Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL JOURNAL RIVEW

MK. PENDIDIKAN MASYARAKAT


PRODI S1 BK

NILAI

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI PEMBERDAYA DALAM MASYARAKAT


(Ibnu Syamsi, 2010)

NAMA MAHASISWA : RIZKA SAVITRI NASUTION

NIM : 1203351030

DOSEN PENGAMPU : Friska Indira Nora Harahap M.Pd

MATA KULIAH : Pendidikan Masyarakat

PROGRAM STUDI : BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS : ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas CJR mata kuliah
Pendidikan Masyarakat dengan tepat waktu .
Adapun tujuan dari makalah ini untuk memenuhi salah satu ketentuan dari 6 tugas pokok
yang wajib pada setiap mata kuliah salah satunya mata kuliah Pendidikan Masyarakat

Tugas ini dibuat dengan usaha yang maksimal dari fikiran dan tenaga saya agar saya
mampu menyelesaikannya dengan sebaik mungkin.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dari tugas yang saya buat ini mungkin dari segi
bahasa,cara penulisan dan hal-hal lain yang kurang dari tugas ini.

Saya harap bu dosen dapat mengkritik sesuatu yang kurang dari tugas saya sebagai saran
yang baik kedepannya bagi saya dan saya harap sesuai dengan ketentuan dalam pembuatan
tugas ini.
Saya ucapkan TerimaKasih yang sebesar besarnya kepada ibu Friska Indria Nora Harahap
M.Pd.

KISARAN, September 2020

Penulis

Rizka Savitri Nasution


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1.4 Identitas Jurnal
BAB II ISI JURNAL
2.1 Ringkasan Jurnal
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kelebihan Jurnal
3.2 Kekurangan jurnal
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan proses untuk mengintegrasikan individu yang sedang


mengalami pertumbuhan ke dalam kolektivitas masyarakat. Dalam kegiatan
pendidikan terjadi pembinaan terhadap perkembangan potensi peserta didik untuk
memenuhi kelangsungan hidupnya secara pribadi dan kesejahteraan kolektif di
masyarakat. Sebagai usaha sadar, pendidikan diarahkan untuk menyiapkan peserta
didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka mengisi peranan
tertentu di masyarakat pada masa yang akan datang. Pendidikan menjadi instrumen
untuk mewujudkan masyarakat dan bangsa yang cerdas, pendidikanlah yang harus
dirancang dan diimplementasikan secara baik. Salah satu faktor untuk mewujudkan
kecerdasan bangsa dan pendidikan yang maju adalah terciptanya budaya baca di
dalam masyarakat. Dengan adanya pendidikan yang maju dan budaya baca yang telah
mengakar pada masyarakat maka akan muncul masyarakat dan bangsa yang cerdas
dalam kehidupannya.

A. TUJUAN
Tujuan dibuatnya CJR ini adalah untuk memenuhi salah satu dari 6 tugas pokok yang
wajib diselesaikan juga menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merivew dan
menyampaikan saran untuk perbaikan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
Pendidikan Luar Sekolah.

B. MANFAAT

manfaat yang ingin dicapai penyusun dalam penulisan critical jurnal review ini adalah
untuk mengajak pembaca lebih memahami secara mendalam mengenai kedua jurnal
tersebut agar lebih mudah dipahami.
B. IDENTITAS JURNAL DAN ARTIKEL YANG DI RIVEW

JURNAL UTAMA

1. Judul Artikel : Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Pemberdaya Masyarakat


2. Nama Jurnal : PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI PEMBERDAYA DALAM
MASYARAKAT
3. Edisi Terbit : 2010
4. Pengarang Artikel : Ibnu Syamsi
5. Penerbit : Universitas Negeri Yogyakarta
6. Kota Terbit : Yogyakarta
7. Nomor ISSN :-
8. Alamat Situs : http://blog.unnes.ac.id/aisyah28/2016/10/31/pengertian-
pendidikan-non-formal-atau-pendidikan-luar-sekolah/

JURNAL PEMBANDING
1. Nama Artikel : Eduksi Sekolah Ekstra dan Sumber Daya Manusia
2. Nama Jurnal : PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM
UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA
3. Edisi Terbit : Edisi Vol.1 no.1
4. Pengarang Artike : I Ketut Sudarsana
5. Penerbit : IHDN Denpasar
6. Kota Terbit : Denpasar
7. Nomor ISSN : 2548- 3110
8. Alamat Situs : http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/34/43
JURNAL UTAMA
BAB II
RINGKASAN ISI ARTIKEL
ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk memperluas cakrawala pembaca mengenai
pendidikan luar sekolah sebagai pemberdaya dalam pengembangan masyarakat. Manfaat
penulisan adalah agar pembaca dan masyarakat dapat mengetahui bahwa pendidikan luar
sekolah sebagai salah satu institusi yang ikut serta dalam pengembangan masyarakat.
Tahapan-tahapan pemberdayaan yang dikembangkan oleh para pakar adalah pemikiran yang
dapat digunakan dalam pengembangan masyarakat, dan gambaran untuk membuat program
kerja yang akan diaplikasikan dalam masyarakat.

