Anda di halaman 1dari 6

WHOLE OF GOVERNMENT (WoG)

DI SMP NEGERI 6 BATANG HARI

Rima Kurniasi, S.Pd

A. Pengertian WoG
Suwarno (2017:1) mengemukakan WoG adalah sebuah pendekatan
penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif
pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas
guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program
dan pelayanan publik.
Whole of Government (WoG) menurut United States Institute of Peace (USIP)
dalam Gafar (2018:152) adalah sebuah pendekatan yang mengintegrasikan upaya
kolaboratif dari instansi pemerintah untuk menjadi kesatuan menuju tujuan bersama,
juga dikenal sebagai kolaborasi, kerjasama antar instansi, aktor pelayanan dalam
menyelesaikan suatu masalah pelayanan.
Berdasarkan dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Whole of
Government (WoG) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang
mengintegrasikan upaya kolaboratif berbagai intansi pemerintah untuk mencapai
tujuan bersama.

B. Sejarah Perkembangan WoG


Budiati (2017) menjelaskan dalam Suryana (2018:50) menjelaskan Whole of
Government (WoG) pada awalnya disebut sebagai Joined Up Government atau
Network Government. WoG merupakan respon terhadap gejala-gejala devolusi
struktural, disagregasi, fragmentasi dan single purpose organization yang kesemuanya
merupakan cerminan dari Old PublicAdministration (OPA) yang sentralistik. Dalam
sejarahnya, praktik Joined Up Goverment yang kemudian bertransformasi menjadi
Whole of Government diinisiasi oleh Perdana Menteri Inggris yakni Sir Tony Blair
pada tahun 1997.
Saat itu, menurut Budiati (2017) dalam Suryana (2018:50) pemerintah Inggris
mengalami hambatan dalam mengatasi wicked problems di ranah sektor publik. Hal
ini dipicu oleh lemahnya koordinasi antara instansi vertikal maupun horizontal pada
lembaga-lembaga pemerintahan di berbagai tingkatan (Osborne, 2010) dalam Suryana
(2018:51). Tidak adanya desentralisasi kekuasaan oleh pemerintah saat itu
menjadikan hambatan dalam koordinasi dan komunikasi antar lembaga pemerintah.
Hambatan tersebut kemudian secara perlahan diatasi dengan membentuk jaringan
kerja (network) pemerintahan di berbagai sektor. Pemerintah melakukan koordinasi
baik secara intra atau pun antar departemen yang kemudian disebut sebagai Whole of
Government (WoG).
Namun dalam pelaksanaannya, ternyata upaya tersebut kurang berhasil dan
efektif karena muncul masalah lain, yaitu terjadi benturan kepentingan (conflict of
interest). Hal tersebut dikarenakan masing-masing instansi memiliki tujuan serta
agenda tersendiri dalam tugas dan fungsinya. Kemudian diperparah dengan persoalan-
persoalan lain seperti: struktur anggaran yang sifatnya kaku (rigid) serta hierarki
kepemimpinan (Budiati, 2017) dalam Suryana (2018:51). Mengatasi permasalahan
tersebut, maka diperlukan upaya yang lebih besar lagi yaitu kolaborasi. Hal tersebut
dikarenakan koordinasi saja tidak cukup untuk mengatasi wicked problems. Walaupun
terdengar sama dalam intonasi, ternyata ada perbedaan yang fundamental antara
koordinasi dan kolaborasi.
Suryana (2018:51) juga menjelaskan koordinasi merupakan kerja sama intra dan
antarinstansi di dalam suatu jejaring kerja, akan tetapi masing-masing instansi masih
memiliki agenda tersendiri sesuai dengan tugas dan fungsi dari masing-masing
organisasi. Sedangkan kolaborasi adalah kerja sama intra dan antarinstansi di dalam
jejaring kerja berdasarkan suatu agenda, kepentingan dan tujuan bersama yang lebih
komprehensif. Kolaborasi selaras dengan semangat desentralisasi. Hal ini dikarenakan
kolaborasi dapat mempercepat penyebaran pengambilan keputusan, keputusan yang
diambil dapat lebih realistis, adanya penghematan serta mempererat solidaritas
nasional. Inilah yang menjadi faktor determinan bagi terselenggaranya WoG.
Inti dari WoG sendiri menurut Christensen & Laegreid (2006) dalam Suryana
(2018:51) adalah “koordinasi – kolaborasi secara integratif serta manajemen berbagai
tugas dan fungsi di dalam suatu organisasi tanpa adanya kontrol hierarkis secara
sentralistik di antara sesama partisipan yang ditujukan untuk memperoleh suatu hasil
(outcome) yang tidak dapat dicapai apabila dikerjakan secara sendirian. WoG dapat
tercapai dengan baik jika dikoordinasikan dan dikolaborasikan intensif secara
bersama-sama.
C. Pentingnya WoG dalam Dunia Pendidikan
Terdapat beberapa alasan mengapa WoG sangat dibutuhkan sebagai pendekatan
penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam dunia pendidikan. Seperti yang
dikemukakan Tamtanus (2019:30) mustahil pendidikan di Indonesia dapat maju di
kancah internasional jika belum mampu menguasai konsep arsip dinamis, konsep e-
