Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah hidrokel berasal dari bahasa Yunani, yang berarti

pembengkakan yang berisi air ( hidro = air, cele = pembengkakan). 2 Saat ini,

definisi hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara

lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,

cairan yang berada di dalam rongga ini memang ada dan berada dalam

keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh limfatik sekitarnya.1

Menurut penelitian Samiadji dkk (1992) satu dari sepuluh bayi laki-

laki menderita hidrokel. Dan 90 -95% di antaranya, akan menghilang

dengan sendirinya dalam tahun pertama kehidupan.5 Sedangkan pada

dewasa, insiden hidrokel didapatkan pada satu dari seratus laki-laki dewasa.

Hidrokel yang muncul saat dewasa biasanya terjadi setelah dekade kedua

kehidupan6.

Anderson (2007) mengemukakan bahwa, ada dua tipe hidrokel testis,

yaitu tipe primer (idiopatik) dan tipe sekunder (didapat). Pada tipe primer,

hidrokel terjadi akibat defek kongenital pada tunika vaginalis testis.

Sedangkan untuk tipe sekunder, hidrokel disebabkan oleh iritasi pada tunika

vaginalis testis.3 Jika dilihat dari letak kantong hidrokel terhadap testis,

secara klinis ada tiga macam hidrokel yaitu, (1) hidrokel komunikan, (2)

hidrokel non-komunikan, dan (3) hidrokel funikulus.4

1
Pasien dengan hidrokel testis, mengeluh adanya benjolan di kantong

skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran

skrotum dengan perabaan kistik, fluktuasi positif, transiluminasi positif,

Pada hidrokel komunikan, besarnya kantong dapat berubah-ubah dan pada

palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis. Sedangkan pada hidrokel non-

komunikan besar kantong hidrokel tidak berubah dan pada palpasi testis

tidak dapat teraba. Dan pada hidrokel funikulus, besarnya tetap dan testis

dapat diraba.1

Untuk membantu menegakkan diagnosa hidrokel, dapat dilakukan

usg skrotal-inguinal. Dan bila terdapat hidrokel akan didapatkan gambaran

masa kistik mengelilingi testis atau di dalam funikulus. Di kebanyakan

senter di Indonesia hidrokel tidak diperbaiki sampai umur 12- 18 bulan,

karena 90-95% dari semua hidrokel pada bayi dapat menghilang secara

spontan pada bulan-bulan pertama kehidupan. Namun, Anderson (2007)

mengatakan jika hidrokel tidak menghilang secara spontan,atau makin

membesar, dapat dilakukan operasi hidrokelektomi dengan eksisi sesuai

cara Winkelman atau Jaboulay, maupun hidrokelektomi dengan plikasi

sesuai cara Lord.3

Dan melalui referat ini, penulis ingin menjelaskan lebih lanjut

tentang hidrokel. Referat ini disusun sebagai bahan informasi bagi

pembaca, khususnya bagi kalangan medis agar dapat mendiagnosa dan

memberikan penatalaksanaan yang tepat pada kasus hidrokel pada bayi

maupun dewasa.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Ismail Marzuki


Usia : 39 Tahun, 1 Bln, 6 Hari
Alamat : Lawe Sumur Baru, Aceh Tenggara, NAD
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Pendidikan Terakhir : Diploma IV/ Strata I

Agama : Islam
Ruangan : VIP 7, Ruangan Al-Ikhlas
No.RM : 364998
Masuk RS : 23/07/2021

2.2 Anamnesis

A. Keluhan Utama

Benjolan pada kantung zakar sejak ± 4 tahun yang lalu

B. Riwayat Perjalanan Penyakit

Os, Laki-laki, 39 Tahun datang ke RSU Haji medan

diantar oleh keluarga dengan keluhan benjolan pada kantung zakar

sejak ± 4 tahun yang lalu. Pasien mengatakan benjolan dirasakan

tidak nyeri. Benjolan tidak hilang timbul (menetap), Benjolan

dirasakan pasien tidak bertambah besar. Demam (-), mual (-),

3
muntah (-), penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas (-),

penurunan nafsu makan (-)