Sebagai masyarakat berkembang, sebaiknya ada program pemberdayaan, dalam rangka


memajukan masyarakat yang bersangkutan. Salah satu jalan untuk pemeberdayaan
masyarakat tersebut, dengan membuat program-program pemberdayaan yang sangat
dibutuhkannya. Pendidikan luar sekolah sebagai salah satu institusi yang memang dibuat oleh
pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat, harus mampu membuat program pemberdayaan
masyarakat secara professional dan bertanggungjawab. Pendidikan luar sekolah ikut berperan
dalam pengembangan sumberdaya manusia di negeri ini. Banyak sudah yang dilakukan
pendidikan luar sekolah dalam pemberdayaan masyarakat, akan tetapi pekerjaan besar ini
seakan-akan tidak pernah terselesaikan. Seolah-olah pekerjaan ini seperti lingkaran yang
berputar secara alamiah menurut pola yang sudah terpola. Untuk itu, dalam tulisan ini
membahas konsep yang berkaitan dengan pendidikan luar sekolah dan pengembangan
sumberdaya manusia. Dalam tulisan ini juga, konsep pendidikan luar sekolah dan
pemberdayaan membahas mengenai, strategi pengembangan pendidikan luar sekolah, sistem
pengembangan pendidikan luar sekolah, hubungan pendidikan luar sekolah dan
pemberdayaan. Coombs (Sudjana, 2004) mengatakan, ”pendidikan nonformal ialah setiap
kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan
secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja
dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya”.
Mambili (2004) mengatakan, “NFE can be operationally defined as an organised, structured
and systimatic learning service delivered outside the framework of formal school system to a
specific group [s] of people for a specific objective, at low cost in terms of both time and
resources”. Pendidikan luar sekolah menurut Napitapulu (1981) adalah setiap usaha
pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur
hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana yang bertujuan untuk
mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya) sehingga dapat terwujud manusia
seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Pendapat
kedua pakar ini sama, intinya adalah bagaimana pendidikan luar sekolah memberdayakan
masyarakat. Disini pendidikan luar sekolah harus cerdas dalam membuat program untuk
pemberdayaan masyarakat tersebut. Pemberdayaan menurut Kindervatter (1979) adalah
“people gaining an understanding of and control over social, economic, and/or political forces
in order to improve their standing in society”. Demikian juga dikatakan, pendidikan luar
sekolah sebagai pemberdaya menurut Engking H Soewarman (2000) adalah pendekatan
pendidikan yang membuat siswa memperoleh pemahamanan yang lebih besar mengenai
sosial, ekonomi serta politis, melalui (1) latihan terus menerus mengenai semua aspek yang
berhubungan dengan proses belajar, (2) mempelajari keahlian yang responsif terhadap
kebutuhannya, (3) bekerjasama secara kolaborasi untuk menyelesaikan masalah yang timbul.
Apa yang dikatakan oleh pakar ini terfokus untuk memberi kekuatan pada yang lemah, agar
supaya dia mempunyai kekuatan dan berdaya dalam menghadapi permasalahan yang sedang
ia hadapi. Akan tetapi pakar ini memberikan solusi yang sangat baik dalam memberdayakan
yang mempunyai kelemahan-kelemahan itu. Pengembangan pendidikan nonformal di masa
yang akan datang perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut seperti dikatakan oleh
Sudjana (2004), yaitu: pertama pendidikan nonformal perlu lebih proaktif dalam mereformasi
visi, misi dan strateginya untuk mengubah program-program pendidikan yang sedianya
berorientasi untuk menghasilkan para lulusan sebagai pencari kerja (worker society) menjadi
upaya menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian dan kemampuan untuk mandiri dan
pencipta lapangan kerja (employee society), kedua; unsur-unsur sistem pendidikan nonformal
perlu dilakukan secara lengkap dan utuh, yaitu mencakup komponen, proses dan tujuan,
ketiga; meningkatkan visi misi dan strategi pengembangan pendidikan nonformal, keempat;
pendidikan nonformal meningkatkan orientasi keberpihakannya kepada orang banyak,
kelima; pendidikan nonformal perlu mengembangkan tiga aspek (triad) pembinaan internal
kelembagaannya dengan upaya penelitian, manajemen dan produksi, keenam; dalam
meningkatkan misi pendidikan nonformal yang demikian luas maka lembaga-lembaga
penyelenggara dan pelaksana program-program pendidikan tidak dapat bekerja sendiri-
sendiri tanpa ada keterkaitan dengan pihak-pihak lain. Dalam tulisan ini yang dimaksud
dengan strategi pengembangan pendidikan luar sekolah adalah upaya tindakan yang proaktif
untuk mereformasi visi misi dan upaya untuk mengubah program yang berorientasi pencari
kerja menjadi lulusan yang ahli dan profesional serta mandiri untuk menciptakan lapangan
kerja. Sistem pengembangan pendidikan luar sekolah dibuat dalam suatu model yang
dikembangkan oleh Sudjana, bertujuan untuk meningkatkan dan memajukan pendidikan
nonformal. Model tersebut terdiri dari komponenkomponen menurut Sudjana (2004), yaitu :
pertama, masukan sarana (instrumental input), kedua; masukan mentah (raw input), ketiga;
masukan lingkungan (environmental input), keempat; proses yang menyangkut interaksi
antara masukan sarana, terutama pendidik dengan masukan mentah, kelima; keluaran
(output), keenam; masukan lain, ketujuh; pengaruh (impact) yang menyangkut hasil yang
telah dicapai oleh peserta didik dan lulusan. Pendapat Sudjana ini sangat sistematik dan
bergerak untuk dilaksanakan secara teratur serta berurutan secara terus menerus. Sudjana
lebih lanjut mengatakan, yang dimaksud komponen pertama dalam tulisan ini atau masukan
sarana (instrumental input) adalah keseluruhan sumber dan fasilitas yang memungkinkan bagi
kelompok masyarakat dapat melakukan kegiatan belajar, dalam masukan ini termasuk tujuan
program, kurikulum, pendidik (tutor, pelatih, fasilitator), tenaga kependidikan lainnya, tenaga
pengelola program, sumber belajar, media, fasilitas, biaya, dan pengelolaan program. Dalam
pandangan Sudjana, yang penting semua instrumen yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran ini terpenuhi. Sehingga aktivitas pembelajaran masyarakat dapat berjalan sesuai
