Ruang kelas yang cukup ramai karena dosen sedang tidak adadan berakhir pada
tugas yang diberikan oleh asdos saja, samar-samar ada beberapa mahsiswa yang mncibir
dan berkata seperti misalnya, “ Tau gini gua ga usah masuk aja, tinggal titip absen. Anjay lah
udah begadang tugas malah dosen gak masuk. Ya elah sia-sia dong gua mandi, mending tau
gini lanjut tidur aja elah.” Dan masih banyak gerutuan yang lainnya. Namun, kebisingan itu
tak lantas membuat seseorang bergeming dari tempat duduknya yang tengah dalam posisi
tertidur di pojok belakang ruang kelas. Tak di sangka ternyata ada sepasang mata yang terus
menatapnya dengan tatapan sendu.
“Sampai kapan kamu akan terus seperti ini?” Gerutu dalam hati seorang. “Rayya, kenapa
kamu tega sekali memberiu tugas seperti ini, kamu menyebalkan sekali, aku rindu.” Ucapnya
dalam hati sambil menengadah menatap langit-langit ruang kelas.
***
Di dalam kamar yang didominasi warna putih serta barang-barang yang disusun rapi
meski tidak terlalu luas tapi begitu nyaman untuk merebahkan badan setelah begitu lelah
seharian. Suasana yang tenang hingga hampir mendekati hening itu agak menyeramkan
sebenarnya jadi untuk mengalihkannya memutar musik menjadi salah satu jalan ninja.
“Yahhh begini lebih baik, oke kita mulai lagi pembacaan rutinnya, sampek mana kemarin
ya?” terlihat seseorang tangah membolak-balikkan buku berwarana merah muda dengan
sedikit sentuhan gambar mawar putih yang menjadikannya begitu indah. Pikirannya kembali
mengingat masa-masa yang begitu menyakitkan baginya. Wajah yang tadinya ceria perlahan
memuah dan menampilkan kesedihan begitu kental.
Flasback on
Terlihat seorang gadis dengan poni yang menutupi keningnya dan rambut hitam
lurus panjang mengenakan baju rumah sakit tengah duduk di taman rumah sakit sambil
menulis di buku diary miliknya. Wajah yang putih pucat tak menghilangkan kecantikannnya
karena senyum lebar nan tulus terus terukir di bibir ranumnya. Tak disangka ada seseorang
yang tengah mengawasinya dengan tajam dari belakang.
“ Duarrrr.....”
“ Aaaa!!! Kau mengagetkanku.” Pekik kesal Rayya. Sedangkan Ayla hanya terkekeh dengan
amukan sahabatnya itu.
“Lagian sih bengong mulu, kesambet nanti aku yang repot.” Ucap Alya masih tersenyum dan
sedikit mengerucutkan bibirnya. “ Kenapa kau di luar? Udaranya cukup dingin di sini, tidak
baik untuk kesehatanmu Ray.” Ayla memberi nasihat sambil duduk si samping Rayya.
“Kau cerewet sekali Ay, aku baik-baik saja dan udaranya tak terlalu dingin kok.” Balas Rayya
sambil menoel pipi tembem Ayla sahabatnya. “Ehmm... bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya
Rayya sambil menutup buku diary nya.
“ Hufff seperti biasa...membosankan, karena tidak ada kamu. Hei, cepatlah sembuh aku
kesepian tau, kamu gak kasihan sama dedek emes ini.” Rayya hanya tersenyum mendengar
serta melihat tingkah sok menggemaskan dari Ayla.
“Dasar nggak ingat umur, gak imut-imut malah jadi amit-amit.” Balas Rayya dengan
tersenyum namun, sesaat kemudian senyumnya menghilang, entah kemana perginya. “
Ayla, bolehkah aku minta sesuatu padamu?” Tanya Rayya dengan penuh harap.
“Dih, apa ini jangan sok melas Ayla yang imut gemoi ini masih ngambek.” Rayya kembali
terkekeh dengan tingkah Ayla. “Kali ini serius Ay.” Jelas Rayya lagi, mendengar nada berat
dari suara Rayya, Ayla pun mulai menatapnya namun, Ayla tetaplah Ayla tak bisa jika hanya
terus serius itu tidak singkron menurutnya harus ada candaan untuk menghindari yang
namanya kecanggungan. “Hmm, baiklah karena dedek Ayla yang imut gemoi ini baik jdi
katanlah.” Balas Ayla dengan gaya jumawanya. Rayya tersenyum kemudian mengutarakan
keinginannya “Ay, tolong jagalah Aranta.”
Bagai tersambar petir Ayla kemudian terpenjat dari duduknya “Ray, apa-apan kau
ini. Kenapa aku harus menjaganya, dia itu pacarmu. Kau sendiri yang harus menjaga dan
berada di dekatnya. Aku tidak mau, memangnya dia bayi besar macam apa hmm sampai
kawatir sekali, kau bisa terus mengawasinya nanti setelah kau sembuh.” Ayla, sebenarnya
mengerti apa yang dimaksud oleh Rayya tapi, dirinya masih belum bisa menerima kenyataan
itu.
Dengan mata yang berkaca-kaca Rayya masih tetap tersenyum kemudian memegang
tangan Ayla dan menariknya kembali untuk duduk di sampingnya. “Ay, kau tau jelas
bagaimana keadaanku sekarang. Aku ...”
“Tidak, aku tidak tau, yang aku tau pasti hanya kau akan sembuh Ray. Aku tau kau
sahabatku yang kuat. Kau pasti bisa melawan penyakit ini. Jangan menyerah hanya karena
prediksi dokter. Dokter bukan Tuhan Ray.” Tangis Ayla pecah dikala dia mengatakan itu
kepada Rayya. “Memangnya dokter mana yang mengatakan itu pada mu hah, sini biar ku
hajar dulu dasar dokter kutil kuda.” Ucap Ayl kemudian sambil bergaya mengnyingsing
lengan kemeja biru bermotif bunga-bunga kecil yang panjangnya ¾ itu.
Rayya yang semula menangis kini kembali terkekeh geli melihatnkelakuan unik sahabatnya
itu, tapi itu semua ta cukup untukmenutupi perihnya kenyataan. Rayya membuang muka
dan kembali tertunduk air matanya seperti tak mau menuruti perintah otaknya untuk tidak
terus keluar “Ay, siapa yang mau kau bohongi sebenarnya? Penyakit ini sudah begitu parah,
aku bahkan sudah sangat lelah dengan semua obat dan alat-alat itu. Ku mohon mengertilah
keadaanku Ay.” Rayya memohon kepada Ayla sambil menangis dan terus tertunduk. Hening
sesaat di antara mereka. Kemudian Rayya kembali bersuara “ Ayla, hanya kau satu-satunya
sahabat yang aku percaya. Aku tak tau sampai kapan aku akan bertahan Ay, aku mohon
jagalah dia, aku sangat mencintainya.”
Ayla hanya diam dengan terus menahan isak tangisnya, “Kalau kau mencintainya,
kenapa kau menyerah pada penyakitmu Ray, perjuangkan hidupmu dan cintamu.” Tangis
yang sedari tadi coba di bendung akhirnya pecah kembali... kini Ayla memeluk Rayya erat,
begitu pula sebaliknya.
Dalam pelukan yang penuh haru biru itu, Ayla merasakan pelukan Rayya yang mulai
melemah, seketika iya tertegun “ Ray, kau...Rayya!!!” Pekik Ayla dikala melihat Rayya yang
pingsan dengan darah segar terus dari hidungnya. Seketika suster membawa Rayya kembali
ke ruangannya dan dokter segera memeriksa keadaan Rayya. Cukup lama Ayla bersama
kedua orang tua Rayya menunggu dengan perasaan cemas di luar ruang rawat Rayya,
sampai pada akhirnya dokter keluar.