4
C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Cacar - Malaria - Batu ginjal/saluran kemih

- Gastritis - Disentri - Burut (hernia)


- Difteri - Hepatitis - Penyakit prostat
- Batuk rejan - Tifus - Wasir
- Campak - Hipotensi - Diabetes
- Influenza - Sifilis - Alergi
- Tonsilitis - Gonore - Tumor
- Kholera - Hipertensi - Penyakit Jantung
Demam rematik
- - Ulkus - Asma Bronkhial
akut
- Pneumonia - Pleuritis - Gagal Ginjal Kronik
- Tuberkulosis - Batu empedu - Riwayat Operasi

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keadaan Penyebab
Hubungan Diagnosa
Kesehatan Meninggal

Kakek – – –

Nenek – – –

Ayah – – –

Ibu – – –

Saudara – – –

Anak-anak – – –

2.3 Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit

5
Suhu : 36.7°C

Pernapasan : 20 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), kelopak
mata oedem (-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-),
sekret (-), septum deviasi (-)
Mulut : Tidak terdapat kelainan

B. Leher
Bentuk : Simetris, normal
KGB : Tidak teraba membesar

C. Thorak
Dinding dada : Simetris dalam keadaan statis dan
dinamis

D. Pulmo
Inspeksi : Normal
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri
simetris, massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Kanan : Vesikuler
Kiri : Vesikuler
E. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba di sela iga V

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal;


Murmur (-); Gallop (-)

F. Abdomen
Inspeksi : tanda peradangan (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan perut (-), datar.

6
Perkusi : timpani (+).
Auskultasi : Bising usus (+), normal
G. Ekstremitas

Ektremitas Superior Inferior

Edema - -

Akral dingin - -

Refleks Fisiologis ++ ++

Refleks Patologis - -

F. Status Lokalis

Regio Costovertebrea
- Inspeksi : Bentuk pinggang simetris, benjolan (-)
- Palpasi : Bimanual Ballotement ginjal (-)
- Perkusi : Nyeri Ketok (-)
Regio Supra Pubis
- Inspeksi : Terdapat rambut pubis, tidak ada benjolan
- Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defance Muscular (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+)
Regio Genetalia Eksterna
- Inspeksi : Tampak luka insisi pada daerah scrotum sinistra,
Orifisiu uretra eksterna baik
- Palpasi : Testis teraba dua buah, kanan dan kiri, konsistensi
kenyal.

7
Regio Anal
Tidak dilakukan pemeriksaan

2.4 Pemeriksaan Penunjang

A. Laboratorium Patologi Klinik

Hematologi
No. Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Darah Lengkap
1. Hemoglobin 13.7 10-18 gr/dl
2. Hematokrit 40,6 35-47 %
3. Leukosit 9.10 4-11 ribu/mm3
4. Eritrosit 4.74 4.76-6.95 juta/uL
Index Eritrosit
1. MCV 86 85-123 fl
2. MCH 29 28-40 pg
3. MCHC 34 29-37 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
1. Basofil 0 0-1 %
2. Eosinofil 3 1-3 %
3. Neutrofil Segmen 65 50-70 %
4. Limfosit 25 20-45 %
5. Monosit 8 4-8 %
Hemostasis
1. Masa Perdarahan (BT) 2 1-3 menit
2. Masa Pembekuan (CT) 4 2-6 menit
Kimia Klinik
1. Glukosa Darah AdRandom 72 55-115 mg/dL
Imunoserologi
1. Swab Antigen Rapid Covid-19 Negatif Negatif
2. HIV Non- Non- Reaktif
Reaktif
3. HBsAg Negatif Negatif

B. USG Testis

Hasil :
Testis Kanan : Ukuran Normal, Intensitas Echoparenchym normal, tidak tampak

