Anda di halaman 1dari 2

FILSAFAT MAKANAN KHAS YOGYAKARTA

“GUDEG”

Diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

yang diampu oleh :

Oleh:

Sontya Marlinda Sari 18050394001

Dewi Puspitasari 18050394030

Shofa Madaniyah 18050394039

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIDIKAN TATA BOGA

2019
BAB III

PENDAHULUAN

A. AKSIOLOGI
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan
itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana
penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan
metode ilmiah dengan kaidah moral?
Terlepas dari seberapa seringnya seorang informan mengkonsumsi gudeg, ini
tidak bisa menjawab pertanyaan mengenai makna gudeg bagi masyarakat Yogyakarta.
Menurut Spradley, “makna sebuah simbol dapat ditemukan dengan menanyakan
bagaimana simbol itu digunakan dan bukan dengan menanyakan makna”.
Dalam keseharian, gudeg bisa dinikmati kapan saja seseorang menginginkannya.
Tidak ada aturan atau tradisi khusus yang mengharuskan gudeg dimakan pada suatu
waktu tertentu. Isinya pun tidak berbeda antara gudeg yang dimakan pada pagi hari, siang
hari, dan malam hari. Hanya terkadang penyajiannya sedikit berbeda, seperti gudeg untuk
sarapan yang kadang disajikan dengan bubur dan bukan dengan nasi seperti biasanya.
Kelima, dari fungsinya, gudeg rupanya memiliki empat kegunaan utama bagi
masyarakat Yogyakarta di kesehariannya, yaitu sebagai 1) comfort food, 2) klangenan, 3)
suguhan, 4) hiburan, dan 5) lauk harian.

B.

Anda mungkin juga menyukai