SKRIPSI
SHELLY APRILIA
0806337030
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
SHELLY APRILIA
0806337030
Agama : Islam
Shelly Aprilia
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
ABSTRAK
Nama : Shelly Aprilia
Program Studi : Sarjana Kesehatan Masyarakat
Judul skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan
IPSG (International Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint
Commission International) di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X
Tahun 2011
ix Universitas Indonesia
This study is a cross sectional study. The study population was all nurses in
inpatient installation. Statistical analysis used bivariate analysis with chi square test
and simple logistic regression, and multivariate analysis with multiple logistic
regression test prediction model. Based on the results of statistical analysis, the
individual variables that have a significant relationship with the behavior of the
implementation of IPSG is the age, marital status, length of employment in the unit,
length of employment since graduation, hierarchy, the frequency of patient safety
training, and socialization-related quality of hospital. Organization variable which
related to the implementation of IPSG is the influence of organization, while the
psychological variable, variable that have a relationship with the implementation of
IPSG is knowledge. The results of multivariate analysis showed that variables
significantly associated with the behavior of the implementation of IPSG is
knowledge after controlled by the age, marital status, training, and organizational
influence.
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................ii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS.............................................................................v
KATA PENGANTAR..........................................................................................vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................viii
ABSTRAK............................................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................xiv
DAFTAR GRAFIK...............................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3 Pertanyaan Penelitian.......................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................................5
1.4.1 Tujuan Umum....................................................................................5
1.4.2 Tujuan Khusus...................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................................6
1.5.1 Bagi Peneliti......................................................................................6
1.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat................................................6
1.5.3 Bagi Institusi Penelitian.....................................................................6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................119
LAMPIRAN........................................................................................................123
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Standar IPSG............................................................................26
Tabel 6.12 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tiap Ward............86
Tabel 6.13 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Kelompok Usia....86
Tabel 6.14 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Status Pernikahan
Tabel 6.16 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Lama Kerja
Perawat di Unit Saat Ini.....................................................................88
Tabel 6.17 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Lama Kerja
Perawat Sejak Lulus...........................................................................89
Tabel 6.18 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Jam Kerja.............90
Tabel 6.19 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Jenjang Jabatan....90
Tabel 6.20 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Kecukupan Gaji...91
Tabel 6.24 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tingkat Motivasi
Perawat...............................................................................................93
Tabel 6.25 Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG pada Tingkat Supervisi
pada Perawat......................................................................................94
BAB I
PENDAHULUAN
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
chapter JCI yang utama yaitu IPSG (International Patient Safety Goals). Chapter
tersebut dikembangkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah medik yang
berpotensi menimbulkan outcome yang tidak diharapkan.
Patient safety merupakan prioritas utama dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh profesi yang ada di
pelayanan kesehatan dan terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Patient
safety rumah sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) akibat tindakan yang dilakukan atau bahkan tidak dilakukan
oleh tenaga medis maupun non medis. Sistem tersebut meliputi : assessmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko
(Depkes,2008).
Di rumah sakit terdapat berbagai macam obat, prosedur dan tes, serta alat
kesehatan dengan teknologi cangggih yang jumlahnya tidak sedikit. Pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga profesi dan non profesi semakin kompleks
seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
memungkinkan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan – KTD (Adverse Event)
bila kompleksitas tersebut tidak dikelola dengan baik.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit
(sebesar 40–60 %) memiliki jobdesc yang dituntut untuk selalu menerapkan IPSG
sehingga memiliki peran kunci dalam menentukan keberhasilan akreditasi JCI.
Sikap perawat dalam mendukung penerapan IPSG sangat diutamakan untuk
menjamin keselamatan pasien. Asuhan keperawatan memiliki peran yang sangat
penting dalam mencegah KTD yang terjadi pada pasien dan lingkungan
keperawatan. Jasa perawat dibutuhkan selama 24 jam oleh pasien sehingga
memiliki waktu kontak paling banyak dibanding tenaga kesehatan lain untuk
berhubungan dengan pasien.
WHO menyatakan bahwa peluang terjadinya kecelakaan di rumah sakit
adalah 1 : 300, sedangkan kecelakaan di penerbangan adalah 1 : 3 juta. Data
tersebut menunjukkan bahwa angka kemungkinan terjadinya kecelakaan di rumah
sakit jauh lebih besar dibanding kemungkinan kecelakaan pesawat terbang
sehingga membuktikan patient-safety menjadi masalah besar di rumah sakit
seluruh dunia dan memerlukan perhatian utama. Sebuah penelitian
mengestimasikan bahwa lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh dari rumah sakit. Risiko tertular penyakit infeksi di negara
berkembang adalah 2 sampai 20 kali lebih tinggi dibandingkan di negara maju
(WHO, 2005).
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat meneliti bahwa
dari 33,6 juta pasien rawat inap terdapat 44.000 sampai 98.000 orang meninggal
akibat medical error dan adverse event tindakan medis setiap tahunnya. Publikasi
WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di
berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2 – 16,6 % (Depkes,2008). Di Amerika Serikat, medication
error terjadi pada sekitar 1,5 juta orang yang menyebabkan kematian pada
beberapa ribu orang tiap tahunnya dan mengeluarkan biaya sekitar $ 3,5 juta. Dari
hasil survei internasional lima negara yang dilakukan oleh Communio Lectures,
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit tahun 2002, pada pasien dewasa
yang sakit dan dirawat menunjukkan 19% percaya bahwa suatu kesalahan telah
dibuat, 11% percaya terjadi kesalahan obat atau dosis, dan 13% percaya bahwa
masalah kesehatan yang serius diderita disebabkan oleh kesalahan dalam
pelayanan atau perawatan (Gusti, 2010).
Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near
Miss) masih langka (Depkes,2008). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh
Ramsay Health Care Clinical Governance Unit tahun 2005 di bidang keperawatan
di suatu rumah sakit swasta di Indonesia, dari total sampel 236 tenaga
keperawatan di rawat inap, sekitar 57 orang (24%) melakukan kesalahan
pemberian obat (Gusti, 2010). Data-data di atas menunjukkan bahwa banyaknya
masalah patient safety yang seharusnya dapat dicegah dengan penerapan chapter
IPSG dalam akreditasi JCI.
RS Swasta X merupakan satu dari empat rumah sakit di Indonesia yang
telah mendapatkan akreditasi JCI. Selama masa persiapan akreditasi JCI, kualitas
RS Swasta X cenderung meningkat secara signifikan terlihat dari hasil skoring
pencapaian standar JCI yang dilakukan dan dibuktikan dengan diraihnya skor
100% pada chapter IPSG. Namun pasca akreditasi JCI, pencapaian standar sedikit
demi sedikit menurun terlihat dari hasil audit mutu internal yang dilakukan,
review yang dilakukan dengan menggunakan tracer methodology, serta hasil
pelaporan proses monitoring dan sasaran mutu. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap supervisor Unit QMR (Quality Management
Representative) di rumah sakit tersebut, salah satu standar dalam JCI yang banyak
mengalami penurunan dalam pencapaian adalah IPSG (International Patient
Safety Goal). Tidak dilakukannya identifikasi saat proses pengambilan darah dan
tindakan medis lainnya merupakan salah satu bukti adanya penurunan dalam
penerapan IPSG oleh tenaga kesehatan di RS Swasta X.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ariyani (2009), ada
hubungan antara pengetahuan perawat dengan sikap mendukung penerapan
program patient safety. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian lain yang
dilakukan oleh Dewi (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak
mempengaruhi penerapan patient safety. Berdasarkan kontroversi tersebut,
peneliti ingin membuktikan keterkaitan pengetahuan dan faktor-faktor lain yang
mungkin berpengaruh terhadap IPSG. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian secara langsung di RS Swasta X dengan topik Faktor –
Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG (International
Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di
Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011.
2.1 Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons
dapat bersifat pasif, yaitu berpikir, berpendapat, bersikap, maupun bersifat aktif
yaitu melalui suatu tindakan.
Menurut Lewit seperti dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perilaku
merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh
keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku
seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di
dalam diri seseorang (Maulana, 2009).
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung (Sunaryo, 2004).
2.1.2 Jenis Perilaku
Pembagian perilaku dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, yaitu :
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus sifatnya masih tertutup (convert).
Respons ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau
kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus
tersebut (misalnya, mengetahui bahaya rokok tetapi ia masih merokok,
mahasiswa mengetahui pentingnya belajar untuk keberhasilan kuliahnya).
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus bersifat terbuka dalam bentuk
tindakan nyata, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain
(misalnya, membaca buku pelajaran, rajin belajar, berhenti merokok, dan
lain-lain) (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3 Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold
Maslow dalam Sunaryo (2004), manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama,
yaitu O2, H2O, cairan elektrolit, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini
tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya : rasa aman terhindar dari kejahatan,
konflik, penyakit, dan lain-lain.
c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya : mendambakan kasih sayang
orang lain, ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
d. Kebutuhan harga diri, misalnya : ingin dihargai dan menghargai orang
lain, adanya perhatian dari orang lain
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya : ingin disanjung orang lain, ingin
sukses atau berhasil mencapai cita-cita, ingin menonjol dan lebih dari
orang lain (baik dalam karir, usaha, kekayaan, dan lain-lain).
