Anda di halaman 1dari 10

1.

Pancasila dalam sudut pandang Islam

 Negara Indonesia memiliki dasar dan ideologi Pancasila. Negara kebangsaan Indonesia
yang berPancasila bukanlah negara sekuler atau negara yang memisahkan antara agama dengan
negara. Di sudut lain negara kebangsaan Indonesia yang berPancasila juga bukan
negara islam atau negara yang berdasarkan atas agama tertentu (Suhadi, 1998: 114). Negara
Pancasila pada hakekatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan YME.

 Dengan demikian makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila


adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara yang memiliki sifat kebersamaan,
kekeluargaan, dan religiusitas. Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sebenarnya memiliki
keselarasan dengan ajaran Islam sebagai agama mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Sikap
umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dapat dipertanggung
jawabkan sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan keselarasan pancasila dengan ajaran islam
adalah sebagaimana uraian berikut:

1. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.


2. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi syari’at islam.
3. Pancasila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama islam.
a. Ketuhanan Yang Maha Esa. al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan
selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan (misalkan QS. al-
Baqarah: 163). Dalam kacamata Islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun, dalam
pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang disembah.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua ini mencerminkan nilai kemanusiaan
dan bersikap adil (Qs. al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam.
c. Persatuan Indonesia. Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu bersatu dan menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali Imron: 103).
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan. Pancasila dalam sila keempat ini selaras dengan apa yang telah digariskan
al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu
mengajarkan untuk selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan
(Shaad: 20) dan selalu menekankan untuk menyelesaikannya dalam suasana demokratis
(Ali Imron: 159).
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila yang menggambarkan terwujudnya
rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal ini disebutkan dalam surat al-Nahl ayat 90.

Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia (Zahro, 2006:98-99) secara tegas menolak
keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD 1945 merupakan titik awal
penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Mereka memandang UUD 1945 dan
Pancasila tidak sesuai dengan nurani ajaran al-Qur’an.

2. Relasi Agama dalam nila-nilai pancasila

Sebagai falsafah hidup bangsa, hakekat nilai-nilai Pancasila telah hidup dan diamalkan oleh
bangsa Indonesia sejak negara ini belum berbentuk. Artinya, rumusan Pancasila sebagaimana
tertuang dalam alinea 4 UUD 1945 sebenarnya merupakan refleksi dari falsafah dan budaya
bangsa, termasuk di dalamnya bersumber dan terinspirasi dari nilai-nilai dan ajaran agama yang
dianut bangsa Indonesia.

Islam sebagai agama yang dipeluk secara mayoritas oleh bangsa ini tentu memiliki relasi yang
sangat kuat dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat disimak dari masing-masing sila yang
terdapat pada Pancasila berikut ini:

Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketuhanan adalah prinsip semua agama. Dan prinsip keesaan Tuhan merupakan inti ajaran Islam,
yang dikenal dengan konsep tauhid. Dalam Islam tauhid harus diyakini secara kaffah (totalitas),
sehingga tauhid tidak hanya berwujud pengakuan dan pernyataan saja. Akan tetapi, harus
dibuktikan dengan tindakan nyata, seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, baik
dalam konteks hubungan vertikal kepada Allah (ubudiyyah) maupun hubungan horisontal dengan
sesama manusia dan semua makhluk (hablun minan nas).

Totalitas makna tauhid itulah kemudian dikenal dengan konsep tauhid ar-rububiyyah, tauhid al-
uluhiyyahdan tauhid al-asma wa al-sifat. Tauhid Rububiyyah adalah pengakuan, keyakinan dan
pernyataan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pengatur dan penjaga alam semesta ini.
Sedangkan tauhid al-Uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dalam pelaksanaan ibadah,
yakni hanya Allah yang berhak diibadahi dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah (dan
Rasul-Nya) baik dengan ketentuan rinci, sehingga manusia tinggal melaksanakannya maupun
dengan ketentuan garis besar yang memberi ruang kreativitas manusia seperti ibadah dalam
kegiatan sosial-budaya, sosial ekonomi, politik kenegaraan dan seterusnya, disertai dengan
akhlak (etika) yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Adapun tauhid al-asma wa
al-sifat adalah bahwa dalam memahami nama-nama dan sifat Allah seorang  muslim hendaknya
hanya mengacu kepada sumber ajaran Islam, Quran-Sunnah.

