Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hidup sehat dan sejahtera adalah kehendak semua pihak. Tidak hanya

individu,akan tetapi juga oleh keluarga, kelompok, bahkan masyarakat.

Kesehatan adalah aset sekaligus sumber daya untuk menciptakan stabilitas

ekonomi dan sosial. Kesehatan yang berkualitas mampu meningkatkan usia

harapan hidup,menurunkan angka kematian, serta meningkatkan produktivitas.

Sehingga pada gilirannya, peningkatan produktivitas tersebut mampu

diberdayakan untuk mengakselerasi roda pembangunan menuju kesejahteraan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah menyelenggarakan pelayanan

kesehatan mulai dari pelayanan kesehatan primer di tingkat pusat kesehatan

masyarakat (Puskesmas), pelayanan kesehatan sekunder di tingkat pelayanan

rumah sakit dengan pelayanan spesialis, dan pelayanan kesehatan tertier yaitu

rumah sakit dengan pelayanan sub spesalis.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk masyarakat di tingkat dasar di

Indonesia adalah melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang

merupakan unit organisasi fungsional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya

dan diberi tanggungjawab sebagai pengelola kesehatan bagi masyarakat tiap

wilayah kecamatan darikabupaten/ kotamadya bersangkutan.

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan primer merupakan salah satu

pelayanan publik terdepan pemerintah kabupaten/kota. Dalam lampiran keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 128 tahun 2004 tentang kebijakan
dasar puskesmas disebutkan bahwa puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas

kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan

kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya.

Dan sebagai ujung tombak pelayanan dan pembangunan kesehatan di

Indonesia,maka puskesmas harus mempunyai citra yang baik dan perlu

mendapatkan perhatian terutama berkaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan

puskesmas sehingga dalam hal ini puskesmas dituntut untuk selalu meningkatkan

profesionalisasi dari para pegawainya serta meningkatkan fasilitas atau sarana

kesehatannya untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa

layanan kesehatan.

Terciptanya kualitas pelayanan kesehatan , kepuasan pasien, dan citra

puskesmas yang baik pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas pasien terhadap

puskesmas diantaranya terjalin hubungan yang harmonis antara perawat dengan

pasien, pasien akan setia melakukan kunjungan ulang di puskesmas, atau pasien

akan merekomendasikan puskesmas kepada orang lain.

Oliver dalam Hurriyati (2005:129) mendefinisikan loyalitas pelanggan

adalah komitmen pasien bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali

2
atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa

yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran

mempunyai potensi untuk menyebabkan perilaku. Loyalitas pasien akan menjadi

kunci sukses, tidak hanya dalam jangka pendek, tetapi keunggulan bersaing

yang berkelanjutan. Pelanggan yang loyal karena puas dan akan meneruskan

hubungan pembelian. Loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang tidak hanya

membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan

sikap positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang

lain untuk membelinya.

Menurut Goetsch dan Davis (1994) yang dikutip oleh Tjiptono

(2012:152), kualitas dapat diartikan sebagai “kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan

lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Berdasarkan definisi ini,

kualitas adalah hubungan antara produk dan pelayanan atau jasa yang diberikan

kepada konsumen yang dapat memenuhi harapan dan kepuasan konsumen.

Menurut Parasuraman,Zeithaml, dan Berry dalam Lupiyoadi (2013:216)

terdapat lima dimensi utama yang relevan untuk menjelaskan kualitas pelayanan

yang dikenal dengan servicequality (servqual) yaitu, tangibel (bukti fisik),

reliability (kehandalan),responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan

emphaty (empati).Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut merupakan kunci

utama untuk meningkatkan kepuasan pasien.

Kepuasan pelanggan merupakan perasaan seseorang kesenangan atau

kekecewaan yang dihasian dari membandingkan pelayanan yang dirasakan

3
dengan yang dihrapkan(Kotler&Keller 2016:153). Kepuasan ini merupakan

salah satu indikator sangat penting dalam pelayanan kesehatan, tetapi

kepuasan itu sering terbaikan atau dilupakan. Pasien akan merasa puas

apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapan.

Ketidak puasan atau perasaan kekecewaan pasien akan timbul apabila kinerja

pelayanan yang diperolehnya ini tidak sesuai dengan harapannya. Pasien

ketika mendapatkan kepuasan, maka akan selalu datang berobat ke fasilitas

kesehatan tersebut.

Pengertian citra itu sendiri abstrak (intangible), tidak nyata, tidak bisa

digambarkan secara fisik dan tidak dapat diukur secara matematis, karena citra

hanya ada dalam pikiran. Walaupun demikian, wujudnya bisa dirasakan dari hasil

penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun

negatif yang datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada

umumnya (Kotler,2015:338). Usaha membangun citra positif Puskesmas dapat

dilakukan melalui dua hal, yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan yang

diberikan, dan meningkatkan kepuasan pasien yang berkunjung. Pernyataan

tersebut sejalan denganapa yang dikemukan oleh Tjiptono (2016:63), bahwa

persepsi pelanggan terhadap kualitas total akan mempengaruhi citra perusahaan

dalam benak pelanggan. Gonroons(2000:156) juga menyebutkan, bahwa citra

Puskesmas merupakan wujud nyata dari persepsi pelanggan terhadap pelayanan

yang diberikan melalui apa yang diperoleh pelanggan sebagai hasil dari transaksi

antara penyedia dan pengguna jasa serta bagaimana pelanggan memperoleh jasa

tersebut.

4
Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Puspita (2009:20), bahwa

pelayanan kesehatan yang dimiliki dan diberikan kepada pengguna jasa oleh suatu

institusi seperti Puskesmas akan berpengaruh pada citra Puskesmas tersebut.

Dengan memberikan layanan yang berkualitas tinggi dapat meningkatkan manfaat

(benefit) melalui kepuasan pelanggan, karena secara empiris ada hubungan antara

kepuasan pelanggan dan benefit. Pelanggan yang merasa puas dan melakukan

pembelian ulang,akan meningkatkan benefit, sehingga akan terbentuk citra

(image) yang baik terhadap Puskesmas. Pendapat-pendapat tersebut memperkuat

bahwa citra puskesmas dapat dibangun melalui upaya meningkatkan kualitas

pelayanan yang diberikan kepada pasien, dan meningkatkan kepuasan pasien yang

dilayani.

Proses pelayanan kesehatan yang kurang berkualitas, ketidakpuasan pasien,

dan citra puskesmas yang buruk berdampak pada loyalitas pasien, salah satunya

adalah pasien tidak berminat melakukan kunjungan ulang untuk berobat. Seperti

yang terjadi pada menurunnya angka kunjungan pasien di puskesmas Jatibarang

sebagai berikut :

Tabel 1.1 Data Kunjungan Pasien Tahun 2018

No Kegiatan L P Jumlah
1 Jumlah pasien Baru 11.173 11.797 22.970
2 Jumlah pasien lama 6.804 6.819 13.623
Jumlah seluruh pasien 17.977 18.616 36.593

Tabel 1.1 Data Kunjungan Pasien Tahun 2019

5
No Kegiatan L P Jumlah
1 Jumlah pasien Baru 10.173 9.628 19.801
2 Jumlah pasien lama 6.889 8.009 14.898
Jumlah seluruh pasien 17.062 17.637 34.699

Dari kedua tabel diatas, terjadi penurunan angka kunjungan pasien di

puskesmas Jatibarang sebanyak kurang lebih 5%. Penurunan jumlah pasien yang

berobat ke Puskesmas Jatibarang merupakan indikasi adanya suatu permasalahan

yang perlu mendapat perhatian. Penurunan jumlah kunjungan pasien tersebut

dimungkinkan kualitas pelayanan yang belum optimal, pasien yang puas terhadap

puskesmas Jatibarang, atau persepsi puskesmas itu sendiri dimata pasien.

Kondisi menurunnya jumlah kunjungan pasien lama menjadi

permasalahan yang harus diperhatikan oleh pihak Puskesmas Jatibarang, karena

menurunnya loyalitas dapat menyebabkan menurunnya angka kunjungan

pasien. Jumlah pasien yang menurun akan berpengaruh terhadap

pemasukan/income Puskesmas, karena pasien yang periksa di Puskesmas

Jatibarang juga akan memanfaatkan pelayanan penunjang seperti laboratorium,

USG, konsultasi gizi, dll.

Dari semua penjelasan yang telah dipaparkan diatas maka dengan ini penulis

merasa tertarik untuk mencoba menggali lebih jauh lagi tentang faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi loyalitas pasien, maka dalam penelitian ini penulis

memberi judul

“Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pasien dan Citra Puskesmas

Terhadap Loyalitas Pasien Pada Puskesmas Jatibarang Indramayu”.

6
1.2. Identifikasi Masalah

Latar belakang masalah memberikan gambaran harapan dan hal apa saja

yang sangat penting bagi loyalitas pasien. Dan dalam hal ini penulis menemukan

beberapa identifikasi masalah yaitu :

1. Rendahnya loyalitas pasien puskesmas Jatibarang yang ditandai dengan

berkurangnya angka kunjungan pasien

2. Masih adanya kualitas tenaga kesehatan yang kurang dalam memberikan

pelayanan kesehatan pada pasien sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi

kepuasan pasien

3. Citra Puskesmas Jatibarang masih belum tergambar baik oleh masyarakat

4. Adanya kemungkinan ketiduakpuasan pasien terhadap puskesmas sehingga

menyebabkan menurunnya angka kunjungan ulang

5. Jumlah petugas pelayanan atau sumber daya manusia di beberapa unit masih

belum memenuhi harapan pasien.

6. Sarana prasarana puskesmas Jatibarang yang masih belum memadai

7. Kurangnya sosialisai mengenai pelayanan kesehatan puskesmas Jatibarang

tehadap pasien yang datang ke Puskesmas

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi Masalah diatas yang diketahui dari hasil

wawancara, obeservasi dan pra-survey yang dilakukan peneliti mengenai loyalitas

pasien di Puskesmas Jatibarang Indramayu, dan disini peneliti membatasi masalah

7
dalam penelitian ini hanya pada kualitas pelayanan, kepuasan pasien dan citra

Puskesmas Jatibarang Indramayu.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah kualitas pelayanan, kepuasan pasien dan citra Puskesmas secara

simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pasien pada

Puskesmas Jatibarang Indramayu?