Penelitian Rogers (1974) dalam Effendy (2009) mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi perilaku yang baru, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni sebagai berikut :
a. Timbul kesadaran (awareness), yakni orang tersebut menyadari
(mengetahui) stimulus terlebih dahulu.
b. Ketertarikan (interest), yakni orang tersebut mulai tertarik kepada
stimulus.
c. Mempertimbangkan baik tidaknya stimulus (evaluation), yakni sikap
orang tersebut sudah lebih baik lagi.
d. Mulai mencoba (trial), yakni orang tersebut memutuskan untuk mulai
mencoba perilaku baru.
e. Mengadaptasi (adoption), yakni orang tersebut telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
1. Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki karakteristik tertentu yang mempengaruhi kinerja
individu tersebut. Karakteristik yang dimiliki seseorang berbeda antar individu,
dan kadang-kadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Karakteristik tersebut
melekat dalam diri seorang individu sehingga menjadi ciri khas tertentu.
Karakteristik individu dalam organisasi meliputi karakteristik biografis,
kemampuan, kepribadian, proses belajar, persepsi, sikap, dan kepuasan kerja.
Aspek karakteristik individu yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : usia,
jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, masa kerja, masa kerja di unit, jam
kerja di rumah sakit, jenjang jabatan, frekuensi edukasi patient safety.
Robbins (2006) menyatakan bahwa, faktor-faktor yang mudah
didefinisikan dan tersedia, data yang dapat diperoleh sebagian besar dari informasi
yang tersedia dalam berkas personalia seorang pegawai mengemukakan
karakteristik individu meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya
tanggungan dan masa kerja dalam organisasi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang berada pada kawasan
kognitif yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan-belajar.
Pengetahuan (knowledge) adalah hierarki pertama dalam taksonomi tujuan
pendidikan kawasan kognitif dengan hierarki selanjutnya adalah comprehension,
application, synthesis, dan evaluation (Bloom dalam Padmowihardjo,1994).
Menurut Jann Hidayat Tjakraatmadja dan Donald Crestofel Lantu dalam
bukunya Knowledge Management disebutkan bahwa pengetahuan diperoleh dari
sekumpulan informasi yang saling terhubung secara sistematik sehingga memiliki
makna. Informasi diperoleh dari data yang sudah diolah (disortir, dianalisis, dan
ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik
atau tabel), sehingga memiliki arti. Selanjutnya data ini akan dimiliki seseorang
dan akan tersimpan dalam neuron-neuron (menjadi memori) di otaknya.
Kemudian ketika manusia tersebut dihadapkan pada suatu masalah maka
informasi-informasi yang tersimpan dalam neuron-neuronnya dan yang terkait
dengan permasalahan tersebut, akan saling terhubungkan dan tersusun secara
sistematik sehingga ia memiliki model untuk memahami atau memiliki
pengetahuan yang terkait dengan permasalahan yang dihadapinya. Kemampuan
memiliki pengetahuan atas obyek masalah yang dihadapi sangat ditentukan oleh
pengalaman, latihan atau proses belajar (proses berfikir) (Jann Hidajat
Tjakraatmadja dalam Ariyani, 2009).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
sebagai berikut :
a. Mengetahui (know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension) artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar.
c. Menggunakan (application) artinya kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.
d. Menguraikan (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Menyimpulkan (synthesis), maksudnya suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Mengevaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek (Effendy, 2009).
3. Motivasi
Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang
memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan mengarah atau
menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi merupakan bagian integral dari
hubungan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi (Sinungan,2003).
Motivasi mempunyai arti mendasar sebagai inisiatif penggerak perilaku
seseorang secara optimal, hal ini di sebabkan karena motivasi merupakan kondisi
internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan
kebutuhan, dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku
kerja guna mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan atas
perbuatannya (Gibson, 1996).
Untuk meningkatkan motivasi berperilaku dapat dilakukan dengan 4 cara
sebagai berikut :
a. Memberi hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah,
promosi pendidikan, dan jabatan
b. Kompetisi atau persaingan yang sehat
c. Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan antara (Pace Making)
d. Memberi informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan untuk
mendorong agar lebih berhasil.
4. Supervisi
Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila
ditemukan masalah segera diberikan petunjuk dan bimbingan atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya (Gibson, 1996).
Prinsip supervisi keperawatan yaitu supervisi dilakukan sesuai dengan struktur
organisasi:
a. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, ketrampilan
hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen
dan ketrampilan.
b. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas dan terorganisir dan dinyatakan
melalui petunjuk, peraturan atau kebijakan, uraian tugas, standar.
c. Supervisi adalah proses kerjasama yang demokratis antara supervisor
dengan perawat pelaksana (staf perawat).
d. Supervisi menggunakan proses manajemen termasuk menerapkan misi,
falsafah, tujuan, rencana spesifik untuk mencapai tujuan.
e. Supervisi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi yang
efektif, merangsang kreatifitas dan motivasi.
f. Supervisi mempunyai tujuan utama atau akhir yang memberikan
keamanan, hasil guna, dan daya guna pelayanan keperawatan yang
memberikan kepuasaan kepada pasien, perawat, dan manajer.
5. Pengaruh Organisasi
Kata organisasi mempunyai dua pengertian umum. Pertama, organisasi
berarti sebuah lembaga atau kelompok fungsional ; sebagai contoh, kita mengacu
pada sebuah perusahaan, rumah sakit, instansi pemerintah, dan lain-lain.
Pengertian ke dua merujuk pada proses pengorganisasian sehingga tujuan
perusahaan dapat dicapai secara efisien (Robbins et. al,2007). Sedangkan menurut
Swastha (1996), organisasi adalah “kelompok orang yang bekerja bersama-sama
ke arah suatu tujuan yang umum. Sebuah organisasi itu terdiri atas orang-orang
yang melakukan tugas-tugas yang berbeda yang dikoordinir untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut”.
are implemented.
Lakukan verifikasi terhadap
Improve the 3. konsentrasi obat, kecepatan
Goa Safety of pemberian dan jalur IV yang
Concentrated
l3 High- Alert digunakan.
electrolytes are
Medications Pemberian obat yang berisiko
not present
tinggi sebaiknya dengan
in patient care units
infusion/syringe pump dan
unless clinically
kecepatan pemberian harus selalu
necessary and actions
dimonitor.
are taken to prevent
Penyimpanan obat yang berisiko
inadvertent
tinggi harus terpisah dan diberi
administration in
label berwarna merah.
those areas where
permitted by policy
4. Obat yang berisiko tinggi antara
lain : insulin, opiat dan narkotika,
Concentrated
injeksi kalium chloride (KCl),
electrolytes that are
antikoagulan intravena (heparin),
store in patient care
unit are clearly natrium chloride (NaCl) 3%,
labeled
and stored in a maner
that restricts access. potassium chloride, potasium
fosfat, sodium korida > 0,9%,
MgSO4 40% dan Dextrose 40%.
Konsentrat elektrolit yang
disimpan di unit perawatan pasien
dengan jelas diberi label dan
disimpan dalam lemari dengan
akses khusus.
1. The organization
uses an instantly Gunakan tanda lingkaran (o) untuk
recognizable mark for memberi tanda pada lokasi operasi
surgical dan libatkan pasien dalam
memberi tanda.
site
identification
organization patient in
Rumah Sakit
Definisi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menkes RI Nomor 340/Menkes/PER/III/2010, rumah sakit adalah institusi p
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit (hospital) adalah suatu organisasi yang meliputi tenaga
medis profesional yang terorganisir serta adanya sarana kedokteran yang
permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien. Rumah sakit juga diartikan sebagai tempat di mana orang sakit mencari
dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat di mana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kedokteran lainnya
(Anwar, 1996).
Istilah hospital konon berakar dari bahasa Latin hostel yang biasa
digunakan di abad pertengahan sebagai tempat bagi para pengungsi yang sakit,
menderita, dan miskin. Pendapat lain oleh Willan (1990) mengatakan bahwa kata
hospital berasal dari bahasa Latin hospitium , yang artinya suatu tempat/ruangan
unutk menerima tamu. Sementara itu, Yu (1997) menyatakan bahwa istilah
hospital berasal dari bahasa Perancis kuno dan medieval English yang dalam
kamus Inggris Oxford didefiniskan sebagai :
a. Tempat untuk istirahat dan hiburan
b. Institusi sosial untuk mereka yang membutuhkan akomodasi, lemah, dan
sakit
c. Institusi sosial untuk pendidikan dan kaum muda
d. Institusi untuk merawat mereka yang sakit dan cedera
American Hospital Association di tahun 1978 menyatakan bahwa rumah
sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan
kepada pasien-diagnostik dan terapeutik- untuk berbagai penyakit dan masalah
kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus
dibangun, dilengkapi, dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan
keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak
berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien (Aditama,
2000). Kini rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan.
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Rumah Sakit
Lokal Global
Kompleks
& efektif Sumber daya yang unggul
Promotif
Rumah Sakit
Bagian sistem Preventif
pelayanan
Paradigma sehat kesehatan
Kuratif
Kepuasan pasien/
masyarakat
Rehabilitatif
Sumber : Aditama (2000)
Sumber : www.barrettconsulting.com
Sumber : www.esvc000216.wic050u.server-web.com/invest/affinity.htm
Di tahun 2007, rumah sakit tersebut memperoleh ISO 9001 : 2000 yang
merupakan sertifikasi untuk Sistem Manajemen Mutu. Tahun 2009, rumah sakit
tersebut memperoleh akreditasi 16 bidang pelayanan dan pencapaian terbaru RS.
Pada 12 Agustus 2010, untuk memenuhi peraturan perundangan mengenai rumah
sakit Indonesia kelas dunia, nama rumah sakit tersebut diubah. Awal tahun 2011,
RS Swasta X meraih Akreditasi Internasional dari JCI (Joint Commission
International).
Pengetahuan perawat
Motivasi perawat
Supervisi
Perilaku perawat
dalam
Pengaruh organisasi
penerapan IPSG
Kerangka konsep di atas dibuat berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh peneliti
dengan memperhatikan berbagai aspek.
4.3 Definisi operasional
Batas standar
JCI = 85%
VARIABEL INDEPENDENT
1 Karakteristik perawat
1a Ward Unit instalasi rawat inap Kuesioner Nominal Umum,
di mana perawat bekerja Maternal,
berdasarkan jenis Critical
pelayanan yang diberikan Care,
Pediatrik
1b Usia Lama waktu hidup Kuesioner Ordinal < 30 tahun,
perawat dihitung dalam > 30 tahun
tahun penuh sejak lahir
sampai dengan ulang
tahun terakhir.
1c Status Ikatan yang diakui oleh Kuesioner Nominal Belum
pernikahan negara dan agama di menikah,
antara 2 orang yang Menikah,
berbeda jenis. Duda/janda
1d Pendidikan Jenjang pendidikan Kuesioner Ordinal Diploma III,
formal dalam S1,
keperawatan berdasarkan Profesi
ijazah terakhir responden.
1e Lama kerja Lama bekerja dimulai Kuesioner Ordinal < 2 tahun,
di unit sejak perawat bekerja di > 2 tahun
keperawatan unit tempat ia bekerja
saat ini saat penelitian
dilaksanakan.
1f Lama kerja Lama bekerja dimulai Kuesioner Ordinal < 5 tahun,
sejak sejak perawat bekerja > 5 tahun
pertama kali pertama kali baik di unit
lulus sebelum ia bekerja
pendidikan maupun di unit tempat ia
bekerja saat penelitian
dilaksanakan.
1g Jam kerja di Akumulasi jumlah lama Kuesioner Ordinal < 40 jam,
RS (dalam kerja perawat dalam > 40 jam
seminggu) seminggu di unit tempat
ia bekerja.
1h Jenjang Posisi jabatan perawat Kuesioner Ordinal Junior/Madya,
jabatan saat penelitian dilakukan. Senior
1i Gaji Kecukupan yang Kuesioner Ordinal Cukup,
dirasakan perawat dalam Kurang
menerima imbalan
finansial hasil kinerjanya.
1j Frekuensi Jumlah pelatihan terkait Kuesioner Ordinal < 2 kali,
pelatihan patient safety (dalam 5 > 2 kali
patient
tahun terakhir) yang telah
safety
didapatkan perawat.
1k Sosialisasi Keikutsertaan perawat Kuesioner Ordinal Tidak,
mutu RS terhadap sosialisasi Ya
terkait mutu rumah sakit
seperti sosialisasi survei
akreditasi JCI, KARS,
audit internal, audit
eksternal, dan lain-lain
(dalam 5 tahun terakhir).
2 Pengetahuan Kemampuan intelektual Kuesioner Ordinal Rendah (<
perawat dan tingkat pemahaman mean)
kinerja klinis perawat Tinggi (>
berdasarkan penerapan mean)
IPSG.
3 Motivasi Kemauan atau keinginan Kuesioner Ordinal Rendah (<
perawat di dalam diri seseorang mean)
perawat yang Tinggi (>
mendorongnya untuk mean)
bertindak berdasarkan
penerapan IPSG yang
meliputi tanggung jawab,
prestasi kerja, dan kerja
sama.
4 Supervisi Pengawasan yang Kuesioner Ordinal Rendah (<
dilakukan terhadap mean)
kinerja perawat dalam Tinggi (>
menerapkan IPSG. mean)
5 Pengaruh Pengaruh tempat perawat Kuesioner Ordinal Rendah (<
organisasi bekerja, dilihat dari segi mean)
manajemen, uraian tugas, Tinggi (>
dan antar unit. mean)
4.4 Hipotesis
Hipotesa penelitian adalah penjelasan sementara yang diajukan tentang
hubungan antara dua atau lebih fenomena terukur atau variabel untuk pembuktian
secara empirik, yaitu: ada hubungan antara variabel independent dengan variabel
dependen yang tercantum pada kerangka konsep yaitu :
1. Ada hubungan antara faktor karakteristik perawat dengan penerapan IPSG
di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
3. Ada hubungan antara tingkat motivasi perawat dengan penerapan IPSG di
instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
4. Ada hubungan antara tingkat supervisi pada perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
5. Ada hubungan antara pengaruh organisasi pada perawat dengan penerapan
IPSG di instalasi rawat inap RS Swasta X tahun 2011.
BAB V
METODE PENELITIAN
2. Uji Hipotesis
Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda
proporsi, yaitu :
n z1 / 2 2P (1 P ) zP
11(1 P ) P
12 (1 P ) 2
2
(P P )2
1 2
Keterangan:
n = jumlah sampel untuk masing-masing kelompok
P = (P1+P2)/2
Berdasarkan penelitian sebelumnya :
Proporsi penerapan patient safety tinggi pada pengetahuan rendah, P1 = 0%
Proporsi penerapan patient safety tinggi pada pengetahuan tinggi, P2 = 25%
Berdasarkan rumus di atas, dilakukan perhitungan besar sampel sebagai
berikut :
n
1,96 2 * 0,125(1 0,125) 0,84 0(1 0) 0,25(1 0,25) 2
(0 0,25) 2
n=
27/kelompok
Untuk populasi terbatas maka besar sampel dapat dihitung ulang dengan rumus
berikut:
n' n N*n
1 Nn
n
N
n’ = jumlah sampel setelah koreksi
n = jumlah sampel sebelum koreksi
N = besar populasi
Sehingga dilakukan perhitungan ulang besar sampel sebagai berikut :
27
n'
27
1 208
n’ = 24/kelompok
Berarti sampel yang dibutuhkan adalah perawat dengan penerapan patient safety
tinggi pada pengetahuan rendah 24 orang, dan pengetahuan tinggi 24 orang. Total
48 orang perawat.
2. Uji reliabilitas
Setelah semua pertanyaan valid semua, analisis dilanjutkan dengan uji
reliabilitas. Reliabilitas suatu pengukuran dengan memakai suatu instrument
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat
ukur yang sama. Indeks reliabilitas dinyatakan dalam bentuk koefisien
korelasi atau koefisien reliabilitas, yang dapat diartikan sebagai korelasi antara
dua set skor yang diperoleh dalam pengukuran pada subyek yang sama.
Untuk mengetahui reliabilitas caranya adalah menggunakan uji statistik Alpha
Cronbach, dengan rumus sebagai berikut (Ariyani, 2009) :
k
sj
r
1
k 1 sx
2
Keterangan :
r = koefisien reliabilitas
k = banyaknya faktor
sj2 = skor korelasi masing faktor
sx2 = skor total
Suatu variabel dikatakan reliabel jika mempunyai nilai Alpha Cronbach >
0,60.
Jika jawaban pertanyaan dalam kuesioner bersifat dikotomi (benar/salah),
maka menggunakan metode Kuder Richardson dengan rumus :
n s pq
2
r
t
11
n 1 st
2
Keterangan :
n = jumlah butir soal/pernyatan yang ada
st2 = varians skor total
p = proporsi jawaban yang benar
q = proporsi jawaban yang salah
Berdasarkan hasil uji reliabilitas, dapat diketahui bahwa nilai Alpha Cronbach
pada semua variabel pertanyaan lebih besar dari 0,6 sehingga kuesioner
tersebut sudah reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
c. Analisis Multivariat
Analisa multivariat bertujuan untuk melihat atau mempelajari hubungan
antar beberapa variabel independent secara bersama-sama dengan variabel
dependent, yang mana untuk memperoleh jawaban faktor-faktor yang dominan.
Dari analisa diharapkan diperoleh informasi variabel penentu yang paling
berpengaruh atau paling berhubungan dengan variabel dependen.
Uji statistik yang digunakan yaitu regresi logistik berganda karena variabel
dependennya berbentuk variabel katagorik. Model yang digunakan dalam analisis
multivariat ini adalah model prediksi. Pemodelan dengan tujuan untuk
memperoleh model yang tediri dari beberapa variabel independen yang dianggap
terbaik untuk memprediksi kejadian variabel dependen. Pada pemodelan ini
semua variabel dianggap penting sehingga dapat dilakukan estimasi beberapa
koefisien regresi logistik sekaligus.
BAB VI
HASIL PENELITIAN
ekerja di ward dengan pelayanan umum (60,3%), 22 perawat di pelayanan pediatric/maternal (30,1%), dan 7 perawat di Cr
6.2.1.2 Usia
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok usia perawat cenderung merata.
Kelompok usia perawat lebih kecil atau sama dengan 30 tahun berjumlah 39
orang (53,4%). Hal tersebut menyatakan bahwa kelompok tersebut sedikit lebih
banyak dari kelompok usia lebih dari 30 tahun yang berjumlah 30 orang (46,6%).
Dari total 73 orang perawat proporsi status pernikahan cukup berbeda. Mayoritas
perawat memiliki status menikah dengan jumlah 43 orang (58,9%) dan 30 orang perawat belum menikah (41,1%).
6.2.1.5 Pendidikan
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan tingkat pendidikan.
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan lama kerja di
unit keperawatan saat ini.
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok lama kerja perawat di unit
keperawatan saat ini cukup berbeda. Kelompok lama kerja lebih kecil atau sama
dengan 2 tahun berjumlah 23 orang (31.5%). Mayoritas perawat berada pada
kelompok lama kerja lebih dari 2 tahun yang berjumlah 50 orang (68.5%).
6.2.1.7 Lama kerja sejak pertama kali lulus
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan lama kerja
sejak pertama kali lulus pendidikan.
Dari total 73 orang perawat proporsi kelompok lama kerja perawat sejak lulus
pendidikan cukup berbeda. Kelompok lama kerja lebih kecil atau sama dengan 5
tahun berjumlah 25 orang (34.2%). Mayoritas perawat berada pada kelompok
lama kerja lebih dari 5 tahun yang berjumlah 48 orang (65.8%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan jam kerja
perawat dalam seminggu.
Hasil analisis didapatkan proporsi jam kerja perawat dalam seminggu. Dalam 73 perawat terdapat
bahwa sebagian besar perawat memiliki jam kerja lebih dari 40 jam.
Hasil analisis didapatkan proporsi jenjang jabatan perawat. Dalam 73 perawat terdapat 30 orang p
jabatan senior.
Hasil analisis didapatkan proporsi pelatihan patient safety yang diikuti perawat.
Dari total 73 orang perawat sebagai responden, terdapat 13 orang yang mendapat
pelatihan patient safety kurang dari atau sama dengan 2 kali (17,8%), dan 60
perawat mengikuti pelatihan lebih dari 2 kali(82.2%). Hal itu menunjukkan bahwa
terdapat proporsi yang cukup berbeda dalam frekuensi pelatihan patient safety
yang diikuti oleh perawat.
Jawaban (%)
No Pernyataan
STS TS R S SS
1 Manajemen RS baru peduli terhadap
keselamatan pasien jika terjadi KTD 12,3 28,8 8,2 31,5 19,2
(Kejadian Tidak Diharapkan).
2 Struktur organisasi menyebabkan birokrasi
8,2 45,2 13,7 27,4 5,5
yang berbelit.
3 Saya seringkali merasa tidak nyaman bila
harus bekerja sama dengan staf unit lain di 12,3 60,3 19,2 8,2 0
RS ini.
4 Masalah sering terjadi saat pemindahan 1,4 61,6 21,9 13,7 1,4
pasien dari unit satu ke unit lain.
5 Kebijakan RS mendukung saya
1,4 1,4 17,8 65,8 13,7
melaksanakan pekerjaan secara optimal.
6 Ada batasan wewenang dan uraian tugas
0 4,1 17,8 68,5 9,6
yang jelas sesuai dengan struktur organisasi.
7 Unit-unit di RS bekerja sama dengan baik
untuk memberikan pelayanan yang terbaik 0 1,4 9,6 68,5 20,5
bagi pasien.
Berdasarkan tabel 6.4 dapat dilihat bahwa dari 7 pertanyaan tentang
pengaruh organisasi, sebagian besar responden menjawab sangat setuju pada
pernyataan nomor 7 (20,5%) mengenai unit-unit di RS bekerja sama dengan baik
untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. Sedangkan jawaban
pengaruh organisasi bersifat negatif yang memiliki proporsi terendah adalah
pertanyaan nomor 3 mengenai perawat yang seringkali merasa tidak nyaman bila
harus bekerja sama dengan staf unit lain di RS tersebut. Hal itu menandakan
bahwa sebagian besar perawat merasa nyaman bekerja sama dengan staf unit lain.
Skor pengaruh organisasi pada perawat berkisar antara 19 - 32. Tingkat
pengaruh organisasi pada perawat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu tinggi
dan rendah. Distribusi tingkat pengaruh organisasi pada perawat dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 6.5
Proporsi Tingkat Pengaruh Organisasi pada Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Pengaruh Organisasi Jumlah Persentase
Rendah (≤ mean) 31 42,5
Tinggi (> mean) 42 57,5
TOTAL 73 100,0
Berdasarkan tabel 6.5 terlihat bahwa terdapat proporsi yang cukup berbeda
dalam tingkat pengaruh organisasi pada perawat. Sebagian besar perawat
mendapatkan pengaruh organisasi yang tinggi sebanyak 42 orang (57,5%),
dibandingkan perawat yang mendapat pengaruh organisasi rendah sebanyak 31
orang (42,5%).
Gambar di bawah ini adalah proporsi responden dilihat berdasarkan
tingkat pengaruh organisasi pada perawat.
Sumber : Data primer diolah, 2011
Tabel 6.6
Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan
Jawaban
No Pernyataan
Salah Benar
1 Waktu identifikasi pasien dilakukan. 46,6 53,4
2 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi
90,4 9,6
hasil tes penunjang klinis
3 Prinsip pemberian obat kepada pasien 35,6 64,4
4 Yang tidak perlu di-check saat sebelum
68,5 31,5
pemberian tranfusi darah
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem
di mana rumah sakit membuat asuhan pasien
72,6 27,4
lebih aman. Yang termasuk dalam sistem
tersebut.
6 Waktu pelaksanaan cuci tangan. 5,5 94,5
7 Waktu pengkajian resiko pasien jatuh dengan
8,2 91,8
form.
8 Waktu pengkajian ulang risiko jatuh 0 100
dilakukan bila tidak ada perubahan pada
perawatan pasien.
9 Yang tidak dilakukan terhadap pasien dengan
91,8 8,2
risiko jatuh level 2.
10 Nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam
medis dan nomor ruangan dapat dipakai untuk 97,3 2,7
identifikasi pasien.
11 Menginformasikan kondisi pasien serta
program yang telah dan akan dilakukan dari
1,4 98,6
satu shift ke shift berikutnya tidak perlu
dilakukan.
12 Mengulang kembali instruksi tersebut sudah
cukup menjamin bahwa instruksi sudah 65,8 34,2
benar-benar jelas dimengerti.
13 Antikoagulan intravena (heparin) merupakan
salah satu obat beresiko tinggi yang disimpan 6,8 93,2
terpisah dan diberi label berwarna merah.
14 Konsentrat elektrolit yang disimpan di unit
perawatan pasien dengan jelas diberi label
26,0 74,0
dan diletakkan di dekat pasien agar mudah
dijangkau.
15 Pemberian obat yang berisiko tinggi
seharusnya dilakukan dengan infusion 1,4 98,6
/
syringe pump.
16 Penggunaan sarung tanganmenyebabkan
tidak adanya keharusan perawat untuk 1,4 98,6
mencuci tangan terlebih dahulu.
17 Pengkajian ulang risiko jatuh pada pasien
yang pindah dari unit satu ke unit lainnya 0 100
wajib dilakukan.
TD KD SD SSD
Perilaku penerapan
Jumlah Persentase
IPSG
Rendah (≤ mean) 33 45,2 %
Tinggi (> mean) 40 54,8 %
TOTAL 73 100,0
nerapan IPSG pada perawat. Sebagian besar perawat memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG yang tinggi sebanyak 40 or
Tabel 6.12
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tiap Ward
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan 95% CI for
IPSG P OR
Ward rendah tinggi Total OR
value
Lower Upper
n % n %
Umum 19 43.2 25 56.8 44 - 1 - -
Pediatrik/Maternal 12 54.5 10 45.5 22 0.38 0.63 0.23 1.77
Total 33 40 73
Tabel 6.14
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Status Pernikahan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Total OR
Status menikah Rendah Tinggi p value
(95%CI)
N % N % N %
Belum menikah 20 66,7 10 33,3 30 100
4,6
Menikah 13 30,2 30 69,8 43 100 0.005
(1,7 – 12,5)
Jumlah 73
Tabel 6.15
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Pendidikan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan 95% CI for
IPSG P OR
Pendidikan rendah tinggi Total OR
value
Lower Upper
n % n %
D3 22 48,9 23 51,1 46 - 1 - -
S1 7 36,8 12 63,2 19 0.378 1.64 0.55 4.92
Profesi 4 44,4 5 55,6 9 0.808 1.19 0.28 5.04
Total 73
6.3.1.5 Lama kerja di unit saat ini dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.16
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Lama Kerja Perawat di Unit Saat
Ini di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Lama kerja di Total OR
Rendah Tinggi p value
unit saat ini (95%CI)
N % N % N %
< 2 tahun 15 65.2 8 34.8 23 100
3,3
> 2 tahun 18 36.0 32 64.0 50 100 0.038
(1,2 – 9,4)
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan lama kerja di unit saat ini dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 15 (65,2%) perawat yang
lama kerja di unit keperawatan saat ini kurang atau sama dengan 2 tahun yang
memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang lama kerjanya
lebih dari 2 tahun, terdapat 18 (36,0%) perawat yang memiliki tingkat penerapan
IPSG rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan lama kerja perawat di unit saat ini. Hasil analisis
diperoleh nilai OR= 3,3, artinya perawat yang lama kerja di unitnya lebih dari 2
tahun memiliki peluang 3,3 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang lama kerja di unit kurang atau sama dengan 2
tahun.
Tabel 6.17
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Lama Kerja Perawat Sejak Lulus
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Lama kerja sejak Total OR
Rendah Tinggi p value
lulus (95%CI)
N % N % N %
< 5 tahun 16 64.0 9 36.0 25 100
3,2
> 5 tahun 17 35.4 31 64.6 48 100 0.037
(1,2 – 8,8)
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan kelompok lama kerja perawat sejak lulus dengan
tingkat penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 16 (64%) perawat
yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama dengan 5 tahun yang memiliki
tingkat penerapan IPSG rendah. Di antara perawat yang lama kerjanya lebih dari
5 tahun, terdapat 17 (35,4%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG
rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan lama kerja perawat sejak lulus. Hasil analisis diperoleh
nilai OR= 3,2, artinya perawat yang memiliki lama kerja sejak lulus lebih dari 5
tahun memiliki peluang 3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
tinggi dibanding perawat yang memiliki lama kerja kurang atau sama dengan 5
tahun.
6.3.1.7 Jam kerja di RS dan perilaku penerapan IPSG
Tabel 6.18
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Jam Kerja Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Jam kerja Perilaku penerapan IPSG
Total OR
(dalam Rendah Tinggi p value
(95%CI)
seminggu) N % N % N %
< 40 jam 7 36.8 12 63.2 19 100
0.63
> 40 jam 26 48.1 28 51.9 54 100 0.559
(0.21 – 1.84)
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan jam kerja perawat dalam seminggu dengan tingkat
penerapan IPSG diperoleh bahwa terdapat sebanyak 7 (36,8%) perawat yang jam
kerjanya kurang dari 40 jam dalam seminggu yang memiliki tingkat penerapan
IPSG rendah. Di antara perawat yang jam kerjanya lebih dari atau sama dengan
40 jam, terdapat 26 (48,1%) perawat yang memiliki tingkat penerapan IPSG
rendah. Pada tingkat kepercayaan 95%, tidak ada perbedaan proporsi tingkat
penerapan IPSG dengan jam kerja perawat dalam seminggu.
Tabel 6.19
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Jenjang Jabatan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Total OR
Jenjang Jabatan Rendah Tinggi p value
(95%CI)
N % N % N %
Junior/Madya 19 63,3 11 36,7 30 100
3,6
Senior 14 32,6 29 67,4 43 100 0.018
(1,3 – 9,5)
Jumlah 73
Tabel 6.20
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Kecukupan Gaji
Perawat di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Kecukupan Total OR
Rendah Tinggi p value
gaji (95%CI)
N % N % N %
Kurang 16 50.0 16 50.0 32 100
1.41
Cukup 17 41.5 24 58.5 41 100 0.624
(0.56 – 3.58)
Jumlah 73
Tabel 6.21
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Frekuensi Pelatihan Patient
Safety di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Frekuensi Total OR
Rendah Tinggi p value
pelatihan (95%CI)
N % N % N %
< 2 pelatihan 10 76,9 3 23,1 13 100
5,4
> 2 pelatihan 23 38,3 37 61,7 43 100 0.026
(1,3 –21,5)
Jumlah 73
Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan tingkat penerapan IPSG
diperoleh bahwa terdapat sebanyak 10 (76,9%) perawat yang mendapat pelatihan
kurang dari 3 kali yang memiliki tingkat penerapan IPSG rendah. Pada tingkat
kepercayaan 95%, ada perbedaan proporsi tingkat penerapan IPSG pada
frekuensi pelatihan. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 5,4, artinya perawat yang
sudah mendapat pelatihan lebih dari atau sama dengan 3 kali memiliki peluang 5,4
kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat
yang sudah mendapat pelatihan kurang dari 3 kali.
Tabel 6.22
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Sosialisasi Terkait Mutu RS
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Ikut Serta Perilaku penerapan IPSG
Total OR
dalam Rendah Tinggi p value
(95%CI)
Sosialisasi N % N % N %
Tidak 10 76.9 3 23.1 13 100
5.4
Ya 23 38.3 37 61.7 60 100 0.026
(1.3 – 21.5)
Jumlah 73
6.3.2.1 Pengetahuan
Tabel 6.23
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Pengetahuan Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Total OR
Pengetahuan Rendah Tinggi p value
(95%CI)
N % N % N %
Rendah 20 60.6 13 39.4 33 100
3.2
Tinggi 13 32.5 27 67.5 40 100 0.030
(1.2 – 8.3)
Jumlah 73
6.3.2.2 Motivasi
Tabel 6.24
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Pada Tingkat Motivasi Perawat
di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Total OR
Motivasi Rendah Tinggi p value
(95%CI)
N % N % N %
Rendah 17 47.2 19 52.8 36 100
1.2
Tinggi 16 43.2 21 56.8 37 100 0.915
(0.5 – 3)
Jumlah 73
6.3.3.1 Supervisi
Tabel 6.25
Proporsi Tingkat Perilaku Penerapan IPSG Berdasarkan Tingkat Supervisi Pada
Perawat di Instalasi Rawat Inap RS Swasta X Tahun 2011
Perilaku penerapan IPSG
Total OR
Supervisi Rendah Tinggi p value
(95%CI)
N % N % N %
Rendah 18 46.2 21 53.8 39 100
1.1
Tinggi 15 44.1 19 55.9 34 100 1.000
(0.4 – 2.7)
Jumlah 73
Tabel 6.28
Model Terakhir Prediksi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
OR 95% CI
Variabel B Sig OR
Lower Upper
Pengetahuan 2.011 0.006 7.469 1.793 31.114
Umur 0.995 0.225 2.705 0.542 13.499
Status pernikahan 1.206 0.091 3.341 0.825 13.529
Pelatihan 0.967 0.226 2.629 0.550 12.554
Pengaruh organisasi 0.949 0.113 2.584 0.799 8.353
Constant -4.590
Penerapan IPSG tertinggi ke-2 adalah goal 6 “Reduce the Risk of Patient
Harm Resulting from Falls” yang berisi tentang pengkajian pasien resiko jatuh
dengan nilai 85,43 (range 0 – 100). Jatuh merupakan salah satu penyebab cedera
pasien di rumah sakit. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan adalah
pada pertanyaan “saya melakukan observasi tiap 2-3 jam sekali pada pasien
dengan resiko jatuh tinggi”. Hasil penelitian didapatkan bahwa 9,6% perawat
menjawab kadang dilakukan. Hal ini menandakan bahwa beberapa perawat
kadang tidak melakukan observasi setiap 2-3 jam sehingga membahayakan pasien
yang memiliki resiko jatuh tinggi.
Selanjutnya, goal dengan penerapan tertinggi ke-3 adalah goal 3 “Improve
the Safety of High-Alert Medications” dengan nilai 85,27 (range 0 – 100). Goal
tersebut berisi tentang prosedur pemberian obat yang aman. Perawat memiliki
tugas dan tanggung jawab yang paling besar saat pemberian obat sebab memiliki
resiko yang sangat tinggi. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses
pemberian obat kepada pasien. Perawat yang bertanggung jawab bahwa obat itu
diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum. Jika obat yang
diberikan kepada pasien salah maka akan mengakibatkan efek yang sangat fatal,
misalnya over dosis, efek samping, komplikasi, dan bahkan kematian. Kesadaran
perawat akan hal tersebut menuntutnya untuk selalu berhati-hati dalam pemberian
dan penyimpanan obat. Penerapan goal yang cukup tinggi mengenai pemberian
obat tersebut membuktikan bahwa proses pemberian obat yang dilakukan oleh
perawat di RS Swasta X sudah memperhatikan prinsip 5 Benar dan 1
Dokumentasi (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu,
benar dokumentasi).
Sedangkan goal pada IPSG yang memiliki proporsi paling rendah dalam
penerapannya oleh perawat adalah goal pertama yaitu “Identify Patient Correctly”
dengan nilai 84,65 (range 0 – 100). Identifikasi pasien adalah proses pencatatan
data pasien yang benar sehingga dapat menetapkan dan menyamakan data tersebut
dengan individu yang bersangkutan. Perawat di instalasi rawat inap sebagian besar
sudah memahami pentingnya identifikasi, di antaranya dilakukan dengan minimal
2 cara identifikasi, yaitu nama lengkap dan tanggal lahir pasien atau nomor rekam
medis. Perawat selalu melakukan identifikasi pasien terlebih dahulu untuk
memperoleh keyakinan bahwa pasien yang dihadapi adalah benar-benar pasien
yang akan memperoleh pelayanan sesuai dengan berkas rekam medis (status)
yang tersedia. Pada pertanyaan “saya tidak mempercayakan keluarga pasien untuk
mengawasi kelancaran tetesan infus” mengalami proporsi paling besar untuk tidak
dilakukan, yaitu sebesar 2,7%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perawat yang
masih mengandalkan laporan dari keluarga pasien untuk mengawasi kondisi
pasien, khususnya kelancaran tetesan infus. Situasi ini dapat membahayakan
pasien sebab terkadang ada keluarga pasien sebagai orang awam yang tidak
mengerti mengenai dunia keperawatan sehingga dibutuhkan monitoring terus
menerus oleh perawat untuk melakukan identifikasi pasien.
Goal ke 4 tidak diterapkan oleh perawat di instalasi rawat inap sebab goal
yang berisi tentang “The organization develops an approach to Ensure Correct-
Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery” hanya dilakukan oleh perawat
di instalasi bedah / OT (Operating Theatre).
a. Usia
Proporsi usia responden dalam penelitian ini cukup merata. Sebagian besar
perawat berusia < 30 tahun dengan jumlah 53,4% dan sisanya lebih dari 30 tahun.
Responden dengan rentang usia 21 – 43 tahun merupakan responden yang
digolongkan ke dalam usia produktif sehingga masih memiliki kemampuan untuk
bekerja secara optimal. Secara fisiologis, pertumbuhan dan perkembangan
seseorang dapat digambarkan dengan pertambahan umur. Dengan peningkatan
umur diharapkan terjadi pertumbuhan kemampuan motorik sesuai dengan tumbuh
kembangnya,yang identik dengan idealisme tinggi, semangat tinggi dan tenaga
yang prima.
Usia yang semakin tinggi diharapkan memiliki perilaku penerapan IPSG
yang semakin tinggi pula karena telah memiliki pengetahuan yang luas,
pengalaman yang banyak, dan pemahaman yang tinggi akan pentingnya menjaga
mutu pelayanan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa usia mempengaruhi
perilaku penerapan IPSG. Artinya semakin besar usia perawat maka semakin
tinggi penerapan IPSG-nya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2010) tetapi tidak sejalan dengan penelitian Nurhasanah (2010) dan Utami
(2011). Hasil analisis didapatkan OR dari variabel umur adalah 2,7 artinya
perawat yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 2,7 kali memiliki tingkat
perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang berumur kurang dari atau
sama dengan 30 tahun setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, status
pernikahan, pelatihan, dan pengaruh organisasi.
b. Status Pernikahan
Sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki lama kerja sejak
lulus pendidikan lebih dari 5 tahun sebanyak 65,8%. Lama bekerja ini dimulai
sejak perawat bekerja pertama kali baik di unit sebelum ia bekerja maupun di unit
tempat ia bekerja saat penelitian dilaksanakan. Sama halnya dengan lama kerja di
unit keperawatan saat ini, lama kerja sejak lulus pendidikan menentukan
banyaknya pengalaman perawat mengenai patient safety yang telah atau hampir
dialami. Dalam penelitian ini diharapkan ada kecenderungan semakin lama
perawat yang bekerja sejak lulus pendidikan, maka akan semakin tinggi penerapan
IPSG-nya. Hal tersebut juga dapat didukung oleh pengalaman perawat dalam
membandingkan kondisi tempat bekerjanya yang lama dengan tempat bekerja saat
ini. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
lama kerja perawat sejak lulus pendidikan dengan perilaku penerapan IPSG. Hasil
analisis diperoleh nilai OR= 3,2, artinya perawat yang lama kerja sejak lulus lebih
dari 5 tahun memiliki peluang 3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan
IPSG lebih tinggi dibanding perawat yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama
dengan 5 tahun.
e. Jenjang jabatan
g. Sosialisasi mutu RS
Hasil uji statistik dengan analisis chi square menunjukkan bahwa tingkat
pengaruh organisasi pada perawat memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku penerapan IPSG. Hasil analisis diperoleh nilai OR dari variabel pengaruh
organisasi adalah 2,6 artinya perawat yang mendapat pengaruh organisasi tinggi
berpeluang 2,6 kali memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding
perawat yang mendapat pengaruh organisasi rendah setelah dikontrol oleh
variabel pengetahuan, umur, status pernikahan, dan pelatihan. Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Utami (2011) yang menyatakan bahwa
pengaruh pimpinan dan organisasi tidak mempengaruhi perawat dalam penerapan
patient safety.
7.2.3 Variabel yang Tidak Berhubungan dengan Perilaku Penerapan IPSG
a. Ward
Penelitian dilakukan pada masing-masing ward di instalasi rawat inap
dengan memperhatikan persamaan proporsi dalam jumlah populasi perawat tiap
ward sehingga dapat dikatakan bahwa keterwakilan sampel dalam setiap ward
sama. Analisis dalam variabel ward dilakukan berdasarkan jenis pelayanan yang
diberikan, yaitu : pelayanan pediatrik pada Ward Pinguin; pelayanan maternal
pada Ward Merpati (Ward, Labor, Nursery); pelayanan umum pada Ward Merak,
Kutilang, Cendrawasih, dan Camar; serta pelayanan Critical Care.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat perilaku penerapan IPSG dengan ward tempat perawat bekerja.
Artinya di ward manapun perawat bekerja, perilaku penerapan IPSG pada perawat
tidak akan terpengaruh terhadap tinggi rendahnya penerapan. Ini disebabkan
karena setiap perawat di masing-masing ward dituntut untuk selalu menerapkan
IPSG tanpa membeda-bedakan pasien sebagai penerima layanan kesehatan
sehingga membuktikan bahwa manajemen keperawatan yang dilaksanakan di RS
Swasta X sudah baik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Nurhasanah (2010)
yang menyatakan bahwa unit tempat perawat bekerja mempengaruhi perilaku
patient safety. Hal tersebut mungkin disebabkan karena terdapat perbedaan
karakteristik antara instalasi rawat inap di RS Swasta X dengan RS yang dijadikan
obyek penelitian oleh Nurhasanah.
b. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih rasional dan kreatif serta
terbuka dalam menerima adanya bermacam usaha pembaharuan dan dapat
menyesuaikan diri terhadap pembaharuan. Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar
(Purwanto, 2005). Seluruh perawat di RS Swasta X telah menempuh pendidikan
minimal DIII Keperawatan karena merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi
saat recruitment staf. Ciri-ciri perawat profesional adalah lulusan pendidikan
tinggi keperawatan minimal D III Keperawatan karena mampu melaksanakan
asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan, menaati kode etik,
mampu berkomunikasi dengan pasien dan keluarga, serta mampu memanfaatkan
sarana kesehatan yang tersedia secara berdaya guna dan berhasil guna, mampu
berperan sebagai agen pembaharu dan mengembangkan ilmu serta teknologi
keperawatan. (K. Jernigan et al, 1983).
d. Gaji
Gaji merupakan imbalan finansial yang diterima karyawan (perawat)
terhadap hasil jerih payahnya selama bekerja yang diberikan secara teratur,
biasanya bulanan. Dengan imbalan yang setara dengan kinerja, semangat dan
motivasi setiap pekerja akan lebih tinggi lagi. Variabel gaji dalam penelitian ini
dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang, cukup, dan berlebih. Sebagian besar
perawat merasa berkecukupan dalam menerima gaji, yaitu sebesar 56% dan
sisanya merasa kurang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat perilaku penerapan IPSG dengan tingkat
kecukupan gaji perawat. Berarti perawat dengan tingkat kecukupan gaji apapun,
perilaku penerapan IPSG-nya tidak akan terpengaruh terhadap tinggi rendahnya
penerapan. Hal ini dimungkinkan karena dalam melaksanakan fungsi perawat
dalam menjalankan asuhan keperawatan, khususnya patient safety perawat lebih
menekannkan pada pelayanan yang bermutu dan tanggung jawab yang besar,
tidak semata karena imbalan. Secara rutin perawat telah menerima gaji bulanan
yang sesuai dengan standar perawat pada umumnya sehingga proporsi perawat
yang merasa cukup dalam menerima gaji sudah cukup besar. Hasil penelitian ini
sejalan dengan Utami (2011) dan Nurhasanah (2010) yang sama-sama
menyatakan bahwa imbalan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku patient safety.
Hasil analisis didapatkan OR dari variabel umur adalah 2,7 artinya perawat
yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 2,7 kali memiliki tingkat perilaku
penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang berumur kurang dari atau sama
dengan 30 tahun setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, status pernikahan,
pelatihan, dan pengaruh organisasi. Pada variabel status pernikahan, didapatkan
hasil OR sebesar 3,3 artinya perawat yang sudah menikah berpeluang 3,3 kali
memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG tinggi dibanding perawat yang belum
menikah setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan, umur, pelatihan, dan
pengaruh organisasi. Pada variabel lama kerja di unit saat ini, hasil analisis
diperoleh nilai OR= 3,3, artinya perawat yang lama kerja di unitnya lebih dari 2
tahun memiliki peluang 3,3 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG
lebih tinggi dibanding perawat yang lama kerja di unit kurang atau sama dengan 2
tahun. Hasil analisis diperoleh nilai OR= 3,2 pada variabel lama kerja sejak lulus,
artinya perawat yang lama kerja sejak lulus lebih dari 5 tahun memiliki peluang
3,2 kali untuk memiliki tingkat perilaku penerapan IPSG lebih tinggi dibanding
perawat yang lama kerja sejak lulus kurang atau sama dengan 5 tahun.
8.2 Saran
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Melakukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan kinerja perawat
dengan mengadakan upgrading pelatihan secara rutin dan berkesinambungan,
khususnya pada IPSG goal ke-1. Setiap kali ada pelatihan tentang patient
safety harus dilakukan pretest dan post test agar dapat dimonitor seberapa
jauh perkembangan pengetahuan individu tentang patient safety.
2. Memberikan perhatian khusus pada perawat yang berusia muda (< 30 tahun),
khususnya yang belum menikah, misalnya dengan diberikan pengawasan dan
bimbingan langsung oleh supervisor.
3. Membuat kebijakan organisasi dengan memberlakukan sistem punish and
reward kepada perawat sesuai dengan kinerjanya, misalnya perawat yang
memiliki penerapan IPSG yang tinggi serta konsisten dalam penerapannya
diberikan reward berupa pemberian bonus, peluang promosi jabatan, dan
kesempatan belajar ke jenjang lebih tinggi lagi.
123
Daftar Pustaka
Dewi, Gusti Kumala. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Sikap Patient
Safety Perawat Instalasi Rawat Inap di RS Bhayangkara Tingkat I
Raden Said Sukanto Tahun 2010. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
Faktor-faktor yang mempengaruhi..., Shelly Aprilia, FKM UI, 2011
Effendy, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas (Teori
dan Praktik dalam Keperawatan). Jakarta : Salemba Medika. ISBN :
978-979-3027-94-4
Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan
(terjemahan). Yogyakarta : Gadjahmada University Press.
Lilipaly, Angela G., Dr. 2011. JCI Compliance Standard. Shared from JCI
Getting Starter & Practicum by QMR RSPB.
Maulana. Heri D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
ISBN : 978-979-448-959-8
Robbins, Stephen P. and Mary Coulter. 2007. Manajemen. Edisi ke-8. Jakarta. PT
Indeks.
SOP Unit QMR RS Swasta X, diakses tanggal 4 Juli 2011, pukul 10.00.
SOP Unit Keperawatan RS Swasta X, diakses tanggal 7 Juli 2011, pukul 14.00.
World Health Organization. 2005. World Alliance for Patient Safety, Global
Patient Safety Challenge 2005-2006: Clean Care is Safer Care. Geneva:
World Health Organization.
Peraturan :
President Direktur*
President Director AHI
Direktur
Konsultan Klinik* Clinical Consultant AHI
GroupAHI
Group Finance* Manager Tax* Manager
Group
AHI HR* Manager AHI Group IT* Manager
Group AHI
Purchasing* Manager AHI
Komite Etik Komite Mutu Komite Perinaristi Komite K3 Komite Komite Komite Koordinator Koordinator
KPRS PPI Keperawatan IT Pengelolaan
Material
Ket : * Staff Corporate
KUESIONER PENELITIAN
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG
(International Patient Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission
International) di
Instalasi Rawat Inap RS Swasta Tahun 2011
Kode :
Ward :
Tanggal diisi : Pukul :
IDENTITAS INFORMAN
Nama
Usia Tahun
Jenis Kelamin
□ Perempuan □ Laki-Laki
Status Pernikahan
□ Menikah □ Belum Menikah □ Janda/Duda
Pendidikan Terakhir
□ Diploma III □ Master (S2)
□ S1 Ilmu Keperawatan □ Lain-lain, sebutkan
□ Ners (S1 profesi)
Masa Kerja Sejak Pertama Kali □ < 1 tahun □ 11-15 tahun
Lulus
□ 1 - 5 tahun □ 16-20 tahun
□ 6 - 10 tahun □ > 20 tahun
PENGETAHUAN INFORMAN
A. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada jawaban yang menurut
Anda benar.
Tidak menutup kemungkinan satu pertanyaan memiliki jawaban lebih dari satu.
No Pertanyaan
1 Identifikasi pasien dilakukan saat ....................
□ Pemberian □ Hendak ke toilet □ Pemberian obat □ Pasien hendak tidur
perawatan
2 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi hasil tes penunjang klinis adalah kecuali
.....................
□ Read back □ Tulis instruksi □ Tulis "read back +" □ Verifikasi oleh
dengan lengkap pada integrated note pemberi instruksi dalam
dengan tinta biru. waktu 2 x 24 jam.
3 Pemberian obat kepada pasien dilakukan dengan prinsip ...............
□ 7 Benar 1 □ 6 Benar 1 □ 5 Benar 1 □ 4 Benar 1
Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi
4 Yang tidak perlu di-check saat sebelum pemberian tranfusi darah adalah ................
□ Skor nyeri □ Suhu udara □ Instruksi dokter □ Pernafasan pasien
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi, kecuali .................
□ Asesmen resiko □ Kemampuan □ Pelaporan dan □ Implementasi solusi
belajar dari insiden analisis insiden untuk meminimalkan
dan tindak lanjutnya timbulnya resiko
6 Cuci tangan perlu dilakukan saat, kecuali................
□ sebelum menyentuh □ setelah melakukan □ setelah menyentuh □ setelah menyentuh
pasien tindakan - tindakan daerah sekitar pasien keluarga pasien
invasive
7 Pengkajian resiko pasien jatuh dengan form dilakukan saat ...........
□ Pasien mengalami □ Angka Kejadian Tak □ Pasien masuk □ Ada instruksi dari
SUPERVISI
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
kolom yang tersedia.
Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukan
SD = Sering dilakukan
SSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Supervisor keperawatan melakukan kegiatan supervisi dalam penerapan
IPSG setiap hari.
2 Supervisor mau mendengarkan keluhan dan kesulitan stafnya.
3 Supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat
yang bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
4 Bila terjadi kesalahan dalam penerapan IPSG akan ditindaklanjuti dan
diberikan bimbingan, teguran serta diberikan umpan balik.
5 Kegiatan monitoring yang dilakukan unit QMR (Quality Management
Representative) RS pada unit keperawatan dilaksanakan secara rutin
sesuai jadwal yang direncanakan.
6 Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi disosialisasikan ke semua ruang
rawat inap.
7 Penghargaan diberikan oleh supervisor kepada perawat yang mampu
menjalankan tugasnya dengan baik, khususnya dalam penerapan IPSG.
8 Adanya pertemuan rutin oleh tim supervisor keperawatan yang
membahas kasus-kasus keperawatan, khususnya dalam penerapan IPSG.
9 Setiap pemecahan masalah berdasarkan kasus yang terjadi selalu
dilaksanakan sehingga kasus tidak terulang kembali.
PENGARUH ORGANISASI
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Penerapan IPSG (International Patient
Safety Goal) pada Akreditasi JCI (Joint Commission International) di Instalasi Rawat Inap
RS Premier Bintaro Tahun 2011
IDENTITAS INFORMAN
Jenis Kelamin
□ Perempuan □ Laki-Laki
Status Pernikahan
□ Menikah □ Belum Menikah □ Janda/Duda
Pendidikan Terakhir
□ Diploma III □ Master (S2)
□ S1 Ilmu Keperawatan □ Lain-lain, sebutkan
□ Ners (S1 profesi)
Lama Kerja :
PENGETAHUAN INFORMAN
A. Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( ) pada jawaban yang benar.
Tidak menutup kemungkinan satu pertanyaan memiliki jawaban lebih dari satu atau bahkan
tidak memiliki jawaban sama sekali.
No Pertanyaan
1 Identifikasi pasien dilakukan saat ....................
□ Pemberian □ Hendak ke toilet □ Pemberian obat □ Pasien hendak tidur
perawatan
2 Yang perlu dilakukan saat menerima instruksi hasil tes penunjang klinis adalah kecuali ..................
□ Read back □ Tulis instruksi □ Tulis "read back +" □ Verifikasi oleh
dengan lengkap pada integrated note pemberi instruksi dalam
dengan tinta biru. waktu 2 x 24 jam.
3 Pemberian obat kepada pasien dilakukan dengan prinsip ......
□ 7 Benar 1 □ 6 Benar 1 □ 5 Benar 1 □ 4 Benar 1
Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi
4 Yang tidak perlu di-check saat sebelum pemberian tranfusi darah adalah ................
□ Skor nyeri □ Suhu udara □ Instruksi dokter □ Pernafasan pasien
5 Patient safety rumah sakit adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi, kecuali .................
□ Asesmen resiko □ Kemampuan □ Pelaporan dan □ Implementasi solusi
belajar dari insiden analisis insiden untuk meminimalkan
dan tindak lanjutnya timbulnya resiko
6 Cuci tangan perlu dilakukan saat, kecuali................
□ sebelum menyentuh □ setelah melakukan □ setelah menyentuh □ setelah menyentuh
pasien tindakan invasive daerah sekitar pasien keluarga pasien
7 Pengkajian resiko pasien jatuh dengan form dilakukan saat ...........
□ Pasien mengalami □ Angka Kejadian Tak □ Pasien masuk □ Ada instruksi dari
cedera akibat jatuh Diharapkan (KTD) rawat inap dokter
meningkat
8 Bila tidak ada perubahan pada perawatan pasien, pengkajian ulang risiko jatuh dilakukan setiap
SUPERVISI
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
kolom yang tersedia.
Keterangan : TD = Tidak dilakukan
KD = Kadang dilakukan
SD = Sering dilakukan
SSD = Sangat sering dilakukan
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Supervisor mendengar dan mempertimbangkan sungguh-sungguh
masukan dari staf untuk meningkatkan keselamatan pasien.
2 Supervisor mau mendengarkan keluhan dan kesulitan stafnya.
3 Supervisor keperawatan benar-benar mengawasi satu per satu perawat
yang bekerja, khususnya dalam penerapan IPSG.
4 Bila terjadi kesalahan dalam penerapan IPSG akan ditindaklanjuti dan
diberikan bimbingan, teguran serta diberikan umpan balik oleh
supervisor.
PENGARUH ORGANISASI
Petunjuk pengisian :
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda ( ) pada
kolom yang tersedia.
Pilihan jawaban Nilai 1 = Sangat tidak setuju
Nilai 2 = Tidak setuju
Nilai 3 = Ragu-ragu
Nilai 4 = Setuju
Nilai 5 = Sangat Setuju
NILAI
No VARIABEL 1 2 3 4 5
1 Manajemen RS baru peduli terhadap keselamatan pasien jika terjadi
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
2 Struktur organisasi menyebabkan birokrasi yang berbelit.
3 Saya seringkali merasa tidak nyaman bila harus bekerja sama
dengan staf unit lain di RS ini.
4 Masalah sering terjadi saat pemindahan pasien dari unit satu ke unit
lain.
5 Kebijakan RS mendukung saya melaksanakan pekerjaan secara
optimal.
6 Ada batasan wewenang dan uraian tugas yang jelas sesuai dengan
struktur organisasi.
7 Unit-unit di RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi pasien.
No Pertanyaan TD KD SD SSD
1 Saya selalu menggunakan minimal 2 cara identifikasi pada setiap pasien.
2 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pemberian obat, darah, maupun produk dari darah lainnya.
3 Sebelum pemberian obat, saya selalu sudah mengetahui jenis obat,
khasiat, efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara
pemberian obat.
4 Saya selalu menjelaskan kepada pasien mengenai jenis obat, khasiat,
efek samping, kontra indikasi, dosis umum, dan cara pemberian
obat.
5 Identifikasi pasien selalu saya lakukan saat sebelum melakukan
pengambilan darah dan spesimen lain untuk uji klinis.
6 Saat pemberian transfusi darah, saya selalu melakukan double
check dengan perawat lain.
7 Sebelum dan sesudah transfusi darah, saya selalu melakukan cek tanda
vital pada pasien.
8 Setiap kondisi pasien baik sebelum maupun sesudah tindakan, saya
selalu dokumentasikan pada lembar grafik observasi dan catatan
perkembangan terintegrasi.
9 Saya selalu memperkenalkan perawat pengganti kepada pasien pada saat
operan tugas.
10 Saya selalu memberikan penjelasan tentang asuhan keperawatan kepada
keluarga pasien.
11 Saya selalu mempercayakan keluarga pasien untuk mengawasi
kelancaran tetesan infus.
12 Saya selalu menulis instruksi yang saya terima secara verbal maupun
telepon.
13 Saya selalu membacakan kembali instruksi yang telah diterima dan
TERIMAKASIH
1. PENGETAHUAN
r
t
11
n 1 2
st
Keterangan :
n = jumlah butir soal/pernyatan yang ada
st2 = varians skor total
p = proporsi jawaban yang benar
q = proporsi jawaban yang salah
Perhitungan menggunakan program Ms. Excel.
Didapatkan nilai r = 0,70. Artinya pertanyaan reliabel ( batas nilai r ≥ 0,6)
Terdapat beberapa pertanyaan yang memiliki jawaban benar semua dan salah semua,
sehingga pertanyaan tersebut dikeluarkan.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel pengetahuan, pertanyaan yang
akan dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan B1 : “IPSG mewajibkan penggunaan gelang tangan untuk identifikasi. ”
Pertanyaan B4 : “Perawat harus menjelaskan tujuan, manfaat dan kemungkinan resiko kepada
pasien sebelum melakukan tindakan..”
Pertanyaan B5 : “Instruksi baik secara verbal maupun telepon wajib dibacakan kembali oleh
penerima instruksi.”
N/(N-1)*((S2-SPQ)/S2) = 0.707
Cronbach's
Alpha(a) N of Items
-.692 14
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
keberhasilan 5.958 -.802(a)
masyarakat percaya 5.537 -.966(a)
banyak kasus 6.050 -.710(a)
kesejahteraan 7.292 -.270(a)
kondisi pasien 7.082 -.519(a)
penting dan mendesak 5.537 -.904(a)
perawat lain 5.818 -.691(a)
pengalaman 7.011 -.535(a)
jenjang karir 7.474 -.365(a)
sarana dan prasarana 7.566 -.296(a)
pengawasan 6.766 -.429(a)
tuntutan 5.671 -.777(a)
dukungan 5.355 -.908(a)
lelah 6.063 -.762(a)
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Masyarakat percaya
2. Dukungan
3. Keberhasilan
4. Tuntutan
5. Lelah
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“lelah”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's
Alpha(a) N of Items
-.762 13
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
keberhasilan 5.695 -.817(a)
masyarakat percaya 5.379 -.950(a)
banyak kasus 5.313 -.881(a)
kesejahteraan 5.882 -.522(a)
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.7620.817). Jadi
pertanyaan “lelah” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penting dan mendesak
2. Perawat lain
3. Masyarakat percaya
4. Banyak kasus
5. Keberhasilan
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“keberhasilan”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's
Alpha(a) N of Items
-.817 12
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
masyarakat percaya 5.432 -.863(a)
banyak kasus 4.471 -1.172(a)
kesejahteraan 5.461 -.578(a)
kondisi pasien 6.829 -.462(a)
penting dan mendesak 4.379 -1.256(a)
perawat lain 4.303 -1.137(a)
pengalaman 6.484 -.545(a)
jenjang karir 7.411 -.267(a)
sarana dan prasarana 5.608 -.637(a)
pengawasan 5.208 -.730(a)
tuntutan 5.608 -.658(a)
dukungan 5.713 -.646(a)
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.8170.863). Jadi
pertanyaan “keberhasilan” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penting dan mendesak
2. Banyak kasus
3. Perawat lain
4. Masyarakat percaya
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“masyarakat percaya”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's
Alpha(a) N of Items
-.863 11
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
banyak kasus 4.050 -1.350(a)
kesejahteraan 4.724 -.786(a)
kondisi pasien 6.724 -.448(a)
penting dan mendesak 4.116 -1.350(a)
perawat lain 4.092 -1.193(a)
pengalaman 6.326 -.545(a)
jenjang karir 7.253 -.260(a)
sarana dan prasarana 4.976 -.807(a)
pengawasan 4.682 -.883(a)
tuntutan 5.713 -.580(a)
dukungan 5.924 -.540(a)
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel motivasi, pertanyaan yang akan
dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan 1 : “Keberhasilan patient safety di rumah sakit turut dirasakan sebagai keberhasilan saya
juga.”
3. SUPERVISI
Cronbach's
Alpha N of Items
.818 9
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
masukan 14.787 .787
keluhan 14.029 .779
mengawasi 13.842 .778
kesalahan 14.261 .782
monitoring 14.997 .772
hasil monitoring 16.411 .824
penghargaan 17.147 .858
pertemuan rutin 15.103 .791
pemecahan masalah 16.366 .810
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
1. Penghargaan
2. Hasil monitoring
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“penghargaan”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's
Alpha N of Items
.858 8
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
masukan 12.905 .829
keluhan 12.116 .821
mengawasi 12.345 .832
kesalahan 12.905 .839
monitoring 13.568 .823
hasil monitoring 14.892 .876
pertemuan rutin 13.674 .844
pemecahan masalah 14.747 .859
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel supervisi, tidak ada pertanyaan
yang akan dibuang/ dikeluarkan.
4. PENGARUH ORGANISASI
Cronbach's
Alpha N of Items
.655 8
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
KTD 10.379 .679
struktur organisasi 9.145 .584
kerja sama dengan
staf lain 9.818 .591
pemindahan pasien 9.832 .575
kebijakan RS 8.737 .537
unit di RS 9.200 .547
batasan wewenang 12.555 .697
pergantian shift 13.208 .713
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu : (berdasarkan urutan paling tinggi)
5. Pergantian shift
6. Batasan wewenang
Dan jika dilihat variasinya, maka variasi yang paling tinggi terdapat pada pertanyaan :
“pergantian shift”. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan tersebut.
Cronbach's
Alpha N of Items
.713 7
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
KTD 10.092 .728
struktur organisasi 9.063 .643
kerja sama dengan
staf lain 9.937 .659
pemindahan pasien 10.471 .670
kebijakan RS 9.103 .627
Hasil yang diperoleh memiliki perubahan yang cukup signifikan (0.710.77). Jadi
pertanyaan “pergantian shift” dikeluarkan dari kuesioner.
Pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha”yaitu batasan wewenang. Maka dicoba dengan mengeluarkan pertanyaan
tersebut.
Cronbach's
Alpha N of Items
.770 6
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
KTD 9.674 .795
struktur organisasi 8.976 .727
kerja sama dengan
staf lain 9.882 .740
pemindahan pasien 10.326 .745
kebijakan RS 9.042 .711
unit di RS 9.168 .695
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel pengaruh organisasi,
pertanyaan yang akan dibuang/ dikeluarkan adalah :
Pertanyaan 5 : “Masalah sering terjadi saat pergantian shift dari satu perawat ke perawat lain”
Cronbach's
Alpha N of Items
.973 35
Scale Cronbach's
Variance if Alpha if Item
Item Deleted Deleted
cara identifikasi 206.411 .972
identifikasi pasien 205.292 .972
Tidak ada pertanyaan yang memiliki nilai “Cronbach's Alpha if Item Deleted” lebih dari nilai
“cronbach’s alpha” (perbedaan tidak terlalu signifikan).
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel perilaku, tidak ada pertanyaan
yang akan dibuang/ dikeluarkan.
Perubahan nilai OR
Sosialisasi dikeluarkan
Page 1
Kesimpulan : lamakerja1 (di unit keperawatan saat ini) dikeluarkan dari pemodelan
Pelatihan dikeluarkan
Umur dikeluarkan
Page 2
UJI INTERAKSI
Page 3