“Bagaimana dengan keadaan anak kami dok ?” tanya Ayah Rayya dengan panik.
“Keadaan Rayya semakin memburuk, kini kita hanya tinggal berdoa dan meinta ke pada
yang di atas. Saat ini obat-obat yang kami beri hanya mampu untuk menghilangkan rasa
sakitnya saja.” Ucap dokter tersebut dengan wajah lesu. Ayla tak serta-merta dapat
menerima apa yang telah dijelaskan oleh dokter, ia lantas pergi etah ke mana, yang jelas ia
ingin lari dari kenyataan yang baginya tak dapat ia tanggung.
Di jalan yang hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang terlihat seseorang
tengah berjalan dengan perasaan hancurnya. “ Tidak boleh, Rayya tidak boleh pergi.”
Cucuran airmata terus keluar dai kedua pupil mata Ayla. Ya gadis itu Ayla, keadaan Rayya
yang semakin membutuk membuatnya tak bisa untuk terus berpura-pura tegar. Di tengan
isakan tangisnya, ponsel Ayla berdering, segara Ayla mengakat telepon tersebut.
“Ha..hallo.” suara Ayla bergtar. “Apa?!, ah iya iya aku akan segera ke sana.” Dengan segera
menghantikan taxi yang kebetulan lewat. Ia segara menyuruh untuk ke rumah sakit tempat
Rayya dirawat.
Ayla baru mendapat kabar bahwa Rayya sedang kritis setelah tadi sempat pingsan.
Ayla terus berdoa dalam hati agar sahabatnya itu tidak akan terjadi apa-apa. Sampai di
rumah sakit, Ayla segara berlari seperti orang kesetanan menuju ruangan Rayya. Terlihat di
sana Ayah Rayya dengan mata yang sudah sangat sembab dan Ibu Rayya yang sudah lemas
dan terduduk di sofa. Pikiran Ayla seketika linglung. Ia tak berani melihat ke arah bangsal
tempat Rayya. “Om, kenapa ini? Kenapa om menangis seperti ini?” tanya Ayla dengan
menahan airmata. Ayah Rayya hanya diam dan menunjuk bangsal Rayya namun di sana
terlihat seperti ada seseorang yang wajahnya sudah ditutupi kain putih. Ayla masih
berusaha mengolah situasai berbagai pikiran berkecambuk di otaknya, “Kenapa kau
menunjuk ke sana om? Di sana tidak ada Rayya, di mana dia? Ah, tentu saja dia di taman
kan? Aku akan memanggilnya.” Ucap Ayla penuh harap.
Ketika Ayla hendak melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut tangannya
ditahan oleh seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah Ibu Rayya. “Sadarlah Ayla,
Rayya sudah pergi.” Satu kata yang keluar dari mulut Ibu Rayya yang langsung membuat
tubuh Ayla lemas, seakan seluruh tulangnya melunak. Kedua kaki Ayla tak dapat lagi
menahan berat tubuhnya. Seketika Ayla jatuh dan terduduk di lantai rumah sakit. Satu
airmata lolos dengan sendirnya dari mata Ayla, kemudiaan disusul bertubi-tubi airmata yang
baru. “Tidak....tidak boleh dong Tan, mana bisa tante bekata seperti itu untuk anak tante
sendiri. Rayya!!!” Ayla segera bangkit dan memeluk tubuh sahabatnya yang sudah kaku
tersebut. Perlahan dengan keberanian dan ketegaran yang tersisaa Ayla membuka kain
putih yang menutup wajah sahabatnya itu. “Rayya!!! Bangun, bangun Rayya, jangan.
Bangun, kau tidak boleh seperti ini. Jangan pergi... Rayya!!!” Teriakan dan tangisan sesak
memenuhi ruang itu.
Flasback off
Ayla segera menutup buku diary itu. Matanya suda basah ketika mengingat kejadian
itu. “kenapa? kau meninggalkan sahabatmu seperti ini hah. Kau jahat Rayya. Kalau kau
bosan mendengarkan ocehanku harusnya kau bilang jangan ngilang kayak doi, kau
menybalkan aku merindukanmu” Isak Ayla dengan berusaha untuk tetap tersenyum iya tak
mau membuat Rayya susah di sana dengan dirinya yang seakan tidak mengihklaskan
kepergian Rayya.
***
“Baiklah, untuk pertemuan selanjutnya kita kan membahas tentang kerja kelompok
kalian. Untuk kelompok, dapat kalian pilih sendiri. Terimakih untuk hari ini.” Ucap Pak
Suyoto mengakhiri kelas. Mata Ayla kembali ke Aranta yang tengah tertidur.
“Apa aku ajak dia sekelompok dengan ku ya?” Tanya Ayla dalam hati. Namun, baru
saja Ayla ingin berjalan mendekati bangku Aranta, ternyata Aranta terbangun dan berjalan
pergi. “ Hufffttt...” hanya desahan kecewa yang kaluar dari mulut Ayla. “ Hei, Rayya, kenapa
kau menyiksaku seberat ini hah, jangankan menjadi temannya, mendekat saja aku tidak
bisa. Kau tau dia sangat dingin, sedingin kutub jika ku bilang...huffft” keluh Ayla menatap
langit dari kaca jendela kelasnya.
Setelaah meninggalnya Rayya, gadis yang sangat ia cintai membuat sikap Aranta
berubah 360 derajat. Dirinya tak lagi tersenyum, Aranta yang dulu ceria, murah senyum,
ramah, dan sangat hangat kini berubah menjadi Aranta yang pendiam, murung, dingin.
Sikapnya yang seperti itu membuatnya kehilangan semua temannya.
Aranta adalah murid yang cerdas, dia selau aktif dan memperhatikan semua
penjelasan dosen dan ia selalu mendapat peringkat pertama. Namun, semua berubah ketika
ia ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh kekasihnya yang bernama Rayya 6 bulan yang
lalu. Aranta memang selalu datang ke kampus namun saat sampai di kelas ia hanya akan
tidur tak mendengarkan penjelasan dosen. Padahal ia sudah sering keluar masuk ruang
konseling tapi, sikapnya sama sekali tidak berubah. Meskipun begitu, dia adalah Aranta yang
sangat cerdas, mesti tak pernah memperhatikan tapi nilai ulanganya selalu bearada di atas.
Sebuah kebetulan atau kita anggap saja takdir Ayla menjadi teman sekelasnya tapi
Aranta tak pernah tau jika Ayla sahabat Rayya, itu semua karena dulu Ayla ketika dulu
***
Di sebuah makam yang terulis nama Park Rayya di atas batu nisan, terlihat seorang
namja (laki-laki) yang tengah menatap kosong foto seorang yongja (perempuan) yang sangat
cantik tengah tersenyum lebar. Ya, yongja itu adalah foto dari Rayya.
Tanpa Aranta sadari Ayla yang tengah bersembunyi melihat semua kegitan yang
tengah dilakukan namja (laki-laki) itu. Ayla tak berniat menampakkan diri ia hanya diam
mematung di tempat persembunyiannya. Setelah kurang lebih 20 menit Aranta pun
beranjak dari posisinya dan pergi dari pemakaman tersebut.
Setelah Aranta pergi baru Ayla yang kini mulai menuju ke arah makam yang sama. Ya
makam sahabatnya Rayya. Ayla tersenyum kamudiam menaburkan mawar ke arah
peristirahatan terakhir sahabatnya itu, “ Rayya, apa kau lihat tadi...dia menyebalkan, bukan?
