Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Uraian Tumbuhan

Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) adalah tanaman yang berasal

dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dari Australia.

Berdasarkan morfologi dan anatominya kumis kucing di definisikan sebagai tanaman

semak dengan akar merambat, berdaun sederhana berpasangan berlawanan yang

teratur. Batang dengan panjang 28 cm pada umur 12 hari dan memiliki benang sari

tipis panjang ungu pucat pada bunga.

II.1.1. Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi dari tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Orthosiphon

Spesies : Orthosiphon stamineus Benth.


II.1.2.Habitat Tumbuhan

Tanaman kumis kucing tersebar dari India, Indo-Cina dan Thailand,

melewati Malesia ke daerah tropis Australia. Sebagai tanaman liar, tanaman ini

terdapat diseluruh Malesia, namun keberadaannya jarang di Kalimantan,

Sulawesi dan Maluku. Saat ini tanaman ini tumbuh di Asia Tenggara (di Jawa

sejak tahun 1928), Afrika, Georgia (Kaukasia) dan Kuba. Tanaman kumis

kucing tumbuh secara liar di semak-semak, padang rumput, sepanjang

pinggiran hutan dan pinggiran jalan. Tanaman kumis kucing sering tumbuh

ditempat teduh/ternaungi yang tidak terlalu kering, namunjuga dapat tumbuh

ditempat yang terkena cahaya matahari penuh. Tanaman kumis kucing dapat

tumbuh hingga ketinggian 1000 mdpl (Dzulkarnain et al. 1999)

Tanaman kumis kucing dapat tumbuh dengan mudah di lahan-lahan

pertanian.tanah yang cocok untuk produksi/budidaya kumis kucing adalah

andosol dan latosol. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kumis

kucing adalah >3000 mm/tahun. Kondisi ternaungi akan meurunkan kadar

ekstrak daun sehingga tanaman kumis kucing baik ditanam pada kondisi

terkena sinar matahari penuh. Ketinggian tempat yang optimum untuk

pertumbuhan tanaman kumis kucing adalah 500-1200 mdpl (Dinas Perkebunan

Jawa Barat 2014)

II.1.3.Morfologi Tumbuhan

Tanaman kumis kucing merupakan herba tahuanan, tingginya mencapai 25-

200cm, batangnya segi empat, memiliki sedikit cabang, batang membesar


dibagian bawah. Posisi daun saling berhadapan dan menyilang,berbentuk bulat

teluratau belah ketupat, panjang dan lebar daun 2-9 cm x 1.5-5 cm, pangkal

daun berbentuk baji, pinggir daun bergerigi, tidak mempunyai bulu atau

mempunyai bulu sangat halus, mempunyai jaringan kelenjar; panjang tangkai

daun 0,5-2cm (Dzulkarnain et al. 1999)

Pembungaan berupa pembungaan terbatas yang tersusun berhadapan di pusat

tandan, panjang tandan 7-29 cm. Bunga bergantilan; panjang kelopak 2.5-

4.5mm (mencapai 12 mm saat berisi buah); panjang mahkota 10-20 mm,

berbentuk seperti tabung, berwarna putih atau lilac pucat; memiliki 4 benang

sari yang lebih panjag dari tabung bunga; bakal buah di atas terbagi menjadi 4

yang berbentuk lonjong-bulat telur, panjang buah 1.5-2mm, berwarna kecoklat-

coklatan (Dzulkarnain et al. 1999).

II.1.4.Sifat dan Khasiat

Tanaman kumis kucing mempunyai khasiat untuk penyakit yang

berkaitan dengan saluran urin, hipertensi, reumatik, diabetes mellitus,

peradangan dan elainan menstruasi (Awale, 2003) kumis kucing juga memiliki

kemampuan sebagai antioksidan(Khamsah, 2006)

II.1.5.Kandungan Kimia

Daun kumis kucing mengandung beberapa senyawa kimia antara

lain diterpen, isopimaran-type diterpen (Orthosipones dan orthosiphol),

primaran-type diterpen (neoorthosiphol dan staminol A). Flavonoid, sinensetin,

tetrametil scularetin
II.2. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki struktur inti

C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatic yang dihubungkan dengan 3 atom c, biasanya

dengan ikatan atom o yang berupa oksigen heterosiklik. Senyawa ini dapat

dimasukkan sebagai senyawa polifenol karena mengandung dua atau lebih gugus

hidroksil, bersifat agakasam sehingga dapat larut dalam basa. Pada umumnya

flavonoid ditemukan berkaitan dengan gula membentuk glikosida yang

menyebabkan senyawa ini lebih mudah larut dalam pelarut polar, seperti metanol,

etanol, butanol, etil asetat. Bentuk glikosida memiliki warna yan lebih pucat

dibandingkan bentuk aglikon. Dalam bentuk aglikon, sifatnya kurang polar,

cenderung lebih mudah larut dalam pelarut klorofom dan eter. (Mustarichie dkk,

2011 dan Hanani, 2015)

II.3. Diabetes Mellitus

II.3.1. Definisi

II.3.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

II.3.3. Etiologi dan Patofisiologi

II.3.4. Diagnosis

II.3.5. Gejala Klinis

II.3.6. Faktor Resiko

II.3.7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


II.3.7.1. Terapi Non-Farmakologi

a. Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan

penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan

dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan

lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

1. Karbohidrat : 60-70%

2. Protein : 10-15%

3. Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status

gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya

ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal

(Depkes RI, 2005).

b. Olahraga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga

kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang

dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis dan porsi olah

raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu

olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan

sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Depkes RI, 2005).

II.3.7.2. Terapi Farmakologi


a. Terapi insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita

DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas

penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.

Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat

insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di

dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar

penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir

30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi

hipoglikemik oral (Depkes RI, 2005).

b. Terapi obat antidiabetik oral

1. Meglitinid

2. Biguanida

Contoh obat ini, yaitu metformin, bekerja dengan cara

meningkatkan kepekaan tubuh terhadapinsulin yang diproduksi

oleh pankreas, tidak merangsang peningkatan produksi insulin

sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat hipoglikemia

(Kroon dan Williams, 2013). Metformin tidak memiliki efek

langsung pada sel β-pankreas, meskipun kadar insulin menurun.

Diketahui bahwa efek utama obat ini adalah menurunkan

produksi glukosa hepatic melalui aktivasi enzim AMP-activated


protein kinase dan meningkatan stimulasi ambilan glukosa oleh

otot skelet dan jaringan lemak (Katzung, 2011)

3. Sulfonilurea

Sulfonilurea adalah agen lini kedua yang sering digunakan

untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tidak mengalami

obesitas berat. Obat ini bereaksi langsung ada sel beta untuk

menutup K+ channel ATP sensitive dan menstimulasi sekresi

insulin. Efek samping dari sulfonylurea adalah kemungkinan

hipoglikemi yang tinggi, terutama pada orang tua dengan

gangguan fungsi ginjal, disfungsi hepar dan pasien yang

kecanduan alcohol. Hiperglikemi yang disebabkan oleh

sulfonylurea yang diperparah oleh interaksi dengan berbagai obat

seperti aspirin, oksidase inhibitor dan fenilbutazon. Sulfonylurea

dapat menyebabkan kenaikan berat badan.

4. Thiazolidindion

Golongan ini bekerja dengan cara berikatan pada

peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR-γ),

yaitu suatu reseptor inti di selotot dan sel lemak. Obat ini juga

mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. (Tripliit et al., 2008)

5. Penghambat α-glukosidase
Akarbose dan miglitol secara kompetitif menghambat kerja

enzim (maltase, isomaltase, sukrosa dan glukoamilase) pada usus

kecil sehingga menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat.

Efek dari obat ini adalah menurunkan kadar glukosa postpandrial

(Triplitt et al., 2008)

II.4. Akarbosa

II.5. Moleculer Docking

Moleculer Docking merupakan suatu teknik yang digunakan untuk

mempelajari tentang interaksi yang terjadi dari suatu kompleks molekul.

Moleculer Docking dapat memprediksian orientasi dari suatu molekul ke molekul

yang lain ketika berikatan dengan molekul kompleks yang stabil. Terdapat dua

aspek yang penting dalam moleculer docking, yaitu fungsi skoring dan

penggunaan alogaritma (Funkhouser, 2007).

Bagian pencarian meliputi semua kemungkinan orientasi dan konformasi

dari protein yang dipasangkan dengan ligan. Selain itu, semua kemungkianan

rotasi dan translasi relatif ligan terhadap protein menjadi dasar pencarian.

