Anda di halaman 1dari 126

PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA

PASIEN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT

SKRIPSI

Oleh
MAWARTI
050218A125

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA
PASIEN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Oleh
MAWARTI
050218A125

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PASIEN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT

disusun oleh:

MAWARTI
050218A125

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan telah diperkenankan untuk
diujikan.

Ungaran, Agustus 2020

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

apt. Sikni Retno Karminingtyas, S.Farm., M.Sc. apt. Galih Adi Pranama, S.Farm., M.Si.
NIDN. 0606068303 NIDN. 0627028902

i
PERNYATAAN ORISINALITAS

ii
LEMBAR KESEDIAAN PUBLIKASI

iii
Universitas Ngudi Waluyo
Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Skripsi, Agustus 2020
Mawarti
050218A125

PROFIL PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN


PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT

ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi pada kehamilan termasuk preeklampsia masih
menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. Oleh karena itu
perlunya terapi yang tepat sehingga akan berdampak pada terkontrolnya tekanan
darah pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia berdasarkan golongan
obat dan jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien preeklampsia di
Rumah Sakit.
Metode: Penelitian ini merupakan studi literature review menggunakan 5 artikel
dengan metode pendekatan meta-analisis.
Hasil: Hasil review dengan studi literature review dari kelima artikel menunjukkan
profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di Rumah Sakit
yaitu jenis obat yang paling sering diresepkan adalah nifedipin, amlodipin, labetolol
dan kombinasi nifedipin + metildopa + MgSO4. Golongan obat yang paling sering
diresepkan adalah Calcium Channel Blocker, Alfa-2 Agonis Sentral, dan Beta
Blocker.
Simpulan: Profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di
Rumah Sakit yaitu jenis obat yang paling sering diresepkan adalah nifedipin,
amlodipin, labetolol dan kombinasi nifedipin + metildopa + MgSO4.

Kata Kunci: Preeklampsia, antihipertensi, profil penggunaan obat.


Kepustakaan: 22 (2014-2018)

iv
Ngudi Waluyo University
Study Program of Pharmachy, Faculty of Health Sciences
Final Project, August 2020
Mawarti
050218A125

PROFILE OF THE USE OF ANTIHYPERTENSIVE DRUG IN


PREECLAMPSIA PATIENTS

ABSTRACT
Background: Hypertension in pregnancy, including preeclampsia, is still a cause
of morbidity and mortality in mothers and babies. Therefore the need for proper
therapy so that it will have an impact on controlling blood pressure in patients. This
study aims to determine the description of the use of antihypertensive drugs in
preeclamptic patients based on drug class and type of antihypertensive drugs used
by preeclampsia patients in hospital.
Methods: This research is a literature review study using 5 articles with a meta-
analysis approach method.
Result: The results of a review with a literature review study of the five articles
show the profile of the use of antihypertensive drugs in preeclampsia patients in the
hospital, namely the types of drugs most often prescribed are nifedipine,
amlodipine, labetolol and a combination of nifedipine + methyldopa + MgSO4. The
most commonly prescribed drug classes are Calcium Channel Blockers, Central
Alfa-2 Agonists, and Beta Blockers.
Conclusion: The profile of the use of antihypertensive drugs in preeclampsia
patients in the hospital is that the most commonly prescribed types of drugs are
nifedipine, amlodipine, labetolol and the combination of nifedipine + methyldopa
+ MgSO4.

Keyword: Preeclampsia, antihypertensive, drug use profile.


Literature: 22 (2014-2018)

v
DAFTAR TIWAYAT HIDUP

Identitas Diri
Nama : Mawarti
TTL : Hulu Sungai Utara, 04 Mei 1998
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tabalong Mati, Ds. Telaga Bamban, RT 2, RW 1, No. 004, Kec.
Amuntai Utara, Kab. Hulu Sungai Utara, Prov. Kalimantan
Selatan.
Kebangsaan : Indonesia

Riwayat Pendidikan
1. MIN Telaga Bamban : Tahun 2003-2009
2. MTsN Amuntai Utara : Tahun 2009-2012
3. MAN 2 Amuntai : Tahun 2012-2015
4. D3 Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin : Tahun 2015-2018
5. Universitas Ngudi Waluyo : Tahun 2018-Sekarang

Data Orang Tua


Nama Ayah : H. Aperi
Nama Ibu : Hj. Mursidah
Pekerjaan : Pedagang/ Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tabalong Mati, Ds. Telaga Bamban, RT 2, RW 1, No. 004, Kec.
Amuntai Utara, Kab. Hulu Sungai Utara, Prov. Kalimantan
Selatan.

vi
PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim, alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puja dan

puji syukur kehadirat Allah SWT, tak lupa sholawat dan salam dipanjatkan kepada

Nabi Muhammad SAW, serta rasa syukur atas dukungan dan doa dari orang-orang

tercinta, akhirnya skripsi yang berjudul “Profil Pengunaan Obat Antihipertensi

di Rumah Sakit” ini dapat dirampungkan dengan baik dan tepat sesuai dengan

harapan. Oleh karena itu, dengan rasa bangga dan bahagia penulis haturkan rasa

syukur den terima kasih kepada:

1. Allah SWT, karena hanya atas izin dan karunia-Nya lah maka skripsi ini dapat

dibuat dan selesai pada waktunya. Puji syukur tak terhingga pada Tuhan

Penguasa Alam yang meridhoi dan mengabulkan segala doa.

2. Bapak Prof. Dr. Subiyantoro, Hum., selaku Rektor Universitas Ngudi Waluyo

Ungaran.

3. Ibu Heni Setyowati, S.SiT, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Ngudi Waluyo.

4. Ibu apt. Richa Yuswantina, S.Farm., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Farmasi Universitas Ngudi Waluyo.

5. Ibu apt. Sikni Retno Karminingtyas, S.Farm., M.Sc., selaku pembimbing utama

yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, kritik,

dan saran dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

6. Bapak apt. Galih Adi Pranama, S.Farm., M.Si., selaku pembimbing

pendamping yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan,

arahan, kritik, dan saran dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

vii
7. Seluruh staf dan dosen Program Studi Farmasi Universitas Ngudi Waluyo yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bekal dan

ilmu pengetahuan dan wawasannya.

8. Kedua orang tua tercinta Bapak H. Aperi dan Ibu Hj. Mursidah, terimakasih

atas kasih sayang, serta doa yang tiada hentinya dipanjatkan, pemberi semangat

kepada penulis untuk bisa mengerjakan skripsi ini. Semoga Allah SWT

senantiasa selalu memberikan kesehatan, umur yang panjang, rezeki, kasih

sayang dan rahmat.

9. Kakak-kakak tercinta M. Saderi, Irpina, dan Yuliana, terima kasih atas doa,

dukungan, serta motivasinya.

10. Sahabat-sahabat tersayang Maulidina, Husna, Hamsiah, dan Hairiah

terimakasih atas doa dan dukungannya.

11. Terima kasih juga untuk sahabatku cecew yang selalu membantu dan

memotivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang

membangun dalam rangka perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi

ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian dan ilmu pengetahuan pada

umumnya.

Ungaran, Agustus 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i


PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... ii
LEMBAR KESEDIAAN PUBLIKASI ................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
DAFTAR TIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
PRAKATA ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 6
A. Tinjauan Teori ............................................................................................. 6
1. Hipertensi ................................................................................................. 6
2. Preeklampsia .......................................................................................... 20
3. Interaksi Obat ......................................................................................... 28
B. Kerangka Teori ......................................................................................... 32
C. Kerangka Konsep ...................................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 34
A. Metode Penyesuaian Dengan Pendekatan Meta Analisis ......................... 34
1. Deskripsi metode pendekatan meta analisis ........................................... 34
2. Informasi jumlah dan jenis artikel .......................................................... 34
3. Isi artikel ................................................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 50
A. Relevansi Metode ...................................................................................... 50
B. Relevansi Hasil ......................................................................................... 53
C. Pernyataan Hasil ....................................................................................... 59

ix
D. Keterbatasan .............................................................................................. 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 62
A. Kesimpulan ............................................................................................... 62
B. Saran ......................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 65

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC 8...................................... 6


Tabel 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi pada Ibu Hamil (Ringan-Sedang) ............ 24
Tabel 2.3 Penatalaksanaan Hipertensi pada Ibu Hamil (Berat/ Akut) .................. 24
Tabel 2.4 Obat Antihipertensi pada Hipertensi Kronis/ Gestasional Ibu Hamil... 26
Tabel 2.5 Obat untuk Kontrol Cepat Hipertensi Berat pada Kehamilan .............. 27
Tabel 4.1 Metode Penelitian yang digunakan dalam Review artikel .................... 50
Tabel 4.2 Hasil Artikel Pertama............................................................................ 53
Tabel 4.3 Hasil Artikel Kedua .............................................................................. 54
Tabel 4.4 Hasil Artikel Ketiga .............................................................................. 55
Tabel 4.5 Hasil Artikel Keempat .......................................................................... 57
Tabel 4.6 Hasil Artikel Kelima ............................................................................. 58
Tabel 4.7 Rangkuman Penggunaan Obat Antihipertensi Terbanyak .................... 59

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma Diagnosis Hipertensi Pada Kehamilan ............................ 23


Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori ...................................................................... 32
Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep .................................................................. 33

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Artikel Pertama ................................................................................. 65


Lampiran 2. Artikel Kedua ................................................................................... 74
Lampiran 3. Artikel Ketiga ................................................................................... 85
Lampiran 4. Artikel Keempat ............................................................................... 96
Lampiran 5. Artikel Kelima ................................................................................ 103

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi yang patut didapatkan oleh semua warga

Negara Indonesia. Hal ini tentunya berhubungan erat dengan sistem pelayanan

kesehatan khususnya dibidang farmasi. Sistem pelayanan kesehatan

diselenggarakan dengan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu upaya

peningkatan kualitas hidup kesejatraan masyarakat adalah tersedianya obat-

obatan dan alat kesehatan yang memadai, berkualitas dan terdistribusi secara

merata sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat

(Alaydrus, 2017). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator

keberhasilan dalam pembangunan di sektor kesehatan. Penyebab kematian ibu

dikategorikan menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung.