dengan harapan masyarakat.
PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI PEMBERDAYA MASYARAKAT
Pendidikan luar sekolah sebagai pemberdaya masyarakat seharus mempunyai program-
program yang dibutuhkan untuk mensejahterakan masyarakat. Antara program dan
kebutuhakan ada kesesuaian dengan perkembangan masyarakat saat ini. Sudjana (2004)
mengatakan, “pengembangan sumberdaya manusia dimasa depan melalui pendidikan harus
disesuaikan dengan perubahan masyarakat, yaitu dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri, kemudian meningkat ke masyarakat informasi”. Sedangkan pendidikan menurut
Smith (Sudjana, 2004: 398) dapat diartikan “sebagai upaya terorganisasi dan sistematik untuk
mendorong belajar, menyiapkan kondisi-kondisi dan menyediakan kegiatankegiatan melalui
kondisi dan kegiatan belajar dapat terjadi”. Begitu juga dengan pengembangan sumberdaya
manusia menurut Ruky (2003: 228) dapat diartikan “suatu proses belajar dan berlatih secara
sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka dalam pekerjaannya sekarang
dan menyiapkan diri untuk peran dan tanggung jawab yang akan datang”. Pendapat para
pakar di atas mengenai belajar dapat disamakan dengan mengetahui sesuatu (learning how to
know), atau belajar untuk memecahkan masalah (learning how to solve problems), melainkan
yang lebih penting lagi adalah belajar untuk kemajuan kehidupan (learning how to be) yang
didalamnya termasuk learning how to do, learning how to thing together. Pendidikan
hendaknya diatur di sekitar empat jenis belajar yang fundamental sifatnya yang sepanjang
hayat kehidupan seseorang dapat dikatakan sendi atau sokoguru pengetahuan. Kemudian
dipertegas oleh Trisnamansyah (2005) belajar, yaitu: (1) belajar mengetahui (learning to
know), yakni mendapatkan instrumen atau pemahaman, (2) belajar berbuat (learning to do)
sehingga mampu bertindak kreatif di lingkungannya, (3) belajar hidup bersama (learning to
live together) sehingga mampu berperan serta dan bekerja dengan orang-orang lain di dalam
semua kegiatan, (4) dan belajar menjadi seseorang (learning to be) sehingga seseorang
tumbuh berkembang menjadi dirinya sendiri yang mandiri. Hubungan pendidikan laur
sekolah dan pemberdayaan dalam hal ini adalah suatu cara untuk menggali suatu proses
belajar kelompok masyarakat dan berlatih secara sistematis untuk meningkatkan kompetensi
dan kinerja mereka dalam pekerjaannya sekarang dan menyiapkan diri untuk peranan dan
tanggungjawab yang akan datang, dengan memaknai belajar mengetahui (learning to know),
belajar berbuat (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar
menjadi seseorang (learning to be) secara bersamaan dan berkesinambungan. Pendidikan luar
sekolah adalah suatu institusi pendidikan yang bergerak dan bekerja di luar sistem
persekolahan formal dalam masyarakat. Organisasi pendidikan luar sekolah harus mampu
cair dan luluh dalam masyarakat untuk memberdayakan masyarakat terutama kelompok
pengangguran perkotaan, dalam rangka mengejar ketertinggalanketertinggalan dengan
masyarakat lain. Dengan demikian pendidikan luar sekolah akan selalu mengadakan inovasi-
inovasi secara kreatif dalam masyarakat untuk memberdayakannya, dan mengembangkan
sumberdaya dalam masyarakat tersebut.
SIKLUS TAHAPAN PEMBERDAYAAN YANG DIKEMBANGKAN PENDIDIKAN
LUAR SEKOLAH
Pendidikan luar sekolah sebagai proses pemberdayaan dapat dinyatakan sebagai suatu alat
yang dapat membantu masyarakat dalam hal ini kelompok-kelompok masyarakat melalui
beberapa tahapan tersebut, selain itu proses ini merupakan bentuk pendidikan yang
berorientasi pada perubahan sistem. Karena setiap diadakan inovasi dalam masyarakat, maka
sistim baru akan dibuat untuk mencapai kebutuhan masyarakat dan kelompok-kelompok
masyarakat tersebut. Sistem baru yang dibuat itu akan menyesuaikan dengan karakteristik
dan budaya masyarakat setempat, khususnya kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat. Pendidikan luar sekolah dan pengembangan kelompok masyarakat yang
terorganisir merupakan dua mata rantai yang beriringan dalam kehidupan di masyarakat.
Penciptaan unit-unit kecil yang terorganisir dalam masyarakat untuk kegiatan program
pemberdayaan harus dibuat sebanyak mungkin. Aktifitas program yang tercipta itu
dikembangkan melalui kelompok-kelompok masyarakat secara berkala dan berkelanjutan.
Dengan demikian unit-unit terkecil kegiatan kelompok masyarakat itu akan terus meningkat
kualitasnya secara profesional. Pendidikan luar sekolah merupakan institusi yang terorganisir
dan sistimatis yang sangat berguna dan bermanfaat dalam pemberdayaan masyarakat dan
kerakyatan. Roh pendidikan luar sekolah ada ditengahtengah masyarakat dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Unit-unit terkecil yang ada dalam masyarakat ini
akan berguling-guling atau bergelundungan secara terus menerus dan tersistimatis dan tidak
akan pernah lelah, dalam rangka memberdayakan masyarakat dan kerakyatan melalui
program-program yang dibuat khusus untuk masyarakat. Pendidikan luar sekolah yang
ditujukan untuk kelompok masyarakat dalam rangka memberdayakan mereka untuk lebih
mampu bermain dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa
pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar jalur sistem
persekolahan. Berarti pendidikan luar sekolah adalah aktifitas pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat menurut kebutuhan masyarakat itu sendiri. Kebijakan
program-program yang dibuat untuk kelompok masyarakat adalah salah satu bentuk aktifitas
pendidikan yang diselenggarakan dalam masyarakat. Ini adalah wujud pemberdayaan yang
diselenggarakan oleh pendidikan luar sekolah dalam rangka memajukan kelompok
masyarakat untuk mampu bersaing dengan kelompok masayarakat yang lainnya. Salah satu
contoh yang diambil dari Situs dinas pendidikan pemerintah DKI Jakarta
www.dikdasdki.go.id (Ciputra, 2007) pada tanggal 2 juli 2006 mengatakan, badan
kepegawaian daerah DKI Jakarta mencatat sebanyak 39.622 pelamar telah melayangkan surat
lamaran kerja untuk 950 lowongan yang ditawarkan.

