Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEMINAR DAN KAPITA SELEKTA BK

Bimbingan dan Konseling yang Terabaikan

Dosen Pengampu :
Ishaq Matondang M.Psi

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:


- Ade Fadilah
- Maulidya Khairunnisa
- Rizka Savitri Nasution
- Sri Intani Rizki Siregar

KELAS : BK REGULER C
MATKUL : SEMINAR DAN KAPITA SELEKTA BK

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Assallamualaikum Wr.Wb

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat serta karunianya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah dari mata kuliah

“SEMINAR DAN KAPITA SELEKTA BK”. Dari makalah ini semoga dapat memberikan

informasi kepada kita semua.

Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada bapak ISHAQ MATONDANG

M.Psi. Selaku dosen mata kuliah yang bersangkutan, sehingga dapat menyelesaikan tugas

makalah ini. kami menyadari atas kekurangan kemampuan kami dalam pembuatan makalah ini,

sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan

saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta

komperensif.

Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini sangat bermanfaat bagi kita semua

dan pembelajaran sehingga dapat membuka wawasan ilmu serta akan menghasilkan yang lebih

baik dimasa yang akan datang.

Terimakasih

Wassallamualaikum Wr.Wb

Medan, 26 Februari 2021

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………….
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….
C. Tujuan…………………………………………………………………………………

BAB II. PEMBAHASAN ……………………………………………………………………


A. Identifikasi Permasalahan …………………………………………………………….
B. Penyebab BK Yang Terabaikan ………………………………………………………..
C. Solusi…………………………………………………………………………………..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………….


A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...
B. Saran ……………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendukung utama bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang

bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu dalam penyelenggaraannya

tidak cukup hanya dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus

didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta

pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan

mengambil keputusan demi tercapainya cita-cita. 

Kemampuan seperti itu tidak hanya menyangkut aspek akademis tetapi juga menyangkut

aspek perkembangan pribadi sosial kematangan intelektual dan sistem nilai peserta didik.

Berkaitan dengan pemikiran Itu, tampak bahwa pendidikan yang bermutu di sekolah adalah

pendidikan yang mengantarkan peserta didik Pada pencapaian standar akademis yang diharapkan

Dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal.

Bukanlah hal baru bahwa bimbingan dan konseling dinyatakan sebagai bagian terpadu

dari pendidikan. Secara formal dalam berbagai dokumen yang berkenaan dengan

penyelenggaraan pendidikan hal itu telah digariskan, namun dalam praktek seringkali bimbingan

dan konseling ditempatkan hanya sebagai pelengkap. Padahal sejak kurikulum 1975 bimbingan

dan konseling diposisikan sebagai bagian integral dari pendidikan. Kini sudah saatnya dilakukan

penegasan ulang bahwa bimbingan dan konseling adalah bagian terpadu dari pendidikan dan kini
saatnya pula untuk meletakkan prinsip kebijaksanaan itu di dalam praktek. bimbingan dan

konseling di sekolah merupakan bagian terpadu dari sistem pendidikan yang dilandasi oleh : (1)

Landasan konseptual penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah

bimbingan dan konseling perkembangan, (2) Dasar legal penyelenggaraan layanan bimbingan

dan konseling adalah eksistensi bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan nasional, (3)

Konselor Profesional adalah orang yang bertanggungjawab dan berkompeten menyelenggarakan

layanan bimbingan dan konseling, (4) Sistem manajemen sekolah yang mendukung program

bimbingan dan konseling. 

Sebagai suatu layanan profesional bimbingan dan konseling di sekolah memiliki area dan

substansi layanan yang berbeda dengan layanan administrasi dan layanan instruksional. Namun

demikian ada area-area tertentu yang terkait dengan  perkembangan siswa yang sebaiknya

dilaksanakan melalui kolaborasi antara konselor dengan guru dan dengan para ahli lainnya.