Penyebab langsung yaitu kematian yang diakibatkan oleh kehamilan dan

persalinannya, sedangkan penyebab tidak langsung yaitu kematian yang terjadi

pada ibu hamil yang disebabkan oleh penyakit (Ardhany, 2016). Sebagian

besar kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, eklampsia, preeklampsia

(Andriana et al., 2018).

Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi disertai proteinuria,

dimana terjadinya gangguan multisistem yang terjadi setelah usia kehamilan

20 minggu (Amri, 2015). Preeklampsia diklasifikasikan menjadi dua kategori

1
2

yaitu sedang dan berat. Preeklampsia sedang terjadi jika tekanan darah 140-

160/90-100 mmHg. Sedangkan preeklampsia berat terjadi jika tekanan darah

≥160/110 mmHg (Queensland Clinical Guidelines, 2015). Pembagian kategori

ini dapat menentukan pilihan antihipertensi pada preeklampsia yang tepat.

Terapi antihipertensi pada kehamilan membutuhkan perhatian yang khusus

karena dapat berpengaruh terhadap ibu maupun janinnya, serta dapat

berkembang menjadi eklampsia (preeklampsia disertai kejang) (Andriana et

al., 2018).

Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami

dengan jelas sehingga menjadi tantangan dalam pencegahan penyakit tersebut.

Strategi untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya yaitu difokuskan

pada deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi yang tepat (Ardhany, 2016).

Terapi dengan obat pada masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena

ancaman efek teratogenik obat dan perubahan fisiologis pada ibu sebagai

respon terhadap kehamilan. Obat dapat menembus sawar plasenta dan masuk

ke dalam sirkulasi darah janin (Qoyimah & Adnan, 2016). Obat harus aman,

efektif, dan digunakan secara rasional untuk menghasilkan efek yang

diinginkan. Tatalaksana terapi preeklampsia bergantung pada ketersediaan

pelayanan obstetri emergensi termasuk antihipertensi (Ardhany, 2016). Tujuan

pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan mortabilitas akibat

preeklampsia dengan memelihara tekanan darah sistolik dibawah 140 mmHg,

tekanan diastolik dibawah 90 mmHg (Alaydrus, 2017). Pengontrolan tekanan

darah ibu dengan antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi


3

perdarahan serebral dan mencegah terjadinya stroke maupun komplikasi

serebrovaskular lain akibat preeklampsia (Ardhany, 2016).

Di negara-negara berkembang preeklampsia atau eklampsia merupakan

penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Di Indonesia sendiri

preeklampsia berat dan eklampsia menyebabkan kematian pada ibu berkisar

1,5-25%, sedangkan kematian pada bayi berkisar antara 45-50%. Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan

peningkatan signifikan AKI di Indonesia sebesar ±57% (Ardhany, 2016).

Berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh Andriana et al. (2018)

di instalasi rawat inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode

Januari 2015 hingga Juni 2016 diketahui bahwa terdapat 85 kasus pasien

preeklampsia dan 78 pasien diantaranya mendapatkan terapi obat

antihipertensi. Terapi obat antihipertensi yang digunakan ialah nifedipin,

metildopa, amlodipin, nicardipin, dan captopril. Adapun penelitian yang

dilakukan oleh (Bismantara et al., 2017) di instalasi rawat inap Rumah Sakit

Aura Syifa Kediri periode 2016 terdapat 89 pasien preeklampsia yang

mendapatkan terapi antihipertensi. Terapi obat antihipertensi yang diberikan

yaitu nifedipin dan metildopa. Tingginya angka kejadian hipertensi pada pasien

preeklampsia menuntut adanya berbagai upaya untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan karena terapi yang tepat akan berdampak pada

terkontrolnya tekanan darah pada pasien. Selain itu, profil pengobatan

hipertensi pada pasien preeklampsia akan membantu tenaga kesehatan dalam

meningkatkan terapi yang optimal kepada pasien. Hal ini yang mendasari
4

peneliti untuk melakukan penelitian tentang profil penggunaan obat anti

hipertensi pada pasien preeklampsia di Rumah Sakit.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana profil penggunaan obat anti hipertensi pada pasien preeklampsia

di Rumah Sakit?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui profil penggunaan obat anti hipertensi pada pasien

preeklampsia di Rumah Sakit.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui gambaran penggunaan obat antihipertensi pada pasien

preeklampsia berdasarkan golongan obat dan jenis obat antihipertensi yang

digunakan oleh pasien preeklampsia di Rumah Sakit.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan pustaka

untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan,

khususnya farmasi tentang profil penggunaan obat anti hipertensi pada

pasien preeklampsia.

2. Bagi Peneliti

a. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh pada

saat kuliah dan untuk menambah wawasan serta pengalaman dalam

melakukan penelitian.
5

b. Sebagai syarat kelulusan Program Studi Pendidikan S1 Farmasi

Universitas Ngudi Waluyo.

3. Bagi Rumah Sakit

Memberikan informasi kepada tenaga medis tentang profil penggunaan

obat anti hipertensi pada pasien preeklampsia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah suatu penyakit kardiovaskular yang ditandai

dengan meningkatnya tekanan darah diatas normal baik itu sistolik

maupun diastolik. Sesorang dikatakan hipertensi jika hasil pemeriksaan

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg (Irfa,

2017). Batas tekanan darah yang dianggap normal adalah kurang dari

130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg

dinyatakan hipertensi (Tarigan et al., 2018). Sehingga dapat

disimpulkan bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah

sistolik yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi lain

yang kompleks dan saling berhubungan.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC 8 (Adrian


& Tommy, 2019)
Sistolik Diastolik
Klasifikasi tekanan darah
( mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80
Pre hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya

karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka

6
7

tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding

arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat

kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-

angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat

karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada

penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah

diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian

menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan

menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi

peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan

tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya

sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana

aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Nuraini, 2015).

b. Prevalensi

Penyakit hipertensi tahun demi tahun terus mengalami

peningkatan. Tidak hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Sebanyak

1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit

ini. Bahkan, diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat

menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025. Kurang lebih 10- 30%

penduduk dewasa di hampir semua negara mengalami penyakit

hipertensi, dan sekitar 50-60% penduduk dewasa dapat dikategorikan

sebagai mayoritas utama yang status kesehatannya akan menjadi lebih

baik bila dapat dikontrol tekanan darahnya (Tarigan et al., 2018).


8

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jumlah penderita

hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang

bertambah pada 2025 mendatang diperkirakan sekitar 29% warga

dunia terkena hipertensi. WHO menyebutkan negara ekonomi

berkembang memiliki penderita hipertensi sebesar 40% sedangkan

negara maju hanya 35%, kawasan Afrika memegang posisi puncak

penderita hipertensi, yaitu sebesar 40%. Kawasan Amerika sebesar

35% dan Asia Tenggara 36%. Di kawasan Asia penyakit ini telah

membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu

dari tiga orang menderita hipertensi. Sedangkan di Indonesia cukup

tinggi, yakni mencapai 32% dari total jumlah penduduk (Tarigan et al.,

2018).

c. Patofisiologi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total

peripheral resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari

variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan

timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah

perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan

sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka

panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.

Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex

kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon

iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri
9

pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat

melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga

intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.

Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka

panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan

tubuh yang melibatkan berbagai organ (Nuraini, 2015).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme

(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur

tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di

hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan

diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang

memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon

antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus

(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas

dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang

diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan

tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya

akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi


10

sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon

steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah (Nuraini, 2015).

Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut

Elizabeth J. Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul

setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang

timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang

disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah

intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan

langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah

ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan

tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan

stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam

penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis,

mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur,

dan mata berkunang-kunang darah (Nuraini, 2015).

d. Gejala dan Tanda


11

Pada umumnya, penderita hipertensi esensial tidak memiliki

keluhan. Keluhan yang dapat muncul antara lain nyeri kepala, gelisah,

palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah

lelah, dan impotensi. Nyeri kepala umumnya pada hipertensi berat,

dengan ciri khas nyeri regio oksipital terutama pada pagi hari (Adrian

& Tommy, 2019).

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-

satunya gejala. Bila demikian, gejala baru muncul setelah terjadi

komplikasi pada ginjal, otak, mata, atau jantung. sedangkan gejala lain

yang sering ditemukan adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung,

pusing, wajah kemerahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,

kelelahan, pandangan menjadi kabur, rasa berat ditengkuk, dan sukar

tidur. Kadang penderita hipertensi berat juga bisa mengalami

penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan

otak. Keadan ini disebut enselopati hypertensive (Anisah & Soleha,

2014).

e. Diagnosa

Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan tiga kali

pengukuran tekanan darah selama tiga kali kunjungan terpisah, dengan

2-3 kali pengukuran dalam satu kunjungan (Fitri, 2015).

Menurut Fitri (2015) diagnosis hipertensi primer dapat dilakukan

dengan beberapa cara meliputi:

1) Anamnesi
12

2) Pemeriksaan fisik lengkap, terutama pemeriksaan tekanan darah.

3) Pemeriksaan penunjang meliputi tes urinalisis, pemeriksaan kimia

darah (untuk mengetahui kadar potassium, sodium, creatinin, High

Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL),

glukosa).

4) Pemeriksaan EKG.

f. Penatalaksanaan

Penanganan hipertensi bertujuan untuk mengurangi angka

morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. fokus

utama dalam penatalaksanaan hipertensi adalah pencapaian tekanan

sistolik target <140/90 mmHg. Pada pasien dengan hipertensi dan

diabetes atau penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80

mmHg (Nuraini, 2015). Pencapaian tekanan darah target secara umum

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi nonfarmakologi dan terapi

farmakologi sebagai berikut:

1) Terapi nonfarmaklogi

Adapun terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan menurut

Nuraini ( 2015) yaitu:

a) Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih. Peningkatan

berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap

tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan

sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.


13

b) Meningkatkan aktifitas fisik, karena orang yang aktivitasnya

rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif.

Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3

kali/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

c) Menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

d) Hindari stres

e) Mengurangi asupan natrium.

f) Menurunkan konsumsi kafein. Kafein dapat memacu jantung

bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan

pada setiap detiknya.

2) Terapi Farmakologi

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh

JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau

aldosteron antagonis, Beta blocker, calcium chanel blocker atau

calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor

antagonist/ blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya

bendroflumetiazid) (Nuraini, 2015).