Dia bahkan tak mengeluarkan satu kata pun. Tapi, aku mengerti tentang hal itu. Rayya,
rasanya aku tak akan bisa untuk memenuhi keinginanmu itu. Begitu sulit untukku mendekati
si kutub itu.” Kini mata Ayla mengarah pada buku diary yang tengah ia bawa.
Flasback on
Isakan tangis seakan menggema ke seluruh ruangan, rasa kehilangan yang mendera
masih belum dapat kering. Terlihat seorang yongja (perempuan) dengan rambur hitam se
bahu dan mata merah akibat terlalu banyak airmata yang ia keluarkan tengah duduk
dibangku taman teras rumah duka sahabatnya. Yongja yang tak lain adalah Ayla yang hanya
terus menatap kosong buku diary yang sekarang sedang dielus halus oleh jemarinya.
Tapi tak lama sebuah mobil sedan berwarana hitam mewah berhenti tepat di depan
rumah, sontak membuayarkan lamunannya. Terlihat seorang namja (laki-laki) yang berlari
dengan mata merah menuju ke dalam rumah duka tanpa memperhatikan Ayla.
Tuan Park ayah Rayya pun perlahan memegang bahu Aranta dan membantu Aranta
berdiri, “Aranta,,,” Dengan duara yang masih bergetar Tuan Park berusaha untuk
menjelaskan keadaan yang terjadi “Aranta-ie, mianheo (maaf) karena tak memberi tau akan
penyakit Rayya. Ini semua adalah keinginannya, ia tak mau kau sedih akan keadaanya.
Jebalyo (ku mohon) ikhlaskan dirinya...” dengan tetap menatap Rayya, Aranta tak
bergeming. “Aniyo (Tidak), dia bukan Rayya ku. Di mana Rayya ku Ajussi? Jebalyo (ku
mohon) siapa saja tolong katakan ini hanya mimpi....” kini Aranta sangat terpukul, akalnya
seperti sudah tidak dapat bekerja, kembali dia menagis dan tak lama ia tertawa putus asa...
“Hei, Rayya...apa kau ingin membalas ku karena selalu membuatmu jengkel oh, Hei...
cepatlah bangun, aku janji setelah ini aku tak akan pergi jauh dan tak akan menjahilimu lagi,
jebalyo (ku mohon) buka matamu yang indah itu, tatap aku. Ji...” belum selasai Aranta
menyelesaikan kalimatnya... Appa (Ayah) Rayya kembali menarik tangan Tenyung untuk
berdiri dan Plakkkk.... sebuah tamparan dari Appa Rayya mendarat di pipi Aranta.
“Sadarlah... Aranta, sadar. Aku tau ini berat, tapi coba lihat...bukan hanya kau yang
kehilangan, kami semua juga merasa kehilangan Rayya, Aranta. Sadar dan bersabarlah ...
biarkan putriku pergi dengan tenang. Dia sudah cukup sakit melawan penyakitnya. Aku tau,
ini salah karena tak memberitaumu sebelumnya tentang keadaan Rayya, jeongmal mianhae
(sungguh aku minta maaf).” Tamaparan tadi seakan mengembalikan kewarasan Aranta. Ia
pun menunduk lesu seraya terus terisak... appa Rayya pun memeluk Tahyung begitu pula
sebaliknya.
Flasback off
Senyum tipis terukir di paras cantik Ayla, “ketika aku melihat hal tersebut...aku
mengerti mengapa kau sangan mencintai Tahyung, karena aku bisa merasakan betapa ia
juga sangat mencintaimu Rayya, bahkan hingga sekarang...kurasa cintanya tak berkurang
sedikitpun untumu.” Kini mata Ayla, kembali menatap nisan Rayya, “ Hei, tapi aku tetap
marah padamu. Kau memberiku tugas begitu berat...aku sampai tak bisa tidur nyenyak satu
tahun belakangan ini. Aku lelah berpikir untuk dapat dekat dengan kutub itu...bantulah aku
Rayya.” Ayla terus mengeluarkan keluh kesahnya pada makam Rayya. Entahlah bagaimana,
meski tak akan pernah ada jawaban tapi, Ayla terus melakukannya dengan senang hati,
“huffftttt...tapi, sesulit apapun itu aku ttak akan menyerah demi mewujudkan keinginan
terakhirmu Rayya.” Ucap lirih dan dengan suara yang agak bergetar dari Ayla. Ia tengah
berusaha untuk menahan tangisnya. “Ah, kurasa aku harus pulang sekarang, aku akan lebih
sering mungunjungimu ne (ya).”
***
Annyeong...(hai), ini aku Rayya... Ketika kau membaca ini berarti aku sudah pergi
sangat jauh, mianhae (maaf) aku tak bisa lebih lama bersamamu.
Ayla-ah, aku merasa sekarang badanku sudah sangat lelah, aku tak tau sampai
kapan akan bisa terus bertahan dengan penykit leukimia ku ini. Aku takut Ayla-ah, aku
sangat takut jika nanti tiba waktuku dan aku tak dapat melihat eomma (ibu), appa (ayah),
kau, dan Aranta. Aku takut, berpisah dengan kelian tapi, aku juga lelah dengan semua ini.
Kembali yang menjadi tujuan ku menulis surat ini, Yarin-ah, kau adalah satu-satunya
sahabaku. Aku sangat percaya padamu, aku mohon anggap ini permintaan terakhirku,
jagalah orang-orang yang ku sayang eomma, appa, dan Aranta. Jangan biarkan meraka
merasa kesepian karena kehilanganku. Aku percaya kau bisa melakukannya Ayla.
Tentang Aranta, aku sedikit takut entah apa yang akan terjadi padanya, aku sama
sekali tak memberi tahu tentanng keadaanku padanya dan mungkin ia akan terkejud ketika
melihat tubuhku yang sudah tak bernyawa nanti. Aku takut dia melakukan hal bodoh. Ayla-
ah, ku mohon beradalah di dekatnya, jaga dia... jadilah salah satu oranng yang spesial
dalam hidupnya. Gantikanlah tempatku di hatinya Ayla-ah. Aku sangat
menyayanginya...dan aku akan lebih tenang bila nantinya yang akan menggantikanku
adalah dirimu, karena aku tau kau adalah seorang yongja (permpuan) yang sangat-sangat
baik.
Oh iya, di buku diaryku ini masih banyak lembaran yang kosong, aku sengaja
membiarkannya kosong. Aku ingin suatu saat nanti kau isi lembaran kosong itu dengan
kisahmu bersama Aranta. Jeongmal gomawo (sunggah terimakasih) Ayla-ah, Saranghaeyo
(aku mencintaimu).
Park Rayya.
Kembali Ayla, membaca tulisan terakhir di buku diary milik Rayya yang kini telah
diberikan kepada Ayla.
***
Bel berbunyi, kelas yang membosankan pun selasai. Kali ini Ayla berusaha untuk
memantapkan diri menuju bangku Aranta. “ Ehmm...Aranta-ssi.” Suara Ayla yang terdengar
agak ragu-ragu tapi, belum mendapat respon dari namja (laki-laki) yang di panggil. “Aranta-
ssi, apa kau masih tidur?” Tanya Ayla memastikan. Kali ini membuahkan hasil, Aranta
bangun kemudian menatap tajam meski hanya sekilas kepada Ayla.
***
Di tengah malam yang begitu sunyi dengan hanya di temani angin yang saling berlari
membawa hawa dingin yang menusuk tulang, terlihat seorang Namja (laki-laki) dengan
badan tinggi, kulit putih pucat, mata tajam dan rambut hitam sengaja agak di panjangkan
berjalan sempoyongan dengan keadaan mabuk. Matanya sangat merah kaeran alkohol yang
ia minum. Ia mulai masuk ke dalam apartement yang sangat sepi miliknya dan dengan masih
membawa sebotol soju ditangannya. Namja (laki-laki) tersebut masuk dengan lunglai hingga
kemudia ia ambruk dan pingsan di apartement miliknya.
