Anda di halaman 1dari 11

A.

PENGERTIAN IDEOLOGI

Istilah ideologi dipergunakan dalam arti yang bermacam-macam. Istilah ideologi adalah sebuah
kata yang terdiri “ideo” dan “logi”. Kata “ideo” berasal dari bahasa Yunani eidos, dalam bahasa
Latin idea, yang berarti “pengertian”, “ide” atau “gagasan”. Kata kerja dalam bahasa Yunani oida
yang berarti mengetahui, melihat dengan budi. Dalam bahasa Jawa kita jumpai kata idep dengan
arti tahu, melihat. Kata “logi” berasal dari bahasa Yunani logos, yang berarti “gagasan”,
“pengertian”, “kata”, dan “ilmu”. Jadi secara etimologis dapat diterangkan bahwa ideologi berarti
“pengetahuan tentang ide-ide”, science of ideas. 1 Ideologi adalah sebuah istilah yang lahir pada
akhir abad ke-18 atau tahun 1796 yang dikemukakan oleh filsuf Perancis bernama Destutt de
Tracy dan kemudian dipakai Napoleon. Istilah itu berasal dari dua kata ideos yang berarti
gagasan, dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, ideologi adalah sebuah ilmu tentang
gagasan. Adapun gagasan yang dimaksud adalah gagasan tentang masa depan, sehingga bisa
disimpulkan bahwa ideologi adalah sebuah ilmu tentang masa depan. Gagasan ini juga sebagai
cita-cita 1 Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), 17. 23 24 atau kombinasi dari keduanya, yaitu cita-cita masa
depan. Sungguh pun citacita masa depan itu sebagai sebuah utopia, atau impian, tetapi sekaligus
juga merupakan gagasan ilmiah, rasional, yang bertolak dari analisis masa kini. Ideologi ini tidak
sekedar gagasan, melainkan gagasan yang diikuti dan dianut sekelompok besar manusia atau
bangsa, sehingga karena itu ideologi bersifat mengerakkan manusia untuk merealisasikan gagasan
tersebut. Meskipun gagasan seseorang, betapapun ilmiah, rasional atau luhurnya, belum bisa
disebut ideologi, apabila belum dianut oleh banyak orang dan diperjuangkan serta diwujudkan,
dengan aksi-aksi yang berkesinambungan.2 Sedangkan ideologi dalam bahasa Arab, merupakan
istilah yang dapat diterjemahkan sebagai Mabda’, secara etimologis mabda’ adalah mashdar mimi
dari kata bada’a (memulai), yabda’u (sedang memulai), bad’an (permulaan), dan mabda’an (titik
permulaan). Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-
pemikiran (cabang).3 Dari sisi lain, ideologi tersusun dari ide (fikrah) dan metode (thariqah).
Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep atau pemikiran murni – yang semata-mata
merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai bagaimana metode menerapkan konsep itu dalam
kenyataan – dan Kedua, metodologi yang menjelaskan bagaimana 2 Sarbini, Islam di tepian
Revolusi: Ideologi, Pemikiran dan Gerakan (Yogyakarta : Pilar Media, 2005), 1. 3 Ahmad
‘Athiyat, Jalan Baru Islam; Studi Tentang Transformasi dan Kebangkitan Umat, (At-Thariq) alih
bahasa Dede Koswara, cet. I (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2004), 84. 25 pemikiran atau
konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai kesatuan ide dan metode ini
dimaksudkan untuk menerangkan bahwa metode (thariqah) adalah suatu keharusan agar ide
(fikrah) dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan bahwa ide (fikrah) dan metode
(thariqah) suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada ide (fikrah) dalam sebuah ideologi, pasti
ada metode (thariqah) yang khas untuk menerapkan ide (fikrah) tersebut, yang berasal dari
ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain. Ide (fikrah) merupakan sekumpulan konsep
atau pemikiran yang terdiri dari aqidah dan solusi terhadap masalah manusia. Sedang metode
(thariqah) – yang merupakan metodologi penerapan ideologi secara operasional-praktis – terdiri
dari penjelasan cara solusi masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah.
Jadi, ideologi ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari ide (fikrah) dan metode (thariqah),
sebagai satu kesatuan. Definisi ideologi yang telah diterangkan di atas bersifat umum, dalam arti
dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Dan
tentu, dapat berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam memang mempunyai sebuah aqidah akliyah,
yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai peraturan hidup yang sempurna, yaitu Syariat Islam. 26
Meskipun suatu ideologi telah memiliki solusi masalah kehidupan yang fundamental dan
mempunyai cara memecahkan berbagai permasalahan kehidupan manusia, namun itu bukanlah
jaminan bahwa ideologi tersebut merupakan ideologi yang benar, yang mempunyai kemampuan
untuk membawa manusia mencapai kebahagian hakiki dan menghindarkannya dari malapetaka
kehidupan di dunia. Ideologi yang benar adalah ideologi yang muncul di dalam pemikiran
manusia melalui wahyu Allah. Karena ideologi ini bersumber dari Pencipta alam semesta,
manusia dan kehidupan, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga pemecahan atas
permasalahan pokok kehidupan dan berbagai permasalahan kehidupan lainnya kebenarannya pasti
(qath’i). Sedangkan ideologi yang muncul di dalam pemikiran manusia karena kejeniusannya
adalah ideologi yang salah (bathil), karena manusia hanyalah makhluk Allah sehingga memiliki
kelemahan termasuk ketidakmampuan akalnya dalam menangkap seluruh realitas yang ada di
dunia ini. Manusia juga selalu memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu masalah seperti
masalah hukum dan kebijakan publik sehingga muncul pertentangan dan perselisihan yang
menyebabkan pandangan mayoritas atau mungkin hanya pandangan orang-orang yang memiliki
kekuatan (kekuasan atau harta) di atas orang lainnya yang akan diterapkan atau dipaksakan.
Akibatnya pandangan 27 yang diterapkan sangat kontradiksi dengan kebenaran yang seharusnya
dan mengakibatkan kesengsaraan manusia.4 Ideologi mempunyai fungsi penting, yaitu
menanamkan keyakinan atau kebenaran perjuangan kelompok atau kesatuan yang berpegang
teguh pada ideologi itu. Maka ideologi menjadi sumber inspirasi dan sumber citacita hidup bagi
para warganya, khususnya para warganya yang masih muda. Ideologi berupa pedoman artinya
menjadi pola dan norma hidup. Tetapi sekaligus menjadi ideal atau cita-cita. Realisasi dari ide-ide
dipandang sebagai kebesaran, kemuliaan manusia. Dengan melaksanakan ideologi, manusia tidak
hanya sekedar ingin melakukan apa yang disadari sebagai kewajiban. Dengan ideologi manusia
mengejar keluhuran. Oleh karena itu, manusia sanggup mengorbankan harta benda, bahkan
hidupnya demi ideologi, karena ideologi menjadi pola, norma hidup dan dikejar pelaksanaannya
sebagai cita-cita, maka tidak mengherankan lagi jika ideologi menjadi bentuk hidup.5 Apabila
kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi, yaitu Kapitalisme,
Sosialisme dan Islam. Dua ideologi pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa
Negara. Sedangkan ideologi yang ketiga yaitu Islam, tidak diemban oleh satu negarapun. Islam 4
Taqiyuddin An Nabhani, Peraturan Hidup ………., 37. 5 Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi
Manusia ………., 21. 28 hanya diemban oleh individu dan gerakan Islam dalam masyarakat.6
Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia,
sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’)
B. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

