Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Sebagai negara berkembang Indonesia selalu berupaya untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat di segala bidang, salah satunya adalah bidang kesehatan.
Dalam bidang kesehatan pemerintah telah menetapkan penyediaan sarana pelayanan
kesehatan yang aman, dan terjangkau bagi seluruh anggota masyarakat. Kesempatan
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu kesehatan
merupakan hak setiap warga negara. (Instruksi Presiden Republik Indonesia 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan). Ada dua bentuk pelayanan kesehatan nasional yaitu
pelayanan kesehatan kota dan pelayanan kesehatan desa. Pelayanan kesehatan kota
ditandai dengan peralatan medis yang kompleks dan modern, mulai dari Puskesmas
sampai rumah sakit serta klinik-klinik swasta. Ini berbeda dengan pelayanan
kesehatan desa yang masih memiliki sarana dan prasarana terbatas. Meskipun
berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara formal telah
dilakukan oleh pemerintah, pada kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia
masih saja melakukan pengobatan dengan cara tradisional, baik di daerah pedesaan
maupun daerah perkotaan salah satunya di Banyumas (Tjokronegoro & Bazial, 1992).
Pengobatan tradisional adalah keseluruhan dari pengetahuan, keterampilan,
dan praktek yang ada berdasarkan teori, keyakinan serta pengalaman yang memiliki
adat istiadat berbeda dimasing-masing daerah yang pemanfaatannya dalam menjaga
kesehatan meliputi pencegahan, pemeliharaan kesehatan, diagnosa, pengobatan baik
secara fisik maupun jasmani (Supriyadi, 2014). Berdasarkan hasil Suvei Sosial
Ekonomi Nasional tahun 2007 Penduduk yang mengeluh sakit sebesar 195.123 orang
(65,02%) memilih pengobatan sendiri, dan 54.904 orang (28,1%) menggunakan
pengobatan tradisional. Presentase penduduk Indonesia yang menggunakan obat
tradisional dalam upaya pengobatan sendiri meningkat dari tahun ke tahun, hal ini
terbukti pada tahun 2003 sebesar 30,67%, dan tahun 2013 sebanyak 30,4%
(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan riset diatas menunjukan bahwa masyarakat
Indonesia tetap memanfaatkan pengobatan tradisional meskipun sudah ada
pengobatan modern, minat tersebut karena pengobatan tradisional yang terjangkau,
mudah didapat, murah dan berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit yang
diketahui secara turun temurun.
Pijat merupakan salah satu pengobatan tradisional, terapi yang sudah akrab
dengan masyarakat. Pijat tidak hanya untuk mengurangi rasa lelah tetapi juga bisa
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Keahlian pijat sering didapatkan secara
otodidak, sehingga tukang pijat kurang memperhatikan bagaimana serabut otot dan
hal-hal yang menjadi kontraindikasi pijat itu sendiri. Sebagai institusi yang memiliki
modalitas pijat sebagai alat penyembuhan, fisioterapi berkewajiban untuk mendidik
dan membina masyarakat yang akan berkecimpung di dunia pijat. Saat ini
berkembang tempat- tempat pijat, tak terkecuali pijat tunanetra. Pengonbatan
tradisional di Banyumas salah satunya adalah pijat tunanetra Bu Arsiah di daerah
Dukuhwaluh, pengetahuannya mengenai pemijatan dipelajari dari sebuah pendidikan
formal di Pemalang sejak tahun 1995, yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat
sekitar mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, penting bagi
penulis untuk menggali persepsi dan pengalaman konsumen terhadap praktik pijat Bu
Arsiah.