***
Ayla ingin pergi dari sana tapi kamudian mendengar sesuatu yang jatuh dari dalam
apartemen Aranta, tanpa pikir panjang Ayla langsung mengetik kata sandi apartement
Aranta kemudian masuk ke dalam. Ayla sangat terkejut akan apa yang ia lihat. “ Aranta!!!”
Pekik Ayla menghampiri Aranta yang terkapar di lantai. Ayla berusaha untuk
membangunkan Aranta dengan menepuk-napuk pipi Aranta pelan tapi tak ada respon.
Dapat Yarin rasakan badan Aranta yang demam. “ Tae... Aranta, bangunlah, Tae...” Ayla
kemudian berusaha mengangkat tubuh Aranta dan memapahnya ke sofa yang berda tak
jauh dari mereka. “Aranta...bisakah kau mendengarku sekarang?” tanya Ayla lagi, masih
sama tak ada jawaban. Yarin beranjak ingin mengambil baskom dan menyiapkan air panas
untuk mengompes tubuh Aranta, tapi belum sempat ia melangkahkan kaki tangan Ayla
sudah di tahan oleh Aranta.
Aranta menarik tangan Ayla hingga Ayla jatuh dan tepat di depan muka Aranta. Jarak
mereka sangat dekat hingga Ayla bisa merasakan hembusan nafas yang keluar dari hidung
Aranta. “Ta... Tae...” Chup ... belum sempat Ayla menyelesaikan kailamatnya Ayla suda
dihadapkan dalam keadaan yang ia tak bisa mengerti sama kali. Ya, tanpa sadar Aranta
mencium Ayla tepat di bibir ranum Ayla. Ayla hanya membulatkan matanya shok... Detik
selanjutnya Ayla tersedar dan menjauhkan dirinya dari Aranta. Ayla memegang bibirnya, dia
menatap Aranta yang masih menutup matanya. Samar-samar Ayla dapat mendengar lirihan
Aranta “ Rayya...bogoshipo (aku merindukanmu), Rayya...jangan pergi...jebalyo (kumohon).”
Di sanalah Ayla sadar bahwa Aranta mengigau dan tak sadar telah mencium dirinya. Tapi
bagaimanapun Aranta sudah merebut firs kiss nya Ayla.
“Oh...eomma (ibu), itu tadi firs kiss ku...” keluh Ayla dalam hati. Ayla mengacak
poninya bingung tapi seketika ia teringat kembali akan keadaan Aranta. Ayla segera bangkit
dan menyiapkan kompres untuk Aranta.
Mata Ayla tak dapat lepas dari paras tampan Aranta yang masih memejamkan
matanya. “Cepatlah sembuh kutub utara.” Bisik Ayla. Kembali Ayla menuju ke dapur
membuatkan bubur dan membuat jus lemon untuk mengurangi rasa mabuk Aranta. Tak
berapa lama Ayla mendengar sura Aranta, segera ia menghampiri Aranta. “Kau sudah
sadar... ah...syukurlah, bagaimana perasaanmu sekarang?” Tanya Ayla dengan terus menap
lekat Aranta.
“Kau, bagaimana kau!!!” nada suara Aranta seketika meninggi dan dirinya hendak
berdiri kerena melihat Ayla di apartement nya. Namun, seketika itu juga kepala Aranta
kembali pusing dan sempat akan jatuh, beruntung Ayla langsung menahan tubuh Aranta
dan membantunya kembali duduk. “Kenapa kau ada di sini oh?!” Bentak Aranta. Ayla
sektika membulatkan matanya sempurna...
“ Hufffttt, dasar namja (laki-laki) tak tau berterima kasih, sudah baik aku tolong.”
Desah kesal Ayla dalam hati. “ Ehmmm... Anu...aku...aku...ah... iya, aku kesini untuk
mengerjakan tugas kelompok kita oh, kau ingat? ” Jawab Ayla dengan terbata-bata sambil
memainkan ujung bajunya dengan jari-jari lentiknya agar dapat mengurangi kegugupannya.
“Sudah ku bilang, aku....” belum selesai Aranta berbicara Ayla menyela “Arraseo (aku
tau), kau tak butuh kelompok tapi, aku butuh. Bagiku mengerjakan bersama itu lebih
menyenangkan daripada sendiri.” Jelas Ayla. Sejenak Aranta tertegun dia tau Ayla tengah
menyindir dirinya yang selalu menyendiri. “Hei!!! Tapi, bagaimana kau bisa masuk ke sini
hah?!!!” pertanyaan itu sontak membuat Ayla gelagapan, tak mungkin Ayla jujur kalau dia
tau tentang sandi apartementnya. “Ah,..itu...aku...aku membuatkanmu bubur, sebentar
akan ku ambilkan untukmu.” Elak Ayla berusa bangun dari duduknya untuk mengambil
bubur, tapi lagi-lagi Aranta memegang tangannya dan memaksa Ayla duduk kembali untuk
menjelaskan bagaimana ia bisa masuk ke apartement. “Jelaskan.!!!” Meski ucapan Tehyung
singkat, tapi siapa saja yang memdengarnya pasti merasa seperti sedang berada di tengah
hujan dengan banyak petir. Suara Aranta yang begitu berat dan jujur seksi didengar dan
ditambah tatapan tajam dan dalam membuat hati Ayla tak berhenti berdetak tak beraturan.
Seperti sengatan listrik, bibir Ayla kaku dan tergagap... “Aku...aku...itu....anu...” Ayla belum
bisa, menyesuaikan detak dan pikirannya untuk merucap. “Apa!!!” Bentak Aranta, sedikit
tertahan dengan tetap memandang tajam Ayla. “Ka...kau...kau lupa menutup pintumu.”
Jawab Ayla lega. “Mwo (apa)?” Tanya Aranta dengan bingung sambil perlahan melepas
tangan Ayla. “Ne (ya)... kau kemarin pasti sedang mabuk, kau pulang dengan keadaan
mabukmu. Aku datang ke sini ingin mengerjakan tugas, aku sudah memencet bel berkali-kali
tapi tak ada jawaban, aku hendak pulang tapi aku mendengan sesuatu yang pecah, aku
kembali dan ternyata kau tak menutup rapat pintu apartentmu jadi aku bisa masuk. Aku
melihatmu pingsan dan botol sojumu yang pecah.” Jelas Ayla secara gamblang, walau
sebagian itu bohong. Setelah mendengar penjelasan Ayla Taehyunng diam dan Ayla
bergegas menuju ke dapur mengambil bubur untuk Aranta, sebelum Aranta nantinya
melontarkan lebih banyak pertanyaan pada dirinya.
Tak lama Ayla pun datang dengan nampan di tanganya yang terdapat bubur, air
jeruk nipis (untuk mengurangi alkohol) serta air putih, dan obat yang sebelumnya telah ia
beli di apotek ketika Aranta pingsan. “Cha (nih), sekarang makanlah dan setelah itu minum
obatmu ne (ya).” Ucap Ayla sambil menyodorkan mangkok buburnya kepada Aranta. Entah
kenapa kali ini Aranta menuruti perintah Ayla tanpa ada bantahan. Ayla tersenyum tipis
melihat Aranta. Kini senyum Ayla kembali fokus pada bibir seksi milik Aranta, ia kembali
teringat pada kejadian itu. “Omona (astaga)...apa yang kau pikirkan Jung Ayla. Hei pabboya
(bodoh).” Gerutu Ayla dalam hatinya. Seketika ia menjadi sangat canggung dan salah
tingkah di hadapan Aranta. “Apa dia tidak mengingat atau merasakannya ya?” Tanya Ayla
penasaran dalam hati. Aranta yang menyadari perubahan sikap Ayla kemudian bertanya. “
Hei, kau kenapa?” sontak pertanyaan tiba-tiba itu membuat Ayla kembali gelagapan.
“Wae...(kenapa)?” Tanya Ayla balik. Aranta mengerutkan dahinya “Dasar yongja (gadis)
aneh.” Pernyataan itu membuat Ayla terbelalak...” Mwo (apa)!!!” pekik Ayla, tapi Aranta
hanya fokus pada makanannya. “Ya dasar namja (laki-laki) kutub utara.” Balas Ayla sinis,
yang kemudian mendapat balasan tatapan tajam dari Aranta. Melihat itu Ayla segera
menyibukkan diri dengan membuka leptopnya yang ia bawa tadi dan buku kuliahnya.
“Apa yang sedang kau lakukan?” Tanya Aranta singkat. Ayla yang mendengarnya
kemudian menjawab tanpa memalingkan wajahnya pada layar leptopnya “ mengerjakan
tugas, kau cepat habiskan saja buburmu dan minum obatmu setelah itu istirahat.” Jawan
Ayla dengan suara halusnya. “Kau bilang tak suka mengerjakan sindiri, lalu sekarang apa
bedanya itu hah?” sindir Aranta. Ayla hanya tersenyum tipis kemudian menatap mata
Aranta “Kata siapa aku mengerjakan sendirian, aku mengerjakan tugas ini dengan kau
temani. Aranta-ie, kerja kelompok tak hanya dilihat dari seberapa banyak orang dalam
kelompok itu ikut membuat tugas, bagiku dengan kehadiran orang tersebut yang ikut
menemani saat aku membuat tugas sudah lebih dari cukup. Setidaknya dengan begitu aku
tau aku tidak sendirian.” Jawab Ayla masih tetap tersenyum. Mendengar itu Aranta hanya
menghembuskan nafasnya kasar. “ kemarikan buku mu.” Titah Taenyung dengan menunjuk
buku Ayla. “ Kau yang mengetik dan aku yang akan mencari materi di buku ini. Ku rasa itu
adil.” Jelas Aranta melanjutkan. Ayla hanya tersenyum ia mengerti satu hal baru dari diri
Aranta, meski dia terlihat dingin tapi dia adalah namja (laki-laki) yang memiliki jiwa
tanggung jawab tinggi.
Ayla segera memberikan bukunya kepada Aranta, “Tapi sebelum itu, selasikan
makanmu dan cepat minum obatmu oh.” Ayla kembali mengingatkan Aranta. Aranta hanya
berdehem sebagai jawaban iya.
Cukup lama mereka mengerjakan tugas tersebut dengan segala keheningan yang
melanda dan keheningan itu hanya terpecah beberapa kali oleh instruksi Aranta yang
memberi materi kemudia diketik oleh Ayla. Hingga sampai pada akhirnya perut Ayla
berbunyi menandakan ia lapar. Aranta yang mendengarnya hanya menatap Ayla dengan
tatapan mengejek. “ Hei, berhenti melihat ku seperti itu.” Pekik Ayla menutupi rasa
malunya. Aranta menyodorkan ponselnya kepada Ayla “Pesan makanan sana.” Perintah
Aranta acuh tak acuh, tapi Ayla dapat merasakan ketulusan hati Aranta. “Ah...aniyo (tidak),
untuk apa memesan buang-buang uang saja, aku akan membuat pancake saja, ku lihat tadi
di lemasi es mu terdapat berbagai bahan untuk membuat pancake. Ah... mianhae (maaf)
aku membuka lemari es mu tanpa izin.” Ucap Ayla sambil tertunduk. “Hmmm...Gwaenchana
(tak masalah).” Ucap Aranta singkat. “Ah.. gomawo (makasih), aku akan membuat pancake
nya sekarang. Kau tau aku sangat pandai membuat pancake oh.” Ucap Ayla sedikit
menyombongkan diri dan berjalan menuju dapur. Aranta hanya diam sambil sesekali
mengangguk.
“Cha (ini)...pancake ala Jung Ayla sudah siap.” Kata Ayla sambil meletakkan
pancakenya ke atas meja. “Makanlah.” Lanjut Ayla. Aranta meletakkan bukunya dan
mencicipi pancake buatan Ayla. Ayla melihatnya dengan lekat “Bagaimana?” tanya Ayla
penuh harap. “Hmm...” jawab Aranta dengan berdehem dingin tanpa ekspresi. Jelas saja itu
membuat Ayla jengkel “Aish (sial)...aku sudah susah memasaknya dan dia hanya
mengatakan hmm saja, dasar kutub utara.” Keluh Ayla kesal dengan suara pelan tapi
ternyata masih terdengar oleh Aranta. “ Mwo (apa) ?” Aranta memekik pelan kepada Ayla.
“Oh...andwae (tidak ada).” Jawab Ayla singkat sambil mengrucukkan bibirnya karena ia
masih merasa kesal. Aranta melihat itu kemudian tersenyum singkat...tapi, senyumnya
ternyat di ketahui oleh Ayla. “Omona... Daebak (Astaga...itu sangat bagus), pertahankanlah
seperti itu Aranta-ssi.” Kata Ayla semangat, dia baru kali ini melihat senyum Aranta selain
hanya dari foto yang di perlihatkan oleh Rayya. Jantung Ayla kembali terserang, ia sangat
terpukau akan senyuman manis itu meski hanya singkat. Sayangnya, setelah Aranta
mendengar pujian Ayla ia langsung memasang kembali muka dinginnya. “ Hei, apa ini? Wae
(kenapa) kau kembali pada muka es mu itu oh? Aish kau ini sangat aneh.” Pernyataan Ayla
hanya mendapat tatapan tajam dari Aranta. “ Wae (kenapa) ? Wae? Menatapku seperti itu
oh, kau memang namja (laki-laki) aneh. Banyak orang di luar sana berusa untuk tersenyum
hanya untuk menutupi kesedihannya, tapi kau...ah, apa-apaan ini...kau menyembunyikan
kebahagiaan mu dibalik wajah dinginmu itu.” Sadar sepertinya Ayla sudah terlalu banyak
berbicara dan kelewatan ia jadi salah tingkah dan segera membereskan barang-barangnya
“Ah... Aranta-ssi, sepertinya aku sudah sangat lama di sini, aku pulang dulu ya, jangan lupa
minum obatmu, kita lanjutkan tugas ini besok ne (ya)...” Ayla segera keluar dari apartement
Aranta dengan terus ditatap tajam oleh namja (laki-laki) itu.
***
***
“Turun.” Perintah Aranta kepada Ayla ketika mobilnya sudah sampai di sebuah
Restoran bintang lima. Tanpa berniat untuk membantah Ayla pun turun, kemudian berjalan
mengikuti Aranta masuk ke Restoran. “ Aranta-ssi, kenapa kau membawa ku ke sini?
Makanannya sangat mahal, lebih baik kita ke cafe atau pedagang kaki lima saja jika hanya
ingin makan.” Bisik Ayla. “ Sudahlah nikmati saja makanannya.” Jawab Aranta acuh.
Mendengar jawaban itu, Ayla hanya mengangguk pelan dan mengerucutkan bibirnya.