2. Apakah kualitas pelayanan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu ?

3. Apakah kepuasan pasien secara parsial berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu?

4. Apakah citra Puskesmas secara parsial berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

beberapa hal, yaitu:

1. Untuk mengetahui secara simultan pengaruh dari kualitas pelayanan,

kepuasan pasien dan citra Puskesmas terhadap loyalitas pasien pada

Puskesmas Jatibarang Indramayu.

8
2. Untuk mengetahui secara parsial pengaruh kualitas pelayanan terhadap

loyalitas pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu.

3. Untuk mengetahui secara parsial pengaruh kepuasan pasien terhadap loyalitas

pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu

4. Untuk mengetahui secara parsial pengaruh citra Puskesmas terhadap loyalitas

pasien pada Puskesmas Jatibarang Indramayu

1.6. Manfaat Penelitian

1. Untuk peneliti, seluruh rangkaian kegiatan penelitian dan hasil penelitian

diharapkan dapat menjadi ajang penerapan pengkajian fungsi keilmuan yang

dapat lebih mempertajam penguasaan berbagai teori yang didapat selama

mengikuti Program Magister Manajemen.

2. Untuk perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan dokumen

akademik yang berguna untuk menjadi rujukan teoritik bagi penulisan-

penulisan ilmiah, terutama penulisan yang terarah untuk mengkaji masalah

berdasarkan hasil penelitian yang akan dipaparkan

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk dapat memudahkan pembahasan dan pemahaman, tesis ini disusun

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, identifikasi Masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

9
Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang relevan dengan penelitian dan

kerangka pemikiran serta hipotesis

Bab III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini diuraikan mengenai tempat dan waktu penelitian, metode

penelitian, data yang digunakan, teknik pengambilan sampel, teknik analisis data

dan uji persyaratan analisis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan mengenai deskripsi data peneltian, analisis hasil

penelitian dan pembahasan

Bab V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dan saran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Loyalitas Pasien

2.1.1. Pengertian Loyalitas Pasien

10
Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai

suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari

kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan

kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi sikap konsumen.

Sedangkan konsep loyalitas konsumen lebih menekankan kepada perilaku

pembeliannya.

Oliver dalam Hurriyati (2005:129) mendefinisikan loyalitas pelanggan

adalah komitmen pasien bertahan secara mendalam untuk berlangganan

kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten

dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha

pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perilaku. Menurut Griffin

dalam Hurriyati(2005:4), dijelaskan bahwa loyalitas mengacu pada wujud

perilaku dan unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian

secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih.

Seorang pasien yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa

yang akan dibeli dan dari siapa. Pembeliannya bukan merupakan peristiwa

acak. Selain itu,loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu dan

mensyaratkan bahwa tidakan kurang dari dua kali Jill Griffin dalam

Hurriyati(2005:5). Terakhir, untuk pengambilan keputusan menunjukkan

bahwa keputusan untuk membeli mungkin dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Pada kasus demikian, keputusan pembelian dapat menunjukkan kompromi

yang dilakukan seseorang dalam unit dan dapat menjelaskan mengapa ia

terkadang tidak loyal pada produk atau jasa yang paling disukainya.

11
Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas pasien

merupakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan

pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan

didalamnya. Hal ini dilakukan bagi khusunya yang membeli secara teratur dan

berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi. Pasien tersebut tidak hanya

membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan

sikap yang positif terhadap puskesmas yang menawarkan produk/ jasa tersebut.

2.1.2. Karakteristik Loyalitas

Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari

transaksinya saja atau pembelian berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri

atau kakrakteristik seorang pelanggan bisa dianggap loyal Griffin (2005: 38)

antara lain:

1. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur (makes regular

repeat purchases)

2. Pelanggan yang membeli untuk produk/jasa yang lain ditempat yang sama

(purchases across product and services line)

3. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain (refers other)

4. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah

(demonstrates an immunity to be the full of the competition)

Selanjutnya Griffin (2005:13) mengemukakan keuntungan-keuntungan

yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal:

1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan baru

lebih mahal)

12
2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan

pesanan dan lain-lain)

3. Mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian pelanggan lebih

sedikit)

4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar

perusahaan.

5. Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang

loyal juga berarti mereka yang merasa puas.

6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll).

Pelanggan yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan.

Karakteristik dari pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005) antara lain,

melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini produk/jasa, menolak

perusahaan lain, menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah

terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya).

Untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus

melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama dengan penekanan dan

perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap karena setiap tahapan

mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing

tahapan dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan

memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi

pelanggan loyal terhadap perusahaan.

Menurut Tjiptono (2012) loyalitas pelanggan adalah: “suatu hubungan

antara perusahaan dan pelanggan di mana terciptanya suatu kepuasan sehingga

13
memberikan dasar yang baik untuk melakukan suatu pembelian kembali

terhadap barang yang sama dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke

mulut”.

2.1.3. Dimensi Loyalitas

1) Repeatation (Pembelian ulang)

Dimensi ini adalah aspek dari perilaku pelanggan (seperti membeli ulang)

yang ditujukan pada suatu barang dan jasa yang diberikan oleh puskesmas

dalam kurun waktu tertentu.

2) Purchase accros product line (Membeli di luar lini produk atau jasa)

Konsumen tidak hanya membeli jasa dan produk utama tetapi

konsumen juga membeli lini produk dan jasa dari perusahaan yang

sama. Contoh: pasien tidak hanya melakukan pemmeriksaan dan

pengobatan saja, tetapi mereka juga melakukan pemeriksaan

penunjang, seperti pemeriksaan gula darah atau pemeriksaan

laboratorium lainnya

3) Retention(Tidak terpengaruh daya tarik pesaing)

Konsumen menolak untuk menggunakan produk atau jasa

alternatif yang ditawarkan oleh pesaing. Contoh : pasien setia melakukan

pemeriksaan di Puskesmas jatibarang meskipun banyak fasilitas kesehatan

lainnya seperti klinik atau rumah sakit swasta yang menawarkan pelayanan

kesehatan kepada mereka.

4) Recommendation (Mereferensikan produk atau jasa kepada orang lain)

14
Dimana konsumen melakukan komunikasi dari mulut ke mulut (word of

mouth) berkenan dengan produk tersebut. Contoh: seorang pasien yang

sudah setia terhadap pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas Jatibarang

akan menceritakan kepuasan dan kualitas puskesmas, kemudian setelah

itu temannya tertarik untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas jatibarang

2.1.4. Manfaat Loyalitas

Membangun dan mempertahankan loyalitas pelanggan sebagai bagian

suatu program hubungan jangka panjang perusahaan, terbukti dapat

memberikan manfaat bagi para pelanggan dan organisasi (Zeithamal dan

Bitner, 2008:12). Terdapat tiga manfaat utama yang berkaitan dengan loyalitas

pelanggan, yaitu sebagai berikut:

a. Loyalitas meningkatkan pembelian pelanggan.

b. Loyalitas pelanggan menurunkan biaya yang ditanggung perusahaan untuk

melayani pelanggan.

c. Loyalitas pelanggan meningkatkan komunikasi yang positif dari mulut ke

mulut.

2.1.5. Penyebab Loyalitas

Terdapat tiga variabel yang dapat diidentifikasi sebagai variabel penting

yang dapat menyebabkan pelanggan menjadi setia :

8. Kepuasan Pelanggan

15
Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil)

suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2012:52). Dari definisi

tersebut, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja

dan harapan, pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan pelanggan,

maka mereka akan merasa puas dan senang. Pelanggan yang puas terhadap

barang dan jasa, kemungkinan besar akan membeli ulang dari penyedia

barang dan jasa tersebut. Dengan demikian, perusahaan yang mampu

memuaskan pelanggan akan dapat meningkatkan keuntungan dan pangsa

pasarnya karena ada pembelian ulang dari pelanggan.

9. Citra (image)

Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide dan pesan yang dimiliki

seseorang terhadap suatu obyek Sutisna (2003). Definisi lain mengenai citra

merupakan manifestasi dari pengalaman dan harapan sehingga ia mampu

memengaruhi kepuasan konsumen akan suatu barang atau jasa. Sebagai

konsekuensi dari pengaruh citra terhadap perspesi seseorang, citra dapat

mendukung atau merusak nilai konsumen rasakan terhadap suatu barang

atau jasa. Citra yang baik akan meningkatkan atau menutup kekurangan

pelayanan yang dirasakan oleh konsumen, sebaliknya, jika citra yang buruk

akan lebih memperburuk pelayanan yang dirasakan oleh konsumen. Dengan

demikian jelas bahwa suatu citra, baik positif maupun negatif akan

memengaruhi konsumen terhadap penyedia jasa (Handy Irawan 2005:48).

10. Kualitas Pelayanan

16
Kualitas pelayanan merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan.

Baiktidaknya kualitas pelayanan barang atau jasa tergantung pada

kemampuanprodusen dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Kosumen yangmerasa puas secara tidak langsung akan menciptakan

loyalitas, dan mendorongterjadinya rekomendasi dari mulut kemulut,

bahkan dapat memperbaiki citraperusahaan dimata pelanggan. Oleh karena

itu kualitas pelayanan harus menjadifokus utama perhatian

perusahaan(Tjiptono dan Chandra (2011:171-173)).

2.1.6. Tahapan Loyalitas Pelanggan

Menurut Kotler dan Keller (2009 : 138), loyalitas sebagai pelanggan

yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali

produk ataujasa yang disukai dimasa depan meski pengaruh situasi dan

usahapemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih. Konsep

loyalitas sendiri memiliki empat tahap yang saling berurutan yaitu:

1. Loyalitas kognitif (cognitively loyalty) adalah tahap dimana adanya

kepercayaan terhadap suatu merek, dan merek tersebut lebih dipilih dari

pada merek yang lain.

2. Loyalitas afektif (affectiveluy loyalty) yaitu sikap pemilihan pelanggan

terhadap merek yang timbul akibat adanya kepuasan.

3. Loyalitas konatif (conativelly loyalty) yaitu intensi membeli ulang yang

kuat dan membeli keterlibatan tinggi sebagai dorongan motivasi.