JURNAL PEMBANDING

Abstract

The major challenge for the Indonesian nation these days and in the coming is how to
improve the quality of the people. Regarding that it is interesting to study the present quality
of the education and to know what can be done to it so that it improves and produces better
human resources that are productive, efficient, confident, and competetive in the global
context.

Pendidikan sesungguhnya memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, yakni dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia, karena melalui
pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan
mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini bukan saja karena
pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh pada
kemampuan masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat
mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu negara. Pendidikan
tidak hanya berperan besar dalam kemajuan bangsa, melainkan juga berkaitan dengan pasar
bebas yang semakin kompetitif, pendidikan hendaknya dipandang dapat mengakomodir
masyarakat agar suatu negara memiliki manusiamanusia yang berkualitas. Melalui
pendidikan dapat menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya kaya akan pengetahuan teoritis
melainkan juga praktis, penguasaan teknologi, dan memiliki keahlian khusus. Hal inilah yang
kemudian menjadi dasar evaluasi dan peningkatan pendidikan di setiap negara secara
berkesinambungan. Di era persaingan dunia yang semakin tajam, bangsa Indonesia dituntut
untuk dapat mencapai keunggulan menuju tingkat produktivitas nasional yang tinggi. Agar
dapat memenangkan persaingan tersebut setiap masyarakat harus menguasai berbagai bidang
ilmu pengetahuan, teknologi (Iptek) dan keterampilan serta keahlian professional yang
dibutuhkan untuk memacu peningkatan nilai tambah berbagai sektor industri dan pemerataan
ekonomi secara berkelanjutan. Penekanan yang amat kuat terhadap pengembangan sumber
daya manusia, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 yakni pendidikan berorientasi pada
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai
komitmen yang sangat besar untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain di dunia.
Sesungguhnya di Indonesia, secara konseptual pembangunan pendidikan tampaknya
ditautkan secara erat dengan pembangunan ekonomi. Di dalam Undang-undang No. 25 tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional, pembangunan pendidikan tidak hanya
dikaitkan secara erat dengan pembangunan ekonomi, melainkan juga dengan tantangan
globalisasi.

Disebutkan disini bahwa pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi
tiga tantangan besar. Pertama, sebagai akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut untuk
mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai. Kedua, untuk
mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan dituntut untuk mempersiapkan sumberdaya
manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang
demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta
mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Sejarah menunjukkan bahwa faktor yang
paling menentukan keberhasilan suatu bangsa bukan kekayaan alam yang dimilikinya,
melainkan kualitas sumber daya manusianya. Negara-negara yang kuat dalam kualitas
sumber daya manusianya muncul sebagai negara unggul meskipun mungkin hanya memiliki
sumberdaya alam yang sangat terbatas. Melihat sedemikian penting peranan pendidikan,
kemunculan pendidikan luar sekolah dapat dipandang sebagai salah satu upaya pemerintah
untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Konsep awal dari Pendidikan luar sekolah ini muncul sekitar akhir tahun 60-an hingga awal
tahun 70-an dalam bukunya Philip Coombs dan Manzoor A., P.H. (1985) The World Crisis In
Education. Menurut Coombs (1974) pendidikan luar sekolah adalah: Any organized,
systematic educational activity outside the framework of the formal (school) system
(designed) to provide selective type of learning particular sub-groups in the population adult,
as well as children. Kehadiran pendidikan luar sekolah marak di awal-awal tahun 1970-an
terutama disebabkan oleh adanya kebutuhan akan pendidikan yang begitu luas terutama di
negara-negara berkembang. Meluasnya kebutuhan akan pendidikan tidak terimbangi dengan
ketersediaan akses pendidikan yang layak, hal ini disebabkan adanya kegagalan pendidikan
formal. Sebagaimana diungkapkan oleh Paulston dan Le Roy (1972: 338) bahwa pendidikan
formal mengalami kegagalan logistik dan fungsi sehingga untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan yang begitu besar dan cepat maka munculah sistem pendidikan alternatif di luar
pendidikan formal. Kehadiran pendidikan luar sekolah adalah untuk menjawab tantangan
kehidupan yang bertambah kompleks, dimana dituntut pengembangan kualitas sumber daya
manusia yang mampu mandiri. Pendidkan luar sekolah sebagai sebuah bagian dari sistem
pendidkan memiliki peran yang sangat penting dalam rangka pelayanan pendidikan
sepanjang hayat, yang sangat dibutuhkan saat ini dan ke depan. Pendidikan luar sekolah
dianggap sebagai pendidikan yang mampu memberikan jalan serta pemecahan bagi
persoalan-persoalan layanan pendidikan masyarakat, terutama masyarakat yang tidak
terlayani oleh pendidikan formal. Ahmed (Wahyudi Ruwiyanto, 1994: 40) menjelaskan
bahwa dalam konteks sosio-ekonomi bagi individu dari suatu program pendidikan (termasuk
pendidikan luar sekolah) adalah memberikan kebermanfaatan atau perbaikan dari segi
penghasilan, produktivitas, kesehatan dan partisipasi.