“Mianhae (maaf) karena telah menciummu kemarin.” Pernyataan itu jelas membuat
Ayla langsung tersedak. “Uhuk...uhuk..uhuk...mwo (apa)?” Pekik Ayla, hal tersebut jelas
membuat orang-orang yang ada di sekitar meja mereka memperhatikan. Aranta hanya
memasang muka datar tanpa ada rasa bersalah. “ Jadi, ia tau.” Deru Ayla dalam hati.
“Ottoke (bagaimana ini)?” Tanya Ayla kembali dalam hati. “ Hmm...” Hanya itu yang keluar
dai mulut Aranta. Seketika Ayla langsung menjadi salah tingkah ia bingung harus bagaimana.
“Cepat makan, setelah itu kita pergi.” Titah Aranta lagi. Ayla masih bingung dia hanya
mengguk pelan.
Flasback on
Jangan salah, Aranta tau jelas apa yang ia lakukan. Meski saat itu ia tak sadarkan diri,
tapi ia jelas merasakan bahwa ia mencium seseorang. Aranta sebenarnya sama kagetnya
seperti Ayla ketika ia menyadari perbuatannya itu. Namun, kemarin Aranta masih diam
karena melihat Ayla yang sepertinya sudah sangat lelah karena sudah merawatnya kemarin.
Aranta sebenarnya sangat bingung harus bagaimana untuk meminta maaf kepada
Ayla. Hari ini setelah kelas usai kebetulan Ayla menanyakan tentang tempat untuk
mengerjakan tugas, Aranta berniat untuk mentraktir dan membelikan apa saja yang Ayla
inginkan sebagai penebusan atas rasa bersalahnya. Pertama-tama Aranta mengajak Ayla
untuk makan di restoran bintang lima.
Flasback off
Selesai makan, Aranta kembali menarik Ayla masuk ke dalam mobilnya dan pergi ke
butik ternama. “Turun.” Perintah Aranta seperti tadi. “Hago sipii anh-ah (tidak mau).” Tolak
Ayla dengan tetap diam di posisinya menatap ke arah depan. Bukannya Ayla marah akibat
pernyataan ciuman itu, hanya saja ia tak enak hati kepada Aranta dan dari tadi dia terus
bertanya kemana sebenarnya Aranta membawa dirinya pergi dan tak pernah di jawab, itu
membuat Ayla kesal. Aranta turun dan membuka pintu mobil di sebelah Ayla dan menarik
tagan Ayla peksa untuk keluar dari mobil. “ Lepas Tae...!!!” Ayla berusa meronta tapi, apa
daya ia kalah kuat dari Aranta.
Sampai di dalam butik Aranta baru melepaskan tanganya, Ayla langsung memegangi
pergelangan tangannya yang sakarang sudah memerah akibat cengkraman Aranta. Seakan
acuh tak acuh dengan kejadian itu, Aranta menyuruh Ayla untuk memilih baju apapun yang
ia suka dan seberapa banyak pun itu. Bukannya senang atau segera memilih baju Ayla malah
makin menatap Aranta tajam. “Apa maksudmu dengan semua ini hah?!!!” bentak Ayla yang
sudah tak dapat menahan emosinya. Bukannya langsung menjawab Aranta malah
tersenyum sinis “ Bukankah ini memang tujuan awalmu, ini kan yang kau mau Ayla-ah.” Ayla
semakin tak mengerti dibuatnya “Tujuan apa?” tanya Ayla tetap menatap tajam Aranta,
sekilas ia takut Aranta sudah tau akan diary itu. “ Kau sengaja mendekatiku hanya untuk
semua ini, bukan? Untuk kepuasan dan harta...” Plakkkk... Tangan Ayla mendarat tepat di
pipi Aranta menyisakan bekas merah di sana. Butiran hangat tak dapat ditahan untuk keluar
dari pelupuk mata Ayla. Hatinya sakit, sangat sakit. “Kau merendahkanku Tae.” Ucap Ayla
dengan suara yang mulai serak akiabat tangisnya. “Aku tau aku bukan orang dari golongan
atas, tapi kau tak berhak untuk menganggapku serendah itu hingga aku harus mendekatimu
hanya untuk meminta ini dan itu atas hartamu. Aku tau diri akan posisiku Tae. Dan bahkan
sedikit saja aku tak pernah berpikir ke arah sana karena...” sejenak omongan Ayla berhenti,
rasanya di dalam tenggorakannya merasa tercekat “Karena semua itu adalah keinginan
terakhir Rayya.” Kalimat terakhir sontak membuat Aranta tersentak, hatinya meronta. “Apa
maksudmu?! Bagaimana kau mengenal Rayya?!!!” Ayla tak menjawab ia hanya
mengeluarkan buku kecil berwana merah muda dengan hiasan gambar mawar putih di
atasnya. Ya itu buku diary Rayya yang telah diberikan kepada Ayla. Ayla memberikan buku
itu kepada Aranta, kemudian berlalu pergi tanpa sepatah kata pun. Hatinya sudah terlalu
sakit untuk berada di dekat namja (laki-laki) itu. Aranta masih berdiri diam, seakan otaknya
mati kerena terlalu shok.
***
Sebenarnya tak pernah terbesit bahwa Ayla adalah seorang yongja (perempuan)
rendahan di mata Aranta. Aranta ingin meminta maaf atas kejadian ciuman itu tapi ia tak
tau bagaimana caranya. Emosinya juga mulai memburu di kala Ayla terus membantah dan
meronta tak ingin masuk ke butik, hingga tanpa sadar Aranta mengatakan hal tersebut
karena terdorong atas gengsinya.
Di lain tempat...Ayla yang saat ini tengah memeluk kedua lututya dan
membenamkan wajahnya yang penuh airmata itu di sana. Isakan demi isakan masih
menghiasi kamarnya sejak sore tadi. Kata-kata namja (laki-laki) yang ia cintai masih
terngiang dia telinganya. Tunggu namja yang dicintai, ya Ayla telah jatuh hati kepada Aranta.
Bukan baru kemarin, tapi ketika saat pertama kali ia melihat Aranta...hanya saja ia selalu
menggapnya adalah sebuah perasaan simpati dan hanya sebuah permintaan terakhir dari
sahabatnya. Tapi, kemarin ia yakin akan perasaannya sendiri, ia memang mencintai Aranta.
Jujur ingin sekali ia mengatakan bahwa ia mencintai Aranta, tapi tak bisa. Rasanya kata-kata
Tahyung yang menggap dirinya sebagai yongja (gadis) rendah seperti membuat
tenggorokannya tercekat.
***
Hari ini adalah date line mengumpulkan tugas kelompok yang di berikan Pak Danu
Gangsa (dosen Namjoon). “ Wahhh...apa mataku tak salah.” Deru Namjoon ketika melihat
salah satu tugas yang sudah menumpuk di mejanya. “ Aranta-ssi, ini adalah awal yang bagus
bagimu, ku harap kau bisa terus mempertahankan sikapmu ini.” Jelas Namjoon menatap
Aranta yang berada di pojok tempat duduknya. Semua yang ada di kelas sontak
memperhatikan Aranta, tapi yang sedang menjadi pusat perhatian hanya diam saja. “Ne,
khamsa mida (Ya, terimakasih)” Semua yang ada di kelas cukup bingung, tapi berbeda
dengan Ayla, ia masih sibuk pada pikirannya sendiri hingga “ Jung Ayla-ssi, kau juga sangat
hebat.” Lontaran kata-kata yang keluar dari Namjoon kali ini masih mendapat perhatian dari
murid-muridnya. Tanpa aba-aba semua langsung mengarah pada Ayla, “Mwo...Wae
(Hah...kenapa bisa) ?” Tanya Ayla dengan muka sangat terkejut, “Dari sekian banyak siswa di
kelas ini, akhirnya kau bisa mendekat dan bahkan satu kelompok dengan Aranta. Aku
memang belum membaca keseluruhan dari tugas yang kalian buat tapi, baru beberapa
paragraf sudah menunjukkan daya tarik yang begitu kuat untuk membacanya sampai habis,
tugas kalian sangat bagus.” Ayla masih dibuat melongo karenanya, setelah kejadian hari itu
Ayla tak pernah bicara lagi dengan Aranta, begitu pula sebaliknya. Ayla hanya mengguk
pelan sambil mengguk lehernya yang tidak gatal dan juga tersenyum kikuk. Dalam hatinya
masih terbesit rasa sakit naum pikirannya meronta penasaran, kenapa Aranta tetap
menuliskan nama Ayla di tugas tersebut.