8
intensitas echocairan maupun gambaran varicocele.
Testis Kiri : Ukuran Normal, Intensitas Echoparenchym normal, tak tampak
intensitas echocairan, maupun gambaran varicocele, tampak lesi anechoic bentuk
oval ukuran 2,2x1,2 cm, kedua epidydimis baik.
Kesimpulan :
Testis kanan dan kiri normal
Kista ukuran 2,2x1,2 cm yang menempel di epydimis testis sinistra

Gambar 2.1 USG Report

C. Foto Thorax
Hasil :
jantung dalam batas normal
Sinus Costophrenicus kanan & kiri lancip
Diaphragma kanan/kiri baik
Corakan Bronchovasculer meningkat

Kesan : Bronchitis Kronis

2.5 Diagnosis Kerja

9
Funicular Hydrocele (s)

2.6 Diagnosa Banding

1. Funicular Hydrocele (s)

2. Kista Epydidimis

3. Ca. Testis

4. Orchitis

5. Torsio testis

6. Hernia Inguinalis

2.7 Penatalaksanaan

a.Tindakan Operatif

1. Hydrocelectomy in toto (s)

Gambar 2.2 Hydrocelectomy in toto

b.Terapi Post Operatif

1) Inj Ceftiaxone 1 gr/12 jam

10
2) Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
3) Inj. Tranexamic Acid 500 gr/ 8 jam
4) Inj. Ketorolac 1 amp/12 jam

2.8 Prognosis

Dubia ad Bonam

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Batu saluran kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan massa
keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran
kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan
uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk
dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein
(Chang, 2009).

3.2 Letak BSK


BSK menurut letak batu di golongkan menjadi batu ginjal, batu ureter,
batu kandung kemih dan batu uretra.
1. Batu ginjal
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada
di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks
ginjal memberikan gambaran yang menyerupai tanduk rusa sehingga disebut
batu staghorm. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah
timbulnya BSK (Muttaqin et al, 2011). Batu yang tidak terlalu besar
didorong oleh peristaltik otot pelvikaliks dan turun ke ureter menjadi batu
ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga
turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil <5mm) pada umumnya dapat
keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter
dan menyebabkan reaksi radang (periureteritis) serta menibulkan obstruksi

12
kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis (Purnomo, 2011).

Sumber : Renaconpharma.com, MedicineNet, Inc.

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal Normal Dan Anatomi Ginjal Dengan BSK

2. Batu Ureter
Batu Ureter Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu
(kalkuli) di ureter. Batu yang terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot
sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter (Muttaqin et al,
2011). Anatomi ureter menunjukkan beberapa tempat penyempitan yang
memungkinkan batu dapat terhenti. Karena peristaltik maka akan terjadi
gejala kolik yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan
atau tanpa muntah dengan nyeri alih yang khas (Sjamsuhidayat et al,1997).

3. Batu Kandung Kemih


Batu kandung kemih atau batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi
pada pasien yang menderita gangguan miksi atau terdapat benda asing di
kandung kemih (Purnomo, 2011). Banyak faktor yang memungkinkan
kondisi batu di dalam kandung kemih. Obstruksi kandung kemih merupakn
faktor yang paling umum menyebabkan batu kandung kemih pada orang
dewasa. Pembesaran prostat, ketinggian leher kandung kemih, dan statis sisa
urin yang tinggi menyebabkan peningkatan kristalisasi (Muttaqin et al,

13
2011). Gejala khas batu kandung kemih adalah gejala gejala iritasi antara
lain: nyeri kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu
kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali
dengan perubahan posisi tubuh (Muttaqin et al, 2011).

4. Batu Uretra
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun
ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu
primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam
divertikel uretra. Angka kejadian uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu
saluran kemih. (Purnomo, 2011).

3.3 Komposisi Batu Saluran Kemih


Komposisi BSK pada umumnya mengandung kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat
yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya batu resudif (Purnomo, 2011).
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari
seluruh BSK. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium
fosfat, atau campuram dari kedua unsur itu (Purnomo, 2011). Faktor
predisposisinya adalah volume urine yang rendah, kadar kalsium urine
tinggi, oksalat urine tinggi, dan sitrat urine rendah (O’Callaghan, 2007). Batu
kalsium lebih sering pada pria, usia awitan rata-rata adalah dekade ketiga
sampai keempat. Sekitar 50% orang yang membentuk batu kalsium akhirnya
membentuk batu lain dalam 10 tahun kemudian. Laju rata-rata pembentukan
batu pada pembentuk batu kambuhan adalah satu batu setiap 2 atau 3 tahun
(Jameson et al, 2013). Basuki (2011), faktor terjadinya batu kalsium adalah :
a. Hiperkalisuria
Yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300mg/24 jam.
b. Hiperoksaluri

14
Yaitu ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan
pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang bayak
mengonsumsi makanan yang banyak oksalat, diantaranya: teh, kopi,
minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna
hijau terutama bayam.
c. Hiperurikosuria
Yaitu kadar asam urat di dalam urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam
urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagi inti batu/nidus untuk
terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine
berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal
dari metabolisme endogen.
d. Hipositraturia
Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium
sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut
daripada kalsium oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagi
penghambat pembentukan kalsium.
e. Hipomagnesuria
Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium okasalat sehingga h ikatan kalsium
dengan oksalat. Penyebab terserius hipomagnesuria adalah penyakit
inflasi usus (inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan
malabsorbsi.
2. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di
antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak
diderita oleh pasienpasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien
yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat

15
urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang
yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit ini. Sumber asam urat berasal
dari diet yang mengandung purin dan metabolisme endogen di dalam tubuh .
Asam urat relatif tidak larut dalam urine sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk
batu asam urat (Purnomo, 2011). Ukuran batu asam urat bervariasi mulai
dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn
yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium
yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat
sehingga seringkali keluar spontan (Purnomo, 2011).
3. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagi batu infeksi, karena terbentuknya batu
ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu ini terjadi akibat
infeksi urine oleh bakteri, biasanya spesies proteus, yang memiliki urease.
Infeksi Proteus kronik dapat terjadi karena terganggunya drainase urine,
instrumentasi atau pembedahan urologi, dan khususnya pada pemeberian
antibioti jangka panjang, yang dapat mendorong dominasi Proteus dalam
saluran kemih. Adanya kristal struvit dalam urine, berupa prisma rektangular
yang dikatakan mirip dengan tutup peti mati, menunjukkan infeksi oleh
organisme penghasil urease (Jameson, 2013).
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin.
Demikian bati xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi
enzim xanthn oksidase yang menkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi
xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang
mengandung silikat (Magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang
berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu
silikat (Purnomo, 2011).

16
3.4 Epidemiologi
a. Orang
BSK pada laki laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini
mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama
pembentuk batu pada wanita lebih rendah daripada laki-laki. BSK lebih
banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60 tahun, pria rerata
43,06 dan wanita rerata 40,20 tahun (Lina et al, 2008). Prevalensi BSK
lebih tinggi pada individu yang mengalami obesitas dan kelebihan berat
badan dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.
Prevalensi BSK pada pria lebih tinggi daripada wanita. Prevalensi BSK
lebih tinggi pada individu kulit putih yang non-hispanik daripada
individu hispanik. Di Amerika Serikat kelompok umur yang paling
banyak menderita BSK terdapat pada kelompok umur 60-69 tahun
(Pearle et al, 2004).
b. Tempat Insidensi dan prevalensi
BSK di setiap negara bervariasi, tertinggi terutama negara kawasan Asia
dan Afrika yang dilalui sabuk batu (Stone belt) yaitu sebesar 4%-20%
dan Indonesia termasuk di dalam daerah sabuk batu itu. Penyakit ini
diperkirakan menyerang 1,4% dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia (Izhar et al, 2007). Di Negara maju seperti Amerika Serikat,
Eropa, Australia, BSK banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas,
sedang di Negara berkembang seperti India, Thailand, dan Indonesia
lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Peningkatan kejadian batu
pada saluran kemih bagian atas terjadi abad-20, khususnya di daerah
bersuhu tinggi dan dari negara yang sudah berkembang. Epidemiologi di
Negara berkembang dijumpai ada hubungannya yang erat dengan
perkembangan ekonomi serta dengan peningkatan pengeluaran biaya
untuk kebutuhan makanan perkapita(Sja’bani, 2010). Prevalensi batu
ginjal umur ≥15 tahun di Indonesia tertinggi di D.I Yogyakarta dengan
prevalensi 1,2%, kemudian Aceh 0,9 %, Jawa Barat, Jawa Tengah,

17
Suawesi Tengah 0,8 %. Prevalensi di Sumatera Utara 0,3 % (Riskesdas,
2013).

c. Waktu
Menurut National Health and Examination Survei (NHANES),
prevalensi BSK di Amerika Serikat 1964-1972 sebesar 2,62%,
mengalami peningkatan pada tahun 1976-1980 menjadi sebesar 3,8% dan
tahun 1982 sebesar 5,4%, kemudian tahun 1988-1994 turun menjadi
5,2% dan pada tahun 2007-2010 mengalami peningkatan menjadi 8,8%
(Romero et al, 2010, Scales et al, 2013). Data prevalensi di Indonesia
pada tahun 2002 di seluruh rumah sakit di Indonesia sebanyak 37.636
kasus baru, jumlah kunjungan 58.959, rawat inap 19.018, dan meninggal
378 orang. Data tahun 2009-2011 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
pada departemen Urologi menunjukkan banyak pasien yang menderita
BSK sebanyak lebih dari 1100 orang (Hawariy et al, 2013).

3.5 Etiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalis (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti hiperflasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurigenk
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya batu (Purnomo,
2011).
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut didalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada
keadaankeadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-
bahan lain sehingga akan mejadi bahan yang lebih besar. Meskipun ukurannya
cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu

18
saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel ada epitel saluran kemih
(membentuk retensi Kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk membuntu
saluran kemih (Purnomo, 2011). Kondisi Metastabel dipengaruhi oleh suhu,
pH, larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solut di dalam urin, laju
aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2011).
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium
oksalat dan kalsium fosfat;sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu
magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xantin, batu sistein, dan batu
jenis lainnya. Meskipun pathogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir
sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat
mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium
fosfat terbentuk karena urin bersifat basa (Purnomo, 2011).
Menurut Muttaqin dan Sari (2011) ada beberapa faktor yang
memungkinkan terbentuknya BSK yaitu, sebagai berikut:
1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa
kasus hiperkalsiurian berhubungan dengan gangguan usus
meningkatkan penyerapan kalsium yang dikaitkan dengan kelebihan
diet kalsium dan atau mekanisme penyerapan kalsium terlalu aktif,
beberapa kelebihan terkait dengan resorpsi kalsium dari tulang yaitu
hiperparatiroidisme, dan beberapa yang berhubungan dengan
ketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium
dalam filtrat glomelurus yaitu ginjal hinggal kebocoran hiperkalsiuria
2. Pelepasan Antidiuretik Hormon (ADH) yang menurun dan
peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urine
3. Lamanya kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilisasi rutin
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine
5. Infeksi saluran kemih (ISK)

19
6. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil
batu
7. Idiopatik.
3.6 Patofisiologi

3.7 Gambaran Klinis


Gejala Batu Saluran Kemih tergantung pada posisi atau letak batu, besar
batu, dan penyulit/komplikasi yang telah terjadi. Penyakit BSK dapat
memberikan gejala klinis yang sangat bervariasi, dari yang tanpa keluhan
sampai dengan keluhan yang sangat berat (Purnomo et al, 2010).