Teori Fungsionalisme Struktural Menurut teori fungsionalisme Talcot Parson, masyarakat


merupakan sebuah sistem yang berstruktur dan terintegrasi secara fungsional.Artinya, dalam
suatu sistem sosial terdapat unsur-unsur atau subsistem-subsistem yang membangun sebuah
sistem sosial. Unsur-unsur dalam sistem sosial tersebut diasumsikan (dianggap) bekerja
(berfungsi) saling mendukung sehingga menciptakan suatu kestabilan dan keharmonisan
dalam sistem tersebut. Apabila terjadi ketegangan, disfungsi, penyimpangan dan diferensiasi
dalam sistem, akan terganggu untuk sementara waktu, namun selanjutnya diasumsikan sistem
akan kembali mencapai suatu titik keseimbangan. Menurut Nasikun (2003: 9-10), teori
strukturalisme fungsional menganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya, terintegrasi di atas
dasar kata sepakat para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu, suatu general
agreements yang memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di
antara para anggota masyarakat. Ia memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara
fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium. Oleh karena sifatnya yang
demikian, maka aliran pemikiran tersebut disebut sebagai integration approach,order
approach, equilibrium approach, atau lebih populer disebut sebagai structural-functional
approach, selanjutnya disebut pendekatan fungsional struktural atau fungsionalisme
struktural. Teori-teori yang mendasrkan diri pada sudut pendekatan tersebut, biasa dikenal
pula sebagai integration theories,order theories, equilibrium theories, atau lebih dikenal
sebagai teori-teori fungsional struktural. Faktor paling penting yang memiliki daya
mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah konsensus diantara para anggota masyarakat
melalui nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Sistem nilai tersebut tidak saja merupakan
sumber yang menyebabkan berkembangnya integrasi sosial, akan tetapi sekalgus juga
merupakan unsur yang menstabilkan sistem sosial budaya. Sistem sosial mungkin merupakan
model konseptual yang paling umum,diakui dan dipakai oleh para sosiolog di dalam
mempelajari organisasi sosial. Model ini dimaksudkan sebagai pembantu untuk menjelaskan
tentang kelompok-kelompok manusia. Model tersebut berangkat dari pandangan bahwa
kelompok-kelompok manusia merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, ia mempunyai
bagianbagian yang saling ketergantungan antara satu dengan lainnya di dalam satu kesatuan.
Kesemuanya saling kait mengait satu sama lain dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Dalam suatu sistem sosial, paling tidak harus terdapat; (1) dua orang atau lebih, (2) terjadi
interaksi antara mereka, (3) bertujuan, (4) memiliki struktur, simbul dan harapanharapan
bersama yang dipedomaninya. Hubungan antar orang di dalam suatu sistem biasanya
berlangsung lama. Tapi ada kalanya berlangsung singkat (Bertrand, 1980:29). Dengan
demikian sistem sosial dapat dipandang sebagai unit dasar dari masyarakat. Model sistem
sosial seperti yang dikemukanan di dalam tulisan ini termasuk suatu tradisi dari aliran
strukturalfungsionalis di dalam khasanah sosialogi. Dipilihnya model ini karena dua alasan,
yaitu; (1) sudah lazim dipakai, dan (2) mudah untuk menjelaskan permasalahan sosiologi itu
sendiri. Setiap sistem sosial mempunyai unsur keyakinan-keyakinan (belief) tertentu yang
dipeluk dan ditaati oleh para anggota-anggotanya. Mungkin juga terdapat saneka ragam
keyakinan di luar keyakinan umum yang dipeluk di dalam sesuatu sistem sosial. Akan tetapi
hal itu tidaklah begitu penting. Yang penting, keyakinan itu dianggap benar atau tepat oleh
warga yang hidup di dalam sistem sosial bersangkutan. Kehidupan manusia tidak terpikirkan
di luar masyarakat. Individu-individu tak bisa hidup dalam keterpencilan sama sekali selama-
lamanya. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup dan hidup sebagai
manusia.