***
Kelas akhirnya berakhir, semua yang ada di kelas sudah pergi berhamburan keluar,
kini yang tersisa hanya tinggal beberapa mahasiswa yang tengah sibuk pada urusannya
sendiri. Ayla berjalan dengan tergesa-gesa ditaman kampus, tanpa sengaja karena tak
memperhatikan jalan kakinya terantuk batu dan jatuh tepat di atas paving jalan taman.
Karena pada saat itu Ayla menggunakan rok bawahan sebatuas lutut, jadi akibat jatuh tadi
lutunya tergores dan mengeluarkan darah... “Ah...appo (sakit).” Ringis Ayla dengan
memegangi lutunya. “Gwaenchanayo (apa kau baik-baik saja) ?” Seorang Namja (laki-laki)
datang menghampiri Ayla dan membantu Ayla berdiri. “Ah..ne, gwaenchana (ah...iya, aku
baik) Gomawo (terimakasih).” Ucap Ayla masih belum menatap namja yang telah
membantunya.
Mata Ayla membulat sempurna ketika melihat wajah namja tersebut, “ Jimin oppa
(Kak Jimin)!” pekik Ayla dengan muka bingung. Ayla bingung sekaligus bahagia dan tak
percaya akan pemandangan yang tengah berada di hadapannya sekarang. “Apa kau benar
Jimin oppa?” tanya Ayla sekali lagi untuk memastikan. Namja tersebut tersenyum hangat
kemudian mengacak pelan rambut Ayla “Aigoo (oh...astaga), kau ternyata masih
mengenaliku.” Balas namja itu bahagia. Ayla sontak langsung memluk Jimin “Hei, kapan kau
kembali ke sini? Kenapa kau tak memberiku kabar kau akan datang oh? Berapa lama kau
akan di Korea?” Tanya Ayla secara bertubi-tubi, sambil melepaskan pelukannya. “Aigoo,
mana yang harus ku jawab terlebih dahulu jika kau bertanya seperti itu. Ah...sudahlah lebih
baik kita omongkan ini sambil makan dan mengobati lukamu itu. Kajja (ayo).” Ajak Jimin
yang mendapat balasan anggukan dari Ayla.
Tanpa mereka sadari sepasang mata terus menatap tajam ke arah Jimin dan Ayla.
“Siapa namja itu? Apa hubungan Ayla dengan Namja itu? Mengapa mereka tampak begitu
dekat? Apakah dia namja chingu nya (kekasihnya) Ayla?” Pertanyaan itu kini telah
memenuhi isi otak dan hati Aranta. Aranta sedari tadi hanya diam membeku ketika melihat
keakraban antara Jimin dan Ayla. Awalnya Aranta ingin membatu Ayla saat jatuh, tapi
dirinya kalah cepat dari Jimin. Entah bagaimana, tapi ada sesuatu yang mengganjal, rasanya
Aranta tak rela melihat Ayla dekat dengan namja (laki-laki) lain apalagi sampai berpelukan
seperti tadi. Aranta tak bisa terima akan hal yang baru saja ia saksikan. Hatinya sakit tapi, ia
tak tau kenapa bisa sakit. Aranta melajukan mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi
untuk kembali ke apartement, ia tak ingin melihat adegan baru antara Ayla dan namja itu
yang bermesraan.
***
Rasanya masih begitu sumpek dan resah dalam hati Aranta, pikirannya tak pernah
bisa lepas dari Ayla dan bayang-bayangan tentang kejadian tadi masih terukir jelas dalam
ingatan Aranta. “ Ahhhrrr.........” Brakk...Pyarrrr. Aranta melempar ponselnya mengarah ke
vas bunga. Emosi Aranta makin tak dapat terkendali, dirinya bergagas keluar dari
apartement.
Di dalam mobil dengan perasaan yang masih kalut satu-satunya tempat yang ia tuju
adalah tempat biasa untuk dirinya bisa melupakan rasa sakit yaitu Bar. Aranta hendak
kembali untuk mabuk-mabukan berusa menghilangkan Ayla sesaat dari pikirannya. Tapi,
kembali ia teringat dan mendapat bayangan wajah manis Ayla yang sedang tersenyum
hangat padanya. “Arraseo (aku tau), kau tak butuh kelompok tapi, aku butuh. Bagiku
mengerjakan bersama itu lebih menyenangkan daripada sendiri.” Kembali Aranta
mengingat kata-kata Ayla. Tehyung mulai menurunkan kecepatan mobilnya dan tersenyum
tipis mengingat hal itu. Ia segera memutar arah tujuannya, bukan kembali ke apartement
miliknya tapi Aranta hendak pulang ke rumah utama, Ya rumah di mana terdapat ke dua
orangtua yang saat merindukan anaknya yang jarang sekali berkunjung ke sana bahkan
selama satu tahun belakangan ini Aranta hampir tak pernah pulang ke sana.
***
Kelas akan segera di mulai tapi Ayla belum melihat namja (laki-laki) yang selalu
duduk di pojok belakang kelas masuk. “Aish...kau di mana Aranta?” Keluh frustasi Ayla. Dan
akhirnya kelas di mulai tapi namja (laki-laki) itu belum juga menunjukkan batang hidungnya
hingga kelas terakhir selesai. Ayla semakin dibuat kawatir karenanya. Ayla kemudian
menghubungi ponsel Aranta tapi masih sama seperti beberapa manit lalu, ponsel Aranta
sejak pagi tadi tidak aktif. “ Kau di mana Tae... kenapa kau sulit sekali di hubungi.” Tanpa
sadar Ayla mulai meneteskan airmatanya namun, seketika ia langsung menghapusnya dan
memberhentikan taxi dengan tujuan ke apartement Aranta.
Sudah hampir 5 menit Ayla menunggu dan terus berdiri menekan bel apartement
Aranta tapi nihil tak ada jawaban. “Hei, namja (laki-laki) sialan, kau di mana oh, pabboya
(bodoh) awas saja kalau nanti ketemu akan ku tendang pantatmu nanti. Aish... kau di
manaa? Ini membuatku gila.” Tak lama terbesit bayangan pasa saat pertama kali ia ke
apartement Aranta, ia tak mau sampai Aranta seperti itu lagi. Tanpa pikir panjang Ayla
kembali menekan kata sandi apartement Aranta. Terbuka Ayla segera masuk... tapi, di
dalam sana Ayla tak menemukan keberadaan Aranta, ia hanya melihat vas bunga yang
pecah dan menemukan ponsel Aranta yang mati. Jelas hal itu membuat Ayla semakin keras
mengeluarkan airmatanya, “Pantas saja kau tak bisa dihungi. Apa yang terjadi padamu
Aranta, kau dimana, apa kau baik-baik saja sekarang?” Ayla terus menagis. Kakinya lemas
tak dapat menopang berat tubuhnya, saat ini ia terjatuh dan duduk di lantai sambil terisak
menangis.