Bimbingan dan konseling sebagai bagian tak terpisahkan dari pelayanan pendidikan di sekolah,

menuntut pelaksanaannya untuk terus meningkatkan dan mengembangkan kualitas pelayanan.

seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional yang didalamnya profesi konselor ditetapkan secara bertahap profesi guru

bimbingan dan konseling akan berubah menjadi profesi konselor. Perubahan seperti ini bukan

hanya perubahan sebuah nama akan tetapi memberikan implikasi bagi perubahan dan

peningkatan profesionalisme para pelaku dalam memberikan pelayanan kepada para

pelanggannya. Artinya, jika bimbingan dan konseling merupakan sebuah profesi maka hal

pekerjaan atau kegiatan tersebut harus dilakukan secara profesional oleh orang-orang yang

profesional pula. 
Hohenshil (2000) berpendapat bahwa tren bimbingan dan konseling kedepan mengarah

pada pemanfaatan teknologi. Tren teknologi dalam konseling meliputi : (1) Computer assisted

simulation untuk training konselor, (2) Penggunaan teknologi untuk advokasi dalam konseling

sekolah, (3) Kegunaan teknologi dalam asesmen konseling, (4) Penggunaan videotape dalam

supervisi perkembangan. Teknologi berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia

termasuk pendidikan titik kemajuan teknologi yang tiada henti dan perkembangan informasi

semuanya memberikan peluang bagi profesi konselor untuk secara berkelanjutan berkembang

dan memperlihatkan kinerja yang lebih baik ( Suherman, 2003). Seiring dengan perkembangan

tersebut  menuntut unjuk kinerja konselor di lapangan dalam memberikan layanan bimbingan

dan konseling secara lebih efektif dan efisien.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang telah ditetapkan

memaknai profesional sebagai sebuah pekerjaan atau kegiatan oleh seseorang dan menjadi

Sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang

memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Bagaimana

dengan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah saat ini? apakah sudah memenuhi

tuntutan sebuah pekerjaan yang profesional? jawabannya tentu sangat relatif. Oleh karena itu,

paradigma pelayanan bimbingan dan konseling saat ini adalah profesional dan bermutu. artinya

sikap dan unjuk kerja seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor senantiasa diwarnai

oleh sikap dan tindakan seorang profesional. Salah satu langkah pemahaman serta permasalahan

yang terjadi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi aspek manajemen bimbingan dan konseling adalah

fasilitas dan pembiayaan. Fasilitas dan pembiayaan merupakan Aspek penting yang harus

diperhatikan dalam suatu program bimbingan. Fasilitas utama bimbingan dan konseling adalah

Tersedianya ruang bimbingan dan konseling yang memadai dengan standar minimal penataan

ruang bimbingan dan konseling yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu

Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007. Secara

umum fasilitas utama bimbingan dan konseling masih belum memadai. Kebanyakan ruang

bimbingan dan konseling hanya terdiri atas satu ruang yang didalamnya terdapat ruang kerja

guru BK dan tempat konseling. Di beberapa sekolah tempat pelaksanaan konseling masih

menggunakan meja dan kursi hanya sebagian kecil saja yang sudah menggunakan sofa Namun

demikian belum terdapat sekat untuk ruang konseling yang memisahkannya dengan ruang kerja

guru BK. 

Fakta dilapangan menggambarkan bahwa Guru bimbingan dan konseling Terbelenggu

Oleh pekerjaan administratif yang tidak ada habisnya, dari mengisi buku pribadi siswa, 

menganalisis hasil DCM atau AUM,Menganalisis hasil sosiometri sampai menjadi sosiogram,

menghitung daftar hadir siswa, mencatat kejadian siswa. Pekerjaan utama yaitu membimbing

dan mengkonseling hampir terabaikan oleh urusan administratif yang menyita banyak waktu.

Sehingga tujuan dari bimbingan dan konseling komprehensif yaitu Melayani seluruh siswa tidak

tercapai. Hal tersebut di atas dialami oleh banyak Guru bimbingan dan konseling di seluruh

wilayah Indonesia. 

B. RUMUSAN MASALAH
Bimbingan dan konseling yang terabaikan

C. TUJUAN

Untuk mengetahui factor mengapa bimbingan dan konseling bisa sampai terabaikan, serta

mencari tahu bagaimana solusi untuk mengatasi dari permasalahan tersebut.