1. Gejala Klinis
a. Nyeri
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah nyeri pinggang yang bersifat
kolik (Purnomo et al, 2010). Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik
ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot
polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik ini
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidonefrosis
atau infeksi pada ginjal. Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan
oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing (Purnomo,
2011).
b. Hematuria
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang Universitas
Sumatera Utara 20 hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa
hematuria mikroskopi (Purnomo, 2011).
c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat

20
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di
saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Terdapatnya sel darah merah bersama
dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria)
dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK (Dinkes, 2007). Setiap
kali terjadi obstruksi aliran urine (statis), kemungkinan infeksi bakteri
meningkat (Corwin, 2009).
d. Demam
Demam yang terjadi pada BSK sering mengindikasikan kegawatdaruratan
medis. Demam tinggi juga mengindikasikan terjadinya urosepsis (Stoller,
2008). Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik
pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera
dilakukan terapi (Purnomo, 2011).
e. Mual dan muntah
Obstruksi pada saluran kemih bagian atas sering dikaitkan dengan
terjadinya gejala mual dan muntah. Mekanisme mengenai ini belum biasa di
jelaskan secara pasti ( Stoller, 2008).
2. Gejala Patologis
Batu staghorn berukuran besar, mengisi pelvis dan kaliks ginjal, dan
menyebabkan pielonefritis rekuren dan kerusakan parenkim ginjal. Batu
lainnya lebih kecil berukuran antara bebapa milimeter sampai 1-2 cm. Jenis
ini menyebabkan masalah karena menyumbat saluran kemih, biasanya
ureter. Batu kaliks dapat menyebabkan hematuria dan batu kandung kemih
dapat menyebabkan infeksi. Batu kandung kemih kronis memiliki
predisposisi menjadi kersinoma skuamosa pada kandung kemih yang jarang
dijumpai (Pierce et all, 2006). Batu yang terletak pada ureter maupun sistem
pelviklises mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan
kelainan struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter
menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan
kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi

21
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses paranefrik, atau pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut
dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan
gagal ginjal permanen (Purnomo, 2011).
3. Dampak BSK
Terhadap Ginjal Dampak BSK terhadap ginjal adalah gangguan pada fungsi
ginjal. Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi
dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi
pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal
akibat kerusakan dari paremkim ginjal (Chang, 2006). Obstruksi juga
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik interstisium dan dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate,
GFR) yaitu volume fitrat yang masuk kedalam Kapsul Bowman per satuan
waktu dan merupakan indikasi dalam kesehatan ginjal (Corwin, 2009).
Konsentrasi kreatinin dan kadar nitrogen urea darah ( blood urea nitrogen,
BUN) juga dapat digunakan sebagai petunjuk GFR. Konsentrasi BUN
normal besarnya 10 sampai 20 mg per 100 ml, sedangkan kreatinin besarnya
0,7 sampai 1,5 mg per 100 ml, kadar yang lebih besar daripada nilai tersebut
mengisyaratkan ginjal tidak membersihkan kreatinin dan meunjukkan
adanya penyakit ginjal. Kreatinin ginjal merupakan indikator kuat bagi
fungsi ginjal. Bila GFR turun, kadar kreatinin dan BUN meningkat
(Suharyanto, 2009). Ditemukannya eritrosit, protein, glukosa, dan leukosit di
dalam urin dalam jumlah besar serta kristal kristal pembentuk batu yang
dalam keadaan normal tidak ditemukan atau sedikit jumlahnya juga
digunakan sebagai petunjuk GFR (Purnomo, 2011, Corwin, 2006). Eritrosit
(normal = 0,2/LPB), Protein (normal= 0 hingga samar < 150 mg/hari),
glukosa (normal = negatif), dan leukosit (0-4/LBP), Kristal (normal : banyak
jenis). Silinder urin, yang muncul apabila terdapat protein dalam jumlah
besar di urin, juga dapat diamati pada beberapa keadaan penyakit atau
cedera ginjal (Corwin, 2006). Obstruksi yang tidak dapat diatasi
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia nefron

22
karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi dapat terjadi gagal
ginjal jika kedua ginjal terserang. Kemudian terjadi avaskuler iskemia
karena aliran darah kedalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian
jaringan (Corwin, 2006).