Melihat paparan di atas pengamalan sila pertama sejalan bahkan menjadi kokoh dengan
pengamalan tauhid dalam ajaran Islam. Inilah, yang menjadi pertimbangan Ki Bagus
Hadikusumo, ketika ada usulan yang kuat untuk menghapus 7 kata “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”, mengusulkan kata pengganti dengan “Yang Maha
Esa”. Dalam pandangan beliau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid bagi umat Islam. 
(Endang Saifuddin, 1981: 41-44)

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Prinsip kemanusiaan dengan keadilan dan keadaban adalah juga menjadi ajaran setiap agama
yang diakui oleh negara Indonesia, termasuk Islam. Dalam ajaran Islam, prinsip ini merupakan
manifestasi dan pengamalan dari ajaran tauhid. Muwahhidun (orang yang bertauhid) wajib
memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dengan sikap yang adil dan berkeadaban.

Sikap adil sangat ditekankan oleh ajaran Islam, dan sikap adil adalah dekat dengan ketaqwaan
kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Maidah ayat 8,“Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Demikian juga konsep beradab (berkeadaban) dengan menegakkan etika dan akhlak yang mulia
menjadi misi utama diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya, “Sesungguhnya aku
diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Sila ketiga: Persatuan Indonesia

Ajaran Islam memerintahkan agar umat Islam menjalin persatuan dan kesatuan antar manusia
dengan kepemimpinan dan organisasi yang kokoh dengan tujuan mengajak kepada kebaikan (al-
khair), mendorong perbuatan yang makruf, yakni segala sesuatu yang
membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia dan mencegah kemungkaran, yakni segala
yang membawa madharat (bahaya dan merugikan) bagi manusia seperti tindak kejahatan.
Persatuan dan kesatuan dengan organisasi dan kepemimpinan yang kokoh itu dapat berbentuk
negara, seperti negeri tercinta Indonesia.

Sila keempat; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/perwakilan

Prinsip yang ada pada sila keempat ini merupakan serapan dari nilai-nilai Islam yang
mengajarkan kepemimpinan yang adil, yang memperhatikan kemaslahatan rakyatnya dan di
dalam menjalan roda kepemimpinan melalui musyawarah dengan mendengarkan berbagai
pandangan untuk didapat pandangan yang terbaik bagi kehidupan bersama dengan kemufakatan.
Sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia dengan mengedepan nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam sila-sila dalam Pancasila sejalan dengan ajaran
agama. Bahkan pengamalan agama akan memperkokoh implementasi ideologi Pancasila.

Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mengelola negara dengan prinsip keadilan yang meliputi semua aspek, seperti keadilan hukum,
keadilan ekonomi, dan sebagainya, yang diikuti dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat
merupakan amanat setiap agama bagi para pemeluknya. Dalam Islam di ajarkan agar pemimpin
negara memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan apabila menghukum mereka hendaklah
dengan hukuman yang adil. (QS. Nisa: 58)
Dalam kaidah fikih Islam dinyatakan “al-ra’iyyatu manuthun bil maslahah”, artinya
kepemimpinan itu mengikuti (memperhatikan) kemaslahatan rakyatnya. Berarti pula bahwa
pemegang amanah kepemimpinan suatu negara wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat.

3. Pancasila dalam perpektif Islam dan hubungannya

Bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada founding father-nya yang telah menyatukan
kemajemukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak semua negara di dunia
mampu melakukannya semangat nasionalisme mampu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat
dari puluhan ribu pulau, suku bangsa, bahasa, lebih-lebih agama sebagai perbedaan yang paling
mendasar.