BAB II

PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Menurut Nurihsan, kualitas peserta didik harus dilihat dari standar akademik yang dicapai

(penguasaan kompetensi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) serta perkembangan diri yang

optimal. Standar akademik maksudnya adalah capaian-capaian kompetensi peserta didik dalam

bentuk pengetahuan dan keterampilan yang ditunjukkan dengan ukuran nilai ujian. Indikator

perkembangan peserta didik dapat terlihat dari keyakinan, nilainilai, sikap, dan perilaku yang

dimunculkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Azra, jika mengacu pada kedua indikator tersebut, maka kondisi pendidikan

nasional masih kurang memuaskan. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa permasalahan

pada keduanya. Permasalahan pertama adalah prestasi di bidang IPTEKS. Prestasi peserta didik

Indonesia menurut PISA 2012 (Program for International Students Assesment) pada mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), bahasa, dan matematika menduduki posisi 64 dari 65

negara. Kondisi peserta didik lainnya dilihat dari Indeks Pengembangan Manusia (kesehatan,

pendidikan, dan pendapatan) menunjukkan Indonesia berada pada posisi 124 dari 187 negara.

Permasalahan kedua adalah tingkat perkembangan peserta didik pada aspek pengetahuan,

keyakinan, nilai-nilai, sikap serta perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Keyakinan, nilai-nilai,

sikap serta perilaku peserta didik masih jarang diperhatikan oleh pendidik. Kondisi tersebut
menjadikan proses pendidikan kehilangan nilai, padahal nilai-nilai keyakinan dan sikap yang

normatif harus ditanamkan pada peserta didik karena tujuan serta citacita pendidikan memang

bersifat normative. Kegagalan pendidikan dalam proses penanaman nilai-nilai sikap dan perilaku

yang normatif tidak dapat dilepaskan dari fakta adanya perilaku peserta didik yang masih

bermasalah.

Perilaku peserta didik bermasalah ditunjukkan masih seringnya ditemukan peserta didik

terlibat kasus video porno dan tawuran, keluyuran pada jam-jam sekolah, serta tertangkap

melakukan tindak kriminal seperti pencurian. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa aspek

keyakinan, nilainilai, sikap dan perilaku peserta didik sebagai bagian dari perkembangan peserta

didik belum banyak mendapat perhatian dalam proses pendidikan. Kondisi memunculkan

kekhawatiran pada banyak pihak dikarenakan proses pendidikan gagal menanamkan aspek-aspek

keyakinan, nilai-nilai dan sikap kepada peserta didik. Menurut Azra, jika sekolah tidak lagi

mampu menyentuh ranah nilai-nilai tersebut, maka pendidikan telah gagal membentuk karakter,

moral dan akhlak peserta didik. Permasalahan prestasi dan perkembangan peserta didik yang

muncul menunjukkan bahwa proses pendidikan saat ini belum bekerja secara optimal.

Pendidikan hanya fokus pada pengembangan prestasi akademik dan mengesampingkan aspek

perkembangan peserta didik. Pendidikan yang belum mengembangkan aspek-aspek

perkembangan peserta didik secara optimal, seimbang dan terintegrasi akan tetap memunculkan

permasalahan. Oleh sebab itu, pencapaian tujuan pendidikan di lembaga formal harus benar-

benar diorgansasikan dengan baik dan seimbang antara pengembangan potensi akademik dan

perkembangan peserta didik.


Pemerintah melalui kementrian pendidikan telah mengorganisaikan upaya pencapaian

tujuan-tujuan pendidikan, terutama pada sektor pendidikan formal. Pengorganisasian tersebut

muncul dalam bentuk pembagian komponen dan wilayah kerja satuan pendidikan. Pada lembaga

formal, wilayah tersebut terbagi menjadi: 1) wilayah manajemen dan Kepemimpinan yang

mengelola sekolah sebagai organisasi, 2) wilayah pembelajaran yang mendidik yang

mengembangkan sisi akademik, dan 3) wilayah bimbingan dan konseling yang fokus pada

pengembangan diri peserta didik.

Ketiga komponen tersebut tetap ada dan dipertahankan meskipun melewati transisi

kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), bahkan

sampai kurikulum 2013. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketiganya memiliki peran dan

fungsi strategis. Menurut Sulistiyo, jika semua komponen tersebut berjalan dan bekerja dengan

baik, maka tidak akan terjadi proses pembelajaran yang tidak mengakar menjadi sikap dan

perilaku pada setiap peserta didik.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa ketiga komponen tersebut harus saling berintegrasi

dan bekerja bersama untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Koordinasi tidak dapat

dilepaskan dari posisi sekolah sebagai sistem organisasi. Namun demikian, jika melihat

permasalahan yang muncul di sekolah saat ini, maka sangat mungkin dikarenakan komponen

layanan BK yang masih kurang diperhatikan. Hal ini dikarenakan ranah pengembangan diri

(nilai-nilai, sikap, dan perilaku) peserta didik adalah domain kerja guru bimbingan dan konseling

(BK) atau konselor.