Adapun golongan obat anti hipertensi antara lain yaitu:

a) Obat golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

(ACEI) bekerja menghambat perubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II sehingga bekerja dengan menghambat aktivitas

saraf simpatis dengan menurunkan pelepasan noradrenalin,


14

menghambat pelepasan endotelin, meningkatkan produksi

substansi vasodilatasi seperti bradikinin, prostaglandin dan

menurunkan retensi sodium dengan menghambat produksi

aldosteron. Efek samping yang mungkin terjadi adalah batuk

batuk, skin rash, hiperkalemia. Hepatotoksik. glikosuria dan

proteinuria merupakan efek samping yang jarang. Contoh

golongan ACEI adalah captopril, enalapril dan lisinopril

(Yulanda & Lisiswanti, 2017).

b) Golongan obat Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

menyebabkan vasodilatasi, peningkatan ekskresi Na+ dan

cairan (mengurangi volume plasma), menurunkan hipertrofi

vaskular sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Efek

samping yang dapat muncul meliputi pusing, sakit kepala,

diare, hiperkalemia, rash, batuk-batuk (lebih kurang dibanding

ACE-inhibitor), abnormal taste sensation (metallic taste).

Contoh golongan ARB adalah candesartan, losartan dan

valsartan (Yulanda & Lisiswanti, 2017).

c) Golongan obat Beta Blocker bekerja dengan mengurangi isi

sekuncup jantung, selain itu juga menurunkan aliran simpatik

dari SSP dan menghambat pelepasan rennin dari ginjal

sehingga mengurangi sekresi aldosteron. Efek samping

meliputi kelelahan, insomnia, halusinasi, menurunkan libido


15

dan menyebabkan impotensi. Contoh golongan Beta bloker

adalah atenolol dan metoprolol (Yulanda & Lisiswanti, 2017).

d) Golongan obat Calcium Canal Blocker (CCB) memiliki efek

vasodilatasi, memperlambat laju jantung dan menurunkan

kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan darah.

Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, bradikardi,

flushing, sakit kepala, peningkatan SGOP dan SGPT, dan gatal

gatal juga pernah dilaporkan. Contoh golongan CCB adalah

nifedipine, amlodipine dan diltiazem (Yulanda & Lisiswanti,

2017).

e) Golongan obat Diuretik Thiazid bekerja dengan meningkatkan

ekskresi air dan Na+ melalui ginjal yang menyebabkan

berkurangnya preload dan menurunkan cardiac output. Selain

itu, berkurangnya konsentrasi Na+ dalam darah menyebabkan

sensitivitas adrenoreseptor–alfa terhadap katekolamin

menurun, sehingga terjadi vasodilatasi atau resistensi perifer

menurun. Efek samping yang mungkin timbum meliputi

peningkatan asam urat, gula darah, gangguan profil lipid dan

hiponatremia. Contoh golongan Diuretik Thiazid adalah

hidroclorotiazid dan indapamide (Yulanda & Lisiswanti, 2017).

Obat golongan vasodilator dan antihipertensi kerja sentral

lebih jarang digunakan, seperti guanetidin, yang diindikasikan

untuk keadaan krisis hipertensi (Nuraini, 2015).


16

Target terapi pengontrolan tekanan darah ialah tekanan darah

sistolik (TDS) <140 mmHg, dan tekanan darah diastolik (TDD)

<90 mmHg. Pada pasien umunya, pengontrolan tekanan darah

sistolik (TDS) merupakan hal yang lebih penting hubungannya

dengan faktor resiko kardiovakuler dibandingkan tekanan darah

diastolik (TDD) kecuali pada pasien lebih muda dari umur 50

tahun. Hal ini disebabkan oleh karena kesulitan pengontrolan TDS

umumnya terjadi pada pasien yang berumur lebih tua. Percobaan

klinik terbaru, memperlihatkan pengontrolan tekanan darah efektif

dapat ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi, namun

kebanyakan mereka menggunakan dua atau lebih obat kombinasi

(Nuraini, 2015).

g. Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan

dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya

meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang

tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada

pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan

telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab

kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa

disertai stroke dan gagal ginjal (Nuraini, 2015).


17

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang

mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan

retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung

merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain

kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi stroke dimana

terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma

yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi

adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara

(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai

komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada

hipertensi maligna (Nuraini, 2015).

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat

melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau

karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap

reseptor angiotensin II, stress oksidatif. Penelitian lain juga

membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam

berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya

kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming

growth factor-β (TGF-β) (Nuraini, 2015).

Kompikasi yang dapat terjadi pada hipertensi ringan dan sedang

adalah sebagai berikut:


18

1) Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang

diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan,

tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang

terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang

mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga

aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.

Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna

atau hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada

kelainan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan kapiler,

sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium di

seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-

neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian

(Nuraini, 2015).

2) Kardiovaskuler

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner

mengalami arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut,

sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang

cukup. Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi


19

menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya

dapat menjadi infark (Nuraini, 2015).

3) Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan

progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan

glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah

mengalir ke unitunit fungsional ginjal, sehingga nefron akan

terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal.

Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein

keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat

dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut

terutama terjadi pada hipertensi kronik (Nuraini, 2015).

4) Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan

pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin

lama hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula

kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang

terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik

neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang

buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran

darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif

pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat

menjadi kebutaan pada stadium akhir(Nuraini, 2015).


20

2. Preeklampsia

a. Pengertian

Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang disertai

dengan proteinuria, terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu (Andriana

et al., 2018). Menurut Queensland Clinical Guidelines (2015) dibagi

menjadi pre-eklampsia moderat (140-160/90-100 mmHg) dan

preeklampsia berat (≥160/110 mmHg). Sedangkan menurut Irfa (2017)

preeklampsia merupakan hipertensi yang terjadi saat kehamilan

berlangsung dan biasanya dialami pada bulan terakhir kehamilan atau

lebih setelah 20 minggu usia kehamilan, tekanan sistolik darah

mencapai 140 mmHg dan tekanan diastolik darah 90 mmHg, atau

kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg di

atas nilai normal.

b. Patofisiologi

Pada preeklampsia dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada beberapa organ dan sistem yang kemungkinan

diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita yang mengalami

hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon

terhadap berbagai substansi endogen seperti prostaglandin, tromboxan

yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.

Penumpukkan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem

saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan
21

kejang, nekrosis ginjal dapat mengakibatkan penurunan laju filtrasi

glomerulus dan proteinuria (Irfa, 2017).

c. Klasifikasi

Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan

dan preeklampsia berat.

1) Kriteria preeklampsia ringan menurut Damayanti (2017) yaitu:

a) Hipertensi dengan sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, sedikitnya

enam jam pada dua kali pemeriksaan tanpa kerusakan organ.

b) Proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.

c) Edema generalisata yaitu pada lengan, muka, dan perut.

2) Kriteria preeklampsia berat menurut Damayanti (2017) yaitu:

a) Tekanan darah sistolik/diastolik ≥ 160/110 mmHg sedikitnya

enam jam pada dua kali pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak

menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan

telah menjalani tirah baring.

b) Proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin

sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.

c) Oliguria yaitu produksi urin < 500 ml / 24 jam.

d) Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.

e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala

persisten, skotoma, dan pandangan kabur.

f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

akibat teregangnya kapsula glisson.


22

g) Edema paru dan sianosis.

h) Hemolisis mikroangiopatik karena meningkatnya enzim laktat

dehidrogenase.

i) Trombositopenia (trombosit < 100.000 mm3).

j) Sindrom HELLP.

k) Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio

plasenta.

d. Penatalaksanaan

Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di

luar kehamilan. Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan

merupakan hipertensi esensial yang bersifat kronis. Terapi hipertensi di

luar kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi jangka panjang,

seperti stroke dan infark miokard, sedangkan hipertensi pada kehamilan

biasanya kembali normal saat post-partum, sehingga terapi tidak

ditujukan untuk pencegahan komplikasi jangka panjang. Preeklampsia

berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan penurunan tekanan

darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu, preeklampsia

melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi

kecenderungan protrombotik, penurunan volume intravaskuler, dan

peningkatan permeabilitas endotel (Myrtha, 2015).

Berikut ini merupakan algoritma diagnosis hipertensi pada

kehamilan:
23

Wanita hamil dengan tekanan


darah >140/90 mmHg

Sebelum usia kehamilan 20 Setelah usia kehamilan 20 minggu


minggu

Proteinuria baru
atau peningkatan
proteinurea, terjadi
Tanpa proteinuria Proteinuria Tanpa proteinuria
peningkatan
tekanan darah, atau
sindrom HELLP

Preeklampsia
Hipertensi
Hipertensi kronik superimposed Preeklampsia
gestasional
hipertensi kronik

Gambar 2.1 Algoritma Diagnosis Hipertensi yang Terjadi


pada Kehamilan (Myrtha, 2015)

1) Ringan – Berat

Jika tekanan darah sistolik 140-160 mmHg dan diastolik 90-100

mmHg dapat menggunakan terapi:


24

Tabel 2.2 Penatalaksanaan Hipertensi pada Ibu Hamil


(Ringan-Sedang) (Queensland Clinical Guidelines, 2015)
Nama Obat Dosis Oral Frekuensi & Dosis
Awal: 125-250 mg BD
Metildopa 250-500 mg (2x)
Maksimum: 2 g
Lini
Awal: 100 mg BD (2x)
Pertama Labetolol 100 -400 mg
Maksimum: 2,4 g
Awal: 40-80 mg BD (2x)
Oxeprenolol 20-160 mg
Maksimum: 320 mg
Awal: 25 mg BD (2x)
Hydralazine 25-50 mg
Maksimum: 200 mg
Awal: 20-30 mg BD (2x)
Nifedipine (SR) 20 mg
Maksimum: 120 mg
Lini Awal: 10-20 mg BD (2x)
Nifedipine 10-20 mg
Kedua Maksimum: 80 mg
Awal: 0,5 mg BD (2x)
Prazosin 0,5-5 mg
Maksimum: 20 mg
Awal: 50-150 mcg BD (2x)
Clonidine 75-300 mcg
Maksimum: 600 mcg

2) Berat atau Akut

Jika tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik

≥ 100 mmHg dapat menggunakan terapi:

Tabel 2.3 Penatalaksanaan Hipertensi pada Ibu Hamil


(Berat/Akut) (Queensland Clinical Guidelines, 2015)
Nama Obat Dosis Rute
Nifedipine 10-20 mg, maksimum 80 mg Po
5-10 mg, maksimum 30 mg IV bolus
Hydralazine
10-20 mg/jam infus
Diazoxide 15-45 mg, maksimum 150 mg IV rapid bolus
Awal: 20 mg
IV bolus
Labetolol Ulang dengan 40-80 mg
20-160 mg/jam, maksimum 300 mg Infus

Preeklampsia onset dini (<34 minggu) memerlukan

penggunaan obat antihipertensi secara hati-hati, selain itu,


25

diperlukan tirah baring dan monitoring baik terhadap ibu maupun

bayi. Pasien preeklampsia biasanya sudah mengalami deplesi

volume intravaskuler, sehingga lebih rentan terhadap penurunan

tekanan darah yang terlalu cepat, hipotensi dan penurunan aliran

uteroplasenta perlu diperhatikan karena iskemi plasenta merupakan

hal pokok dalam patofi siologi preeklampsia. Selain itu,

menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses primernya.

Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko

ibu, yang meliputi abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang

memerlukan rawat inap, dan kerusakan organ target (komplikasi

serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target

meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita

yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Myrtha, 2015).

Tekanan darah >170/110 mmHg dapat merusak endotel

secara langsung. Pada tekanan darah 180-190/120-130 mmHg

terjadi kegagalan autoregulasi serebral yang meningkatkan risiko

perdarahan serebral. Selain itu, risiko abrupsi plasenta dan asfi ksia

juga meningkat. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dan

mendadak dapat menurunkan perfusi uteroplasenta, sehingga dapat

menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan darah adalah sekitar

140/90 mmHg (Myrtha, 2015).


26

Tabel 2.4 Obat Antihipertensi Untuk Hipertensi Kronis


atau Gestasional pada Ibu Hamil (Myrtha, 2015)
Obat
(Rekomendasi Dosis Keterangan
FDA)
Obat lini pertama

Merupakan obat pilihan, aman


0,5-3 gram/hari digunakan setelah trimester
Metildopa (B)
terbagi 2 dosis pertama

Obat lini kedua

200-1200 mg/hari Mungkin berhubungan dengan


Labetolol (C) gangguan pertumbuhan
terbagi 2-3 dosis
Dapat menghambat proses
persalinan dan mempunyai
mekanisme sinergis dengan
30-120 mg/hari magnesium sulfat dalam
Nifedipin (C) preparat lepas menurunkan tekanan darah.
lambat Penggunaan penghambat kanal
kalsium lain belum banyak
diteliti.

Penelitian sedikit, sedikit efek


samping yang terdokumentasi,
50-300 mg/hari bermanfaat sebagai kombinasi
Hydralazine (C) dengan agen simpatolitik, dapat
terbagi 2-4 dosis
menyebabkan trombositopenia
neonates.

Dapat menurunkan aliran darah


uteroplasenta, dapat mengganggu
respon fetus terhadap sters
hipoksia, risiko gangguan
Tergantung jenis pertumbuhan jika mulai
Beta Blocker (C)
obat digunakan pada trimester
pertama atau kedua (atenolol),
dapat menyebabkan hipoglikemia
neonatus pada dosis lebih tinggi.

Hydrochlorthiazide 12,5-25 mg/hari Dapat menyebabkan gangguan


(C) elektrolit, digunakan sebagai
kombinasi dengan metildopa dan
vasodilator untuk mengatasi
retensi cairan.
27

Lanjutan Tabel 2.4 Obat Antihipertensi Untuk


Hipertensi Kronis atau Gestasional pada Ibu Hamil
(Myrtha, 2015)
Obat Dosis Keterangan
(Rekomendasi
FDA)
Kontraindikasi

Menyebabkan kematian janin


pada hewan percobaan.
ACE inhibitor dan Penggunaan pada manusia
angiotensin I menyebabkan defek jantung,
- fetopati, oligohidramnion,
receptor antagonist
(D) gangguan pertumbuhan, agenesis
renal, gagal ginjal anuria pada
neonatus.

Tabel 2.5 Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat


pada kehamilan (Myrtha, 2015)
Obat (Rekomendasi Keterangan
Dosis
FDA)
20 mg IV, lalu 20-80 Risiko takikardia dan
mg setiap 20-30 menit, aritmia lebih kecil
Labetolol (C) hingga maksimal 300 dibandingkan dengan
mg; atau konstan infus vasodilator lainnya.
1-2 mg /menit
5 mg, IV atau IM, lalu Pengalaman keamanan
5-10 mg setiap 20-40 dan kemanjuran yang
Hydralazine (C)
menit; atau infus panjang
konstan 0,5-10 mg/jam
Aman digunakan dalam
Tablet yang persalinan (pernah
Nifedipine (C) direkomendasikan diperkirakan
hanya; 10-30 mg PO berinteraksi dengan
MgSO4)

Kontraindikasi

Infus konstan 0,5-10 Kemungkinan


Nitroprusside (C) mcg/kg/menit toksisitas sianida
28

Kategori obat untuk ibu hamil dari FDA menurut Damayanti,

(2017) yaitu:

1) A: studi terkontrol pada wanita hamil yang tidak menunjukkan

resiko pada janin dalam trimester pertama dan berikutnya.

Kemungkinan beresiko pada janin sangat kecil.

2) B: tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil yang

menunjukkan dampak buruk pada trimester pertama dan tidak

ada bukti yang menunjukkan resiko pada trimester berikutnya.

3) C: tidak boleh diberikan hanya jika potensi manfaatnya lebih

besar daripada resikonya pada janin.

4) D: ada bukti positif beresiko terhadap janin. Namun jika pada

kasus yang serius, obat yang lebih aman tidak dapat digunakan

atau tidak efektif maka obat tersebut bisa digunakan.

5) E: pada studi terhadap hewan atau manusia menunjukkan

abnormalitas fetus dan terbukti beresiko tinggi terhadap janin

dan ibu hamil. Obat ini kontraindikasi pada wanita hamil.

3. Interaksi Obat

a. Pengertian interaksi obat

Interaksi obat merupakan adanya saling pengaruh antarobat

sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami

berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari

tubuh. proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme


29

atau biotransformasi, dan eliminasi. Dalam proses tersebut, bila

berbagai macam obat diberikan secara bersamaan dapat menimbulkan

suatu interaksi. (Noviana & Nurilawati, 2017).

b. Klasifikasi interaksi obat

Interaksi yang terjadi di dalam tubuh dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu interaksi farmakodinamik dan interaksi farmakokinetik.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antar obat (yang diberikan

bersamaan) yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga

menimbulkan efek sinergis atau antagonis. Interaksi farmakokinetik

adalah interaksi antar dua atau lebih obat yang diberikan bersamaan dan

saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi,

metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau

menurunkan salah satu kadar obat dalam darah (Noviana & Nurilawati,

2017).

Adapun macam-macam proses yang terjadi pada interaksi

farmakokinetik yaitu:

1) Interaksi pada proses absorbsi

Interaksi dalam absorbsi pada saluran cerna dapat disebabkan

karena interaksi langsung, perubahan pH, dan motilitas saluran

cerna. Interaksi langsung, yaitu terjadi reaksi atau pembentukan

senyawa kompleksantar senyawa obat yang mengakibatkan salah

satu atau semuanya dari macam obat mengalami penurunan

kecepatan absorpsi (Noviana & Nurilawati, 2017).


30

2) Interaksi pada proses distribusi

Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein

plasma. Senyawa yang asam akan berikatan dengan albumin dan

yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. Jika 2 obat atau

lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan

dengan protein plasma, sehingga proses distribusi terganggu karena

terjadi peningkatan distribusi salah satu obat ke jaringan (Noviana

& Nurilawati, 2017).

3) Interaksi pada proses metabolisme

Interaksi pada proses metabolisme obat dapat menimbulkan

hambatan metabolisme dan munculnya induktor enzim (Noviana &

Nurilawati, 2017).

4) Interaksi pada proses eliminasi

Interaksi obat yang terjadi pada proses eliminasi dapat

menimbulkan gangguan ekskresi dan kompetisi sekresi oleh tubulus

pada organ ginjal serta penurunan pH urine (Noviana & Nurilawati,

2017).

c. Strategi dalam penataan obat

Menurut Noviana & Nurilawati (2017) strategi dalam penataan

obat yaitu:

1) Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi. Jika risiko interaksi

obat lebih besar daripada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan

untuk memakai obat pengganti.


31

2) Menyesuaikan dosis. Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau

mengurangi efek obat, maka perlu dilaksanakan modifikasi dosis

salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau

penurunan efek obat tersebut.

3) Memantau pasien. Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi

diberikan, pemantauan diperlukan.

4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya. Jika interaksi obat

tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi

tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien

dapat diteruskan tanpa perubahan.


32

B. Kerangka Teori

Hipertensi

Preeklampsia

Preeklampsia Berat Preeklampsia Ringan

Obat Antihipertensi

Profil Penggunaan Obat


Antihipertensi pada Pasien
Preeklampsia

Golongan Obat Jenis Obat

Gambar 2.2 Skema Kerangka Teori


33

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Tergantung

Kriteria profil penggunaan


Penggunaan obat
obat:
antihipertensi pada pasien
1. Jenis obat
preeklampsia
2. Golongan Obat

Gambar 2.3 Skema Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penyesuaian Dengan Pendekatan Meta Analisis

1. Deskripsi metode pendekatan meta analisis

Meta analisis merupakan suatu metode penelitian untuk pengambilan

simpulan dengan menggabungkan dua atau lebih penelitian sejenis sehingga

diperoleh paduan data secara kuantitatif. Dilihat dari prosesnya, meta

analisis merupakan suatu studi observasional retrospektif, yaitu penelitian

dengan menggunakan data yang lalu.