Kini, ada satu ancaman baru dengan pudarnya nasionalisme sebagian masyarakat Indonesia
yang ingin merubah tatanan dan ideologi bangsa dengan menginginkan penerapan syari’at Islam
ditengah pluralisme beragama bahkan dengan sistem khilafah. Mereka muncul untuk
menegakkan syari’at Islam dengan membawa simbol mayoritas dan lupa bahwa Indonesia ada,
juga karena adanya agama lain. Padahal pancasila tidak membawa agama, namun mengatur hal-
hal yang berbaur dengan agama.

Sebagai bentuk perlawanan, akhirnya muncul dikotomi antara kelompok Islamis dan
nasionalis yaitu kelompok yang menginginkan penerapan syari’at islam serta membentuk
Indonesia dalam sistem khilafah dan kelompok yang tetap mempertahankan pancasila sebagai
ideologi bangsa. Kelompok islamis seolah-olah merasa tidak kaffah menjalankan syari’at islam
di negara pancasila, demikian pula kelompok nasionalis merasa mengkhianati bangsanya ketika
syari’at islam diformalisasikan di negara pancasila. Padahal islam adalah agama yang syumul
(universal) yang berlaku dalam setiap ruang dan waktu hingga akhir zaman. Demikian pula
pancasila adalah ideologi yang terbangun atas dasar nilai-nilai agama termasuk islam.

Memang, pertarungan dua kelompok ini telah dimulai sejak masa kolonial. Dimana pada
tahun 1930, soekarno versus Natsir telah berpolemik tentang masalah-maslah dasar perjuangan
kemerdekaan dan tentang masa depan bangsa Indonesia. Keduanya adalah tokoh yang
representasi mewakili kelompok nasionalis dan islamis. Demikian pula pasca kemerdekaan, dua
kelompok ini bertarung melalui Piagam Jakarta terutama dalam konsep dasar ideoloi bangsa
yaitu pada kalimat “...dengan berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya” meskipun pada akhirnya berdasarkan musyawarah
dapat diganti dengan kalimat “...berdasarkan ketuhanan yang maha esa”.

Meskipun demikian, kita mestinya tidak menjadikan sejarah pertentangan diatas sebagai
semangat pemberontakan terhadap pancasila ataupun melawan nilai dariajaran islam sebab
mereka telah tuntas dalam satu kesepakatan dengan menjadikan pancasila sebagai azas negara
denan rumusannya yang sempurna seta mengambil nilai dari ajaran-ajaran agama.

Namun, semangat penerapan syari’at islam atas nama mayoritas masih terus mengalir hingga
ke parlemen dan eksekutif dengan lahirnya partai-partai berazaskan islam dan melahirkan
undang-undang serta perda-perda bernuansa syari’at islam. Disisi lain semangat
mempertahankan pancasila sebagai ideologi yang legitimed dan melindungi minoritas pun terus
dilontarkan melalui parlemen dan gerakan-gerakan nasionalisme. Mereka menginginkan
pancasila sebagai harga mati bagi azas negara Indonesia.

Pada dasarnya, islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan sebab keduanya
bertujuan mewujudkan perdamaian di muka bumi. Untuk itu perlu ada rumusan dan diplomasi
baru guna menjadikan keduanya sebagai ruh bangsa indonesia. Indonesia yang dapat membentuk
masyarakatnya dapat berbangsa tanpa merasa berdosa kepada Tuhannya, demikian pula dapat
beragama tanpa merasa mengkhianati bangsanya. Manjadikan agama untuk mengisi pancasila
agar tidak bertentangan secara vertikal kepada Tuhan. Yakinlah bahwa pancasila merupakan
implementasi atau turunan dari ajaran islam melalui ajaran hablun minannas (hubunga kepada
sesama manusia). Begitu pula melalui ajaran persaudaraan sesama manuaia (ukhuwah
basyariyah) dan persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyah).

Jadi, mengamalkan pancasila adalah bagian dari ibadah yang sesuia dengan ajaran islam dan
mengamalkan islam adlaah bentuk pengabdian dan kesetiaan kepada bangsa indonesia.
Sebaliknya, melanggara ketentuan pancasila dapat melanggar nilai-nilai dari ajaran islam dan
tidak melaksanakan islam adalah pengkhianatan kepada bangsa indonesia.