***
Matahari yang bersinar hangat pagi itu tetap tak bisa menghangatkan dinginnya
keadaan hati Ayla yang terus dirundung hujan kebimbangan. “Apa dia benar menunggu ku?
Apa yang seharusnya ku pilih? Haruskah aku datang dan menyerah pada hatiku atau aku
tetap tinggal menuruti otakku?” Waktu seakan berjalan begitu cepat bagi Ayla, meski masih
dalam keresahan, ia berharap dapat untuk mengehentikan tentingan jarum jam agar ia
dapat memilki lebih banyak waktu untuk berpikir. Ayla hanya mondar-mandir di kamarnya,
sesekali ia duduk dan kembali merenung menatap langit dari balik kaca kamarnya.
Seorang namja (laki-laki) dengan begitu sabar menunggu di tepi sungai Han sambil
terus memegang sebuket mawar merah di tangannya. Pemandangan indah dan
menenangkan yang ada di sungai Han belum dapat membuat hatinya tenang. Detak
jantungnya terus menderu tak beraturan menunggu seseorang yang entah akan datang atau
tidak, tapi dengan percaya pada apa yang ia rasakan tulus untuk orang yang ia tunggu
membuatnya tak pernah mengeluh. Baginya waktu berjalan terlalu lambat, tapi harapan tak
pernah luntur dari hati dan tatapan Aranta meski ia telah menunggu hampir satu hari
penuh.
Waktu terus merangkak, cuaca berubah dengan drastis. Kini terlihat awan mendung
menghiasi langit. Aranta mendongakkan kepala ke atas, kembali ia meneguhkan hatinya
bahwa Ayla akan datang.
Di dalam kamar Ayla bahkan hampir ta menyentuh makanan atau minuman ia terus
memikirkan Aranta. Matanya menatap langit yang tak bersahabat. “Mendung, tidak
mungkin Aranta masih menungguku sampai saat ini, kan? Aniyo (tidak). Ah, tapi bagaimana
jika ia masih di sana?” Duarrrrr.... Suara gemuruh dan petir yang saling bersautan “Aish ini
membuatku gila.” Ayla bergegas keluar dari kamarnya dan mengambil payung serta
mantelnya. Segera ia lari keluar memastikan bahwa Aranta tidak bodoh dengan terus
menunggunya. Seorang namja (laki-laki) yang sedari tadi duduk diam meamainkan
ponselnya dibuat bingung oleh sikap Ayla. Karena panasaran ia pun akhirnya mengikuti Ayla.
“Hei, michyeosseo (apa kau gila)? Kenapa kau masih ada di sini hah, kenapa kau
benar-benar menunggu ku?” Teriak Ayla pada namja (laki-laki) yang tengah berdiri di tengah
hujan di pinggir Sungai Han, dengan buket bunga mawar yang cukup berantakan akibat
terkena hujan. Air mata Ayla mencelos keluar, dengan cepat Ayla memayungi Taeyung dan
melepas mantelnya untuk dipakaikan kepada namja tersebut yang sudah sangat pucat
mengigil.
Aranta tersenyum tipis kemudian memberikan buket bunga mawar itu kepada Ayla,
“Aku tau kau pasti datang.” Kata Aranta kemudian memeluk Ayla yang masih memegangi
payung. “Dingin Ayla-ah...biarkan aku memelukmu.” Ayla hanya berdiri mematung, cukup
lama ia tak bereaksi namun tangan kirinya yang masih memegang buket bunga seperti
memilki otak sendiri dan kemudian membalas pelukan Aranta dan tangan satunya tetap
setia memegangi payung untuk Aranta. Merasakan balasan pelukan Ayla, Aranta semakin
erat memeluk tubuh Ayla “Saranghaeyo Ayla-ah (Aku mencintaimu Ayla).” Ucap Aranta
pelan tapi tetap dapat di dengar Ayla. Mendengar itu Ayla tak dapat menahan airmatanya
“Nado...(aku juga), nado saranghaeyo (aku juga mencintaimu).” Aranta melepaskan
pelukannya kemudian menatap mata Ayla lekat, “Jangan tinggalkan aku, kau adalah hal
yang sangat berharga, kau separuh hidupku, i love you, I need you.” Ucap Aranta sambil
menangkup wajah Ayla dengan kedua tangannya. “Dan kau, sebuah adalah penyeimbang
untuk hatiku yang sangat sunyi dan panas. Kau menetralkan perasaanku dengan sikap dingin
yang penuh perhatian. I love you too, I need you too.” Balas Ayla tersenyum dan tetap
menatap lekat Aranta. Aranta mendekatkan wajahnya ke wajah Ayla, Ayla mulai dapat
merasakan hembusan nafas Aranta, perlahan Ayla menutup matanya begitu juga Aranta,
dan...Chuppp...Bibir Aranta tepat menyentuh bibir pink Ayla. Ayla menurunkan payung yang
tadi ia pegang, kini hanya ritikan hujan yang menghiasi suasana di pinggir Sungai Han
dengan Aranta dan Ayla yang masih saling berciuman. “Ehmmm...” Suara deheman dari
seseorang membuyarkan suasana romantis tersebut. Aranta dan Ayla mengalihkan
perhatiannya kepada asal suara tersebut “ Oppa (kakak).” Pekik Ayla pada Jimin. “Aigoo,
dongsaeng (adikku) sudah besar rupanya.” Kekeh Jimin mendekat pada Ayla dan Aranta.
“Hei, Jimin oppa (kak Jimin) berhenti menggodaku.” Ayla mengerucutkan bibirnya.
“Aigoo...Arraseo (oh astaga.....baiklah).” ucap Jimin dengan mengacak lembut rambut Ayla.
“Ah...Aranta, kenalkan dia oppaku (kakakku).” Mendengar itu Aranta langsung kaget
“Mwo...oppa (Apa...kakak)?” Ayla terkekeh melihat reaksi Aranta, “Wae (kenapa)? Apa kau
kira dia namja chingu (kekasih) ku?” tanya Ayla menatap Taehyunng hangat. Aranta hanya
diam sambil tersenyum kikuk. “Ah... ini membosankan, Hei Ayla-ah kau membuatku jadi
obatnyamuk di sini. Aku pergi saja.” Kata Jimin sedikit manyun. “Hei, salah sendiri kau tak
berusaha mencari seorang yongja chingu (kekasih).” Ledek Ayla. Jimin pun hanya menjitak
pelan kepala adiknya kemudian kembali berkata “ Aranta, tolong jaga dongsaeng (adik) ku
ini, kalau dia cengeng jitak saja kepalanya. Aku percaya padamu.” Tangan Jimin menepuk
bahu Aranta. “Hei oppa.” Pekik Ayla tak terima. “ Ne Hyung. “Baik kak.” Jawab Aranta
mantap. Jimin kemudian berlalu pergi.
Jimin, Jung Jimin adalah kakak dari Ayla, selama ini Jimin tinggal di Australia karena
ia mendapatkan beasiswa S2 di sana, beberapa hari lalu Jimin kembali ke Korea dan berniat
untuk memberi kejutan kepada adiknya Ayla dengan menjempunya di kampus.
Kini tinggal Aranta dan Ayla lagi, Ayla menatap langit, “Gomawo (terimakasih) Rayya,
aku janji akan selalu menjaga senyumnya seperti ini.” Kata Ayla yang kemudian
memalingkan pandangannya kepada Aranta yang tengah tersenyum menatap langit juga.
“Rayya, kau akan selalu menjadi bagian dari hidupkku yang paling berharga, karena kau
telah memilihkan seseorang yang tepat untukku, gomawo (terima kasih).” Tambah Aranta
yang kini merangkul bahu Ayla.
TAMAT