Adapun proses dalam melakukan meta analisis yaitu sebagai berikut:

a. Mencari artikel penelitian yang terkait dengan penelitian yang

dilaksanakan.

b. Melakukan perbandingan dari artikel-artikel penelitian sebelumnya

dengan merujuk pada simpulan umum pada masing-masing artikel tanpa

melakukan analisis statistik atau analisis mendalam pada data dan hasil

penelitiannya.

c. Menyimpulkan hasil perbandingan artikel disesuaikan dengan tujuan

penelitian.

2. Informasi jumlah dan jenis artikel

Jumlah artikel yang akan direview adalah sebanyak lima artikel dan

jenis artikel yang digunakan yaitu berupa hasil penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya. Artikel penelitian yang diambil dari artikel

34
35

penelitian nasional terakreditasi, artikel penelitian internasional

terakreditasi dan artikel penelitian belum terakreditasi sebagai artikel

penunjang. Pencarian artikel-artikel dilakukan secara elektronik melalui

situs Google Scholar, Pubmed, dan Sinta.

3. Isi artikel

a. Artikel pertama

Judul Artikel : Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi pada

Pasien Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palangka Raya

Tahun 2016.

Nama Jurnal : Jurnal Surya Medika

Penerbit : Institute for Research and Community Services

Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Volume & Halaman : Vol. 4, Hal. 17-25

Tahun Terbit : 2019

Penulis Artikel : Syahrida Dian Ardhany

ISI ARTIKEL

Tujuan Penelitian : Mengetahui gambaran penggunaan

antihipertensi pada pasien preeklampsia dan

untuk mengetahui ketepatan antihipertensi

dengan aspek tepat indikasi, tepat obat, tepat

pasien, dan tepat dosis dengan standar acuan

JNC VII.
36

Metode Penelitian

Desain Penelitian : Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian non

eksperimental, karena tidak melakukan

perlakuan apapun pada subyek penelitiannya.

Penelitian ini dilakukan secara observasional

yang datanya diambil secara retospektif dan

dianalisis secara deskriptif non analitik.

Populasi dan Sampel : Sumber data dalam penelitian ini adalah rekam

medik pasien ibu hamil dengan diagnosa

preeklampsia yang menjalani rawat inap di

rumah sakit Bhayangkara kota Palangka Raya

tahun 2016 yang memenuhi kriteria inklusi

(pasien dengan diagnosis preeklampsia, pasien

preeklampsia yang menjalani rawat inap di

Rumah Sakit Bhayangkara Kota Palangka Raya

tahun 2016, pasien mempunyai data rekam

medik lengkap sekurang-kurangnya meliputi:

nama pasien, umur pasien, usia kehamilan,

tekanan darah pasien, data penggunaan obat dan

diagnosis penyakit).

Instrumen : Data rekam medik, dan standar acuan JNC VII.

Metode Analisis : Data yang didapat secara retrospektif dianalisis

secara deskriptif non analitik.


37

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan jenis obat yang

digunakan pada pasien preeklampsia di instalasi

rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Kota

Palangkaraya tahun 2016 adalah adalah

metildopa sebanyak 80%, nifedipin 60% dan

MgSO4 60%. Adapun pada evaluasi

penggunaan obat di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Bhayangkara Kota Palangka Raya tahun

2016 tidak ditemui adanya ketidaktepatan

indikasi, obat, dosis dan pasien.

Kesimpulan : Jenis obat antihipertensi yang digunakan adalah

metildopa sebanyak 80 % dengan prsentase

kesesuaian indikasi, obat, dosis dan pasien

adalah 100%.

b. Artikel kedua

Judul Artikel : Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada

Pasien Preeklampsia Berat Rawat Inap di RS

PKU Muhammadiyah Bantul Periode Januari-

Desember 2015.

Nama Jurnal : Jurnal Ilmiah Ibnu Sina

Penerbit : Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin

Volume & Halaman : Vol. 1, Hal. 192-202

Tahun Terbit : 2016


38

Penulis Artikel : Ulfah Nurul Qoyimah, Adnan

ISI ARTIKEL

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk gambaran

antihipertensi yang digunakan pada pasien

preeklampsia berat dan untuk mengetahui

ketepatan antihipertensi preeklampsia berat

rawat inap di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul Periode Januari-

Desember 2015 ditinjau dari aspek tepat

indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis

dengan standar acuan JNC VII.

Metode Penelitian

Desain Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain

observasional deskriptif dengan pengumpulan

data secara retrospektif.

Populasi dan Sampel : Populasi pada penelitian ini adalah pasien ibu

hamil dengan diagnosa preeklampsia berat yang

menjalani rawat inap di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul Periode Januari-

Desember 2015. Adapun sampel pada penelitian

ini yaitu pasien ibu hamil dengan diagnosa

preeklampsia berat yang memenuhi kriteria

inklusi (pasien preeklampsia berat yang


39

menjalani rawat inap di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul Periode Januari-

Desember 2015, pasien preeklampsia yang

menerima pengobatan antihipertensi ,pasien

preeklampsia yang menjalani rawat inap tanpa

penyakit penyerta di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul, dan data rekam medik

lengkap sekurang-kurangnya meliputi: tekanan

darah, proteinuria dan atau edema serat jenis dan

dosis obat yang diberikan).

Instrumen : Data rekam medik, dan standar acuan JNC VII.

Metode Analisis : Data yang didapat secara retrospektif dianilis

secara dekskriptif.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini pasien preeklampsia berat

pada ibu hamil di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul mendapatkan terapi

antihipertensi nifedipin sebanyak 17 pasien

(100%). Hasil analisis penggunaan obat

antihipertensi dari 17 pasein preeklampsia berat

di instalasi rawat inap di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul Periode Januari-

Desember 2015 dianalisis dengan standar acuan

JNC VII, didapatkan 100% tepat indikasi, 100%


40

tepat obat, 100% tepat pasien, dan 100% tepat

dosis.

Kesimpulan : Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada

pasein preeklampsia berat di instalasi rawat inap

di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul

Periode Januari-Desember 2015 yang paling

banyak diberikan yaitu nifedipin dengan tepat

indikasi 100%, tepat obat 100%, tepat pasien

100%, dan tepat dosis 100%.

c. Artikel ketiga

Judul Artikel : Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada

Pasien Preeklampsia Rawat Inap di RSUD Prof.

Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Nama Jurnal : Acta Pharmaciae Indonesia

Penerbit : Pharmacy Department, Faculty of Health

Sciences, Jenderal Soedirman University,

Purwokerto

Volume & Halaman : Vol. 6 Hal 29-39

Tahun Terbit : 2018

Penulis Artikel : Dorothea Dwi Andriana, Esti Dyah Utami, Nia

Kurnia Sholihat

ISI ARTIKEL
41

Tujuan Penelitian : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

karateristik, pola penggunaan dan kesesuaian

penggunaan obat antihipertensi pada pasien

preeklampsia rawat inap RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari

2015-Juni 2016, berdasarkan kriteria ketepatan

indikasi, obat, dan dosis dibandingkan dengan

Queensland Clinical Guideline (2015), serta

ketepatan pasien dibandingkan dengan British

National Formulary (2015).

Metode Penelitian

Desain Penelitian : Penelitian ini merupakan jenis penelitian non

ekperimental dengan observasional deskriptif.

Populasi dan Sampel : Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien

preeklampsia yang menjalani rawat inap di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

periode Januari 2015-Juni 2016. Sampel

penelitian ini adalah semua populasi yang

memnuhi kriteria inklusi (memiliki data rekam

medik yang lengkap (no. rekam medik, umur,

usia, kehamilan, diagnosa, tanda vital (nilai

tekanan darah) dan data laboratorium (nilai

proteinuria) hari pertama, riwayat penyakit atau


42

alergi, serta daftar obat (dosis, durasi, dan

frekuensi). Sedangkan kriteria eksklusi yaitu

nilai proteinuria negatif dan diagnosis bukan

pre- eklampsia. Pengambilan sampel dilakukan

dengan cara simple random sampling sejumlah

100 pasien.

Instrumen : Instrumen penelitian yang digunakan pada

penelitian ini meliputi lembar pengumpulan

data, Quessland Clinical Guideline (2015),

British National Formulary (2015), serta rekam

medik.

Metode Analisis : Data yang didapat secara retrospektif dianalisa

secara deskriptif dan dibandingkan dengan

standar Quessland Clinical Guideline tahun

2015 untuk menilai ketepatan indikasi, obat, dan

dosis serta acuan British National Formulary

tahun 2015 untuk menilai ketepatan pasien.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian dari 85 sampel menunjukkan

mayoritas pasein preeklampsia berusia 21-35

(57,65%) dengan usia kehamilan pada 36-43

minggu (68,24%), dengan diagnosis

preeklampsia berat (69,41%). Purwokerto.

Sebanyak 85 pasien preeklampsia yang menjadi


43

sampel, 78 pasien mendapat obat antihipertensi

dan 7 pasien tidak mendapat obat antihipertensi.

Obat antihipertensi yang diberikan pada pasien

pre-eklampsia berupa monoterapi atau

kombinasi. Dari 78 pasien (91,76%) yang

mendapat terapi antihipertensi, sebanyak 71

pasien (83,54%) mendapat obat ntihipertensi

tunggal, sebanyak 3 pasien (3,53%) mendapat

kombinasi dua obat antihipertensi dan 4 pasien

(4,71%) mendapat kombinasi tiga obat

antihipertensi. Obat tunggal yang sering

diberikan berupa nifedipin, metildopa atau

amlodipin saja. Antihipertensi yang banyak

digunakan berupa monoterpi nifedipin

(64,71%). Persentase kesesuaian antihipertensi

menghasilkan 91,76% tepat indikasi, 87,18%

tepat obat, 98,72% tepat pasien dan 100% tepat

dosis, dengan presentase kerasionalan

penggunaan antihipertensi adalah 77,65%.

Kesimpulan : Pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien

preeklampsia yang paling banyak adalah

monoterapi nifedipin (64,71%). Persentase

kesesuaian antihipertensi menghasilkan 91,76%


44

tepat indikasi, 87,18% tepat obat, 98,72% tepat

pasien dan 100% tepat dosis, dengan presentase

kerasionalan penggunaan antihipertensi adalah

77,65%.

d. Artikel keempat

Judul Artikel : Pola Peresepan Antihipertensi pada Pasien

Preeklampsia Di Instalasi Rawat Inap RSUD

Wates Kulon Progo Periode Juli-Oktober 2014.