Kesaling ketergantungan ini menghasilkan bentuk kerja sama tertentu yang bersifat ajek, dan
menghasilkan bentuk masyarakat tertentu, sebuah keniscayan. Manusia adalah mahluk sosial.
Itu hampir tidak dapat diragukan (Campbell,1994:3). Pendekatan struktural fungsional
sebagaimana yang dikembangkan oleh Talcot Parson didasarkan pada pendekatan integrasi
dan dapat dilihat dari anggapan dasar yang dikemukakannya. Pertama, masyarakat harus
dilihat sebagai suatu sistem dari pada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
Kedua, hubungan saling mempengaruhi diantara bagian tersebut bersifat ganda dan timbal
balik. Ketiga, sekalipun interaksi sosial tidak akan pernah tercapai dengan sempurna, namun
secara fundamental bergerak kearah equilibrium yang bersifat dinamis. Keempat, sekalipun
disfungsi, ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi
pada jangka panjang, akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-
penyesuaian dan proses institusionalisasi. Kelima, perubahan-perubahan dalam sistem sosial
pada umumnya akan terjadi secara gradual, melalui penyesuaian dan tidak terjadi secara
revolusioner. Keenam, perubahan-perubahan yang terjadi melalui tiga macam kemungkinan,
yaitu penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut terhadap
perubahanperubahan yang datang dari luar, perubahan melalui diferensiasi struktur
fungsional, serta penemuan baru oleh masyarakat. Ketujuh, faktor terpenting yang memiliki
daya mengintegrasi suatu sistem sosial adalah konsensus diantara anggota-anggotanya
mengenai nilai kemasyarakatan tertentu (Nasikun, 2003: 11-12). Pelaksanaan pendidikan luar
sekolah dalam prosesnya harus memperhatikan bahwa setiap orang menganut dan mengikuti
pengertian-pengertian yang sama mengenai situasi-situasi tertentu dalam bentuk norma-
norma sosial, maka tingkah laku mereka kemudian terjalin sedemikian rupa ke dalam bentuk
suatu struktur sosial. Program pendidikan luar sekolah yang tidak sejalan dengan nilai dan
struktur masyarakat akan gagal diterima.

Teori Pemberdayaan Terkait dengan pendidikan luar sekolah, maka teori pemberdayaan,
dalam hal ini adalah sebuah proses dan tujuan. Menurut Suharto (2005:58), pemberdayaan
menunjuk pola kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga
mereka memilikikebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat,
melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya
dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi
dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka. Lebih
lanjut menurut Suharto (2005: 59-60) sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami maslah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan
dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,
maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan seagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Dan Pelatihan) untuk Mengembangkan Sumber Daya
Manusia Pendidikan pada hakikatnya tidak semata-mata memindahkan ilmu pengetahuan
pada peserta didik agar menjadi orang pandai, melainkan harus membantu peserta didik
untuk membangun dirinya agar memiliki kemampuan mengelola hidup dengan baik dalam
mewujudkan kehidupan yang bahagia. Pendidikan dewasa ini lebih banyak mengajarkan
peserta didik dalam ranah kognitif saja, jarang yang menggugah peserta didik memiliki
kemampuan untuk mengelola hidupnya secara benar dan baik. Pendidikan hendaknya
melakukan tiga hal yaitu: memberikan ilmu pengetahuan secara jujur, memberikan
penerangan jiwa dan pendidikan harus memperhatikan perkembanan setiap peseta didik. Tiga
sasaran pendidikan ini tidaklah cukup kalau diberikan dalam jalur pendidikan formal di
sekolah. Pendidikan tentang pengembangan wawasan kehidupan itu menyangkut kehidupan
individual, sosial dan spiritual. Dalam aktivitas kehidupan berbagai keterampilan bisa
ditranformasikan oleh generasi tua ke generasi muda. Demikian juga berbagai wawasan baik
yang menyangkut masalah kehidupan secara umum maupun yang lebih khusus juga akan
didapatkan oleh generasi penerus dari generasi sebelumnya. Cuma dewasa ini karena
berbagai kesibukan perlu pendidikan luar sekolah dan keluarga itu lebih dikembangkan
terutama manajemen dan isinya agar dapat berbobot sesuai dengan kebutuhan hidup generasi
sekarang dalam menatap masa depannya. Keterampilan atau keahlian yang menjadi fokus
pendidikan luar sekolah tersebut, akan sangat berguna bagi masyarakat dalam mencari nafkah
untuk membiayai berbagai kegiatan hidupnya. Ketika semua masyarakat mampu
menggerakkan ekonomi keluarga yang berakibat pada pemenuhan kebutuhan, mungkin
pemerintah tidak harus lagi pusing memikirkan adanya pengangguran dan kemiskinan di
republik ini. Manusia yang berkualitas secara kognitif, afektif, psikomotor, emosi dan spirit
insaniah adalah modal utama ketika peradaban makin modern. Terdapat bukti-bukti dalam
sejarah bahwa suatu bangsa yang tidak didukung sumber daya alam secara memadai tetap
bisa eksis, bahkan mampu menjadi „raja bangsa-bangsa‟ pada tataran internasional seperti
Jepang, Singapura, dan Korea selatan. Terkait konsep penanaman modal dalam bentuk
sumber daya manusia (human investment) bermakna bahwa manusia berinvestasi pada
dirinya sendiri Peran pendidikan luar sekolah sebagai substitusi atau pengganti pendidikan
persekolahan. Warga belajar dari kegiatan pendidkan luar sekolah sebagai substitusi adalah
anak, pemuda ataupun orang dewasa, yang oleh karena berbagai hal tidak memiliki
kesempatan bersekolah. Mereka adalah yang tuna aksara dan angka dan atau yang tidak
sempat menamatkan pendidikan sekolah.