17
4. Loyalitas tindakan (action loyalty) yaitu menghubungkan peningkatan

yang baik dari minat dan keinginan menjadi sebuah tindakan yang disertai

kemauan untuk mengatasi segala halangan yang mungkin terjadi.

Pelanggan yang loyal merupakan asset bag iperusahaan, dan untuk

mengetahui pelanggan yang loyal, perusahaan harus mampu menawarkan

produk atau jasa yang dapat memenuhi harapan pelanggan serta dapat

memuaskan pelanggannya.

2.1.7. Tingkat Loyalitas Pelanggan

Untuk menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui

beberapa tahapan. Griffin (2005) menyatakan bahwa tahap tahap tersebut

adalah:

1. Suspects

Suspects meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau

jasa perusahaan, kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin mereka

akan membeli tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan barang

atau jasa yang ditawarkan.

2. Prospect

Prospect adalah orang-orang yang memiliki kebtuhan akan produk atau jasa

tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini,

meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui

18
keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan, karena

seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut padanya.

3. Disqualified prospects

Disqualified prospects adalah prospects yang telah mengetahui keberadaan

barang atau jasa tertentu tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang

atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang

atau jasa tersebut.

11. First time customers

Pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya dimana mereka masih

menjadi pelanggan yang baru dari barang atau jasa pesaing.

12. Repeat customers

Pelanggan yang telah melakukan pembelian produk sebanyak dua kali atau

lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama

sebanyak dua kali, membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua

kesempatan yang berbeda pula.

13. Clients

Clients membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan yang mereka

butuhkan dan mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis

pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka

tidak terpengaruh oleh bujukan pesaing prosuk lain.

14. Advocates

Advocates membeli seluruh barang atau jasa yang ditawarkan

olehperusahaan yang menjadi kebutuhan mereka dan melakukan pembelian

19
secarateratur bahkan mereka menyarankan dan mendorong teman-teman

mereka agar membeli barang atau jasa tersebut.

15. Partners

Partners merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan

dan perusahaan yang berlangsung secaraterus menerus karena kedua belah

pihak telah saling merasa puas dan menguntungkan.

2.2. Teori Kualitas Pelayanan (Jasa)

2.2.1. Pengertian Pelayanan

Kualitas jasa atau layanan itu sendiri harus dimulai dari kebutuhan

pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif

terhadap kualitas jasa atau layanan (Kotler dan Keller, 2012). Sedangkan,

menurut Tjiptono (2016:113) “Kualitas jasa atau kualitas layanan

(servicequality) berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi,

positioning, strategi bersaing setiap organisasi pemasaran, baik perusahaan

manufaktur maupun penyedia jasa”. Teas dan DeCarlo (dalam Tjiptono

2016:113) menjelaskan bahwa dalam konteks pengukuran kualitas jasa,

terdapat dua rerangka definisional utama: performance-based framework

(menetapkan perceived performance, tanpa referensi pembanding apapun,

sebagai konsep perceived quality) dan standard-based framework

(konseptualisasi perceivedquality relative atau komparatif, artinya kinerja

dibandigkan dengan norma atau standar tertentu).

20
Menurut Adam (2015:10) menjelaskan jasa atau layanan adalah sesuatu

yang diberikan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan

tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan (transfer

ofownership). Kotler dan Keller (2015:36) mendefinisikan layanan (service)

adalah semua tindakan atau kinerja yang ditawarkan satu pihak kepada pihak

lain yang pada intinya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak

menghasilkan kepemilikan apapun. Lebih lanjut, pengelompokan layanan

menurut Kotler (2015:461) “Pertama, jasa atau layanan berbeda sesuai dengan

apakah layanan itu berbasis manusia (people based) atau berbasis peralatan

(equipment based)”.

Menurut Adam (2015:10), jasa atau layanan adalah sesuatu yang

diberikan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan (transfer of ownership).

Selanjutnya, Adam (2015:12) menjelaskan tiga faktor yang dapat

mempengaruhi harapan seseorang dalam mengkonsumsi pelayanan jasa antara

lain informasi langsung yang diperoleh dari orang (word of mouth), kebutuhan

perseorangan yang diperlukan serta pengalaman dalam pemakaian jasa.

2.2.2. Pengertian Kualitas Pelayanan (Jasa)

Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang

berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuaian dengan

persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan

21
berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan

pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Lupiyoadi dalam

bukunya Manajemen Pemasaran Jasa (2013:212) mendefinisikan, Kualitas

produk (jasa) adalah sejauh mana produk (jasa) memenuhi spesifikasi-

spesifikasinya.

ISO 9000 dalam Lupiyoadi (2013:212) mengemukakan, kualitas adalah

perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana

keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang

menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik tersebut

memenuhi kebutuhannya. Konsep kualitas pada dasarnya bersifat relatif, yaitu

bergantung pada prespektif yang digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan

spesifikasi. Menurut Tjiptono (2012:144), terdapat 5 macam perspektif

kualitas, yaitu:

1) Transcendental approach (Pendekatan Transendental)

Kualitas dipandang sebagai innate execellence, di mana kualitas dapat

dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan,

biasanya diterapkan dalam dunia seni.

2) Product-based approach (Pendekatan Berbasis Produk)

Kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan

dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam

jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.

22
3) User-based approach (Pendekaatan Berbasis Pengguna)

Kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang

paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)

merupakan produk yang berkualitas tinggi.

4) Manufacturing-based approach (Pendekatan Berbasis Manufaktur)

Kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan. Dalam sektor

jasa bahwa kualitas seringkali didorong oleh tujuan peningkatan

produktivitas dan penekanan biaya.

5) Value-based approach (Pendekatan Berbasis Nilai)

Kualitas dipandang dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam pengertian ini

bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum

tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah

barang atau jasa yang paling tepat dibeli.

Kualitas layanan sendiri bisa diartikan sebagai ukuran seberapa bagus

tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspetasi pelanggan.

Dengan kata lain ada dua faktor utama mempengaruhi kualitas jasa, yaitu

expected service dan perceived service atau kualitas jasa yang diharapkan dan

kualitas jasa yang diterima atau dirasakan (Tjiptono 2012:157). Apabila jasa

yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipresepsikan

sebagai kualitas jasa yang ideal. Akan tetapi bila jasa yang diterima lebih

rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai

kualitas yang buruk.

2.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan (Jasa)

23
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa

menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Fandy Tjiptono (2012:196)

berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa :

1. Reliabilitas meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja

(performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability)

2. Responsivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para

karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa secara

cepat.

3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang

dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan

pelanggan

4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui

(approachability) dan kemudahan kontak..

5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan

keramahan para karyawan

6. Komunikasi, artinya menyampaikan informasi kepada pelanggan dalam

bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan

keluhan pelanggan.

7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas

mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi

karyawan kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus

softselling approach).

8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keraguraguan.

24
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan

dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan

mengenal pelanggan regular.

10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan,

personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis,

kop surat, dan lain lain).

Dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (2013:216)

dalam Lupiyoadi, menemukan adanya overlapping diantara beberapa dimensi

diatas. Oleh sebab itu, mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tersebut

menjadi lima dimensi pokok. Dengan demikian, terdapat lima dimensi utama

service quality (SERVQUAL), yaitu :

1. Tangibles (Bukti fisik)

Menurut Lupiyoadi dalam bukunya Manejemen Pemasaran Jasa (2013:216),

Bukti fisik adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana

dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan

sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh

pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan

lain-lain), perlengkapan, dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta

penampilan pegawainya. Bukti fisik berkenaan dengan penampilan fisik

fasilitas layanan, peralatan, sumberdaya manusia, dan materi komunikasi

perusahaan. (Tjiptono,2016:175).

Adapun indikator tangible adalah sebagai berikut;

25
a. Kelengkapan alat yang dimiliki puskesmas.

b. Kebersihan gedung.

c. Penampilan Karyawan.

d. Ketersediaan tempat parkir yang luas

2. Reliability (kehandalan)

Kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan

sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus

sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayananan

yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik,

dan dengan akurasi yang tinggi ( Lupiyoadi, 2013:217). Keandalan

merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan akurat sejak pertama kali. (Tjiptono,2016:174).

Indikator reliability adalah sebagai berikut;

1. Perhatian sungguh-sungguh terhadap pasien.

2. Kesungguhan memperhatikan pasien yang mendapat masalah

3. Keakuratan penanganan masalah.

4. Ketepatan waktu pelayanan sesuai yang dijanjikan.

3. Responsiveness (Daya tanggap)

Menurut Lupiyoadi,( 2013:217) daya tanggap adalah kemampuan

perusahaan untuk memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat

kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Daya tanggap

berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk

26
membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera.

(Tjiptono, 2016:175).

Indikator Responsiveness) adalah sebagai berikut;

1) Kesediaan karyawan memberikan pelayanan dengan cepat.

2) Kesediaan membantu kesulitan yang dihadapi pasien

3) Keluangan waktu menanggapi permintaan pasien.

4) Kejelasan dalam menyampaikan informasi jasa.

4. Assurance (Jaminan)

Menurut Lupiyoadi,( 2013:217) Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan,

kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk

menumbuhkan rasa percaya para pelanggan terhadap perusahaan.

pengetahuan dan kesopanan para karyawan serta kemampuan mereka

menumbuhkan rasa percaya (trust) dan kepercayaan pelanggan (confidence).

(Tjiptono,2016:175).

Indikator Assurance (jaminan) adalah sebagai berikut;

1) Kompetensi karyawan.

2) Rasa percaya pasien terhadap karyawan.

3) Kesabaran karyawan dalam memberikan layanan.

4) Dukungan dari puskesmas kepada karyawan untuk melaksanakan

tugasnya.

5. Emphaty (Empati)

Menurut Lupiyoadi,( 2013:217), Empati yaitu memberikan perhatian yang

tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para

27
pelanggan dengan berupaya memahami keinginan mereka. Hal ini

mengharapkan bahwa suatu perusahaan memiliki pengertian dan

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara

spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Empati merupakan kemampuan memahami masalah pelanggannya

bertindak demi kepentingan pelanggan, dan memberikan perhatian personal

kepada para pelanggan (Tjiptono,2016:175).

Indikator Emphaty adalah sebagai berikut;

1) Perhatian secara personal kepada pasien.