Nama Jurnal : Jurnal Kefarmasian AKFARINDO

Penerbit : Akademi Farmasi Indonesia Yogyakarta

Volume & Halaman : Vol. 1, Hal. 47-53

Tahun Terbit : 2016

Penulis Artikel : Kasih Miasih

ISI ARTIKEL

Tujuan Penelitian : Mengetahui pola peresepan antihipertensi pada

ibu hamil yang mengalami preeklampsia pada

RSUD Wates Kulon Progo, serta kategori

keamanan obat berdasarkan Food and Drug

Adminitration (FDA) dan kesesuaian dosis

berdasarkan Drug Information Handbook

(DIH).

Metode Penelitian
45

Desain Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

kuantitatif non eksperimental dengan

pengumpulan data secara retrospektif yaitu

penelitian yang dilakukan dengan pengambilan

data rekam medik pada pasien ibu hamil yang

mengalami preeklampsia di instalasi rawat inap

di RSUD Wates Kulon Progo Periode Juli-

Oktober 2014.

Populasi dan Sampel : Sampel pada penelitian ini adalah pasien

hipertensi pada ibu hamil yang menglami

preeklampsia di instalasi rawat inap di RSUD

Wates Kulon Progo Periode Juli-Oktober 2014.

Instrumen : Data rekam medik, Drug Information Handbook

sebagai standar acuan ketepatan dosis, dan Food

and Drug Administration sebagai standar acuan

keamanan obat.

Metode Analisis : Data yang didapat secara retrospektif dianilisis

secara deskriptif non analitik untuk mengetahui

pola peresepan berdasarkan guideline

pengelolaan gangguan hipertensi selama

kehanilan, ketepatan dosis yang dibandingkan

dengan Drug Information Handbook, dan


46

kategori keamanan obat berdasarkan Food and

Drug Administration.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian diperoleh 36 kasus yang

mengalami preeklampsia berat maupun

preeklampsia ringan. Pasien preeklampsia yang

mendapat obat antihipertensi sebanyak 29

kasus. Antihipertensi yang digunakan adalah

amlodipin 10 mg sebanyak (47.17%), nifedipin

(33.96%), metildopa (7.55%), klonidin (3.77%),

nikardipin (3.77%), yang paling sedikit yakni

kaptopril (1.89%) dan furosemid (1.89%).

Presentase kesesuaian pemberian antihipertensi

berdasarkan kategori FDA yang paling banyak

adalah kategori C (90,56%), kategori B (7.55%),

dan kategori D (1.89%). Adapun presentase

kesesuaian dosis penggunaan antihipertensi

yaitu 96,23% tepat dosis dan 3,77% tidak tepat

dosis.

Kesimpulan : Obat antihipertensi yang paling banyak

digunakan adalah amlodipin 10 mg sebanyak

(47.17%), kategori berdasarkan FDA yang

paling banyak adalah kategori C (90,56%), dan


47

presentase kesesuaian dosis yaitu 96,23% tepat

dosis.

e. Artikel kelima

Judul Artikel : Use of Antihypertensive Medications During

Delivery Hospitalizations Complicated by

Preeclampsia

Nama Jurnal : American Journal of Obstetrics and Gynecology

Penerbit : Wolters Kluwer Health

Volume & Halaman : Vol. 0, Hal. 1-10

Tahun Terbit : 2018

Penulis Artikel : Kirsten L. Cleary, MD, MSCE, Zainab Siddiq,

MS, Cande V. Ananth, PhD, MPH, Jason D.

Wright, MD, Gloria Too, MD, Mary E. D’Alton,

MD, and Alexander M. Friedman, MD, MPH.

ISI ARTIKEL

Tujuan Penelitian : Untuk mengevaluasi tren penggunaan obat

antihipertensi selama persalinan rawat inap

dengan komplikasi preeklampsia dan risiko ibu

stroke pada waktu yang sama.

Metode Penelitian

Desain Penelitian : Penelitian ini merupakan desain penelitian

analitik dengan rancangan atau desain cohort

retrospektif dengan menggunakan perspective


48

database untuk mengevaluasi obat-obat

antihipertensi yang diberikan selama persalinan

rawat inap dengan komplikasi preeklampsia dari

tahun 2006 hingga triwulan pertama tahun 2015.

Populasi dan Sampel : Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah

wanita yang dirawat di rumah sakit persalinan

dengan diagnosis preeklampsia dari Januari

2006 hingga Maret 2015, sekitar 15% dari

semua rumah sakit rawat inap setiap tahun di

seluruh Amerika Serikat.

Instrumen : Data rekam medik, dan International

Classification of Diseases, 9th Revision,

Clinical Modification (ICD-9-CM) untuk

mengidentifikasi pasein dengan diagnosa

preeklampsia ringan, sedang, dan parah.

Metode Analisis : Penelitian ini merupaka jenis penelitian analitik

dengan rancangan atau desain cohort

retrospektif.

Hasil Penelitian : Sebanyak 239.454 pasien dengan diagnosa

preeklamsia yang dimasukkan dalam analisis

terdapat 126.595 wanita dengan preeklampsia

ringan, 31.628 dengan preeklampsia sedang,

dan 81.231 dengan preeklamsia berat. Secara


49

keseluruhan, terdapat 105.409 wanita

mendapatkan pengobatan agen hipertensi. Dari

2006 hingga 2014 penggunaan labetolol oral

meningkat dari 20,3% menjadi 31,4%, labetolol

intravena dari 13,3% menjadi 21,4%, hidralazin

dari 12,8% menjadi 16,9%, nifedipine dari

15,0% menjadi 18,2%, dan banyak lagi dari satu

obat dari 16,5% menjadi 25,8%. Proporsi pasien

dengan preeklamsia yang menerima obat

antihipertensi naik dari 37,8% pada tahun 2006

menjadi 49,4% pada tahun 2015. Tingkat

pemberian antihipertensi untuk preeklamsia

berat bervariasi secara signifikan di rumah sakit.

Untuk preeklamsia berat, risiko stroke menurun

dari 13,5% pada tahun 2006-2008 (n=27)

menjadi 9,7 % pada tahun 2009-2011 (n=25)

menjadi 6,0% pada tahun 2012-2014 (n=20)

Kesimpulan : Penggunaan beberapa agen antihipertensi untuk

mengobati wanita dengan diagnosa preeklamsia

meningkat selama periode penelitian untuk

wanita dengan preeklamsia ringan, sedang, dan

berat. Pengobatan ini dikaitkan dengan

penurunan risiko stroke pada ibu.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Relevansi Metode

Tabel 4.1 Metode Penelitian yang digunakan dalam Review Artikel

Artikel 1 Artikel 2 Artikel 3 Artikel 4 Artikel 5


Rancangan Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Cohort
penelitian
Pengambilan Retrospektif Retrospektif Retrospektif Retrospektif Retrospektif
data
Tempat Instalasi Instalasi Rawat Instalasi Instalasi Charlotte,
penelitian Rawat Inap Inap RS PKU Rawat Inap Rawat Inap North
Rumah Sakit Muhammadiyah RSUD Prof. RSUD Wates Carolina
Bhayangkara Bantul Dr. Margono Kulon Progo
Kota Soekarjo
Palangka Purwokerto
Raya
Jumlah 5 17 85 53 126.595
sampel
Teknik - - Simple - -
sampling random
sampling
Instrumen Rekam medis Rekam medis Rekam medis Rekam medis Rekam
penelitian medis
Analisis data Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Penelitian ini merupakan penelitian dengan studi literature review

mengenai profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia di

Rumah Sakit dimana preeklampsia merupakan pasein ibu hamil yang menderita

hipertensi disertai dengan proteinuria, yang terjadi setelah usia kehamilan 20

minggu. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan meta analisis terhadap 5

artikel. Untuk mengevaluasi dan merangkum profil penggunaan obat

antihipertensi pada pasien preeklampsia di Rumah Sakit maka literatur yang

50
51

digunakan berupa artikel dengan desain penelitian non eksperimental

(observasional) dengan pengambilan data secara retrospektif. Retrospektif yaitu

melakukan evaluasi atau penilaian suatu peristiwa yang telah terjadi

sebelumnya (Masturoh & Anggita, 2018). Penelitian dilakukan dengan cara

pendekatan observasi, pengumpulan data, sekaligus pada satu waktu dan

menggunakan data yang lalu. Penelitian secara restrospektif mempunyai

kelebihan antara lain hasil dapat diperoleh dengan cepat, biaya yang relatif

murah, dan dapat menggunakan sampel penelitian yang lebih sedikit.

Sedangkan untuk kekurangannya sendiri antara lain kesulitan untuk

mengidentifikasi faktor pengacau, rentan terhadap bias (kesalahan informasi),

tidak dapat digunakan untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen

(Masturoh & Anggita, 2018).

Pada artikel pertama, kedua, ketiga, dan keempat desain penelitian yang

digunakan adalah desain penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara

retrospektif. Desain penelitian deskriptif atau disebut juga survei deskriptif

merupakan penelitian untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi di dalam

suatu populasi tertentu. Di bidang kesehatan, penelitian deskriptif ini digunakan

untuk menggambarkan atau mendeskripsikan masalah-masalah kesehatan yang

terjadi di masyarakat atau di dalam komunitas tertentu, termasuk di bidang

rekam medis dan informasi kesehatan (Masturoh & Anggita, 2018). Penelitian

deskriptif lebih ditujukan untuk memaparkan dengan rinci masalah yang diteliti

(Irmawartini & Nurhaedah, 2017).


52

Sedangkan pada artikel kelima menggunakan desain penelian analitik

dengan rancangan atau desain cohort secara retrospektif. Desain penelitian

cohort retrospektif adalah pengamatan yang dimulai pada suatu titik lampau

sebelum dimulainya penelitian, sehingga sebagian ataupun seluruh data

pengamatan merupakan data lampau yang harus diperoleh dari rekam medik

atau sumber otentik lainnya (Harlan & Johan, 2018). Adapun menurut Masturoh

& Anggita (2018) desain penelitian cohort merupakan suatu penelitian yang

mempelajari hubungan antara faktor risiko dengan efek. Subyek penelitian

diikuti dan diamati secara terus menerus sampai jangka waktu tertentu. Sesuai

dengan penelitian yang dilakukan pada artikel kelima yang bertujuan untuk

mengevaluasi penggunaan obat antihipertensi selama persalinan rawat inap

dengan komplikasi preeklampsia dan risiko stroke pada ibu hamil dengan

jangka waktu dari Januari 2006 hingga Maret 2015.