Pendidikan Luar Sekolah Berorientasi Budaya Produktivitas Menurut Boediono (1997:113),


pendidikan dilihat dari dimensi waktu dapat dibedakan dalam jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang. Pendidikan dalam jangka pendek merupakan gejala
pendidikan itu sendiri di mana peningkatan pengetahuan dan pembentukan watak peserta
didik merupakan tujuannya. Pendidikan dalam jangka menengah merupakan gejala ekonomi
yang mempersoalkan keterkaitan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan angkatan kerja,
sehingga pemilikan pengetahuan dan keterampilan merupakan hal yang paling utama.
Sedangkan pendidikan dalam dimensi waktu panjang merupakan gejala kebudayaan di mana
penerusan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya merupakan tujuan pokoknya.
Pembedaan pendidikan dalam dimensi waktu ini tidak dapat dilihat secara fisik dalam proses
pendidikan, karena proses pendidikan berlangsung secara simultan dalam ke tiga dimensi
waktu tersebut. Pendidikan dalam arti luas dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sebagai proses
pendewasaan peserta didik untuk menapaki kehidupan (demokrasi) dan sebagai proses
penyiapannya untuk memasuki sektor ekonomi produktif. John Dewey mengatakan bahwa
tidak pada tempatnya mengaitkan tatanan perilaku kelembagaan pendidkan dengan
kebutuhan pasar kerja, mengingat pendidikan bertujuan meneruskan cita-cita demokrasi.
Menurut Dewey, fungsi pendidikan adalah membentuk komunitaskomunitas social ideal
sebagai bagian dari proses transformasi pendewasaan anak. Pendidikan disini dipandang
sebagai proses penanaman modal dalam bentuk “human” karena kehadirannya merupakan
proses mempersiapkan manusia untuk terjun disektor produktif. Melalui pendidikan akan
lahir manusia sebagai “human capital”, yang daya produksinya secara residual tidak kalah
dengan factor-faktor produksi, seperti tanah, modal fisik dan teknologi. Menurut
Psacharopoulos (Sudirman Damin, 2004:61) pekerjaan-pekerjaan yang menuntut intensitas
dan rutinitas berskala tinggi dan rumit, pekerja tidak berhubungan langsung dengan produksi
dan produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah yang tinggi secara ekonomi, hanya
mungkin dihasilkan oleh “human capital” yang sekaligus berfungsi sebagai “human factors”.

Pendidikan, Pelatihan dan Pertumbuhan Ekonomi Sejumlah penelitian telah mengungkapkan


banyaknya korelasi positif antara pendidikan dengan produktivitas. Bahkan dengan
membandingkan pertumbuhan ekonomi antara berbagai Negara, dapat ditunjukkan bahwa
hasil-hasil terbaik dari segi tingkat produktivitas dan kecepatan pertumbuhan ekonomi
terdapat dinegara-negara yang tenaga kerjanya mempunyai tingkat pendidikan yang lebih
baik. Analisis terhadap empat buah karakteristik dari tenaga kerja, sikap, pengetahuan,
keterampilan dan peluang keorganisasian menunjukkan dengan jelas peranan pendidikan
dalam arti yang luas (termasuk pendidkan luar sekolah) terhadap pengembangan karakteristik
tersebut. Untuk memastikan bahwa komponen-komponen utama dari sistem pendidkan
seimbang dan terkoordinasi dengan baik, perlu dijelaskan hal-hal berikut: a) Apakah sistem
tersebut benar-benar mencakup semua komponen yang diperlukan untuk mengembangkan
sumber manusiawi? b) Jika ya, apakah komponen-komponen tersebut serta
pengembangannya diseimbangkan secara optimal dalam system pendidikan? c) Adakah
mekanisme perencanaan dan koordinasi yang baik dengan umpan balik ke tingkat nasional
untuk mengembangkan dan mempertahankan mutu pendidikan yang diperlukan guna
mengembangkan tingkat perekonomian negara khususnya tingkat produktivitas? d) Apakah
terdapat cukup hubungan yang saling mendukung antara jenis pendidikan nonformal,
informal dan formal yang diarahkan pada peningkatan produktivitas? e) Apakah metode dan
proses pendidikan yang digunakan serasi dengan kebutuhan kehidupan budaya serta
organisasi khusus? f) Strategi pilihan untuk mengembangkan mekanisme pendidikan sebagai
sarana peningkatan kesadaran dan budaya produktivitas, hendaknya direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa pakar ekonomi
pendidikan seperti Komarov, Schultz, Bouman, Harbison dan Myer dipuluhan negara
didunia, menunjukkan bahwa tingginya rata-rata pendidikan penduduk berkorelasi secara
linier dengan pertumbuhan ekonomi suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa di
Cina, Taiwan, Korea Selatan, Singapura dan Jepang tidak lepas dari keberhasilan mereka
membangun pendidikan, jika komposisi tenaga kerja terdidik dijadikan parameter

Pengaruh Pendidikan Luar Sekolah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Isu mengenai sumber
daya manusia (human capital) sebagai input pembangunan ekonomi sebenarnya telah
dimunculkan oleh Adam Smith pada tahun 1776, yang mencoba menjelaskan penyebab
kesejahteraan suatu negara, dengan mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala
ekonomi; dan 2) pembentukan keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang
sampai saat ini telah menjadi isu utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut Solow (1958) juga telah melakukan analisa dari
temuannya tentang residual dalam penjelasan mengenai pertumbuhan ekonomi. Kemudian
Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) juga menjelaskan bahwa residual itu
menujukkan tingkat pendidikan (educational rate) dan sumber daya mansusia. Hubungan
sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan suatu keharusan
bahwa kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan, promosi keahlian, dan
pelayanan kesehatan. Hal ini dikatakan juga oleh Lim (1996) bahwa pertumbuhan ekonomi
yang tinggi di Jepang dan Korea Selatan besar kemungkinan disebabkan oleh sumber daya
manusia yang berkualitas, hal ini terlihat dari tingkat melek huruf (literacy rate) yang tinggi,
sehingga tenaga kerja mudah menyerap dan beradaptasi dengan perubahan teknologi dan
ekonomi yang terjadi.
Pendidikan luar sekolah berkontribusi untuk perubahan tingkah laku inividual bagi perubahan
sosial. Atau dengan kata lain, jika individual memerlukan basic skills dan masyarakat dilihat
sebagai sistem yang memerlukan adaptasi, maka pendidikan luar sekolah harus dilihat
sebagai kontributor. Pendidikan luar sekolah digunakan melewati batas sosio-ekonomi atau
kelompok etnik untuk memfasilitasi perubahan yang lebih radikal melibatkan akses kepada
sumber daya politik dan ekonomi, dimana hasilnya seringkali gagal. Pendidikan luar sekolah
lebih impotent dibandingkan pendidikan formal karena harus berhadapan dengan pemisahan
antara politik dan ekonomi. Untuk itulah perencanaan program pendidikan luar sekolah harus
disesuaikan dengan kelas sosial dan etnik berdasarkan goal yang spesifik. Pendidikan luar
sekolah seharusnya dilihat sebagai alternatif bagi pembentukan karakter melalui
ketergantungan, ketertarikan dan ketidaksinambungan, dan sangat sulit untuk melihatnya
membuat kontribusi besar bagi perlawanan sosial untuk perubahan individual, mengingat
akses untuk kesempatan terikat kuat pada schooling.
BAB III
Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