2) Pemahaman karyawan akan kebutuhan dan perasaan pasien.

3) Kesungguhan puskesmas terhadap kepentingan pasien.

4) Kesesuaian jam kerja dengan kesibukan pasien

2.3. Teori Kepuasan Pasien

2.3.1. Pengertian Kepuasan Pasien

Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin “satis” (artinya

cukup baik, memadai) dan “facio”(melakukan atau membuat). Kepuasan bisa

diartikan sebagai “upaya pemenuhan”. Kepuasan adalah perasaan senang atas

kecewa seseorang yang timbul karena seseorang yang timbul karena

membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau jasa terhadap

ekspektasi mereka (Kotler, 2012).

Kotler & Keller (2016:153) dalam bukunya Marketing Management

mendefinisikan, Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or

28
disappointment that result from comparing a productor service’s perceived

performance (or outcome) to expectations. If the performance or

experiencefalls short of expectations, the customer is dissatisfied. If it matches

expectations, the customer is satisfied. If it exceeds expectations,the customer

is highly satisfied or delighted. (Kepuasan adalah perasaan seseorang

kesenangan atau kekecewaan yang dihasilkan dari membandingkan pelayanan

produk yang dirasakan kinerja (atau hasil) dengan yang di harapakan. Jika

kinerja, atau pengalaman jatuh jauh dari harapan, pelanggan puas. Jika itu

sesuai harapan, pelanggan puas. Jika memang melebihi harapan, pelanggan

sangat puas atau senang).

Fornell,1992 (dalam Lupiyoadi, 2013:228) mengemukakan, Banyak

manfaat bagi perusahaan dengan tercapainya tingkat kepuasan pelanggan

(customer satisfaction) yang tinggi, dimana akan meningkatkan loyalitas

pelanggan dan mencegah perputaran. Perusahaan jasa mengurangi sensitivitas

pelanggan terhadap harga, mengurangi biaya kegagalan pemasaran,

mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah

pelanggan, meningkatkan efektivitas iklan, dan meningkatkan reputasi bisnis.

Seperti dijelaskan diatas kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja

dan harapan. Jika kinerja lebih baik daripada harapan, maka itulah yang

dinamakan kepuasan. Sebaliknya jika kinerja lebih buruk daripada harapan,

maka akan menimbulkan kesenjangan atau gap. Lima kesenjangan (gap) yang

menyebabkan adanya perbedaan presepsi mengenai kualitas jasa menurut

Lupiyoadi, (2013:219) adalah sebagai berikut:

29
1. Kesenjangan Presepsi Manajemen

Adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan

presepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. kesenjangan ini

terjadi karena kurangnya orientasi riset pemasaran, pemanfaatan yang tidak

memadai atas temuan riset, kurangnya interaksi antara pihak manajemen

dan pelanggan, komunikasi dari bawah keatas yang kurang memadai, serta

terlalu banyaknya tingkatan manajemen.

2. Kesenjangan Spesifikasi Kualitas

Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa

dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak

memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi

mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak

memadainya penyusunan tujuan.

3. Kesenjangan Penyampaian Jasa

Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service

delivery) kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor seperti (a)

ambiguitas peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas

sesuai dengan harapan manajer, tetapi memuaskan pelanggan; (b) konflik

peran, yaitu sejauh mana karyawan meyakini bahwa mereka tidak

memuaskan semua pihak; (c) kesesuaian karyawan dengan tugas yang harus

dikerjakan; (d) kesesuaian teknologi yang digunakan oleh karyawan; (e)

sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya sistem penilaian

dan sistem imbalan; (f) kendali yang diterima, yaitu sejauh mana karyawan

30
merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan;

(g) kerja tim, yaitu sejauh mana karyawan dan manajemen merumuskan

tujuan bersama dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan

terpadu.

4. Kesenjangan Komunikasi Pemasaran

Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan

pelanggan mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat

oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi

karena (a) tidak memadainya komunikasi horizontal dan (b) adanya

kecenderungan memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini,

komunikasi eksternal telah mendistorsi harapan pelanggan.

5. Kesenjangan Dalam Pelayanan yang Dirasakan

Perbedaan presepsi antara jasa yang di rasakan dan yang diharapkan oleh

pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan

memperoleh citra dan dampak positif. Namun, apabila yang diterima lebih

rendah dari yang diharapkan, kesenjangan ini akan menimbulkan

permasalahan bagi perusahaan.

2.3.2. Pengertian Kepuasan Pasien

Pasien adalah seseorang yang menerima pelayanan medis. Sering kali,

pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk

memulihkannya. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai suatu sikap

konsumen, yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap

pelayanan yang pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk menggunaakan

31
kembali jasa pelayanan puskesmas akan sangat dipengaruhi oleh

pengalamannya yang lampau waktu memakai jasa yang sama dalam menerima

pelayanan. (Supranto dalam Hastuti, 2016:163).

Kepuasan pasien dapat dilihat dari hak-hak yang dimiliki pasien yang

sebagai peserta dapat terpenuhi. Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang

kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan,

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, memperoleh

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri

pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya, lingkungan yang sehat, info

dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi

tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah

maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

2.3.3. Dimensi Kepuasan Pelanggan

Engel (dalam Tjiptono 2016:151) mengungkapkan bahwa kepuasan

pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih

sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui

harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang

diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. . Menurut Irawan (2004 : 37)

dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima dimensi utama

yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan yaitu:

1. Kualitas produk (jasa): dimana pelanggan akan merasa puas bila hasil

evaluasi mereka menunjukan bahwa produk (jasa) yang mereka gunakan

berkualitas.

32
2. Kualitas pelayanan: terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa

puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai

dengan yang diharapkan.

3. Emosional: pelanggan akan merasa puas bangga dan mendapatkan

keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan

produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai kepuasan yang

lebih tinggi.

4. Harga: produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan

harga yang murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada

pelanggannya.

5. Biaya: pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau

tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa

cenderung merasa puas terhadap produk atau jasa itu.

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini adalah hal

penting yang memengaruhi kepuasan masyarakat sebagai pasien. Konsumen

pengguna jasa dalam hal ini pasien yang pernah merasa puas merupakan aset

yang sangat berharga karena apabila merasa puas maka pengguna jasa akan

terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak

puas pengguna akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman

yang telah dialami pengguna.

2.3.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Tjiptono (2016:356) beberapa metode yang digunakan

perusahaan untuk memantau kepuasan pelanggannya, diantaranya adalah :

33
1. Sistem keluhan dan saran. Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk

menyampaikan saran, keluhan dan pendapat pelanggan mengenai

produk/jasa. Metode ini bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan

gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak

semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja

pelanggan beralih kepada penyedia jasa lain dan tidak menggunakan lagi

penyedia jasa tersebut. Upaya mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit

diwujudkan terlebih bila perusahaan tidak memberikan timbal balik yang

memadai kepada pelanggan yang telah bersusah payah berpikir

menyumbangkan ide untuk perusahaan.

2. Survei kepuasan pelanggan. Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan

dengan kuesioner, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi.

Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik

secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan tanda positif bahwa

perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya. Pengukuran kepuasan

konsumen melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara

lain :

a. Directly Reported Satisfaction :pengukuran dilakukan secara langsung

kepada konsumen melalui pernyataan seperti ungkapan seberapa puas

anda terhadap pelayanan perusahaan dengan skala sebagai berikut: sangat

tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas, sangat puas.

34
b. Derived dissatisfaction: pernyataan yang diajukan menyangkut dua hal

yang utama, yakni besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu,

dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.

c. Problem analysis: konsumen yang dijadikan responden diminta untuk

mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka

hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran

untuk melakukan perbaikan.

d. Importance-performance analysis : dalam teknik ini, responden diminta

merangking berbagai elemen/atribut tersebut. Selain itu responden

diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-

masing elemen/atribut tersebut.

3. Ghost Shopping. Metode ini dilakukan dengan cara mempekerjakan

beberapa orang (ghost shopping) untuk berperan atau bersikap sebagai

pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost

shopper itu menyampaikan hasil temuannya mengenai kekuatan dan

kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka

dalam pembelian produk-produk tersebut.

4. Lost Customer Analysis. Metode ini cukup unik. Perusahaan berusaha

menghubungi para pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang

telah beralih pemasok, yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi

penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi

perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka

meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.

35
Adapun Indikator-indikator kepuasan pasien adalah sebagai berikut;

a. Puskesmas tidak pernah salah dalam memberi informasi kepada pasien.

b. Jika ada masalah, puskesmas mau mendiskusikan dengan pasien.

c. Pasien tidak perlu datang berkali-kali untuk menyelesaikan urusannya

d. Hubungan antar karyawan terlihat saling memberi kontribusi untuk layanan

yang lebih baik.

2.4. Teori Citra Puskesmas

2.4.1. Pengertian Citra Puskesmas

Sebelum terjadi penggunaan terhadap sebuah jasa, seringkali

seorangpelanggan menerima informasi yang berkaitan dengan jasa dan

lembaga yang menyediakan jasa tersebut. Informasi tersebut dapat berupa

kesan pelanggan yangtelah menggunakan sebuah jasa yang sama terhadap

citranya, atau berita yangdisampaikan oleh pihak yang menyediakan jasa

tersebut. Bagi sebagian orang,informasi tersebut kadang kala tidak

mempengaruhi keputusan penggunanya, tapi bagi sebagian yang lain informasi

tersebut menjadi hal yang sangat berhargauntuk dipertimbangkan. Kondisi

tersebut tidak jauh berbeda dengan pasien yang menggunakan jasa di

puskesmas tertentu, sebagai mahluk sosial yang terlibat dalam interaksi

ekonomi, pasti menjumpai informasi.Informasi ini dapat berasal dari pasien

sebelumnya, orang dekat, lingkungan ataupun karyawan puskesmas

bersangkutan itu sendiri. Setiap pasien tentunya mempunyai pandangan

36
tersendiri tentang pengaruh informasi tersebut terhadap keputusan penggunaan

jasa.

Besarnya kepercayaan obyek terhadap sumber informasi akan

memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi. Sumber informasi

dapat berasal dari perusahaan secara langsung dan atau pihak-pihak lain secara

tidak langsung. Citra perusahaan menunjukkan kesan obyek terhadap

perusahaan yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari

berbagai sumber informasi terpercaya (Sutisna, 2003:62).

Citra sendiri dalam bahasa inggris disebut dengan istilah image, yang

artinya sejumlah kepercayaan, ide, atau nilai dari seseorang terhadap suatu

objek,merupakan konstruksi mental seseorang, atau merupakan interprestasi,

reaksi,persepsi atau perasaan dari seseorang terhadap apa saja yang

berhubungan dengannya (Kotler, 2012:338). Kotler dan Keller (2012:235)

mendefinisikan citra sebagai total persepsi terhadap suatu obyek yang dibentuk

dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Kasali

(2003:28) mendefinisikan citra sebagai kesan yang timbul karena pemahaman

akan suatu kenyataan. Sedangkan menurut Soemirat &Ardianto (2005:114),

citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi

bukan citra atas produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk

oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu

perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang

gemilang, keberhasilan-keberhasilan di bidang keuangan yang pernah

diraihnya, sukses ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai

37
pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang besar, kesediaan turut memikul

tanggungjawab sosial, komitmen mengadakan riset, sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa citra merupakan

hasil persepsi dan pemahaman konsumen mengenai produk atau jasa yang di

lihat, dipikirkan dan dibayangkan. Sehingga dapat dikatakan jika pengertian

citra itu sendiri abstrak atau intangible, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari

hasil penilaian, penerimaan, kesadaran, dan pengertian, baik semacam tanda

respek maupun tanda hormat, dari publik sekelilingnya atau masyarakat luas

terhadap perusahaan sebagai badan usaha atau terhadap personilnya (dipercaya,

profesional,dan dapat diandalkan dalam pemberian pelayanan yang baik).

2.4.2. Pentingnya Citra

Tjiptono (2012:63) mengatakan bahwa citra kualitas yang baik bukanlah

berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan

berdasarkan persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan

menikmati jasa perusahaan, Sehingga merekalah yang seharusnya menentukan

kualitas jasa. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan panilaian

menyeluruh atas keunggulan suatu jasa. Hal senada juga dikatakan oleh Alma

(2005:318), bahwa citra dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman

yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan untuk

mengambil keputusan.

Kasali (2003:30) menyatakan, bahwa citra perusahaan yang baik

dimaksudkan agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang didalamnya

terus mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih

38
berarti bagi orang lain. Lebih spesifik Sutisna (2003:332) menjabarkan

pentingnya citra bagi perusahaan, sebagai berikut:

1. Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra positif

memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi dan mencapai

tujuan secara efektif sedangkan citra negatif sebaliknya.

2. Sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.

Citra positif menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil, kualitas teknis

atau fungsional sedangkan citra negatif dapat memperbesar kesalahan

tersebut.

3. Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas

pelayanan perusahaan.

4. Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak internal.

Citra perusahaan yang kurang jelas dan nyata mempengaruhi sikap

karyawan terhadap perusahaan.

Begitu pentingnya citra bagi perusahaan, maka secara berkala perusahaan harus

mensurvey publiknya untuk mengetahui citra (Kotler, 2012 : 460).

2.4.3. Dimensi Citra

Kasali (2003:28) menjelaskan, bahwa untuk mengukur citra perusahaan dapat

dilakukan dengan menilai komponen-komponen sebagai berikut:

39
1. Personality. Keseluruhan karakteristrik yang dipahami publik sasaran

seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang mempunyai

tanggung jawab sosial.

2. Reputation. Hak yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik

sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain.

3. Value. Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain budaya

perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan,

karyawan yang cepat tanggap terhadap permitaan maupun keluhan

pelanggan.

4. Corporate Identity. Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan

publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.

Kotler dan Keller (2012:235) mengatakan, bahwa untuk mengukur citra

perusahaan dapat dilakukan dengan menilai komponen-komponen sebagai

berikut:

1. Atribut produk (barang dan jasa), manfaat dan perilaku secara umum, terkait

kualitas dan inovasi.

2. Orang dan relationship, terkait orientasi pada pelanggan

(customerorientation).

3. Nilai dan program, terkait keperdulian lingkungan dan tanggung jawab

social.

4. Kredibilitas perusahaan (corporate kredibility), terkait keahlian,

kepercayaan dan menyenangkan.

40
Berdasarkan komponen-komponen untuk mengukur citra yang

dikemukakan tersebut di atas dapat dijelaskan, bahwa pada dasarnya komponen

yang dikemukakan oleh Kasali (2003) lebih luas dibandingkan dengan

komponen-komponen yang dikemukan oleh Kotler dan Keller (2012), atau

dengan kata lain komponen-komponen yang dikemukakan oleh Kotler dan

Keller (2012) sebagian diantaranya sudah masuk dalam komponen-komponen

yang dikemukan oleh Kasali (2003), sehingga dalam penelitian ini untuk

mengukur citra Puskesmas digunakan komponen-komponen citra yang

dikemukan oleh Kasali (2003) yang meliputi: personality, reputation, value,

corporate identity.

2.5. Teori Puskesmas

2.5.1. Pengertian Puskesmas

Salah satu bentuk reformasi bidang kesehatan adalah dikeluarkannya

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat

(Puskesmas). Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang

menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran

masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah

(Dedi Alamsyah dan Ratna Muliawati, 2013: 43). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 75 Tahun 2014 mendefinisikan Pusat Kesehatan Masyarakat yang

selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

41
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif

dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya di wilayah kerjanya.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas

menyebutkan bahwa lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:

a. Geografis;

b. Aksesibilitas untuk jalur transportasi;

c. Kontur tanah;

d. Fasilitas parkir;

e. Fasilitas keamanan;

f. Ketersediaan utilitas publik;

g. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan kesehatan lainnya

Konsep Dasar Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan

kabupaten/ kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

kesehatan di suatu wilayah kerja (Trihono, 2005: 8). Sesuai dengan strategi

Indonesia sehat tahun 2020 dan kebutuhan pembangunan sektor kesehatan di

era desentralisasi ini, Departemen Kesehatan Pusat sudah menetapkan visi dan

misi Puskesmas. Visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas adalah

terwujudnya kecamatan sehat (Moenir, 2008: 140). Kecamatan sehat adalah

gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

42
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat

kesehatan yang setinggitingginya (Trihono, 2005: 9).

Hasil penelitian James Macinko, PhD, et al. (2009) menunjukkan bahwa

sebagian besar bukti efektivitas pelayanan kesehatan primer difokuskan pada

bayi dan kesehatan anak, tetapi ada juga bukti peran positif pelayanan

kesehatan primer terhadap kesehatan populasi dari waktu ke waktu. Efektivitas

pelayanan kesehatan primer pada kesehatan penduduk di negara-negara

berpenghasilan rendah telah menunjukkan bahwa beberapa analisis

memberikan bukti konsisten dampak pelayanan kesehatan primer dalam

peningkatan hasil kesehatan.

2.5.2. Fungsi Puskesmas

Menurut Arsita Eka Prasetyawati (2011: 121-122), Puskesmas memiliki

tiga fungsi pokok, yaitu :

1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

2. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.

3. Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (continue), mencakup

pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas

menyebutkan dalam menyelenggarakan fungsi Puskesmas, Puskesmas

berwenang untuk:

a. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

43
b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan

kerja sama inter dan antar profesi;

f. Melaksanakan rekam medis;

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses Pelayanan Kesehatan;

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem

Rujukan.

2.6. Hubungan Antar Variabel

Tiga variabel yang dapat diidentifikasi sebagai variabel penting yang

dapat menyebabkan pelanggan menjadi setia dan loyal terhadap puskesmas

adalah kualitas pelayanan, kepuasan puskesmas, dan citra puskesmas itu

sendiri.

44
Kualitas pelayanan merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan suatu

perusahaan(Tjiptono dan Chandra (2011:171-173). Baik tidaknya kualitas

pelayanan kesehatan puskesmas tergantung pada kemampuan petugas

kesehatan dalam memenuhi harapan pasien secara konsisten. Pasien yang

merasa puas secara tidak langsung akan menciptakan loyalitas, dan mendorong

terjadinya rekomendasi dari mulut kemulut, bahkan dapat memperbaiki citra

puskesmas dimata pasien dan masyarakat. Oleh karena itu kualitas pelayanan

harus menjadi fokus utama perhatian puskesmas.

Selain kualitas pelayanan, variabel yang penting dalam meningkatkan

loyalitas pasien adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah

perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara

kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya

(Kotler, 2012:52). Dari definisi tersebut, kepuasan merupakan fungsi dari

persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Pada pelayanan kesehatan di

puskesmas, jika pasien puas dan jika kinerja melebihi harapan pasien, maka

mereka akan merasa puas dan senang. Pasien yang puas terhadap pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh puskesmas, kemungkinan besar akan datang

kembali untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas tersebut.

Variabel lain yang berperan penting terhadap loyalitas pasien adalah

citra puskesmas. Citra sebuah perusahaan merupakan manifestasi dari

pengalaman dan harapan sehingga ia mampu memengaruhi kepuasan

pelanggan akan pelayanan yang diberikan(Handy irawan 2005:48). Sebagai

konsekuensi dari pengaruh citra puskesmas terhadap perspesi pasien, citra

45
puskesmas dapat mendukung atau merusak nilai yang pasien rasakan terhadap

pelayanan kesehatan puskesmas. Citra puskesmas yang baik akan

meningkatkan atau menutup kekurangan pelayanan kesehatan yang dirasakan

oleh pasien, sebaliknya, jika citra puskesmas buruk akan lebih memperburuk

pelayanan yang dirasakan oleh pasien. Dengan demikian jelas bahwa suatu

citra, baik positif maupun negatif akan memengaruhi loyalitas pasien terhadap

pelayanan kesehatan puskesmas.

2.7. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada dibawah ini sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

N Nama dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian

o Penelitian
Dan Analisis Data
1 Megawati (2016) Pengaruh KualitasPelayanan Hasil penelitian menunujukan
terhadapLoyalitas dengan kualitaspelayanan berpengaruh
secaralangsung sebesar 7,7% dan
Kepuasan PasienSebagai
pengaruhtidak langsung sebesar
VariableIntervening di RSUD
0,4%. Kualitas
Dr.Djasmen
Pelayanan diukur memiliki
SaragihPematang Siantar.
pengaruhterhadap tinggi rendahnya
Analisis Data : kepuasanpasien.

Regresi Berganda
2 Kartikasari, Dwi Pengaruh KualitasLayanan dan Kualitas pelayanan berpengaruh

dan Dewanto Kepercayaan positif dan signifikan terhadap


TerhadapKepuasan
(2014: Vol 12No.3) kepuasan pasien di RSBK. Kualitas
PasienRumah Sakit Bunda
Layanan berpengaruh terhadap
Kandangan Surabaya.
kepercayaan melalui kepuasan

46
pasiensebagai variabel interviening.
Hal inimempunyai arti bahwa
peningkatankualitas layanan akan
meningkatkan

kepuasan pasien yang akan diikuti

dengan peningkatan kepercayaan

pasien.
3 Yananda (2016) Pengaruh KualitasPelayanan Berdasarkanhasil pengujian hipotesis
Terhadaployalitas pasien BPJS dapat diketahui bahwa kualitas
di pelayanan memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadap loyalitas pasien
RSU Mitra Medika
daripada pengaruh kepuasan pasien
terhadap loyalitas pasien.

Kerangka Pemikiran

Sugiyono, (2014:128) mengatakan bahwa kerangka berfikir merupakan

model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor

yang telah di identifikasi sebagai masalah penting. Dalam penelitian ini penulis

menyajikan kerangka pemikiran dalam bentuk skema yang menunjukan

hubungan masing-masing variabel, yaitu sebagai berikut :

H1
Kualitas Pelayanan (X1) Loyalitas Pasein
H2 (Y)
Kepuasan Pasien (X2)
H3

Citra Puskesmas (X3) H4


47
Gambar 2. 1 Gambar Kerangka Pikir Penelitian

Hipotesis

Menurut Sugiyono (2014:134) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Setelah hipotesis tersusun, peneliti

mengujinya melalui penelitian, oleh karena itu, hipotesis disajikan hanya sebagai

suatu pemecahan masalah yang sementara, dengan pengertian bahwa penelitian

yang dilaksanakan tersebut dapat berakibat penolakan atau penerimaan hipotesis

yang disajikan, dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berdasarkan

rumusan masalah adalah sebagai berikut:

H1 : Secara parsial kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap loyalitas pasien di Puskesmas Jatibarang Indramayu

H2 : Secara parsial kepuasan pasienberpengaruh positif dan signifikan terhadap

loyalitas pasien di Puskesmas Jatibarang Indramayu

H3 : Secara parsial citra Puskesmas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

loyalitas pasien di Puskesmas Jatibarang Indramayu

H4 : Secara bersama-sama atau secara simultan kualitas pelayanan, kepuasan

pasien, dan citra Puskesmas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

loyalitas pasien di Puskesmas Jatibarang Indramayu

48
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab 3 (tiga) dalam penelitian ini mengulas tentang tahapan penelitian terkait

dengan metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan penelitian serta

teknik-teknik dalam menganalisa masalah yang ditemukan dalam penelitian, yang

terdiri dari bahasan-bahasan mengenai: sub-bab pendekatan penelitian, sub-bab

populasi dan sampel penelitian, sub-bab data penelitian, sub-bab analisis data,

sub-bab analisis data dan sub-bab hipotesis penelitian. Secara terperinci sub-bab

dalam Bab 3 digambarkan sebagai berikut:

3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Jatibarang Indramayu. Sedangkan

untuk waktu penelitian dilaksanakan setelah selesai sidang proposal.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti

untuk mengetahui berbagai informasi dan data untuk mengetahui sesuatu dan

untuk pemecahan masalah. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif

dan kuantitatif. Statistik deskriptif merupakan statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2016: 238-239).

49
3.3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian empiris yang datanya berbentuk angka-

angka. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur

statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).Menurut Sugiyono

(2016:35-36) metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,

analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan

3.4. Data Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

Berdasarkan pengelompokannya, jenis data dalam penelitian ini adalah berupa :

1.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber data utama (Sugiyono,2015:131). Data primer

disebut juga sebagai data asli. Untuk mendapatkan data primer,peneliti harus

mengumpulkannya secara langsung melalui cara dengan penyebaran kuesioner,

yang datang ke Puskesmas Jatibarang Indramayu

1.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau data yang dikumpulkan

oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan

50
kedua) (Sugiyono,2015:131). Data sekunder dapat berupa profil Puskesmas

Jatibarang,visi & misi, jumlah pasien rawat jalan, dan data geografis

wilayah kerja Puskesmas Jatibarang Indramayu..

1.4.3. Metode Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data merupakan suatu usaha untuk memperoleh

data yang diperlukan dalam penelitian. Tehnik pengumpulan data yang

digunakan adalah:

Metode Kuesioner (Angket)

Kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang efisien bila

peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa

diharapkan dari responden (Sugiyono, 2015:230). Dalam penelitian ini

menggunakan petanyaan tertutup yang diberikan kepada pasein yang peneliti

temukan saat pasein tersebut datang untuk berobat ke Puskesmas Jatibarang

selama lebih kurang 3 hari untuk memenuhi jumlah sampel dalam penelitian

ini yaitu sebanyak 100 orang pasien.

3.5. Populasi dan Sampel

3.5.1. Populasi

Menurut Sugiyono (2015: 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan. Dalam penelitan ini yang menjadi populasi adalah pasein yang

datang berobat ke Puskesmas Jatibarang. Dalam 1 hari kerja pasein yang

51
datang berobat ke Puskesmas Jatibarang lebih kurang sekitar 50-150 orang,

maka jika dikalkulasikan dalam 1 tahun pasein yang datang berobat ke

Puskesmas Jatibarang sekitar 45.000 orang pasein.

3.5.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2015). Teknik sampling

pada penelitian ini menggunakan teknik Nonprobabilitysampling dengan

metode insidental sampling.

Teknik Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel

yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau

anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Insidental sampling adalah

teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,

bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber

data (Sugiyono, 2015).

Dan rumus yang digunakan dalam pengambilan sampel ini menggunakan

pendapat Slovindengan catatan bahwa populasi berdistribusi normal(Umar,

2010:146), adalah sebagaiberikut :

52
Keterangan:

n = Ukuran Sampel

N = Ukuran Populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, yaitu 10%.

Berdasarkan rumus diatas, dapat diaplikasikan dengan data populasi yang telah

ditentukan, yaitu:

Jadi disini dapat dikatakan bahwa sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebanyak 100 orang pasein, dimana responden ini diambil

dengan cara random sampling yaitu pasein yang ditemui oleh peneliti saat

melakukan penelitian di Puskesmas Jatibarang selama lebih kurang 3 hari.

Untuk mendapatkan data sesuai dengan fokus penelitian ini dan untuk

mengurangi bias hasil penelitian, sampel diambil dengan menggunakan kriteria

inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2014).

a. Kriteria inklusi

Adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target

yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,2014). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

1). Pasien yang datang dan berobat di Puskesmas Jatibarang

2). Pasien yang bersedia jadi responden.

3). Pasien dewasa berusia minimal 20 tahun

53
4). Pada saat penelitian sedang periksa di Puskesmas Jatibarang.

5). Mampu berkomunikasi dengan baik.

b. Kriteria eksklusi

Adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2014). Kriteria

eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Pasien yang datang berobat dalam keadaan emergency, seperti dalam

keadaan kecelakaan

2) Pasien yang butuh pertolongan saat dalam perjalanan luar kota.

Tujuan dilakukannya pemilihan sampel dengan menggunakan cara kriteria

inklusi dan ekslusi adalah untuk memudahkan peneliti yang juga bekerja di

Puskesmas Jatibarang Indramayu.

3.6. Definisi Variabel Penelitian Dan Kisi-kisi Variabel Penelitian

3.6.1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2016:95) variabel penelitian adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini menggunakan dua

variabel yaitu Variabel bebas (Independen Variabel)artinya variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel terikat yang selanjutnya dinyatakan sebagai (X). Sedangkanvariabel

terikat (Dependen Variabel) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

54
menjadi akibat karena adanya variabel bebasyang selanjutnya dinyatakan

sebagai (Y).

X1 = Kualitas Pelayanan

adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapatmemenuhi keinginan

pasien / konsumen / pelanggan yang diberikan oleh Puskesmas Jatisawit.

Kualitas pelayanan diukur dengan lima indikator pelayanan (keandalan,

daya tangkap, kepastian, empati, dan bukti fisik)((Parasuraman, Zethmal,

dan Berry(2013:216))

X2 = Kepuasan Pasien

adalah merupakan perasaan senang atau kecewa yang timbul dalam diri

seseorang, yang berasal dari perbandingan antara kesan yang diterima

atas harapan-harapan yang diinginkan (Kotler, 2012:52)

X3 = Citra Puskesmas

Memiliki image yang baik dimata masyarakat akan menjadi konsekuensi

dari pembentukan citra. Citra dapat mendukung dan merusak nilai yang

konsumen rasakan. Citra yang baik akan mampu meningkatkan

kesuksesan suatu perusahaan dan sebaliknya citra yang buruk akan

memperpuruk kestabilan suatu perusahaan.(Kotler, 2012:338)

Y = Loyalitas Pasien

adalah komitmen pasien bertahan secara mendalam untuk berlangganan

kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara

konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan

55
usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan

perilaku. (Oliver dalam Hurriyati, 2005:129)

3.6.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksudatau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional yang diberikan kepada variable

dalam penelitian ini adalahsebagai berikut :

Tabel 3. 2Kisi-kisi Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Soal Skala


Kualitas Tangibles Sarana dan Prasarana 1 Likert 1-5

Pelayanan Puskesmas
Ordinal
(X1) Reliability Keahlian petugas dalam 2
1:Sangat Tidak
Parasuraman, menangani Pasien
Setuju
Zeithaml, Responsiveness Ketepatan waktu 3
2: Tidak Setuju
Berry pelayanan kesehatan

(2013:216) 3: Netral

4: Setuju

5: Sangat Setuju

Assurance Attitude petugas 4.5

kesehatan
Emphaty Pemahaman Petugas 6.7

pada pasien
Kepuasan Kepuasan Kualitas Kualitas pemeriksaan 1.2

56
Pasien (X2) Produk dan pengobatan
Kepuasan kualitas Kualitas pelayanan dari 3.4

Pelayanan petugas kesehatan


Kepuasan Perasaan puas pasien 5

Emosional telah datang ke

Puskesmas
Kepuasan Harga Harga dari produk 6

dipuskesmas terjangkau
Kepuasan Biaya Biaya pemeriksaan diluar 7

pemeriksaan wajib dapat

terjangkau
Citra Personality Kerja baik, ramah 1. 2
Reputation. Image yang dipercaya 3. 4
(X3)
Value. Peduli, respon cepat 5.6

.Corporate Identity Mudah dikenal, nyaman 7

Loyalitas Repeatation Kunjungan Ulang 1,2

Pasien (Y) Purchase accros Pemeriksaan Penunjang 3. 4.

product line Lain


Retention Setia / tidak 5.6.7

memeriksakan ke sarana

kesehatan lain
Recommendation Merekomendasikan ke 8.9.10

orang lain

57
3.7. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, dari hasil beberapa teknik pengumpulan data diatas,

maka langkah-langkah yang dapat ditempuh di dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut :

1. Penyeleksian Data (editing), adalah langkah ini diperlukan untuk memilih

data yang representatif dan dapat dipergunakan untuk proses selanjutnya.

Penyeleksian data ini dilakukan dengan memeriksa jawaban dari hasil

penyebaran daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah diisi oleh responden.

2. Pengelompokan Data (coding), adalah langkah dimana ini dilakukan untuk

mengklasifikasikan jawaban responden dalam bentuk katagori.

Pengklasifikasikan ini diperlukan sebagai dasar analisis kuantitatif, oleh

karena itu untuk tiap jawaban responden diberikan skor/nilai.

3. Tabulasi Data (tabulation), adalah untuk mengetahui frekwensi jawaban

responden dengan cara menyusun jawaban responden berdasarkan bobot nilai

dalam bentuk tabel yang ditetapkan.

4. Analisis Data (data analysis), adalah langkah dalam menganalisis data yang

telah tersaji dalam tabulasi. Dalam hal ini, analisis dilakukan dengan bantuan

perangkat komputer melalui program statistik (SPSS-Statistic Package for

Social Science). Analisis dengan program SPSS dilakukan untuk

menganalisis hubungan antar variabel penelitian melalui analisis korelasi

(correlation analysis) dan untuk menganalisis besaran pengaruh antara

variabel independen terhadap variabel dependent melalui analisis regresi

(regression analysis).

58
3.8. Pengukuran Variabel

Teknik yang digunakan adalah mengunakan skala Likert. Menurut Sugiono

(2014:168) skala Likert digunakan untuk mengukur sikap pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam skala Likert,

maka variabel yang diukur dapat dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian

indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak ukur menyusun item-item

instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.Jawaban item

instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari positif

sampai dengan negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain :

Tabel 3. 3Skala Pengukuran Variabel

Skala Nilai Keterangan


Sangat Setuju 5 Pernyataan dianggap sangat sesuai dengan

keadaan yang dirasakan oleh responden


Setuju 4 Pernyataan dianggap sesuai dengan keadaan

yang dirasakan oleh responden.


Netral 3 Dalam menyikapi pernyataan responden

tidak dapat menentukan dengan pasti apa

yang dirasakan.
Tidak Setuju 2 Dalam pernyataan, responden menganggap

tidak sesuai dengan apa yang dirasakan.


Sangat Tidak Setuju 1 Pernyataan sangat tidak sesuai dengan

keadaan yang dirasakan oleh responden.

59
3.9. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan pengelompokan data berdasarkan variabel dan

jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk

menguji hipotesis yang telah diajukan Sugiyono (2013). Dalam penelitian ini

analisis data menggunakan aplikasi software SPSS versi 22.0.

Analisis statistik kuantitatif digunakan untuk mengolah dan

mengorganisasikan data serta merumuskan hasil yang dapat di interpretasikan

dengan mencari nilai-nilai secara terperinci tentang (frekuensi) rata-rata hitung

(mean), nilai tengah (median), mode, simpangan (standar deviasi), interval, nilai

maksimum dan nilai minimim dari masing-masing variabel yang diuji dalam

penelitian.

Disamping itu, analisis ini juga dipakai untuk mengukur dan menguji

hubungan serta pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan

tiga variabel bebas terhadap satu variabel terikat (Kualitas Pelayanan, Kepuasan

Pasien dan Citra Puskesmas serta Loyalitas Pasien), maka pengujian data

dilakukan dengan analisis korelasi parsial dan ganda. Sementara itu, untuk

mengukur seberapa besar pengaruh antara variable independen terhadap variabel

dependen, maka dilakukan dengan analisis regresi.

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, yaitu melalui penyebaran

kuesioner dan observasi di lapangan, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisisnya. Dalam penelitian ini analisis akan dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut:

60
3.9.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau melampirkan data yang

telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono,2014:206). Pada sub

bab sebelumnya peneliti sudah menjelaskan bahwa metode analisa yang

digunakan salah satunya adalah analisa deskriptif. Analisa deskriptif digunakan

untuk mendeskripsikan dan menggambarkan tentang ciri responden dan

variable penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif atas

variabel independen dan dependen yang selanjutnya dilakukan

pengklasifikasian terhadap jumlah skor responden. Dari jumlah skor jawaban

responden yang diperoleh kemudian disusun kriteria penilaian untuk setiap

item pertanyaan/pernyataan. Untuk mendeskripsikan data pada setiap variable

penelitian dilakukan dengan menyususn tabel distribusi frekuensi untuk

mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk

dalam kategori : sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

3.9.2. Uji Instrumen

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dapat dikatakan

berhasil menjalankan fungsinya apabila dapat menunjukkan hasil yang cermat

dan akurat. Kualitasnya tergantung dari kualitas item-item pertanyaan. Apakah

item-item tersebut sudah dimengerti dan ditafsirkan sama oleh responden. Oleh

61
sebab itu kuesioner harus melalui tahap pengujian terlebih dahulu sebelum

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian.

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang

disusun berpengaruh pada besar tidaknya dan sangat menentukan bermutu

tidaknya hasil penelitian. Baik buruknya instrumen penelitian ditunjukan oleh

tingkat kesalahan (validity) dan keandalan (reliability). Uji coba instrumen

dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen sehingga

dapat diketahui layak tidaknya digunakan untuk diberikan kepada responden

dalam hal ini adalah pasien di Puskesmas Jatibarang.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner. Valid berarti instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas merupakan parameter

yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.

Pengujian validitas alat ukur terlebih dahulu dilakukan penentuan harga

korelasi antar bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara

mengorelasikan tiap alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah

setiap skor item soal (ImamGhozali, 2013:52). Suatu butir (item) dikatakan

valid atau benar jika memiliki nilai koefisien korelasi butir total (Corrected

Item Total Correlation) bernilai positif dan lebih besar nilainya dari nilai

r_tabel.

62
Uji validitas dilakukan dengan membandingkan r_tabel untuk degree

offredoom (df) = n – 2 dimana n adalah jumlah sampel. Apabila dalam

perhitungan uji validitas r_hitung lebih besar daripada r_tabel maka data

dikatakan valid(Ghozali, 2013:53). Kegiatan menghitung validitas alat ukur

atau instrument harus memiliki validitas tinggi. Validitas instrumen pada

penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment

dari Pearson. Rumus yangdimaksud adalah sebagai berikut.

n( xy )  ( x  Y )
r
[ n x 2  ( X ) 2 n  Y 2  ( Y ) 2]

Keterangan:

rxy: koefisiensi korelasi

N: jumlah responden

X: skor butir

Y: skor total

Kesesuaian harga rxy yang diperoleh melalui perhitungan dengan

menggunakan rumus tersebut kemudian dikonsultasikan kepada tabel

r_kritik Product Moment dengan kaidah keputusan sebagai berikut. Jika

r_hitung > r_tabel, maka instrument tersebut dikategorikan valid. Tetapi

sebaliknya, manakala r_hitung < r_tabel , maka instrumen tersebut

dikategorikan tidak valid dan tidak layak untuk digunakan pengambilan

data.

63
2. Uji Reliabilitas

Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang

terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bilamana dicobakan secara

berulang-ulang pada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang

sama akan menghasilkan data yang sama dengan asumsi tidak terdapat

perubahan psikologis terhadap responden. Dan menurut Arikunto (2010:50),

reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu pengertian bahwa

sesuatu instrumen cukup dapat di percaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan cara One

Shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan

kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur

korelasi antar jawaban pertanyaan. Uji reliabilitas dilakukan dengan

menggunakan bantuan program SPSS Statistics 24.0 for windows, yang

akan memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik

Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Cronbach Alpha> 0,70 (Ghozali, 2013: 48).

Untuk menguji reliabilitas menggunakan butir instrumen dengan

rumus cronbach's alpha. Menurut (Umar 2010) rumusnya adalah sebagai

berikut:

64
Dimana

= Koefisien Reliabilitas Cronbach Alpha

=Jumlah Item Pertanyaan yang diuji

= Jumlah Varians Skor Item

= Varians Skor-skor tes (seluruh item K)

Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel atau tidak

reliabelnya suatu instrumen penelitian. Salah satunya dengan melihat

perbandingan antara nilai r_hitung dengan r_tabel pada taraf kepercayaan

95% (signifikafikansi 5%). Jika pengujian dilakukan dengan metode Alpha

Cronbach maka r_hitung akan diwakili oleh nilai Alpha pada tabel berikut

ini:

Tabel 3. 4Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Nilai r Tingkat Reliabilitas


0,0 – 0,20 Kurang Reliabel
0,20 – 0,40 Agak Reliabel
0,40 – 0,60 Cukup Reliabel
0,60 – 0,80 Reliabel
0,80 – 1,00 Sangat Reliabel
3.9.3. Uji Asumsi Klasik

65
Uji asumsi klasik merupakan pengujian asumsi-asumsi statistik yang

harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda. Model regresi linear

berganda dinyatakan baik jika data terbebas dari asumsi-asumsi klasik. Uji

asumsi klasikyang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji

multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.(Ghozali Imam, 2013: 160).

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

modelregresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Modelregresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas didalam

model regresi,yakni dengan melihat dari nilai tolerance dan lawannya yaitu

variance inflationfactor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap

variabel bebasmanakah yangdijelaskan oleh variabel bebas yuang terpilih

yang tidak dijelaskan oleh variablebebas lainnya. Tolerance mengukur

variabel bebas yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas

lainya.

Jadi, nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi

(karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut off yang umum dipakai untuk

menujukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance> 0,10, atau

sama dengan nilai VIF < 10. Apabila didalam model regresi tidak

ditemukan asumsi deteksi seperti diatas, maka model regresi yang

digunakan dalam penelitian ini bebas dari multikolinearitas, dan demikian

pula sebaliknya(Imam Ghozali, 2013:105-106).

66
2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi,variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Imam

Ghozali,2013:160). Untuk mengetahui ada tidaknya normalitas dalam model

regresi, yaitu dengan melihat normal probability plot yang membandingkan

distribusi kumulatifdari distribusi normal. Distribusi normal akan

membentuk satu garis lurusdiagonal, dan ploting data residual akan

membandingkan dengan garis diagonal.Jika dalam distribusi data residual

normal, maka garis yang menggambarkan data yang sesungguhnya akan

mengikuti garis diagonalnya. (Imam Ghozali,2013:161).

Adapun uji normalitas dengan statistik yang digunakan dalam

penelitian ini dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov (KS test),

yaitu dengan melihat angka probabilitas signifikan dimana data dapat

disimpulkan berdistribusi normal jika angka signifikasinnya lebih besar dari

0,05. (Imam Ghozali,2013:165)

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji hoteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas

(Ghozali, 2013: 139).

Pengujian dilakukan dengan uji Glejser yaitu meregresi masing-

masing variabel independen dengan absolute residual terhadap variabel

67
dependen. Kriteria yang digunakan untuk menyatakan apakah terjadi

heteroskedastisitas atau tidak di antara data pengamatan dapat dijelaskan

dengan menggunakan koefisien signifikansi. Koefisien signifikansi harus

dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan sebelumnya

(biasanya 5%).

Apabila koefisien signifikansi lebih besar dari tingkat signifikansi

yang ditetapkan, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas

(homoskedastisitas). Jika koefisien signifikansi lebih kecil dari tingkat

signifikansi yang ditetapkan, maka dapat disimpulkan terjadi

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedestisitas

atau tidak terjadi heteroskedestisitas.

3.9.4. Analisis Regresi

a. Analisis Regresi Sederhana

Persamaan regresi sederhana adalah sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + e

Y = α + β2X2 + e

Y = α + β3X3 + e

b. Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini hipotesis diuji dengan menggunakan regresi

linear berganda. Model regresi linear berganda bertujuan untuk

memprediksi bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, apabila

68
dua atau lebih variabel independen dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).

Jadi analisis regresi linear berganda akan dilakukan jika jumlah variabel

independennya minimal dua (Sugiyono, 2014:277). Persamaan regresi linear

berganda adalah sebagai berikut:

Dimana:

Y = Loyalitas Pasein

X1 = Kualitas Pelayanan

X2 = Kepuasan Pasien

X3 = Citra Puskesmas

b1, b2, b3 = koefisien regresi

a = konstanta

e = error (variabel pengganggu)

Untuk keperluan interprestasi hasil perhitungan dari koefisien

korelasinya peneliti akan menggunakan ketentuan yang dikemukakan oleh

Sugiyono (2014) sebagai berikut:

Tabel 3. 5 Pedoman Interprestasi Terhadap koefisien Kolerasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,000 - 0,199 Sangat rendah

0,200 - 0,399 Rendah

0,400 - 0,599 Sedang

0,600 - 0, 799 Kuat

0,800 - 1,000 Sangat Kuat

69
Untuk menilai ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksirkan nilai

aktual dapat diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik goodness of fit

dapat diukur dari nilai statistik t, nilai statistik F dan nilai koefisien determinasi

(ImamGhozali, 2013:96).

3.9.5. Uji Hipotesis / Uji Goodness of Fit

Uji Goodness of Fit atau uji kelayakan model digunakan untuk mengukur

ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual. Secara statistik uji

Goodness of Fit dapat dilakukan melalui pengukuran nilai koefisien determinasi,

nilai statistik F dan nilai statistik t.

Menurut Ghozali (2011), perhitungan statistik disebut signifikan secara

statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho

ditolak). Sebaliknya perhitungan statistik disebut tidak signifikan apabila nilai uji

statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima.

1. Uji Parsial atau Uji t

Menurut Duwi Priyatno (2010:68) uji T digunakan untuk mengetahui

apakah dalam variabel independen atau bebas (X) secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen atau terikat (Y). Untuk

mengetahui nilai t_tabel dilakukan dengan mencari terlebih dahulu derajat

bebas/df (degree of freedom) yaitu dengan menggunakan rumus df = n-k,

dimana n yaitu sampel dan k yaitu banyaknya variabel bebas dan terikat.

Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05 atau

5%. Maka perhitungan ini menggunakan tabel, juga dapat dihitung dengan

uji t.

r ( n  2)
70
(1  r 2)
t=

Dimana :

t = Uji signifikan

r = Korelasi

n = Jumlah sampel

Dan kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan sebagai

berikut:

a. H0 diterima dinyatakan tidak berpengaruh signifikan secara parsial atau

terpisah antara variabel independen atau bebas (X) terhadap variabel

dependen atau terikat (Y).

Ha diterima dinyatakan berpengaruh signifikan secara parsial atau

terpisah antara variabel independen atau bebas (X) terhadap variabel

dependen atau terikat (Y).

b. Jika nilai t_hitung < t_tabel, artinya H0 diterima dan Ha ditolak. Maka

dinyatakan variabel independen atau bebas (X) tidak berpengaruh

signifikan secara parsial atau terpisah terhadap variabel dependen atau

terikat (Y). Jika nilai t_hitung > t_tabel, artinya H0 ditolak dan Ha

diterima.Maka dinyatakan variabelindependen atau bebas (X)

71
berpengaruh signifikan secara parsial atau terpisah terhadap variabel

dependen atau terikat (Y).Lebih jelasnya daerah penerimaan dan

penolakan hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Daerah Penerimaan dan Penolakan Uji t

c. Jika nilai sig < 0,05, artinya. H0 ditolak dan Ha diterima. Maka

dinyatakan variabel independen atau bebas (X) berpengaruh signifikan

secara parsial atau terpisah terhadap variabel dependen atau terikat (Y).

Jika nilai sig > 0,05, artinya H0 diterima dan Ha ditolak. Maka

dinyatakan variabel independen atau bebas (X) tidak berpengaruh

signifikan secara parsial atau terpisah terhadap variabel dependen atau

terikat (Y).

2. Uji F atau Uji Simultan

Menurut Duwi Priyatno (2010:67) uji F atau uji simultan digunakan

untuk mengetahui apakah variabel independen atau bebas (X) secara

simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen atau terikat (Y). Untuk mengetahui nilai f tabel dilakukan dengan

mencari terlebih dahulu derajat bebas/df (degree of freedom) yaitu dengan

menggunakan rumus df1 = k-1 dan df2 = n-k, dimana n yaitu sampel dan k

yaitu banyaknya variabel bebas dan terikat. Tingkat signifikansi yang

72
digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05 atau 5 %. Uji F ini digunakan

untuk mengetahui tingkat pengaruh signifikan antara ketiga variabel, dengan

rumus sebagai berikut :

r2 / k
F=
(1  r 2 ) /(n  k  1)

Dimana :

F= Uji signifikan

R= Koefisien korelasi ganda

k = Jumlah variabel independen

n = Jumlah anggota sampel

Untuk menghitung apakah Ho ditolak atau diterima yaitu dengan

membandingkan F_hitung dengan F_tabel. Adapun kriteria pengujiannya

adalah sebagai berikut:

a. H0 diterima dinyatakan tidak berpengaruh signifikan secara simultan

atau bersama-sama antara variabel independen atau bebas (X) terhadap

variabel dependen atau terikat (Y). Ha diterima dinyatakan berpengaruh

signifikan secara simultan atau bersama-sama antara variabel independen

atau bebas (X) terhadap variabel dependen atau terikat (Y).

b. Jika nilai F_hitung < F_tabel, artinya H0 diterima dan Ha ditolak. Maka

dinyatakan variabel independen atau bebas (X) tidak berpengaruh

signifikan secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel

dependen atau terikat (Y). Jika nilai F_hitung > F_tabel, artinya H0

73
ditolak dan Ha diterima. Maka dinyatakan variabel independen atau

bebas (X) berpengaruh signifikan secara simultan atau bersama-sama

terhadap variabel dependen atau terikat (Y). Lebih jelasnya daerah

penerimaan dan penolakan hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Daerah Penerimaan dan Penolakan Uji F

c. Jika nilai sig < 0,05, artinya. H0 ditolak dan Ha diterima. Maka

dinyatakan variabel independen atau bebas (X) berpengaruh signifikan

secara simultan atau bersama-sama terhadap variabel dependen atau

terikat (Y). Jika nilai sig > 0,05, artinya H0 diterima dan Ha ditolak.

Maka dinyatakan variabel independen atau bebas (X) tidak berpengaruh

signifikan secara simultan atau bersama-bersama terhadap variabel

dependen atau terikat (Y)

3. Analisis Koefisien Determinasi (R 2)

Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui presentase

sumbangan pengaruh variabel independen (X1,X2,X3,….,) secara serentak

terhadap variabel dependen (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar

presentase variasi variabel independen yang digunakan dalam model mampu

menjelaskan variasi variabel dependen. R2sama dengan 0, maka tidak ada

sedikitpun presentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel

independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya R2 sama dengan 1,

maka presentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen

terhadap variabel dependen adalah sempurna (Duwi Priyanto, 2010).

74
Adjusted R Square disebut juga sebagai nilai R Square yang telah

disesuaikan. Untuk regresi dengan lebih dari dua variabel independen

digunakan Adjused R2 sebagai koefisien determinasi. Sedangkan

StandardError of the Estimate merupakan suatu ukuran banyaknya

kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y. (Singgih Santoso,

2014).

75

Anda mungkin juga menyukai