4. Sila dalam pancasila yang berkaitan dengan Ketuhanan


1. Sila pertama, yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa bangsa
Indonesia berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Warga negara Indonesia diberikan kebebasan
untuk memilih satu kepercayaan, dari beberapa kepercayaan yang diakui oleh negara. Dalam
konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min Allah, yang merupakan sendi tauhid dan
pengejawantahan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an dalam beberapa
ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan
Tuhan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 163.

‫رحيم‬ ‫ال‬ ‫رحمن‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫إال‬ ‫ه‬ ‫إل‬ ‫ال‬ ‫د‬ ‫واح‬ ‫ه‬ ‫إل‬ ‫وإلهكم‬


“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q. S Al-Baqoroh:163).”
Dalam kacamata islam, Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia yang disembah.
2. Sila kedua, yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna bahwa
bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat pada pribadi manusia.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas, yakni hubungan antara
sesama manusia berdasarkan sikap saling menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan
menghargai sesama. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah
ayat 8-9.

  ‫أَاَّل‬ ‫ َعلَى‬ ‫ َق ْوٍم‬ ‫ َشنَآ ُن‬ ‫يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم‬  ‫ َواَل‬ ‫بِال ِْق ْس ِط‬ ‫اء‬ ِ ِ ‫ َق َّو ِام‬ ‫ ُكونُوا‬ ‫آمنُوا‬ ‫الَّ ِذين‬ ‫أ َُّيها‬ ‫يا‬
َ ‫ ُش َه َد‬ ‫للَّه‬ ‫ين‬
َ َ َ َ َ
‫الَّ ِذي‬ ُ‫اللَّه‬ ‫ َو َع َد‬ )8( ‫َت ْع َملُ و َن‬ ‫بِ َما‬ ‫ َخبِ ٌير‬ َ‫اللَّه‬ ‫إِ َّن‬ َ‫اللَّه‬ ‫لِ َّلت ْق َو َىو َّات ُق وا‬ ‫ب‬ ِ ِ
ُ ‫أَق َْر‬ ‫ ُه َو‬ ‫ا ْعدلُوا‬ ‫َت ْعدلُوا‬
)9( ‫يم‬ ِ ِ ‫الِح‬
‫ َم ْغ ِف‬ ‫لَ ُه ْم‬ ‫ات‬ ُ‫ َو َع ِمل‬ ‫وا‬
ٌ ‫ َعظ‬ ‫ٌر‬ ‫َج‬
ْ ‫ َوأ‬ ٌ‫َرة‬ َ ‫الص‬
َّ  ‫وا‬ ُ‫آمن‬
َ  ‫َن‬
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al-Maidah:8).
Secara luas dan menyeluruh, Allah memerintahkan kepada orang orang yang beriman,
supaya berlaku adil, karena keadilan dibutuhkan dalam segala hal, untuk mencapai dan
memperoleh ketenteraman, kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu
berlaku adil adalah jalan yang terdekat untuk mencapai tujuan bertakwa kepada Allah.
3. Sila ketiga, berbunyi Persatuan Indonesia bermakna bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang satu dan bangsa yang menegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah
ukhuwah Islamiah(persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insaniah (persatuan sesama umat
manusia). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-
Qur’an Surat Al’Imron ayat 103:

َّ‫فَ أَل‬ ‫أَ ْعـ َداء‬ ‫إٍذْ ُك ْنتُ ْم‬ ‫ َعلَْي ُك ْم‬ ‫اهلل‬ ‫ت‬ َ ‫نِ ْع َم‬ ‫كـ ُرو‬ ِ ِ ِ
ً ُ  ‫ َوا ْذ‬ ‫قوا‬ ُ ‫َت َف َّـر‬ َ‫ َوال‬ ‫ َجم ْي ًعا‬ ‫اهلل‬ ‫ب َح ْب ِل‬ ْ‫واَ ْعتص ُموا‬
 ‫ ِم ْن َها‬ ‫فَأَنْقـَ َد ُك ْم‬ ‫النَِّار‬ ‫ ِم َن‬ ‫ ُخـ ْف َر ٍة‬ َ‫ َش فا‬ ‫لى‬ ِ ِ ِ ِِ ْ ‫فَأ‬ ‫قُلـُوبِ ُك ْم‬ ‫ َب ْي َن‬ ‫ف‬
َ ‫ َع‬ ‫إ ْخ َوان اًَو ُك ْنتُ ْم‬ ‫بن ْع َمته‬ ‫َصبَ ْحتُ ْم‬ َ
}103 ‫عـمران‬ ‫’{ال‬ ‫َت ْهـتَ ُدو َن‬ ‫لَ َع َّلـ ُك ْم‬ ‫اَيَاتِ ِه‬ ‫لَ ُك ْم‬ ُ‫اهلل‬ ‫ ُيبَبِّ ُن‬ ‫ك‬ َ ِ‫َك َذال‬
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian
berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan
maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan
kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah
Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali Imron:103).
4. Sila keempat, berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan/Perwakilan bermakna bahwa dalam mengambil keputusan bersama
harus dilakukan secara musyawarah yang didasari oleh hikmad kebijaksanaan.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan pendapat) dan
syura (musyawarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan
kehidupan dan selalu menekankan musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang
demokratis. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al’Imron:159:

‫ َع ْن‬ ‫ف‬ُ ‫فَ ا ْع‬ ‫ك‬َ ِ‫ َح ْول‬ ‫ ِم ْن‬ ‫اَل ْن َفضُّوا‬ ‫ْب‬ ِ ‫الْ َقل‬ ‫ظ‬ َ ‫غَلِي‬ ‫فَظًّا‬ ‫ت‬ َ ‫ ُك ْن‬ ‫ َولَ ْو‬ ‫لَ ُه ْم‬ ‫ت‬َ ‫لِْن‬ ‫اللَّ ِه‬ ‫ ِم َن‬ ‫ َر ْح َم ٍة‬ ‫فَبِ َما‬
ُّ ‫يُ ِح‬ َ‫اللَّه‬ ‫إِ َّن‬ ‫اللَّ ِه‬ ‫ َعلَى‬ ‫ َفَت َو َّك ْل‬ ‫ت‬
‫ال ُْمَت َو ِّك‬ ‫ب‬ َ ‫ َع َز ْم‬ ‫اأْل َْم ِرفَِإذَا‬ ‫فِي‬ ‫ َو َشا ِو ْر ُه ْم‬ ‫لَ ُه ْم‬ ‫اسَت ْغ ِف ْر‬
ْ ‫ َو‬ ‫ُه ْم‬
)159( ‫ين‬ ِ
َ ‫ل‬
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al’Imron:159).
5. Sila kelima, berbunyi Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia bermakna bahwa negara
Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain
dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90:

‫َي‬ ‫ َوالَْب ْغ ِي‬ ‫ َوال ُْم ْن َك ِر‬ ‫ش ِاء‬


َ ‫الْ َف ْح‬ ‫ َع ِن‬ ‫ َو َي ْن َهى‬ ‫الْ ُق ْربَى‬ ‫ ِذي‬ ‫ َوإِيتَ ِاء‬ ‫ان‬
ِ ‫واإْلِ ْحس‬ ‫بِالْع ْد ِل‬ ‫يأْمر‬ َ‫اللَّه‬ ‫إِ َّن‬
َ َ َ ُُ َ
)90( ‫تَ َذ َّك ُرو َن‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫ِعظُ ُك ْم‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl:90).
Berdasarkan penjelasan di atas, Jelas kiranya bahwa sila sila pancasila merupakan ajaran
ajaran islam. Oleh Karena itu, Negara dan pemerintahan yang berasaskan pancasila tidaklah
bertentangan, tetapi sejalan dengan agama islam. Dengan demikian tidaklah tepat kalau
segolongan kecil umat masih mempertentangkan Negara pancasila dengan al-qur’an.

Anda mungkin juga menyukai