Kelebihan Jurnal
 JURNAL UTAMA
Pada jurnal utama sangatlah bagus dan merinci sang pencipta membuatnya,lengkap
dan pada jurnal pertama sangat mudah dipahami, tidak terlalu banyak hanya singkat
saja namun padat, semua terangkum didalamnya sehingga pembaca dapat memahami
apa isi dan maksud isi dari jurnal tersebut.Cukup jelas dalam pembuatan jurnal dan
jurnal ini pun menjelaskan tentang PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEBAGAI PEMBERDAYA
DALAM MASYARAKAT yang sesuai dengan Pendidikan luar sekolah dapat memahami
dengan mudah dan gampang.

 JURNAL PEMBANDING
Pada jurnal kedua ini tak kalah bagus karena pengumpulan data yang akurat sehingga
data data dan informasi infomasi yang tertera didalamnya sangat lengkap dan sangat
rinci dan jurnal ini juga sangat singkat tapi semua terangkum dengan baik beserta
nama nama dan tahun tahun terjadinyaa serta nomor ISSN nya pun lengkap.

Kelemahan Jurnal

 JURNAL UTAMA
Pada jurnal utama sudah baik, namun sayang pada jurnal utama ini tidak dilengkapi
dengan ISSN , padahal issn itu adalah identitas pembeda pada setiap jurnal juga jika
ingin mencari bia dicari dari issn nya tapi jika tidak ada issn nyaa yaa sedikit sulit
menemukannya walaupun ada pada situs web.

 JURNAL PEMBANDING

Terdapat beberapa kata yang sulit dipahami karena terlalu baku artinya dan ada kata-
kata yang jarang di dengar atau diketahuin.
Kesimpulan:

JURNAL UTAMA

Dari pembahasan di atas mengenai pendidikan luar sekolah sebagai pemberdaya


masyarakat, dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendidikan luar sekolah
adalah setiap usaha pelayanan pendidikan yang diselenggarakan di luar sistem
sekolah, berlangsung seumur hidup, dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
yang bertujuan untuk mengaktualisasi potensi manusia (sikap, tindak dan karya)
sehingga dapat terwujud manusia yang gemar belajar-mengajar dan mampu
meningkatkan kesejahteraan. 2. Pemberdayaan masyarakat adalah kelompok orang
yang mengerti dalam mengawasi sosial ekonomi dan tekanan-tekanan politik agar
supaya mampu berkembang dan mengembangkan masyarakat. 3. Pendidikan luar
sekolah sebagai pemberdaya masyarakat adalah suatu cara untuk menggali suatu
proses belajar kelompok masyarakat dan berlatih secara sistematis untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja mereka dalam pekerjaannya dan menyiapkan
diri untuk peranan dan tanggungjawab yang akan datang, dengan memaknai belajar
untuk mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi
seseorang secara bersamaan dan berkesinambungan. 4. Siklus tahapan pemberdayaan
masyarakat yang dikembangkan pendidikan luar sekolah.

JURNAL PEMBANDING

Perbaikan mutu proses dan produk pendidikan luar sekolah dan pembelajaran
masyarakat serta pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan
merupakan factor penting dalam proses kemajuan umat manusia. Konsep budaya dan
sikap kerja hendaklah dimasukkan ke dalam berbagai kurikulum pelatihan, kurus-
kursus, pendidikan luar sekolah. Gagasan ini dapat didesiminasikan melalui media
massa, jadi memperkuat proses pembelajaran masyarakat untuk membantu
mengembangkan budaya produktivitas dan sikap positif terhadap pekerjaan. Upaya
pendidikan kearah produktivitas harus selalu menekankan orang sebagai subjek.
Program pendidikan dan latihan secara sistematis dapat meningkatkan pengertian dan
kesadaran produktivitas serta kebutuhan untuk meningkatkannya. . Pembangunan
pendidikan luar sekolah mempunyai kaitan erat dengan pertumbuhanekonomi. Dana-
dana pendidikan dalam jumlah yang cukup hanya mungkin dapat disediakan oleh
pemerintah dan masyarakat, jika perekonomian suatu Negara tumbuh secara baik dan
kondisi kehidupan masyarakat tidak berada dalam kemiskinan. Karena itu
perkembaangan ekonomi merupakan salah satu alat untuk memenuhi permintaan
pendidikan.
Daftar Pustaka

 https://www.neliti.com/publications/217817/pendidikan-luar-sekolah-sebagai-
pemberdaya-dalam-masyarakat

 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/JPM/article/view/34/43

Anda mungkin juga menyukai