Tinjauan Pustaka
Pengobatan tradisional di Indonesia telah berlangsung sejak ribuan tahun lalu
sebelum ditemukannya berbagai pengobatan modern. Pengobatan tradisional di
Indonesia merupakan warisan budaya yang secara turun temurun sehingga perlu
dilestarikan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional,
pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan
pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun,
dan/atau pendidikan atau pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat. Pengobatan tradisional juga biasa disebut dengan pengobatan
alternatif di beberapa negara. Menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini
terbagi menjadi dua yaitu cara penyembuhan tradisional atau traditional healing yang
terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau
traditional drugs yaitu menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam
sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.
Pijat adalah seseorang yang melakukan pelayanan pengobatan dan atau
perawatan dengan cara mengurut atau memijat bagian atau seluruh tubuh. Tujuannya
untuk penyegaran relaksasi otot, hilangkan capai, dan juga untuk mengatasi gangguan
kesehatan atau menyembuhkan suatu penyakit. Pemijatan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan jari tangan, telapak tangan, siku, lutut, tumit atau dibantu dengan alat
yang dilakukan oleh dukun, tukang pijat, pijat tunanetra dan sebagainya (Kemenkes
RI, 2007). Tunanetra memiliki keterbatasan bukanlah suatu hambatan dalam
melakukan suatu usaha, dengan menjadi seorang tukang pijat tentunya mereka dapat
mempunyai skill atau keahlian yang dapat membekali mereka dengan mengikuti
pembelajaran pijat terlebih dahulu sehingga tidak hanya memijat biasa tetapi memiliki
kemampuan mengetahui yang dikeluhkan pasien. Menurut Notoadmojo (2007),
sebuah tindakan akan lebih langgeng jika didasari oleh ilmu pengetahuan. Dengan
keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya tentunya mempunyai pelanggan yang
datang untuk membutuhkan jasanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa cacat bukanlah
hambatan, seseorang tetap harus bekerja dan kita harus mengapresiasikannya.
Indikasi pasien menginginkan pijat yaitu dapat mendukung penyembuhan,
meningkatkan energi, mengurangi waktu pemulihan cedera, meringankan rasa sakit,
dan meningkatkan relaksasi, suasana hati, dan kesejahteraan. Hal ini berguna untuk
banyak masalah muskuloskeletal, nyeri punggung, osteoarthritis, fibromyalgia, dan
terkilir. Pijat juga dapat mengurangi depresi pada orang dengan sindrom kelelahan
kronis, mudah sembelit (bila teknik ini dilakukan di daerah perut), menurunkan
pembengkakan setelah mastektomi (pengangkatan payudara), mengurangi gangguan
tidur, dan meningkatkan citra diri (Cambron, 2006). Kontraindikasi pasien tidak
dipijat yaitu yang mempunyai kondisi seperti gagal jantung, gagal ginjal, infeksi pada
vena superfisial atau selulitis pada bahagian kaki dan lain-lain, pengumpalan darah
pada kaki, masalah koagulasi, dan infeksi kulit yang bisa berjangkit. Bagi pasien yang
menderita kanker, perlu mendapatkan pengesahan daripada dokter mereka karena
pijatan ini bisa merusakkan tisu yang rapuh akibat dari kemoterapi atau pengobatan
radiasi. Begitu juga dengan pasien goiter, ekzema dan lesi-lesi kulit lainnya ketika
masih sedang kambuh serta pasien yang menderita osteoporosis, demam tinggi,
kurang sel darah putih, masalah mental dan yang sedang pulih dari pembedahan harus
mengelakan dari melakukan pijatan (Cambron, 2006).

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tempat Pijat Bu Arsiah beralamat Jl. Sunan Bonang
No. 13, Dusun II Dukuhwaluh, Kembaran , Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Jawa
Tengah, Indonesia. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif fenomenologi
dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data. Informan atau subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat yang pernah dan atau sedang
menggunakan jasa pijat Bu Arsiah di Dukuhwaluh. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria informan berusia lebih dari 18
tahun, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi subjek penelitian dan
memiliki pengetahuan cukup memadai dengan demikian diperoleh informasi yang
tepat dan akurat. Alat pengumpul data pada penelitian kualitatif ini adalah peneliti
sendiri menggunakan pedoman wawancara, alat tulis, dan alat perekam. Penelitian ini
menggunakan data primer yaitu keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh
dari para informan melalui wawancara mendalam serta observasi pada saat
wawancara berlangsung. Analisis data dilakukan secara simultan dengan
mengumpulkan, mereduksi, menyajikan, menyimpulkan, dan memaparkan data yang
prosesnya berbentuk siklus (Moleong, 2012).
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini terdiri
dari:
1. Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang
diwawancarai, yaitu pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan yaang
diajukan oleh pewancara (Moeleong, 2012). Dalam penelitian ini, penulis akan
mengadakan wawancara dengan pelanggan dari Pijat Bu Arsiah.
2. Kuesioner yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar isian atau
daftar pertanyaan yang telah disiapkan atau disusun sedemikian rupa sehingga
calon responden hanya tinggal menjawabnya (Sudjana, 2002). Penggunaan
kuesioner dalam penelitian ini ditujukan untuk pelanggan Pijat Tunanetra Bu
Arsiah, dengan tujuan untuk menggali informasi tentang kepuasan yang dirasakan
oleh pelanggan yang bersangkutan terkait dengan kualitas pelayanan yang
diberikan oleh pihak griya pijat bersih sehat.
Sedangkan teknik yang digunakan untuk memperoleh data sekunder terdiri dari:
1. Dokumentasi
Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar,
foto atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.
2. Studi pustaka
Teknik ini dilakukan dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-
teori atau konsep-konsep dari sejumlah literature baik buku, jurnal, majalah, Koran
atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus atau variabel penelitian.
Daftar Pustaka

Asmino, P. 1995. Pengalaman Peribadi dengan Pengobatan Alternatif. Jakarta: Airlangga


University Press.

Cambron, J.A, Dexheimer, J., Coe, P. 2006. Changes in blood pressure after various forms of
therapeutic massage: a preliminary study. J. Altern Complement Med.

Juliana. 2016. A Survival Strategyin the City of the Masseur Pekanbaru. Jom FISIP. Vol 3(1):
1-15.

Kementerian Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta. 302 hal.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang


Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Menteri Kesehatan RI, Jakarta.

Moleong, L.J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Rudiyati. 2009. Latihan Kepekaan Dria Non Visual bagi Anak Tunanetra. Jurnal Pendidikan
Khusus. Vol 5(2): 1-7.

Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Supriyadi. 2014. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional (Tradisional


Medication) Masyarakat Urban Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2014. Skripsi
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo. Dr.Ph.D, dr. Ali Bazial. 1992. Etik Penelitian Obat Tradisional.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Yuliwardhani, D. 2009. Prinsip Desain Aksesibilitas Ruang Luar bagi Tunanetra. Tesis
Jurusan Arsitektur Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai