwa Abduh
terburu-buru mengambil kesimpulan, karena agama Islam itu sesuatu yang sempurna adapun
orang Islam yang berbuat tidak Islami itu adalah oknum yang tidak bisa digeneralisasikan.
Jika ingin mengkritisi Islam lihat orang Islamnya jangan lihat ajarannya.

Adapun mereka yang mendukung ungkapan Abduh mereka mengatakan itu sesuatu yang
terjadi secara nyata dan mudah dilihat bahwa konsep Islam itu justru diterapkan oleh non-
muslim seperti bidang pendidikan yang memadai, penegakan hukum yang tegas, perilaku
ekonomi akuntabel dan transparan, komitmen kedisiplinan, menjaga kebersihan dan lain
sebagainya.

Nah, mengapa nilai-nilai luhur Islam ini justru jarang ditemukan dalam diri pribadi-pribadi
muslim? Setidaknya ada beberapa alasan yang mendasari fenomena ini,
Pertama, karena umat Islam tidak mau mempelajari ajaran agama secara keseluruhan. Banyak
yang beranggapan bahwa belajar agama itu hanya orang-orang tertentu seperti ustazd-
ustazdah, santri-santri di pesantren, siswa-siswi di sekolah madrasah, sedangkan yang lainnya
cukup belajar agama seadanya. Padahal jelas dalam hadis disebutkan bahwa “menuntut ilmu
itu diwajibkan bagi semua kaum muslimin”. Ilmu dunia saja dianjurkan, apalagi ilmu agama.
Jadi tidak ada kategori belajar agama hanya orang-orang tertentu.

Kedua, orang Islam yang tidak berperilaku islami mengira bahwa Islam itu hanya
ibadah mahdhah atau yang terdapat dalam rukun Islam saja dan tidak ada hubungannya
dengan muamalah lainnya. Banyak yang ber-syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan
puasa, membayar zakat dan menunaikan haji sebagai rutinitas, sedangkan korupsi dilakukan,
nepotisme tetap terjadi, orang miskin dibiarkan, kebersihan diabaikan, pendidikan hanya
dinikmati sebagian orang, dan banyak lagi ketimpangan yang tidak mungkin disebutkan
seluruhnya dalam tulisan ini. Padahal Islam mempunyai nilai-nilai yang luhur seperti peduli
dan memberdayakan kaum yang lemah, menganjurkan kebersihan, mendorong masyarakat
agar menjadi terdidik, mencintai kedamaian, mendambakan lingkungan (negara) yang penuh
kebaikan dan di bawah ampunan Allah.

Bukankah menjadi orang Islam tidak boleh hanya sebagian saja, namun harus menjalankan
ajaran agama secara keseluruhan. Allah juga sudah menegaskan dalam QS. al-Baqarah: 208

۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬


۟ ُ‫وا ٱ ْد ُخل‬
. . . . ً‫وا فِى ٱلس ِّْل ِم َكٓافَّة‬ َ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh . . “

Artinya bahwa orang Islam jangan hanya diidentifikasi dari identitas ktp saja, namun harus
dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang dianjurkan dalam syariat Islam.
Oleh karena itu beberapa hal yang perlu dilakukan orang Islam agar dapat berperilaku islami
diantaranya adalah belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh, karena dengan memahami
ajaran agama secara komprehensif akan memberi wawasan keagamaan yang luas.

Kemudian berislam dengan murni, karena menuju surga tidak cukup hanya dengan masuk
Islam saja, akan tetapi disertai dengan perilaku islami. Islam tidak mengenal istilah numpang
lewat menuju Surga. Terakhir, memperbanyak ibadah dan amal shaleh dalam artian menjalin
hubungan baik dengan Allah dan makhluknya di alam semesta secara seimbang. Karena rajin
beribadah namun tidak peka dengan kondisi manusia dan alam sekitarnya hanya menjadi sia-
sia, demikian juga sebaliknya.

Perlu dicatat juga bahwa banyak keridhaan Allah yang tercurah akibat perilaku-perilaku
shalih manusia kepada sesama. Sikap manusiawi, sayang binatang, menjaga ekosistem alam,
dan menghormati sesama makhluk. Hal-hal itu adalah tugas seorang khalifah secara individu
seperti yang diamanatkan Allah dalam al-Qur’an. Bagaimana kita bisa mendapat ridha dari
Allah, sedangkan amanah khalifah dari-Nya saja kita salah gunakan. Naudzubillah min dzalik
..

Anda mungkin juga menyukai