Kelebihan desain penelitian cohort yaitu desain terbaik dalam

menentukan insiden dan perjalanan penyakit, dapat menentukan kasus yang

fatal (progresif), dapat meneliti beberapa efek sekaligus dari suatu faktor risiko

tertentu, dan dapat meneliti berbagai masalah kesehatan yang makin meningkat

(Masturoh & Anggita, 2018). Adapun kekurangan dari desain penelitian cohort

yaitu memerlukan waktu yang lama dan biaya mahal, seringkali rumit, dan

kurang efisien untuk meneliti kasus yang jarang terjadi (Masturoh & Anggita,

2018).
53

Subyek yang digunakan pada 5 artikel yang dianalis adalah pasien ibu

hamil dengan diagnosa preeklampsia. Untuk instrumen yang digunakan pada 5

artikel yang dianalis yaitu data rekam medik pasien.

B. Relevansi Hasil

Profil penggunaan obat antihipertensi pada pasein preeklampsia di

Rumah Sakit dengan kriteria jenis obat dan golongan obat dapat dilihat dari

tabel distribusi penggunaan obat antihipertensi yang tertera di artikel. Hasil

dari profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia dapat

dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Obat Antihipertensi pada Pasien Preeklampsia di


Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya
Golongan antihipertensi Jenis antihipertensi Jumlah
Kasus
Alfa 2-Agonis Sentral Metildopa 2 (40%)
Calcium Channel Nifedipin + Metidopa + MgSO4 3 (60%)
Blocker+Alfa 2-Agonis
Sentral+ antikonvulsan

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis obat antihipertensi yang

digunakan adalah metildopa dan nifedipin serta tambahan obat antikonvulsan

MgSO4. Menurut Queensland Clinical Guidelines (2015) MgSO4 sebagai

antikonvulsan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan eklamsia. Karena

pada tabel di atas pasien yang mendapat terapi MgSO4 adalah pasien dengan

preeklampsia berat agar tidak terjadi eklampsia. Golongan obat antihipertensi

yang digunakan yaitu Calcium Channel Blocker (nifedipin) dan Alfa 2-Agonis

Sentral (metildopa), serta tambahan obat antikonvulsan (MgSO4). Adapun

untuk penggunaan obat tunggal (nifedipin) sebanyak 2 pasien (40%) dan

penggunaan obat kombinasi (nifedipin, metildopa, dan MgSO4) sebanyak 3


54

pasien (60%) dimana penggunaan obat kombinasi ini ditujukan untuk

pengobatan pasien preeklampsia berat dengan tekanan darah ≥ 160/100.

Penggunaan terapi kombinasi untuk pasien hipertensi pada ibu hamil dilakukan

apabila monoterapi sudah dilaksanakan, tetapi tidak menunjukkan perbaikan

tekanan darah, dan juga dapat dilihat dari tingkat keparahan pasien (Ardhany,

2016).

Tabel 4.3 Distribusi Obat Antihipertensi pada Pasien Preeklampsia


Berat Rawat Inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Golongan antihipertensi Jenis antihipertensi Jumlah Kasus
Calcium Channel Blocker Nifedipin 17 100%)

Pada artikel kedua ini tidak terdapat tabel distribusi penggunaan obat

antihipertensi, hanya terdapat penjelasan obat antihipertensi yang digunakan.

Sehingga tabel dibuat sendiri seperti pada tabel di atas. Dari tabel tersebut dapat

diketahui bahwa jenis obat antihipertensi yang digunakan pada pasien

preeklampsia berat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul adalah

nifedipin untuk semua pasien (17 orang). Nifedipin termasuk dalam golongan

obat Calcium Channel Blocker dengan mekanisme aksi mencegah masuknya

kalsium ke dalam sel, sehingga akan terjadi vasodilatasi (Qoyimah & Adnan,

2016). Hasil penelitian ini sesuai dengan Queensland Clinical Guidelines

(2015) yang menyatakan bahwa pada pasien dengan preeklampsia berat

digunakan monoterapi berupa nifedipin, labetolol, dan hidralazin. Adapun

untuk penggunaan obat antihipertensi pada artikel kedua ini termasuk

penggunaan obat tunggal yaitu nifedipin saja tanpa adanya kombinasi obat.

Nifedipin merupakan obat yang ideal untuk penanganan preeklampsia baik


55

ringan maupun berat karena mempunyai onset yang cepat, dapat diberikan

peroral dan efektif menurunkan aliran darah uteroplasenta dan tidak

menyebabkan abnormalitas pada jantung janin (Qoyimah & Adnan, 2016).

Interaksi obat pada artikel ini tidak ada dikarenakan penggunaan obat

antihipertensi tunggal.

Tabel 4.4 ibusi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien


Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo
Golongan antihipertensi Jenis antihipertensi Jumlah
Presentase
Pasien
Nifedipin 55 64,71%
Calcium Channel Blocker
Metidopa 15 17,65%
Alfa 2-Agonis Sentral
Amlodipin 1 1,18%
Alfa 2-Agonis Sentral dan Metildopa dan
3 3,53%
Calcium Channel Blocker Amlodipin
Nifedipin, Amlodipin
2 2,35%
Calcium Channel Blocker dan Nicardipin
Alfa 2-Agonis Sentral Nifedipin, Metidopa dan
1 1,18%
ACE inhibitor Amlodipin
Nifedipin, Metildopa
1 1,18%
dan Captopril
Tidak mendapat antihipertensi 7 8,24%
Total 85 100%

Pada artikel ketiga berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis

obat antihipertensi yang digunakan adalah nifedipin, metildopa, amlodipin,

nicardipin, dan captopril. Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah

monoterapi nifedipin yaitu 55 pasien dengan presentase 64,71%. Hasil penelitian

ini sesuai dengan hasil penelitan penelitian Qoyimah & Adnan (2016) yang

menyatakan bahwa jenis antihipertensi yang paling banyak digunakan untuk

preeklampsia berat adalah nifedipin. Hasil penelitian ini sesuai dengan

Queensland Clinical Guidelines (2015) yang menyatakan bahwa pada pasien


56

dengan preeklampsia berat digunakan monoterapi berupa nifedipin, labetolol,

dan hidralazin, sedangkan untuk preeklampsia ringan menggunakan monoterapi

berupa metildopa, labetolol, dan oxeprenolol sebagai lini pertama pengobatan

preeklampsia ringan.

Golongan obat yang digunakan pada artikel ketiga ini yaitu Calcium

Channel Blocker (nifedipin, amlodipin, nicardipin), Alfa 2-Agonis Sentral

(metildopa), dan ACE inhibitor (captopril). Salah satu pasien diberikan

kombinasi obat antihipertensi yang berisi captopril dimana dalam indeks

keamanan termasuk dalam kategori D yang akan memunculkan efek teratogenik

pada trimester 2 dan 3 kehamilan berupa timbulnya gagal ginjal fetus atau

kematian fetus (Andriana et al., 2018). Menurut Myrtha (2015) obat golongan

ACE Inhibitor termasuk dalam kategori keamanan D yang kontraindikasi

dengan ibu hamil. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan obat golongan ACE

Inhibito dihentikan. Untuk penggunaan obat antihipertensi pada artikel ketiga ini

termasuk penggunaan tunggal dan kombinasi. Pada penggunaan tunggal terdiri

dari obat nifedipin, metildopa, dan amlodipin. Sedangkan pada penggunaan

kombinasi yaitu ada kombinasi 2 obat dan kombinasi 3 obat. Penggunaan terapi

kombinasi untuk pasien hipertensi pada ibu hamil dilakukan apabila monoterapi

sudah dilaksanakan, tetapi tidak menunjukkan perbaikan tekanan darah, dan juga

dapat dilihat dari tingkat keparahan pasien (Ardhany, 2016).


57

Tabel 4.5 Distribusi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien


Preeklampsia di Instalasi Rawat Inap RSUD Wates Kulon Progo
Golongan antihipertensi Jenis antihipertensi Jumlah Presentase
Kasus
Calsium Channel Blocker Amlodipin tablet 10 mg 25 47,17%
Calsium Channel Blocker Nifedipin tablet 10 mg 18 33,96%
Alfa 2-Agonis Sentral Metildopa tablet 250 mg 3 5,66%
Alfa 2-Agonis Sentral Metildopa tablet 500 mg 1 1,89%
ACE Inhibitor Captopril tablet 25 mg 1 1,89%
Alfa 2-Agonis Sentral Klonidin tablet 0,15 mg 2 3,77%
Calsium Channel Blocker Nicardipin injeksi 10 mg 2 3,77%
Diuretik Furosemid injeksi 1 1,89%
Total 53 100%

Pada artikel keempat berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jenis

obat antihipertensi yang digunakan pada pasien preeklampsia adalah tablet

amlodipin, nifedipin, metildopa, captopril, klonidin serta injeksi nicardipin dan

furosemid. Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah amlodipin dengan

total kasus pemakaian sebanyak 25 pasien (47,17%) dan nifedipin dengan total

kasus pemakaian sebanyak 18 pasien (33,96%). Golongan obat yang digunakan

pada artikel keempat ini adalah Calsium Channel Blocker (nifedipin, amlodipin,

dan nicardipin), Alfa 2-Agonis Sentral (metildopa dan klonidin), ACE Inhibitor

(captopril), dan diuretik (furosemid).

Golongan obat yang paling banyak digunkaan adalah Calsium Channel

Blocker (nifedipin, amlodipin, dan nicardipin) dengan total presentase sebesar

84,9%. Menurut Qoyimah & Adnan (2016) mekanisme dari Calcium Channel

Blocker aksi mencegah masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga akan terjadi

vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah (Qoyimah & Adnan, 2016).

Golongan ACE Inhibitor (captopril) yang digunakan oleh 1 pasien termasuk

dalam kategori D, menurut Miasih, (2016) kategori ini memperlihatkan resiko


58

pada janin, tetapi manfaat terapeutik yang diharapkan melebihi besarnya resiko.