Kebanyakan program docking menggunakan fleksibilitas reseptor protein. Semua

bentuk konformasi yang diperoleh selama pencarian disebut pose. Saati ini

moleculer docking banyak diaplikasikan di dalam drug design untuk

memprediksian orientasi ikatan antara kandidat molekul drug dengan protein

target sehingga dapat diketahui afinitas dari molekul drug tersebut. Untuk
melakukan moleculer docking, hal pertama yang harus dibutuhkan adalah struktur

tiga dimensi dari lign (drug) dan protein target (Lucientas, 2004)

II.6. Autodock

Autodock merupakan program penambatan molekuler yang efektif yang

secara cepat dan akurat dengan memprediksi konformasi dan energy dari suatu

ikatan antara ligand dan target makromolekul. Autodock terdiri dari dua program

utama, yaitu AutoDock dan Autogrid. AutoDock melakukan penambatan

molekuler ligan protein target dengan sel grid yang telah terdiskripsi.

pendeskripsian ini dilakukan sebelumnya oleh Aurogrid. Untuk memungkinkan

pencarian konformasi, AutoDock membutuhkan ruang pencarian dalam system

koordinat dimana ligan diangap akan terikat (Morris, dkk., 2009)

II.7. Chem Office

ChemOffice adalah sebuah program yang memungkinkan para ilmuwan

dan peneliti untuk menangkap, menyimpan, mengambil dan berbagi data dan

informasi reaksi, bahan dan sifat dari senyawa. ChemOffice professional dapat

digunakan untuk memvisualisasikan dan mendapatkan pemahaman yang lebih

dalam mengenai kolerasi hasil dan aktivitas biologis dengan strukur kimia.

(CambridgeSoft, 2004)

II.8. Hyperchem

Hyperchem merupakan program dasr dalammolecular modeling,

Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk menggambar struktur kimia, optimasi
geometri dengan berbagai macam model perhitungan mekanika molekuler.

Perhitungan mekanika molecular menggunakan medan gaya MM+, AM-BER,

BIO+, atau OPLS, sedangkan mekanika kuantum semiempiris meliputi extended

Huckel, CNDO, INDO, MINDO3, MNDO,AM1, PM3,ZINDO/I, dan

ZINDO/S.Selain itu perangkat lunak seperti ini dapat digunakan untuk menata

kembali molekul dengan memutar atau menggeser posisi molekul tersebut

(Hypercube, 2002)

II.9. Open Babel

Masalah yang sering ditemukan dalam pemodelan komputasi adalah

interkonversi struktur kimia antara format yang berbeda. Open Babel merupakan

suatu program yang digunakan untuk memproses suatu data kimia umumnya

dalam pengubahan format atau representasi berkas senyawa kimia. Open babel

juga menyediakan fungsi mulai pencarian conformer dan penggambaran 2D,

konversi batch, serta pencarian kesamaan dan substruktur (O’Boyle, dkk, 2011)

II.10. Penelitian Relevan

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini, salah satunya berjudul

Senyawa Inhibitor a-Glucosidase dan Antioksidan dari Kumis Kucing dengan

Pendekatan Metabolomik Berbasis FTIR, menyatatakan daun kumis kucing

mengandung senyawa triterpena yaitu asam ursolat, asam oleanolat, asam

betulinat, asam hidroksibetulinat,, a-amirin dan b-amirin dapat menjadi senyawa

inhibitor a-glucosidase sebagai antidiabetes


Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Amzad Hossain (2013)

dengan judul Isolation and Characterization of triterpenes from the leaves of

Orthosiphon stamineus

II.11. Kerangka Konsep

Independet Dependent

Studi in silico senyawa Nilai skor docking senyawa flavonoid dan


flavonoid dari herba akarbosa dengan reseptor a-glucosidase
kumis kucing pada
Reseptor a-glucosidase
menggunakan metode
Molecular Docking

-Senyawa Pembanding
Akarbosa

II.12. Hipotesis

Senyawa Flavonoid dari kumis kucing (Orthosiphon stamineus) memiliki

skor docking lebih rendah dibanding Akarbose pada reseptor α-glucosidase.

Anda mungkin juga menyukai