government, dan konsep WoG.
Selain itu Suwarno (2017:5) menjelaskan WoG penting untuk mendapatkan
perhatian pemerintah karena beberapa faktor. Pertama, faktor eksternal seperti
dorongan publik dalam mewujudkan integrasi kebijakan, program pembangunan dan
pelayanan agar tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik. Contoh dalam
dunia pendidikan adalah persiapan pembelajaran tatap muka, sekolah harus
berintegrasi dengan sektor kesehatan (satgas covid) dan sektor keamanan (babinsa)
demi terlaksananya pembelajaran tatap muka dengan tetap mematuhi protokol
kesehatan.
Kedua, faktor internal seperti ketimpangan kapasitas sektoral sebagai akibat
adanya nuansa kompetisi antarsektor dalam pembangunan. Contohnya seperti saat
hendak melaksanakan kebijakan sekolah tatap muka jika tidak diterapkannya WoG
masing-masing sektor (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) tentu akan menganggap
bahwa “sektornya adalah yang paling penting”. Jika sudah beranggapan seperti itu,
tentu pembelajaran tatap muka tidak bisa terlaksana. Sektor kesehatan tentu tidak
setuju jika sekolah tatap muka dilaksanakan karena alasan Covid-19, begitu pula
sektor keamanan yang memiliki tugas untuk mencegah masyarakat melakukan
kerumunan. Namun demikian sektor pendidikan sangat memerlukan adanya sekolah
tatap muka. Dengan adanya WoG, ketimpangan kepentingan internal sektoral dapat
dihilangkan demi terwujudnya tujuan bersama.
Ketiga, khususnya dalam konteks Indonesia, keberagaman latar belakang nilai,
budaya, adat istiadat serta bentuk latar belakang lainnya mendorong adanya potensi
disintegrasi bangsa. Contohnya pada hari jum’at, siswa dan guru di sekolah pulang
lebih cepat dari hari biasanya. Hal ini merupakan kebijakan untuk menyesuaikan umat
muslim yang akan beribadah pada hari jum’at. Begitu juga dengan hari libur nasional
memperingati hari besar keagamaan. Sekolah di liburkan, tidak memandang apakah
siswa tersebut menganut agama yang bersangkutan atau tidak. Ini merupakan contoh
pentingnya penerapan WoG di sektor pendidikan.
D. Penerapan WoG di SMP Negeri 6 Batang Hari
SMP Negeri 6 Batang Hari dalam kesehariannya juga telah menerapkan WoG.
Contohnya kebijakan sekolah tatap muka, SMP Negeri 6 Batang Hari melakukan
kerja sama dengan Puskesmas Muara Tembesi dan Babinsa setempat demi
terwujudnya sekolah tatap muka. Selain itu seluruh keluarga besar SMP Negeri 6
Batang Hari juga dengan suka rela melakukan tracing dan tes swab masal yang
diadakan oleh tim satgas covid Muara Tembesi dan Babinsa setempat demi
memutuskan rantai penyebaran virus covid-19.
Contoh lainnya, SMP Negeri 6 Batang Hari menggunakan baju melayu saat hari
jum’at, di mana bagi siwa muslim diwajibkan memakai hijab sedangkan bagi non
muslim tidak diwajibkan. Toleransi kebijakan seperti ini merupakan contoh penerapan
WoG.
SMP Negeri 6 Batang Hari juga berkerja sama dengan dinas pendidikan dan
kominfo terkait presensi kehadiran guru dan staf tata usaha. Presensi online melalui
aplikasi Sikepo dilakukan demi terwujudnya keseimbangan hak dan kewajiban yang
diperoleh guru dan staf tata usaha.
Selain it, SMP Negeri 6 Batang Hari juga melakukan koordinasi antarbidang
dengan baik demi terwujdnya visi sekolah yaitu unggul dalam prestasi, berbudaya dan
berakhlak mulia. Setiap rapat dinas diadakan, masing-masing bidang akan menghadiri
rapat, diantaranya para guru, staf tata usaha, operator, pustakawan, serta tim
kebersihan dan penjaga sekolah. Kehadiran seluruh bidang ini diperlukan demi
menyamakan persepsi dan tujuan serta langkah kerja yang akan dilaksanakan.
Demikianlah beberapa contoh penerapan WoG di SMP Negeri 6 Batang Hari.
Dapat dibayangkan bahwa jika tidak ada penerapan WoG di SMP Negeri 6 Batang
Hari, tentu visi dan misi sekolah tidak akan bisa terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Gafar, F. A. (2018). Analisis implementasi whole of government (WoG) pelatihan dasar


calon pegawai negeri di badan pendidikan dan pelatihan Jawa Timur. Jurnal
Manajemen Bisnis dan Inovasi, 5(3). 151-158.

Suryana, O. (2018). Mal pelayanan publik dalam bingkai whole of government (WoG) dan
implementasi e-government di Indonesia. Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian, 1(2),
48-67.

Suwarno, Y., & Sejati. T. A. (2017). Modul pelatihan dasar calon pns. Whole of Government.
Jakarta: LANRI.

Tamtanus, A.S. (2019). Arsip dinamis dalam kerangka whole of government di perguruan
tinggi. Journal of Governance, 4(1), 30-44.
LAMPIRAN

Rapat dinas guru berserta staf tata usaha, staf keamanan dan kebersihan sekolah

Anda mungkin juga menyukai