B. PENYEBAB BIMBINGAN KONSELING YANG TERABAIKAN

Ada kesalahpahaman tentang guru BK selama ini. Guru BK dipandang sebagai guru yang

menyelesaikan masalah-masalah anak-anak yang tidak disiplin. Padahal, guru BK punya peran

besar dalam membentuk karakter anak-anak didik, tidak sebatas mengatasi masalah anak nakal,

melainkan perannya sangat krusial dalam membimbing anak didik agar sukses dalam belajar.

Selain itu, guru BK jumlahnya minim, sebagian mereka juga tidak melaksanakan tugas secara

aktif sehingga bimbingan dan konseling kurang efektif.

Contoh : "Misalnya, sebagian guru BK tidak membuat rumusan instrumen yang diperlukan.

Konseling yang semestinya berlangsung dua arah, tapi lebih sering dilangsungkan secara

individual dan searah,"

Nadiya, guru BK pada MAN 3 Kota Banda Aceh yang menjadi peserta seminar

menyampaikan bahwa ia adalah satu-satunya guru BK di MAN tersebut dan terpaksa melayani

hingga 500 siswa. Padahal, menurut ketentuan semestinya maksimum yang dilayani adalah 150

siswa. Ia juga menegaskan apa yang disampaikan Syaiful ( pada seminar di Banda Aceh)bahwa

ada guru BK di beberapa sekolah/madrasah yang tidak mempunyai latar belakang kompetensi

sebagai guru BK, sehingga bimbingan dan konseling tidak berlangsung sebagaimana mestinya.

Guru BK semestinya menjadi teman siswa dan menjadi leader panutan bagi siswa. Selain

itu, profesionalisme guru BK sangat menentukan keberhasilan anak didik. Bimbingan sangat

penting dalam era disrupsi dan era Revolusi Industri 4.0 sekarang ini," tukas Dr Safrilsyah

sebagai narasumber kedua.( Dalam seminar Banda Aceh). Ia juga menyorot aksesibilitas anak-
anak terhadap teknologi informasi dewasa ini. Menurutnya, gawai bukan untuk dihambat,

melainkan untuk dibimbing sehingga generasi milenial yang terekspos dengan perkembangan

informasi yang sangat dinamis, tidak terjerumus kepada hal-hal negatif.

"Anak didik harus diarahkan memanfaatkan teknologi untuk hal-hal positif,"

Penggunaan gawai di kalangan siswa, menurut Safrilsyah, sebenarnya bukan untuk dilarang,

karena pembatasan penggunaan di sekolah atau satuan pendidikan, tidak serta merta mereka

tidak dapat mengakses informasi melalui internet di tempat lain. Akan tetapi, karena kurang

bimbingan, maka yang sering muncul ke permukaan adalah hal-hal negatif saja. "Padahal,

banyak informasi positif juga didapat dari internet,"

C. SOLUSI

Konseling maka penulis menggagas beberapa solusi antara lain:

1. Perlu dilakukannya pencerahan tentang fungsi dan peran BK kepada pihak sekolah dalam

kepala sekolah sebagai pemegang otoritas tertinggi disekolah agar tidak terjadi disfungsi

BK. Pencerahan dirasakan perlu untuk memberikan pemahan tentang kedudukan BK

disekolah dengan alasan bahwa pendidikan di sekolah tidak hanya dilakukan melalui

proses pembelajaraan oleh guru mata pelajaran dan pelatihan oleh guru praktek, tetapi

juga kegiatan bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru BK atau Konselor untuk

membantu peserta didik mencapai perkembangan yang optimal, termasuk mencari dan

menetapkan pilihan serta pengambilan keputusan yang mencakup kehidupan pribadi,

sosial, belajar, dan perencanaan karir.


2. Perlu adanya pelatihan yang kontinu kepada semua guru BK tentang bagaimana

penyelenggaraan BK dalam implementasi kurikulum 2013. Pelatihan menjadi salah satu

solusi karena dirasakan dapat membekali guru BK dalam pelaksanaan tugas membimbing

dan konseling. Dalam proses bimbingan dan konseling diperlukan berbagai metode dan

teknis psikologis yang digunakan untuk memahami dan mempengaruhi perkembangan

perilaku peserta didik, dengan tetap berstandar dan terarah kepada pengembangan

manusia seutuhnya. Dengan dilakukannya pelatihan diharapkan akan meningat kesadaran

profesional guru BK sehingga fungsi dan perannya dalam mengemban tanggung jawab

untuk membantu individu mampu menyesuaikan diri terhadap dinamika dan kehidupan

sosial dapat dilakukan dengan benar.

3. Perlu adanya kajian hubungan tema dan sub tema materi BK dengan mata pelajaran terkait

sehingga walaupun tidak tersedia waktu bimbingan materi BK namun dapat diintegrasikan

dalam materi terkait mata pelajaran tertentu.

4. Program Study Bimbingan dan Konseling sebagai lembaga penghasil guru BK perlu

melakukan pengkajian terus-menerus terhadap kinerja guru BK sebagai alumni prody

dengan tujuan : a) mendapat masukan demi perbaikan layanan prody terhadap calon guru

BK; b) membangkitkan kesadaran sekolah tentang pentingnya bimbingan dan konseling

sebagai proses menunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah, karena program-program

bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya

menyangkut kawasan kematangan pendidikan dan karir, kematangan personal dan

emosional, serta kematangan social.


BAB III

 KESIMPULAN
kualitas peserta didik harus dilihat dari standar akademik yang dicapai (penguasaan kompetensi

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni) serta perkembangan diri yang optimal. Indikator

perkembangan peserta didik dapat terlihat dari keyakinan, nilainilai, sikap, dan perilaku yang

dimunculkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada kesalahpahaman tentang guru BK selama ini.

Guru BK dipandang sebagai guru yang menyelesaikan masalah-masalah anak-anak yang tidak

disiplin. Padahal, guru BK punya peran besar dalam membentuk karakter anak-anak didik, tidak

sebatas mengatasi masalah anak nakal, melainkan perannya sangat krusial dalam membimbing

anak didik agar sukses dalam belajar. Selain itu, guru BK jumlahnya minim, sebagian mereka

juga tidak melaksanakan tugas secara aktif sehingga bimbingan dan konseling kurang efektif.

Program Study Bimbingan dan Konseling sebagai lembaga penghasil guru BK perlu melakukan

pengkajian terus-menerus terhadap kinerja guru BK sebagai alumni prody dengan tujuan : a)

mendapat masukan demi perbaikan layanan prody terhadap calon guru BK; b) membangkitkan

kesadaran sekolah tentang pentingnya bimbingan dan konseling sebagai proses menunjang

pelaksanaan pendidikan di sekolah, karena program-program bimbingan dan konseling meliputi

aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya menyangkut kawasan kematangan

pendidikan dan karir, kematangan personal dan emosional, serta kematangan social.

 SARAN

Mudah-mudahan kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang kita hadapi sebagai

mahasiswa, baik dalam persoalan akademis ataupun persoalan sosial pribadi.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan,
(Bandung, Refika Aditama, 2011), hlm. 3.

Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kompas, 2006), hlm. xiii-xiv.
Sulistiyo, “Kualitas Pendidikan Menurun” dalam Suara Merdeka, Selasa 31 Desember 2013,
hlm. 18

Asruriyati, “Ibu-Ibu tetap Bisa Bersekolah” dalam Media Indonesia, Selasa 4 Maret 2014, hlm.
155

Wuri Wuryandani, Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di


Sekolah Dasar, Tesis Tidak Diterbitkan, (Yogyakarta: PPs UNY, 2009), hlm. 1.

Sulistiyo, “Kualitas Pendidikan Menurun” dalam Suara Merdeka, Selasa 31 Desember 2013,
hlm. 18.

Redaksi, “Belasan Pelajar Kena Razia” dalam Radar Tegal, Rabu 26 Februari 2014, hlm. 8

Redaksi, “Enam Pelajar dan Satu Penadah Motor Curian Ditangkap” dalam Suara Merdeka
Selasa 4 Maret 2014, hlm. 12

Azyumardi Azra, Paradigma …, hlm. 173. Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 90.

Depdiknas, Penataan Profesioanl Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal, (Jakarta: Depdiknas, 2007), hlm. 185.
Sulistiyo, “Kualitas Pendidikan Menurun” dalam Suara Merdeka, Selasa 31
Desember 2013, hlm. 18.

Anda mungkin juga menyukai