Adapun golongan diuretik (furosemid injeksi) yang digunakan pada 1 pasien

hanya boleh digunakan jika terbukti adanya edema paru (Miasih, 2016). Untuk

penggunaan obat antihipertensi pada artikel ini termasuk dalam penggunaan obat

tunggal tanpa kombinasi. Interaksi obat pada obat aintihpertensi yang digunakan

dalam artikel ini tidak ada dikarenakan penggunaan obatnya tunggal atau tidak

ada kombinasi obat.

Tabel 4.6 Distribusi Penggunaan Obat Antihipertensi dengan Diagnosis


Preeklampsia di Charlotte, North Carolina dari Januari 2006–Maret 2015
Golongan antihipertensi Jenis Jumlah Presentase
antihipertensi Kasus
Calsium Channel Blocker Nifedipin 38446 21,44%
Beta Blocker Labetolol 104889 58,52%
Vasodilator Hidralazin 35942 20,04%

Total 179277 100%

Pada penelitian yang dilakukan oleh Cleary et al. (2018) ini dilakukan dari

Januari 2006 sampai Maret 2015. Penelitian ini merupakan penelitian dengan

desain analitik untuk mengtahui penggunaan obat antihipertensi selama

persalinan rawat inap dengan komplikasi preeklampsia dan risiko ibu stroke

pada waktu yang sama. Tetapi untuk pembahasan pada artikel kelima ini hanya

membutuhkan data penggunaan obat seperti pada tabel di atas untuk mengamati

pola penggunaan obat-obatan antihpertensinya. Dari tabel tersebut dapat

diketahui jenis obat yang digunakan pada artikel kelima ini adalah nifedipin,

labetolol, dan hidralazin. Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah

labetolol dengan jumlah kasus sebanyak 104.889 kasus dengan presentase

sebesar 58,52%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Queensland Clinical


59

Guidelines (2015) yang menyatakan bahwa pada pasien preeklampsia ringan

menggunakan monoterapi berupa metildopa, labetolol, dan oxeprenolol sebagai

lini pertama pengobatan, sedangkan untuk pasien dengan preeklampsia berat

digunakan monoterapi berupa nifedipin, labetolol, dan hidralazin.

Golongan obat yang digunakan pada artikel ini adalah Calsium Channel

Blocker (nifedipin), Beta Blocker (labetolol), dan vasodilator (hidralazin).

Golongan obat yang paling banyak digunakan pada artikel adalah Beta Blocker

(labetolol). Mekanisme dari golongan obat Beta Blocker adalah bekerja dengan

mengurangi isi sekuncup jantung, selain itu juga menurunkan aliran simpatik

dari SSP dan menghambat pelepasan rennin dari ginjal sehingga mengurangi

sekresi aldosteron (Yulanda & Lisiswanti, 2017). Untuk penggunaan obat pada

artikel kelima ini termasuk penggunaan tunggal dan tidak ada penggunaan obat

kombinasi. Adapun untuk interaksi obat tidak ada karena penggunaan obat

antihipertensi tunggal.

C. Pernyataan Hasil

Tabel 4.7 Rangkuman Penggunaan Obat Antihipertensi Terbanyak


dari Kelima Artikel
Artikel Golongan antihipertensi Jenis antihipertensi
1 Calcium Channel Blocker+Alfa Nifedipin + Metidopa +
2-Agonis Sentral+ antikonvulsan MgSO4
2 Calcium Channel Blocker Nifedipin
3 Calcium Channel Blocker Nifedipin
4 Calcium Channel Blocker Amlodipin
5 Beta Blocker Labetolol

Hasil penelitian yang diamati pada 5 artikel yang dianalisis yaitu profil obat

antihipertensi yang digunakan oleh pasien dengan diagnosa preeklampsia yang

akan dikategorikan berdasarkan jenis obat dan golongan obat. Analisis ini
60

dilakukan terhadap data dari distribusi penggunaan obat antihipertensi pada

pasien preeklampsia. Pada 5 artikel yang dianalisis terdapat data distribusi

penggunaan obat antihipertensi yaitu jenis obat yang digunakan serta jumlah

kasus (pasien) yang mendapatkan terapi obat antihipertensi tersebut.

Berdasarkan review dari kelima artikel dapat disimpulkan bahwa penggunaan

obat yang paling sering diresepkan dari kelima artikel adalah nifedipin,

amlodipin, labetolol dan kombinasi nifedipin + metildopa + MgSO4.

D. Keterbatasan

Keterbatasan yang dialami dalam penelitian yang dilaksanakan adalah

sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan metode meta analisis sehingga harus

melakukan pencarian artikel (jurnal) , dimana salah satu artikel yaitu jurnal

internasional sulit ditemukan.

2. Pada artikel menggunakan pendekatan retrospektif sehingga data yang

diperoleh hanyalah data tertulis menyebabkan penulis tidak bisa

menganalisis secara langsung dan hanya dapat mengacu pada data hasil dari

penelitian yang ada pada artikel tersebut.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan studi literature review pada 5 artikel dapat disimpulkan bahwa

profil penggunaan obat antihipertensi pada pasien preeklampsia dengan

penggunaan obat antihipertensi yang paling sering diresepkan adalah

nifedipin, amlodipin, labetolol dan kombinasi nifedipin + metildopa + MgSO4.

B. Saran

1. Bagi peneliti lain sebaiknya menggunakan jurnal dengan data distribusi

penggunaan obat yang lebih lengkap.

2. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

potensial interaksi obat antihipertensi dengan obat lain.

3. Bagi peneliti lain sebaiknya menggunakan lebih banyak jurnal baik itu

nasional maupun internasional sebagai perbandingan.

62
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, S. J., & Tommy. (2019). Hipertensi Esensial : Diagnosis dan Tatalaksana
Terbaru pada Dewasa. Cermin Dunia Kedokteran, 46(3), 172–178.

Alaydrus, S. (2017). Profil Penggunaan Obat pada pasien Hipertensi di Puskesmas


Marawola Periode Januari - Maret 2017. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia, 3(02), 110–118. https://doi.org/10.35311/jmpi.v3i02.9

Amri, M. U. (2015). Studi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien


Preeklampsia Berat Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Dr.
Moewardi Surakarta Tahun 2014. Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Andriana, D. D., Utami, E. D., & Sholihat, N. K. (2018). Drug Use Evaluation of
Antihypertensive in Pre-Eclampsia In-Patients in Dr. Margono Soekarjo
General Hospital Purwokerto Period of January 2015-June 2016. Acta
Pharmaciae Indonesia Journal, 6(1), 29–39.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3707186

Anisah, C., & Soleha, U. (2014). Gambaran Pola Makan Pada Penderita Hipertensi
Yang Menjalani Rawat Inap Di Irna F Rsud Syarifah Ambami Rato Ebu
Kabupaten Bangkalan – Madura. Jurnal Ilmiah Kesehatan (Journal of Health
Science), 7(1).

Ardhany, S. D. (2016). Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien


Preeklampsia Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bhayangkara Kota
Palangka Raya Tahun 2016. Jurnal Surya Medika, 4(2), 17–25.

Bismantara, L., Henniwati, Krismunita, L., & Syafi’i, L. A. (2017). Studi


Penggunaan Obat Anti Hipertensi Pada Pasien Preeklamsia Di Instalasi Rawat
Inap Rs Aura Syifa Kediri. Java Health Journal, 4.

Cleary, K. L., Siddiq, Z., Ananth, C. V., Wright, J. D., Too, G., D’Alton, M. E., &
Friedman, A. M. (2018). Use of antihypertensive medications during delivery
hospitalizations complicated by preeclampsia. Obstetrics and Gynecology,
131(3), 441–450. https://doi.org/10.1097/AOG.0000000000002479

Damayanti, C. Q. (2017). Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien


Pre-Eklampsia Rawat Inap Di Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2014-2015. Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Fitri, D. R. (2015). Diagnose Enforcement And Treatment Of High Blood Pressure.


Jurnal Kedokteran, 4(3), 47–51.
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/549

63
64

Harlan, J., & Johan, R. S. (2018). Metodologi Penelitian kesehatan (P. J. Slameto
(ed.); 2nd ed.). Universitas Gunadarma Jakarta.

Irfa, R. (2017). Analisis Penggunaan Antihipertensi Pada Ibu Hamil Dengan


Preeklampsia Berat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung Periode JAnuari-September Tahun 2016.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Irmawartini, & Nurhaedah. (2017). Metodologi Penelitian Bahan Ajar Kesehatan


Lingkungan (1st ed.). Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Masturoh, I., & Anggita, N. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementrian


Kesehatan Indonesia.

Miasih, K. (2016). Pola Peresepan Antihipertensi Pada Pasien Preeklampsia Di


Instalasi Rawat Inap Rsud Wates Kulon Progo Periode Juli- Oktober 2014.
1(1), 47–53.

Myrtha, R. (2015). Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia. Cermin


Dunia Kedokteran, 42(4), 262–266.

Noviana, N., & Nurilawati, V. (2017). Farmakologi (1st ed.). Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19.

Qoyimah, U. N., & Adnan. (2016). Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada
Pasien Preeklampsia Berat Rawat Inap Di Rs Pku Muhammadiyah Bantul
Periode Januari-Desember 2015. Jurnal Ibnu Sina, 1(2), 192–202.

Queensland Clinical Guidelines. (2015). Queensland Clinical Guidelines (QCG)


Maternity and Neonatal Clinical Guideline Hypertensive disorders of
pregnancy. Queensland Health, 1–32.
https://www.health.qld.gov.au/qcg/documents/g-hdp.pdf

Tarigan, A. R., Lubis, Z., & Syarifah. (2018). Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan
Dukungan Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan
Pancur Batu Tahun 2016. Jurnal Kesehatan, 11(1), 9–17.
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v11i1.5107

Yulanda, G., & Lisiswanti, R. (2017). Penatalaksanaan Hipertensi Primer.


Majority, 6(1), 25–33.
65

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Artikel Pertama


66
67
68
69
70
71
72
73
74

Lampiran 2. Artikel Kedua


75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85

Lampiran 3. Artikel Ketiga


86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96

Lampiran 4. Artikel Keempat


97
98
99
100
101
102
103

Lampiran 5. Artikel Kelima


104
105
106
107
108
109
110
111
112

Anda mungkin juga menyukai