Anda di halaman 1dari 5

Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang juga merupakan organisasi bisnis yang dimiliki dan
dioperasikan oleh orang-seorang demi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan, adapun modal koperasi terdiri dari :

1. Modal Anggota, berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, simpanan sukarela,
dana cadangan, maupun sumbangan atau hibah.

2. Modal Pinjaman, berasal dari anggota koperasi dan/atau usaha lainnya, bank dan
lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan lain-
lain.

Koperasi Sebagai Subjek Pajak

Dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.

Dalam pasal 2 ayat 1(b) Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan salah satu subjek pajak
adalah badan, dan koperasi merupakan badan usaha yang merupakan subjek pajak yang
memiliki kewajiban dan hak perpajakan yang sama dengan badan usaha lainnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka Koperasi termasuk sebagai Wajib Pajak badan yang
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu. Secara umum kewajiban perpajakan koperasi adalah :

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan/atau PKP

2. Menyetorkan dan Melaporkan Pajak Penghasilan Badan

3. Melakukan Pemotongan Pajak Penghasilan

4. Melakukan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Penghasilan Yang Menjadi Objek Pajak Dalam Koperasi

a. Bunga Simpanan Koperasi

Bunga simpanan koperasi adalah imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota atas
simpanan wajib dan sukarela yang telah disetornya. Besarnya bunga simpanan koperasi yang
akan diterima oleh anggota ditentukan berdasarkan perjanjian di awal, pada waktu anggota
mendaftarkan diri sebagai anggota koperasi.

Dasar Hukum

 Pasal 23 ayat (1)a dan Pasal 4 ayat (2)a Undang-Undang Pajak Penghasilan

 PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi

 PMK nomor 112/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan


pelaporan pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi Orang Pribadi.

Penghitungan Pajak

Atas bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong PPh Pasal
pasal 4 ayat 2 dan bersifat final oleh koperasi hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4
ayat (2)a yang menyatakan “penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi“.

Atas batasan penghasilan dan tarif diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-
112/PMK.03/2010 dalam pasal 2(b) yang menyatakan demikian “Besarnya Pajak
Penghasilan Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang
didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa
bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.”

Contoh Kasus

Sdr. Pola Sitanggang menerima bunga simpanan “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp.
6.800.000,-  untuk periode bulan Desember 2014. Atas bunga simpanan tersebut dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-) dan bersifat final.

Penyetoran dan Pelaporan

Atas PPh Pasal 4 ayat (2) yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So Ise” tersebut harus
sudah disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar Rp.680.000,- pada
tanggal 10 Januari 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama dan
NPWP Koperasi dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419.  Dan
melaporkan ke kantor pajak dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama
tanggal 20 Januari 2015. Adapun formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2)
dapat dilihat pada lampiran yang ada dalam PER-53/PJ/2009.
 b. Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi

Di dalam ketentuan pajak pasal 4 ayat 1(g) disebutkan “dividen, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi“, dalam UU tentang perkoperasian istilah Sisa Hasil
Usaha koperasi dikenal dengan istilah Selisih Hasil Usaha, kedua hal ini memiliki pengertian
yang sama dalam maksud tulisan ini.

Selisih Hasil Usaha (SHU)  adalah  Surplus  Hasil  Usaha  atau Defisit  Hasil  Usaha  yang 
diperoleh  dari  hasil  usaha  atau  pendapatan  Koperasi  dalam  satu  tahun  buku  setelah
dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha (Pasal 1 ayat (12) UU Nomor 17
tahun 2012. SHU merupakan bagian laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan
pokoknya. Pemberian SHU tidak dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang
diperoleh koperasi. SHU biasanya dibagikan pada bulan ke ke tiga setelah tutup tahun buku,
namun kadang dapat melampaui waktu tersebut karena permasalahan penghitungan yang
berdampak terundanya pembagian SHU.

Dasar Hukum

 Pasal 4 ayat (1)g Undang-Undang Pajak Penghasilan

 PMK nomor 111/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, dan


pelaporan pajak penghasilan atas dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak
Orang Pribadi dalam negeri.

Penghitungan Pajak

Pengertian dividen dalam pasal 4 ayat (1)g UU PPh salah satunya adalah pembagian sisa
hasil usaha koperasi. Dalam pasal 1 PMK nomor 111/PMK.03/2010 disebutkan Atas
penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat
final.

Contoh Kasus

Sdr. Hotdi Sinurat menerima pembagian sisa hasil usaha koperasi (dividen) dari “Koperasi Ai
So Ise”  sebesar Rp. 6.800.000,-  untuk periode Tahun  2014 pada masa April 2015. Atas
dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp. 680.000,- (10% x Rp. 6.800.000,-)
dan bersifat final.

Penyetoran dan Pelaporan

Atas PPh Pasal 4 ayat (2) “PPh Final atas SHU”  yang sudah dipotong oleh “Koperasi Ai So
Ise” tersebut harus sudah disetor ke kas negara paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir dalam contoh kasus berarti harus sudah menyetorkan sebesar
Rp.680.000,- pada tanggal 10 Mei 2015 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas
nama dan NPWP Koperasi dengan Kode MAP : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 419. Dan
melaporkan ke kantor pajak dimana “Koperasi Ai So Ise” tersebut terdaftar paling lama
tanggal 20 Mei 2015. Adapun formulir pelaporan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2) dapat
dilihat pada lampiran yang ada dalam PER-53/PJ/2009.

c.  Pajak Penghasilan Atas Koperasi

Seperti dijelaskan di atas bahwa Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban
lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

Maka, pembagian Selisih Hasil Usaha tersebut dilakukan setelah dilakukan penghitungan
Pajak Penghasilan atas Koperasi itu sendiri sebagai subjek pajak badan.

Penghitungan dimulai dengan menghitung hitung dulu berapa penghasilan neto yang
merupakan Penghasilan Kena Pajak. Rumus Penghasilan Kena Pajak adalah Total
Penghasilan setelah dikurangi biaya-biaya yang terkait (matching cost against revenue).

Dasar Hukum

 Pasal 4 ayat (1), pasal 17 ayat (1)b, Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak
Penghasilan

Penghitungan Pajak

Atas penghitungan Penghasilan Neto tersebut selanjutnya dikalikan tarif pajak yang
diterapkan  atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri adalah 25%
yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010 dengan memperhatikan pasal 31E UU PPh (Wajib
Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima
puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dan PP 46 tahun 2012.

Contoh Kasus

Penghasilan Kena Pajak atas wajib pajak “Koperasi Ai So Ise”  sebesar Rp. 1.000.000.000,- 
untuk periode tahun pajak 2014. Atas Penghasilan Kena Pajak tersebut dikenakan tarif  Wajib
Pajak badan sebagai berikut:

1. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- dikenakan tarif final
sebesar 1%

2. Jika peredaran usaha sampai dengan Rp. 50.000.000.00,- mendapat fasilitas


pengurangan tarif 50%.
3. Jika peredaran usaha diatas Rp. 50.000.000.000,-  maka PPh terutang sebesar sebesar
Rp. 250.000.000,- (25% x Rp. 1.000.000.000,-). Wajib pajak “Koperasi Ai So Ise”
tidak memiliki kredit pajak sehingga pajak yang harus disetor tetap sebesar Rp.
250.000.000,-.

Penyetoran dan Pelaporan

Wajib pajak harus menyetorkan dan melaporkan pajak sebagaimana rumusan penghitungan
tersebut di atas, yaitu :

1. 1% final disetorkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya apabila terdapat transaksi


disetiap masa, dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 420.

2. paling lama tanggal 30 April 2014. Dengan kode Kode MAP : 411126 dan Kode
Jenis Setoran : 200 (Pasal 29). Untuk masa April diwajibkan menyetor PPh Pasal 25 
paling lama tanggal 15 Mei 2015.

Anda mungkin juga menyukai