3.8 Faktor Risiko


Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor itU adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di luarnya (Purnomo, 2011).
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, dan
riwayat keluarga.
1. Umur Penyakit
BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun (Purnomo, 2011).
Puncak insiden dari batu urin dengan gejala adalah pada decade ketiga
dan keempat (Bahdarsyam, 2003).
2. Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien
lakilaki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis
saluran kemih pada laki- laki yang lebih panjang dibandingkan
perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium
lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan
kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon
testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di
hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu
mencegah agregasi garam kalsium. Perbandingan laki-laki dan wanita
adalah 2 sampai 3 banding satu (Bahdarsyam, 2003). Namun
perubahan prevalensi menurut gender telah dilaporkan di Amerika

23
Serikat selama dekade terakhir. Rasio laki laki terhadap perempuan
1,7:1 sampai 1,3:1. Meningkatnya kejadian pada wanita disebabkan
oleh faktor gaya hidup yaitu obesitas. Di negara negara berkembang
rasio antara laki-laki terhadap perempuan berkisar antara 1,15 : 1 di
Iran dan 1,6 : 1 Thailand, 2,5 : 1 di Irak dan 5:1 di Saudi Arabia
(Bahdarsyam, 2003)

3. Heriditer/ Keturunan
Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan
menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan
penderita batu urin. Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu
kalsiun oksalat mempunyai riwayat famili yang positif menderita batu.
Apakah ini terlibat faktor keturunan atau pengaruh lingkungan yang
sama belum diketahui (Bahdarsyam, 2003).

b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang, pekerjaan, infeksi, dan
keadaan sosial ekonomi.
1. Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih
yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut
banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium,
dan lain-lain. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di
suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah
satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan
makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi
predoposisi kejadian BSK (Lina, 2008).
2. Iklim dan Temperatur
Orang yang tinggal didaerah panas punya resiko tinggi menderita batu
urin. Pada daerah didaerah tropik, dikamar mesin akan menyebabkan

24
keringat banyak dan menguap cairan tubuh, mengurangi produksi urin
sehingga memudahkan pembentukan batu urin (Bahdarsyam, 2003).
3. Jumlah Air yang di Minum
Kuranngnya asupan air dan tingginya kadar mineral pada air yang
dikonsumsi dapat meningkatkan insiden BSK (Purnomo, 2011).
Peningkatan volume masukan air dapat mengurangi risiko
pembentukan batu sehingga sangat dianjurkan bagi para pasien batu
ginjal, maupun untuk proteksi. Suatu penelitian pada insidensi
pembentukan batu dan suatu studi acak terkontrol mendapatkan bahwa
peningkatan masukan air menurunkan pembentukan batu. Dengan
meningkatnya volume air kemih maka tingkat kejenuhan kalsium
oksalat menurun sehingga mengurangi kemungkinan pembentukan
kristal (Sja’bani, 2010).
4. Diet/Pola makan
Faktor diet dapat berperan penting dalam mengawali pembentukan
batu. Contoh: suplementasi pembentukan vitamin D dapat
meningkatkan absorpsi kalsium dan ekskresi kalsium masukan kalsium
tinggi dianggap tidak pnting, karena hanya diabsorpsi sekitar 6 persen
dari kelebihan kalsium yang bebas dari oksalat interstinal. Kenaikan
kalsium air kemih ini terjadi penurunan absorpsi oksalat dan
penurunan ekskresi okasalat air kemih (Sja’bani, 2010).
5. Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life (Purnomo, 2011).
Pekerja kasar dan petani lebih banyak bergerak dibandingkan dengan
pegawai kantor, penduduk kota yang lebih banya duduk waktu bekerja,
ternyata lebih sedikit menderita batu urin (Bahdarsyam, 2003).
6. Kebiasaan Menahan Buang Air Kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air
kemih yang dapat berakibat timbulnya ISK. ISK yang disebabkan oleh
kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu

25
struvit (Lina, 2008).
7. Infeksi Saluran kemih
Terbentuknya batu jenis struvit hampir semua didahului oleh ISK yang
disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun untuk jenis batu yang
lain tidak jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi
sebagai penyebab batu (Bahdarsyam, 2003).

8. Keadaan sosial ekonomi


Di negara maju/industri atau golongan social ekonomi yang tinggi
lebih banyak makan protein, terutama protein hewani, juga karbohidrat
dan gula, ini lebih sering menderita BSK bagian atas. Sedangkan pada
negara berkembang atau orang yang sering makan Vegetarik dan
kurang protein hewani sering menderita BSK bagian bawah
(Bahdarsyam, 2003).

26
DAFTAR PUSTAKA

Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in the
United States. Journal European Association of Urology[internet]. 2012
[diakses tanggal 28 Oktober 2015]; 62(1):160-5.Tersedia dari:
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran


kemih. Jakarta: Health Technology Assasement Indonesia; 2005.

Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.

Engeler DS, et al. The ideal analgesic treatment for acute renal colic-theory and
practice. Scand J Urol Nephrol. 2008;42:137.

Panduan Praktik Klinis RSCM. Departemen Urologi RSUPN Dr. Cipto


Mangunkusumo. 2016.

Chang E., 2009. Pathofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Purnomo, B, Basuki, 2011. Dasar dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta : CV
Sagung Seto.
Lina N., 2008. Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada LakiLaki. Tesis
Mahasiswa Pasca Sarjana Epidemiologi UNDIP.
http://eprints.undip.ac.id/18458/1/Nur_Lina.pdf. Di akses pada 22 Maret 2017.
Pearle, M, S., Calhoun, E, A., Curhan, G, C., 2004. Urolithiasis : in Urologi
Disease in America. Washington, DC: US Government Publishing Office.
Idzar, M, D., Haripurnomo, Darmoatmodjo, S., 2007. Hubungan Antara
Kesadahan Air Minum, Kadar Kalsium dan Sedimen Kalsium Oksalat Urin
Pada Anak Usia Sekolah dasar. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No.4,
Hal. 200-209.

27
Sja’bani, M, 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Penerbit FK UI,
Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.


Jakarta: Bakti Husada.
Scales, C, D., Smith, A, C., Saigal C, S., 2013. Prevalence of Kidney Stones in
The United States. National Institutes Of Health (NIH).
Hawariy, S., Rodjani, A., 2013. Pengaruh Kadar Asam Urat terhadap Kejadian
Batu Asam Urat pada Pasien Batu Saluran Kemih. Fakultas Kedokteran UI.
Muttaqin, A, Sari, K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Sjamsuhidayat, R, Jong, W, d., 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Jameson, J.L, Loscalzo, J., 2013. Harrison Nefrologi dan Gangguan AsamBasa.
Jakarta : EGC.
Corwin., E.,J., 2006. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
(EGC).
Stoller, M.L., 2008. Smith’s General Urology 18th Edition: Urinary Stone
Disease. Amerika Serikat: McGraw Hill
Pearle, M, S., Calhoun, E, A., Curhan, G, C., 2004. Urolithiasis : in Urologi
Disease in America. Washington, DC: US Government Publishing Office.
Bahdarsyam., 2003. Spektrum Bakteriologik Pada Berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih Bagian Atas di RS.H.Adam Malik Medan. Bagian Patologi Klinik FK
USU, Medan. Di akses pada 22 Maret 2017.

28

Anda mungkin juga menyukai