Pancasila diantara ideologi dunia pada saat Pidato di depan Majelis Umum PBB, Pak Karno
mengusulkan agar Pancasila menjadi salah satu piagam yang di akui PBB sejajar dengan magna
charta. Usulan ini didasarkan fakta pertarungan antara pengikut kapitalisme dan sosialisme yang
menyebabkan ratusan juta manusia meninggal dalam perang dunia I, II, diteruskan hingga perang
dingin. Pada saat itu Pancasila ditawarkan menjadi alternatif atas dua ideologi besar dunia yang
saling mengkutub. Sejak berakhirnya perang dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi
antara blok Barat yang memromosikan liberalisme-kapitalisme dan blok Timur yang
mempromosikan komunismesosialisme, tata pergaulan dunia mengalami perubahan-perubahan
yang mendasar. Beberapa kalangan mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin yang
ditandai dengan bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin di akhir dekade 1980-
an dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode multipolar. Periode multipolar
yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama sekitar satu dekade, juga pada akhirnya
disinyalir banyak pihak terutama para pengamat politik internasional, telah berakhir setelah
Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin
unilateralisme dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari konsepsi dunia
unipolar yang ada di bawah pengaruhnya. Pancasila yang memiliki nilai-nilai religiusitas,
nasionalisme, internasionalisme, demokrasi dan keadilan sosial merupakan konsep yang brilian
dalam menghadapi situasi dunia yang semakin terpolar. Tentunya nilai-nilai universal yang
termaktub dalam Pancasila dapat diterima di benua manapun. Dunia ketiga pada saat ini
membutuhkan ideologi pemersatu agar tidak dimangsa oleh fundamentalisme ekonomi pasar
bebas dan fundamentalisme agama. Dalam perjalanan sejarah, Indonesia merupakan pelopor
Gerakan Non-]Blok dimana memiliki spirit memperjuangkan kepentingan negara-negara yang
baru merdeka. Modal sejarah ini bisa dijadikan poin penting bahwa nilai-nilai pancasila mampu
menjadi alternatif ditengah polarisasi ideologi kapitalisme dan sosialisme. di tengah kemiskinan
yang mengglobal, kelaparan dunia yang semakin besar, diperlukan terobosan agar tidak terjadi
lagi penghisapan manusia atas manusia (exploitation par l home de l home), homo homini lupus.
A. Asal usul Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi
pada ideologi-ideologi lain di dunia. Namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup
panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi
dasar filsafat negara nilainilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa
nilai-nilai adatistiadat, nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri
negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat
berdasarkan moral yang luhur, antara lailn dalamsidang BPUPKI pertama, sidang panitia
sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat Pancasila yang pertama
kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia
sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta
disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan oleh PPKI sebagai
daasar filsafat negara Republik Indonesia. B. Karakteristik ideologi pancasila Pancasila sebagai
suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka.
Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan

2 perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya, namun mengekplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalahmasalah aktual yang senantiasa
berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta jaman. Berdasarkan
pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila
sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut: Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila
yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut
merupakan esensi dari sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar
tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta niali-nilai yang baik dan benar. Nilai Instrumental, yang
merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental
ini merupakan ekspisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Nilai
Praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang
bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam
realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu
dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta aspirasi masyarakat. Peran Pancasila di Era Globalisasi a.
Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Menghadapi Globalisasi Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri negara ini haruslah menjadi sebuah acuan
dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan
ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu
membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia. Oleh
karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa
Indonesia yang berada di pusaran arus globalisasi dunia.tetapi perlu diingat bahwa bangsa dan
negara Indonesia tidak harus kehilangan jatidiri meskipun hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.
Masyarakat yang hidup di tengah kebudayaan asing, tidak menutup kemungkinan untuk
meninggalkan budayanya sendiri. Perlu diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah
kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti
penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan
ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu,
bahkan akan terasa lebih menyakitkan. Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang
menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan
kemajuan bangsabangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal anti dunia
luar tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Saat ini, konsep pembangunan modern harus
membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri. Yang terpenting adalah bagaimana bangsa
dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai
dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai
apalagi merusak tata nilai

 BAB II Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Diantara Ideologi Dunia 2.1. Pengertian
Paradigma Awalnya istilah paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam
dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970: 49). Paradigma disini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau
pandangan dunia yang menjadi dasar keyakianan atau pijakan suatu teori. Pemikir lain seperti
Patton (1975) mendefinisikan pengertian paradigma hampir sama dengan Khun, yaitu sebagai a
world view, a general perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world
[suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan
kompleksitas dunia nyata]. Kemudian Robert Friedrichs (1970) mempertegas definisi tersebut
sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari. Pengertian lain dikemukakan oleh George Ritzer (1980)
dengan menyatakan paradigma sebagai pandangan yang mendasar dari pada ilmuan tentang apa
yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah stu cabang/disiplin ilmu
pengetahuan.[1] Inti sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang
umum dan dijadikan sumber hukum metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan adanya kajian
paradigma ilmu pengetahuan sosial, kemudian dikembangkanlah metode baru yang berdasar pada
hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut metode kualitatif. Kemudian
berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta ilmu pengetahuan lain,
misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya serta bidang-bidang lainnya. Dalam kehidupan sehari-
hari paradigma berkembang menjadi terminology yang mengadung arti sebagai sumber nilai,
kerangka piker, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter saerta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk bidang pebangunan,
reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati posisi dan fungsi yang
strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan pelaksanaan hasil-hasilnya dapat diukur dengan
paradigma tertentu yang diyakini kebenarannya.[2] 2.2. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa, dalam perjuagan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan
nilai-nilai luhur yang di junjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup yang terdiri
atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang
berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia yang menjadi
suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan. Sebagai mahluk individu dan mahluk sosial
manusia tidaklah mungkin memenuhi segala kebutuhannya sendiri., oleh karena itu untuk
mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Dalam
pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat dituangkan dan
dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup bangsa
dituangkan sebagai pandangan hidup negara. Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai
ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat dengan
pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan hidup bangsa
diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin dalam sikap hidup
pribadi warganya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terebut terkandung di dalamnya
konsepsi dasar mengenai kehidupan y ang dicitacitakan, terkandung dasar pikiran terdalamdan
gagasan menjadi wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena itu Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupaka suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan
hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian
pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika tersebut harus
merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman.[3] Pancasila
sebagai Dasar Negara

Hal-hal yang membatasi keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut: 1. Stabilitas
nasional yang mantab, 2. Tetap berlakunya larangan terhadap paham komunisme di Indonesia, 3.
Adanya pencegahan atas pengembangan ideologi liberal di Indonesia, dan 4. Pencegahan terhadap
gerakan ekstrem dan paham-paham lain yang dapat menggoyahkan nilai persatuan dan kesatuan
bangsa. Dengan demikian, bahwa ideologi Pancasila memiliki arti sebagai keseluruhan
pandangan, cita-cita, maupun keyakinan dan nilai-nilai bangsa Indonesia yang secara normatif
perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara guna menunjang tercapainya
suatu keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Pancasila Diantara Ideologi Dunia
IDEOLOGI PANCASILA Pengertian Asal Mula Pancasila Pancasila sebagai dasar filsafat serta
ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya
diciptakan oleh seseorang sebagaiman yang terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia. Namun
terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara nilai-nilainya telah
ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai
kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri negara Indonesia mengangkat nilai-
nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lailn
dalamsidang BPUPKI pertama, sidang panitia sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam
Jakarta yang memuat Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI
kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar
filsafat negara dibahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkan oleh PPKI sebagai daasar filsafat negara Republik Indonesia Karakteristik Ideologi
Pancasila Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan
ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun
mengekplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring
dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek serta zaman. Berdasarkan pengertian tentang ideologi
terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka
adalah sebagai berikut: Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut merupakan esensi dari
sila-sila Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-
cita, tujuan serta niali-nilai yang baik dan benar. Nilai Instrumental, yang merupakan arahan,
kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan
ekspisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Nilai Praksis, yaitu
merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan yang bersifat nyata
dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam realisasi praksis
inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan
perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta aspirasi masyarakat. Berdasakan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu
negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas
tertentu karena ditentukan oleh keanekaragamanaa, sifat dan karakternya, maka bangsa ini
mendirikan suatu negara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu
Negara Kebangsaan serta suatu Negara yang Bersifat Integralistik
C. PANCASILA DAN AGAMA.

Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar filsafat hubungan Negara dan agama merupakan

karya besar bangsa Indonesia melalui the founding fathers Negara republik Indonesia. Begitu

pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa

kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut termiologi

Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi yang maknanya sejalan dengan agama

Islam, Kristen, Budha dan bahkan juga Animisme. Menurut Notonegoro menyatakan bahwa

“Bangsa Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila, yang digali dari bangsa

Indonesia yang berupa nilai-nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religious yang terdapat

dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”. Dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular

dijumpai kalimat yang kemudian dikenal Bhineka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Mangrua,

artinya walaupun berbeda. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secara kebudayaan yakni

dengan tiada “egoism agama”.

Perinsip ke Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari atau sekurang-kurangnya di ilhami oleh uraian-

uraian dari para pemimpin islam yang berbicara mendahului ir. Soekarno dalam badan penyidik

itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem.dan membaca pidatonya orang mendapat

kesan bahwa pikiran pikiran para anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam

pidatonya itu, dan dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting. Komentar

Roem “ pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan

sebelumnya” (Thalib dan Awwas, 1999:63). Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung

makna bahwa manusia Indonesia harus mengabdi kepada satu tuhan,yaitu Tuhan Yang Maha Esa

dan mengalahkan ilah-ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bias mempersekutukannya. Dalam bahasa
formal yang telah disepakati bersama sebagai perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat

“Tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa”. Dimana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu

yang kita taati perintahnya dan kehendaknya. Prinsip dasar pengabdian adalah tidak boleh punya

dua tuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi itulah yan menjadi misi utama

tugas para pengemban risalah untuk mengajak manusia mengabdi kepada satu tuan, yaitu Tuhan

Yang Maha Esa”. Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasila,keduanya dapat berjalan

saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh

dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu dengan sekaligus membuang dan

menanggalkan yang lain. Hubungan Negara dengan agama menurut NKRI yang berdasarkan

Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216): a. Negara adalah berdasar atas

Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berKetuhanan yang

Maha Esa. Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan

ibadah sesuai dengan agama masing masing. c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme

karena hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan. d. Tidak ada tempat

bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pemeluk agama serta antar pemeluk

agama. e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil peksaan

bagi siapapun juga. f. Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama

dalam negara. g. Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan Negara harus sesuai

dengan nilai nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun

norma moral baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara. h. Negara pada

hakikatnya adalah merupakan “…berkat rahmat Allah yang Maha Esa.

Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan keberadaan

agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu

meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Hanya karena merasa berasal dari
agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun

membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut

atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas. Hendaknya

kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas

bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan.

Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah

dan moralitas bangsa.

Anda mungkin juga menyukai